“ AWALOLONG “
CATATAN KRITIS
ANTARA KEPEMILIKAN
DAN
HAK SEREMONIAL
OLEH
PEMERHATI LEWUENAJ
AWALOLONG
“ PULAU SIPUT “
MAGU WALENG
MAGU TIO
KETERANGAN :
MEREKA SATU RUMAH BESAR DAN SEBAGAI PENERIMA MANDAT ADALAH MAGU ROMA
URAN
MAGU GORI
KETERANGAN :
MAGU LAGA DUA MAGU BEDA NARAN MAGU KEA DUA MAGU SINA MAGU LELA
KETERANGAN :
Dengan demikian maka seremonial yang dibuat oleh Bapak B.L. uran adalah
sebuah mandat yang diberikan oleh MAGU LABA Lomak kepada MAGU Roma dan turun
temurunnya.
Lokasi yang dimandatkan adalah Lewoleba yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dengan Desa Baolangu yakni Lewokukung, Lite, Namaweka dan Lewokewek karena
merupakan satu kesatuan.
Tahun 1918 terjadi serangan penyakit sampar menyerang penduduk Luo dimana
dan waktu itu tidak ada obat. Penyakit itu menurut bahasa daerah disebut ERES.
Ciri-cirinya seperti cacar air dan penyakit ini menyerang dunia dan banyak
meninggal dunia ( masa perang dunia I ).
Dengan musibah itu maka sebagai besar keluarga lari meninggalkan Lou
Lewoleba. Sekitar tahun 1920 mereka kembali lagi menghuni tanah Luo
Lewoleba.
Bahwa situasi dan kondisi keamanan serta kenyamanan orang lewoleba waktu itu
hampir tidak nyaman karena tahun 1959, Bapak Yoakim Libak dibunuh oleh orang
dari Nobo Adonara. penghuni Lewoleba waktu lari buyar meninggalkan Lewoleba.
Orang yang diluar komunitas Baolangu yang tetap tinggal di Lewoleba adalah Bapak
Weka dan keluarganya. Orang Atadei lain lari meninggalkan Lewoleba.
Perubahan demi perubahan untuk Lewoleba dari kampung menuju ke desa gaya lama
Lewoleba - ke desa gaya baru Lewoleba - ke Kelurahan Lewoleba mekar dan
pemecahan kelurahan yang hingga saat ini menjadi tujuh kelurahan. Bahwa terakhir
menjadi Ibukota Kabupaten Lembata.
V. SARAN PENDAPAT
1. Untuk menetapkan bahwa Awalolong milik Komunitas Baolangu harus
didiskusikan dengan semua tokoh atau kepala suku ( 17 suku ) se Komunitas
Baolangu, baik yang berdomilisi di Lewokukung, Lite, Namaweka maupun
Lewoleba dan Lamahora.
2. Sepanjang ini belum pernah orang Baolangu melakukan seremoni di Pulau
Awalolong sebagai wujud pengakuan bahwa Awalolong milik orang Baolangu.
Seremoni hanya pernah dilakukan oleh Saudara “ Albert Pito “ orang dari
Karangora yang diistilahkan waktu itu dengan paraw Tua Magu ( kasih makan
leluhur ), tidak lama berselang waktu paraw Tua Magu, Bapak Albert dan
anaknya meninggal dunia di Jakarta sehingga Ritual dimaksud tidak bias dirunut
dan ditelusuri soal klaim dari Albert Pito bahwa Awalolong itu milik Mereka.
Untuk itu butuh Mola Bdae ( dukun ) dari berbagai orang guna mencari tahu
siapa, dan dari suku apa yang akan membuat seremoni.
Orang-orang tua yang tinggal di Lewoleba, Namaweka, Lite, Lewokukung dan
Lamahora, baik sebagai ketua suku maupun pemuka masyarakat harus duduk
bersama Mola Bdae mencari solusi / jalan keluar.
3. Catatan ini hanya sebagai masukan guna disempurnakan dan diharapkan dapat
menghasilkan kesepakatan untuk membuat seremoni sebagai titik awal
menunjang program pemerintah dibidang kepariwisataan.
4. Hasil diskusi untuk seremonial akan dibuat setelah ada kesamaan pandangan,
kesepakatan dari berbagai pihak.
PERTANYAAN KUNCI
Tiga pertanyaan kunci ini dengan membandingkan keberadaan, kepemilikan tanah adat,
ulayat yang dimiliki dahulu sampai sekarang, bahkan untuk yang akan datang menjadi
hunian anak cucu kita, maka membutuhkan pengakuan melalui Tobe bau ( duduk omong
bersama ) sebelum kita melakukan sesuatu kegiatan.