Anda di halaman 1dari 18

Mendekap Eksotika Lamalera:

Dari Tradisi Penangkapan Ikan Paus Hingga Piring Matahari

A.Pendahuluan

Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah destinasi wisatawan favorit
dalam lalu lintas wisatawan domestik dan internasional saat ini. Keajaiban alam, keeksotikan
kebudayaan dan keunikan atraksi-atraksi tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur
menjadikannya sebagai new Bali (Bali baru). Bahkan, provinsi kepulauan ini mempunyai
objek wisata eksotik dan ikonik setiap daerah. Menyebut beberapa contoh, Sumba terkenal
dengan Pasola (atraksi berperang berkuda) dan kepercayaan Merapu yang menjadi sumber
peradaban orang Sumba. Manggarai, terkenal dengan keindahan alam Pulau Padar, Varanus
Komodo yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia, atraksi Caci yang menampilkan estetika,
etika, dan herois. Bajawa terkenal dengan pertunjukan tinju tradisonal-Etu. Ende terkenal
dengan danau tiga warna (Kelimutu). Lembata terkenal dengan tradisi penangkapan ikan
paus. Rote terkenal dengan pantai Nembrala, alat musik Sasando yang mendunia. Timor
terkenal dengan tenun ikat.

Pemerinah Nusa Tenggara Timur, terutama di bawah kepemimpinan Gubernur Vicktor


Bungutilu Laiskodat dan Wakil Gubernur Yosef Naisoi meletakkan sektor pariwisata sebagai
liding sector (sektor utama) dalam usaha kebangkitan ekonomi masyarakat Nusa Tenggara
Timur. Pilihan prioritas terhadap sektor pariwisata dipandang sebagai perspektif radikal.
Artinya, melampaui tradisi pemikiran pembangunan yang selama ini berbasis pada sektor
pertanian.

Gubernur Laiskodat memandang sektor kepariwisataan merupakan kekayaan


tersembunyi. Bila aset ini digarap serius dan terkoneksi dengan sektor-sektor lainnya, maka
akan mepercepat pembangunan ekonomi di NTT. Satu hal yang menarik dari gagasan
pembangunan sektor pariwisata dari Gubernur Laiskodat ialah bagaimana membangun
pariwisata yang terkoneksi dengan sektor lain. Sektor pariwista menjadi paling moderat dalam
pembangunan ekonomi masyarakat daripada sektor pertanian. Dikatakan sektor moderat
karena sektor ini lebih langsung, cepat, dan menyerap tenaga kerja dibandingkan sektor
pertanian yang kian stagnan.

Salah satu program yang dipandang penting dan paling lansung berhubungan dengan
destinasi wisata ialah literasi yakni menulis atau menarasikan keunikan, atau mitos di balik
suatu objek destinasi wisata, dilengkapi dengan informasi berkaitan akses, sarana, dan
prasarana akses menuju lokasi destinasi. Literasi destinasi wisata berarti pula memindahkan
objek wisata dari mata ke pikiran. Dengan demikian, objek wisata tidak sekadar kenikmatan
mata (visual effect), tetapi masuk dalam memori kognitif (pengetahuan) wisatawan. Literasi
destinasi wisata menjadikan objek wisata tidak hanya dikenang, tetapi diketahui. Jika objek
wisata yang mengandalakan efek visual (keindahan) maka hanya meninggalkan kesan.
Sedangkan, objek wisatasa yang dipromosi dan dibanding melalui literasi menghasilkan pesan
(pengetahuan) tentang destinasi wisata. Karena itu, kesan dan pesan yang didapat wisatawan
hasil kombinasi antara keindahan melalui mata dan keindahan melalui pikiran (literasi).

Atraksi: Tradisi dan Atrakasi Penangkapan Ikan Paus


Menyebut Lamalera segera terbayang akan tradisi penangkapan ikan paus yang
begitu atraktif, heroik, bahkan sakral yang mengundang decak kagum siapapun. Tradisi ini
telah menjadi magnet yang menyedot perhatian wisatawan asing dan domestik. Tak
mengherankan bila tradisi penangkapan ikan paus telah menjadi ikon Lamalera, bahkan
Lembata, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Paduan atraksi, heroik, dan nuansa kulturistik itulah yang mengesankan tradisi
penangkapan paus demikian eksotik dan begitu kuat memagut perhatian wisatawan dunia.
Dalam bahasa lokal, penangkapan ikan paus disebut perra kote kelema. Orang Lamalera
keberatan dengan istilah memburuh paus atau membunuh paus. “Kami tidak memburuh paus,
apalagi membunuh paus. Kami menangkap ikan paus, menjemput kado yang dikirim leluhur.
Paus bukan sekedar ikan raksasa sebagaimana dilihat banyak orang. Tapi bagi kami orang
Lamalera, paus adalah berkat kiriman leluhur. Kami membedakan paus mana yang boleh
ditangkap dan paus mana yang tidak boleh ditangkap. Kami hanya menangkap paus kote
kelema dan paus seguni (paus bercorak putih di bagian perut). Sedangkan paus jenis klaru
tidak boleh ditangkap. Paus klaru pernah mengantar dan menyelamatkan nenek moyang
kami,” tutur Gaspar salah seorang tokoh masyarakat Lamalera.

Lamalera merupakan wilayah Kabupaten Lembata, Flores, Provinsi Nusa Tenggara


Timur. Secara adminsitratif pemerintahan, Lamalera termasuk wilayah kecamatan Wulandoni
ufuk timur Lembata. Lamalera terdiri atas dua desa yakni Desa Lamalera A dan Desa
Lamalera B. Orang Lamalera tidak menyukai sebutan itu. Mereka lebih suka disebut Lefo
Lamalera, sebutan yang merujuk pada unitas kampung yang telah diurapi leluhur. Demikian
pula sebutan Teti Lefo (kampung atas) untuk Desa lamalera A, dan Lali Fata untuk Desa
Lamalera B.

Asal usul nama Lamalera dapat dijelaskan dengan beberapa versi. Berdasarkan asal
usul katanya, Lamalera berasal bahasa Lamaholot dari kata lama yang berarti “kampung” dan
lera yang berarti berarti “matahari.” Lamalera berarti “kampung matahari.” Nama ini sering
dihubungkan dengan posisi geografis yang memang letak Lamalera sangat khas di buritan
timur, bumi paling pertama menyapa matahari. Orang Lembata umumnya menganggap
Lamalera sebagai tempat tumbuh matahari. Asal-usul nama Lamalera dapat pula ditelusuri
melalui salah satu situs atau pusaka berupa piring bercahaya yang disebut “lamalera”. Lama
berarti “piring,” dan lera adalah “cahaya” atau matahari. Piring berbentuk mangkuk itu
bercahaya. Konon, piring ini dibawah oleh nenek moyang mereka sejak tahun 15015 dari
Luwuk (Sulawesi).
Gambar.
Estetika bangunan rumah-rumah di
Lamalera yang didirikan di atas
punggung bukit batu, pintu rumah
mengarah ke laut bagai sedang
menggantang rezeki dari laut. Sebab,
laut itulah kebun mereka. Sepanjang
pantai dibangun pondok parkir “paledang” (perahu). Suatu pemandangan yang demikian
unik dan kulturistik.

Leva Nuang
Leva Nuang merupakan rangkaian ritual sebelum orang Lamalera melaut. Ritual Leva
Nuang menjadi ekspresi hubungan tiga dimesi kosmologis yakni Laut, paus, dan rumah besar.
Rumah besar merupakan satuan klan (suku), sekligus menjadi institusi mistis tempat
mengadakan upacara sebelum melaut. Laut adalah ladang luas yang memberikan hasil laut,
ikan paus, sekaligus menjadi hakim agung yang mengadili orang baik dan orang jahat. Laut
dapat menjadi monster perenggut nyawa. Semisal, jika hubungan keluarga tidak beres, ada
masalah dengan tetangga, dan lebih celaka jika melakukan perzinahan, maka laut akan
merenggut nyawanya. Sedangkan ikan paus adalah kado yang diberikan oleh leluhur kepada
masyarakat Lamalera. Kado itu harus dibagikan semua orang, terutama janda dan anak yatim.

Tahapan Leva Nuang


Tradisi Leva Nuang berlangsung setiap tahun dari bulan Mei-Oktober, dengan tahapan
sebagai berikut. Pertama, tanggal 28 April, para tua adat dari Lika Telo (tiga suku, yakni
Bataona, Lewotukan, dan Blikololong) duduk bersama lalu mengirim utusan ke Langofujo
untuk meminta kesediaan suku Langofujo agar pada keesokan harinya, 29 April turun ke
pantai untuk menggelar musyawarah bersama Tobu Neme Fatte.

Atraksi penangkapan Paus masyarakat Lamalera. Penombak yang disebut Lamafa


memerlukan keperkasaan, kejernihan budi, kesucian perilaku, dan terampil mengikuti irama
antara ombak dan ikan paus.

Kedua, Tanggal 29 April sore, sekitar pukul 16.00 WITA, dilangsungkan ritual Tobu
Neme Fatte, persis di depan Kapela Santo Petrus, yang dipimpin tua adat Lika Telo. Topik
bahasan pentingnya adalah mengevaluasi hasil tangkapan musim Lefa tahun sebelumnya, dan
membangun komitmen dan harapan baru untuk musim lefa tahun berjalan. Pada saat itu tidak
boleh ada yang turun melaut, atau dalam bahasa Lamalera disebut Lefa Pnurung, hingga
dibuka kembali usai misa Lefa, 1 Mei. Melalui ritual ini, masyarakat saling bermaafan satu
sama lain sekaligus pembersihan diri dari rasa benci dan dendam. Masyarakat yakin bahwa
tanpa ada perdamaian yang tulus akan mengganggu aktivitas melaut bahkan akan berakibat
fatal bagi nelayan dan perahunya (diserang paus).

Ketiga, setelah Tobu nama Fata utusan Lika Telo tanpa diwakili langsung ke Rumah
Besar Lamamanu, sekitar 2 kilo dari Lamalera ke arah utara untuk menyampaikan pesan dan
keluh kesa Kide Knuke (sebutan untuk orang susah/masyarakat miskin khususnya janda dan
lansia) kedua kampung Lamalera A dan B sekaligus meminta Fullu Kajo Lolo (makanan)
untuk para Kide Knuke yang sedang kelaparan. Selanjutnya, salah seorang utusan dari suku
Lamamanu dikirim ke Langufujo untuk menyampaikan bahwa ada tamu dari Levo Lamalera,
yang sedang menunggu di Rumah Besar Lamamanu. Sekitar pukul 00.00 orang Languwujo
nyekar ke makam dan mengajak semua leluhur untuk bergadang bersama-sama di Rumah
Besar Lamamanu.

Keempat, tanggal 30 April, menjelang subuh (04.00 WITA) utusan Lika Telo kembali
ke Lamalera sedangkan orang Lamamanu bergerak ke gunung menemui para leluhur untuk
menyampaikan semua keluh-kesah Kide Knuke itu yang akan dirangkai dengan ritual inti
Song Dongot atau Le Gerek, persis di atas batu yang menyerupai ikan paus. Ritual Le Gerek
dilakukan oleh suku Lagufujo di Batar. Ritual Le Gerek merupakan ritual memberi makan
leluhur di batu paus di lereng Gunung Labalekan sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas
segala nikmat yang telah diberikan sepanjang tahun lalu, juga sekaligus permohonan agar
diberikan hasil tangkapan yang banyak dalam tahun ini sehingga janda dan yatim piatu tidak
kelaparan. Setelah ritual utama di Batu Paus, dilanjutkan dengan kunjungan ke beberapa
tempat singgahan di lereng gunung Labalekan sampai ke Pantai Lamalera dan menceburkan
diri ke laut sebagai tindakan pembersihan diri yang dilanjutkan dengan makan siang bersama
Lika Telo di rumah adat suku Bataona. Pada sore harinya, dilangsungkan Ritual Misa Arwah
yang merupakan sebuah ritual gabungan antara tradisi adat dan ritual gerejawi yang
diselenggarakan di pinggir pantai Lamalera di depan Gereja St. Petrus dan dipimpin oleh
seorang pastor. Ritual ini bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur dan sanak keluarga yang
telah meninggal di laut akibat diserang paus. Setelah perayaan misa dilanjutkan dengan
pelepasan lilin bersama ke laut. Sekitar pukul 00.00 WITA atau setelah jam 12 malam sampai
pukul 05.00 WITA para ibu rumah tangga yang ditugaskan berjalan dari rumah ke rumah
mengumpulkan benang kapas asli masih dalam bentuk tenue yang akan disambung menjadi
satu kesatuan tali leo yang akan digunakan untuk menangkap paus. Masing-masing rumah
menyediakan 2 (dua) tenue.

Kelima, tanggal 1 Mei pagi, semua ritual dan seremoni adat itu disatukan dalam
ekaristi kudus di depan Kapela St. Petrus, yang lazim disebut Misa Leva. Pastor sebagai
pemimpin perayaan memberkati umat dan peralatan yang akan digunakan untuk menangkap
paus mulai dari leo/tali, tempuling/tombak penikam, peledang/perahu sampai pemberkatan
leva/laut sebagai sumber kehidupan masyarakat Lamalera. Usia misa leva, antara perahu
praso sampan dan perahu nara tene, langsung melakukan leva perdana yang populer disebut
tenna fullo. Sore hari, setelah pulang dari tenna fullo dilanjutkan lagi dengan ritual penutup di
depan kapela yang disebut gelekat tuak dan fua malu atau suku lang wujo dan suku tufaona
bertukar faja (siri pinang) dan tuak dan tanggal 2 Mei pada subuh sebelum fajar terbit suku
Lango Wujo dan Tifaona kembali ke kapela St. Petrus untuk mengambil air berkat yang
diletakan di depan patung St. Petrus lalu direcikan ke semua peledang. Suku Lango Wujo
mereciki pledang di sebelah timur kapela hari itu juga, semua pledang mulai turun melaut
sebagai pertanda musim leva resmi dimulai. Inilah tradisi warisan leluhur yang tidak boleh
diabaikan apalagi ditinggalkan.

Kepercayaan itu tertanam kuat dalam aktivitas mereka selama melaut dan benar-benar
takluk secara total jika usaha melaut akan mendatangkan hasil yang melimpah. Anda
menyaksikan sejumlah lelaki perkasa di atas patedang (perahu) yang menangkap paus
adalah orang yang telah dibersihkan jiwa-raganya. Di atas perahu ada tiga peran yang
dijalankan secara profesional. Pertama, lamafa, Si penikam atau Si penombak paus dengan
menggunakan tembuling (bambu yang pada ujung ditancapkan besi bercabang). Lamafa tidak
hanya membutuhkan ketegaran tubuh, tetapi keterampilan ikut bermainan dengan gelombang
(ombak), kemahiran berspekulasi terhadap pergerakan paus. Kedua, matros, yakni juru
dayung yang menguasai arena dan mengkondisikan paus pada arena tertentu. Ketiga, lamauri
(juru mudi) yang mengendalikan gerakan paus dengan irama ombak.

Gambar.
Pekerjaan utama orang Lamalera adalah
nelayan. Sedangkan perempuan membuat
kerajinan dan kadang ke gunung untuk
melakukan barter ikan dengan hasil bumi
dari gunung seperti, padi, jagung, ubi,
kacang dan hasi bumi lainnya.

Keseharian orang Lamalera bekerja sebagai nelayan. Laki-laki Lamalera adalah


pelaut. Sedangkan kaum perempuan Lamalera umumnya bekerja sebagai penjual hasil laut
dan menenun. Biasanya barter di pasar Wulandoni pada hari Sabtu dan pasar Lamalera pada
hari Selasa. Selain beraktivitas pada dua pasar tadi, perempuan Lamalera melakukan barter
ikan dengan dengan hasil bumi dari orang pegunungan.

Rumah di Punggung Bukit

Bagai yang belum pernah ke Lamalera, tentu hanya mengenal Lamalera dari tradisi
penangkapan paus yang mendunia itu. Padahal, Lamalera menyajikan begitu banyak
keunikan. Memasuki Lamalera terasa begitu kental suasana mistik. Suasana parokial alias
adem itu Anda dapatkan dari dua hal. Pertama, bangunan rumah yang menempel pada
punggung bukit bebatuan dengan pintu-pintu mengarah ke laut seakan ingin menyapa angin
laut yang membawa kabar para lelaki Lamalera yang sedang melaut. “Jika suami-suami ke
laut, maka istri membuka pintu rumah agar rezeki masuk dan tetap tinggal di dalamnya.”
Tutur Mikhael Beding pengusaha home stay di Lamalera. Di sela rumah ada pohon-pohon
purba yang meneduhkan. Malam hari tampak cahaya neon memberikan kesan romantik dari
cela rimbunan pohon purba pinggang bukit-bukit batu.
Ada pula oleh gugusan batu-batu hitam di bibir menyapa lida ombak putih yang
melumatnya. Batu-batu hitam terhampar di sepanjang pantai, sebagian menjorok ke laut
membentuk teluk, sehingga sangat cocok untuk berekreasi, dan foto bersama keluarga.
Namun, Anda harus ekstra hati-hati. Pantai Lamalera ekstrim, curam. Air lautnya membiru
sampai bibir pantai. Itu artinya pantai sangat dalam. Anak-anak Lamalera tampak asyik
berenang bukan berarti pantai tak dalam. Anak-anak Lamalera sudah menjadikan pantai
sedalam itu sebagai halaman bermain, sekaligus tempat melatih untuk menjadi lamafa
(penikam paus).

Panorama bibir pantai Lamalera dengan gugusan batu hitam yang menyajikan kesan mistis.
Batu hitam yang kontras dengan deburan ombak putih terasa amat alami. Warna air laut
yang membiru hingga bibir pantai suatu isyarat bahwa pantai ini sangat dalam.
Tebing di pantai tempat sarang burung walet. Lokasi berada di salah satu dusun di Desa
Tapobali, jarak 4 km arah selatan Lamalera. Dusun ini disebut Dusun Walet. Tampak air
laut biru alami.

Pasar Barter
Lamalera begitu apik mengarsipkan masa lalunya. Bagai album sosial yang sulit kita
jumpai dunia modern. Salah satu tradisi yang hingga kini masih dipertahankan adalah pasar
barter (menukar barang dengan barang). Orang-orang dari pegunungan membawa hasil
buminya seperti jagung, pisang, ubi, beras. Sedangkan penduduk pantai mebawa ikan dan
hasil laut lainnya. Ada dua tempat berlangsung pasar barter ini. Pertama, pasar di Wulandoni.
Pasar ini terletak di gunung, sudah tua usianya, bahkan seusia orang Lamalera. Letaknya 5
km arah utara Lamalera. Pasar Wulandoni biasanya dibuka pada hari Sabtu. Satu lagi pasar
barter berlokasi di Lamalera. Pasar ini diselenggarakan pada hari Selasa. Hal yang menarik,
bahwa barter ini tidak hanya terjadi pada hari pasar, tetapi juga pada hari-hari biasa. Jika
penduduk Lamalera di pantai mendapatkan ikan paus atau ikan pari, atau hasil laut lainnya,
maka mereka pergi ke gunung untuk melakukan barter di sana.

Pemandangan seperti ini dapat dilihat pada setiap rumah di Lamalera. Menjemur daging
ikan paus, ikan pari dan jenis hasil laut lainnya. Jika sudah kering, perempuan-perempuan
Lamalera ke gunung untuk barter dengan hasil bumi seperti, padi, jagung, ubi, pisang, atau
kacang.

Jika sudah tiba di Lamalera, maka sebaiknya Anda jangan melewatkan kesempatan
mengikuti pasar barter ini. Anda akan mendapatkan pengalaman lain di Lamalera yang tidak
hanya dinakmati melalui mata, tetapi dinikmati melalui batin dan pikiran. Sebab, pasar ini
sesungguhnya tidak sekedar menukar barang antara orang gunung dan orang pantai, lebih dari
itu, pasar barang merupakan perjamuan sosial orang Lamalera. Pasar barter adalah
perjumpaan kemanusiaan yang hidup dalam tradisi orang Lamalera. Bahkan sampai saat ini,
ikan paus tidak pernah dibeli dengan uang karena dianggap murahan dan unsur ekonomi lebih
dtonjolkan. Pasar barter lebih mengutamakan saling melengkapi kebutuhan antara sesama
mereka. Nilai ikan paus pada pasar ini lebih mahal. Dengan kata lain, barter purba ialah ikan
paus dari masyarakat pantai Lamalera dan hasil bumi dari masyarakat gunung Wulandoni.

Nilai ikatan emosional dan kekerabatan amat kuat di pasar ini. Transaksi barang
sekaligus transaksi rasa persaudaraan. Keadaan ini dapat disaksikan ketika memulai membuka
pasar. Pihak kepala kampung misalnya, ia hanya membuka transaksi apabila warga dari
gunung dan dari pantai Lamalera sudah banyak yang hadir. Jika sudah dianggap banyak orang
berkumpul di pasar, maka kepala kampung membuka barter. Di pasar barter ini mereka
menjamu satu sama lain untuk melayani kebutuhan mereka.
Gambar.
Pasar barter di
Wulandoni. Tempat
pertemuan untuk
menukar barang
dengan barang,
sekaligus merupakan
perjamuan sosial
antara masyarakat
gunung dan masyarakat
pantai.

Piring Matahari
Lamalera sering dikaitkan dengan sebuah piring yang bernama Lamalera atau piring
matahari atau piring cahaya. Meskipun usia piring telah sekitar 5 abad lamanya, tetapi
tampak tak pernah pudar, tetap bercahaya. Lamalera (piring matahari) ini masih disimpan rapi
oleh keluarga Blikolong di Lamalera A. Piring yang bercahaya ini menyimpan banyak ceritera
tentang kisah perjalanan orang Lamalera hingga tiba di daerah itu.
Alkisah, piring ini dibawah oleh leluhur mereka ketika melakukan eksodus dan
berkelompok dari Kerajaan Luwuk Sulawesi Selatan. Mereka terpakasa melakukan eksodus
karena penaklukan kerajaan-kerajaan di Sulawesi oleh Kerajaan Majapahit pada masa Prabu
Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Kelompok eksuodus Luwuk ini membangun komunitas
suku Lamalera yakni Bataona, Blikololo, Lamanudek, Tanakrofa, dan Lefotuka.
Gambar.
Artefak piring bercahaya keemasan yang
disebut Lamalera atau piring matahari.
Piring ini bagai sebuah teks yang
menyimpan kisah pertualangan orang
Lamalera dari Luwuk (Sulawesi) hingga
Lamalera. Artefak piring matahari ini
masih disimpan sangat baik oleh keluarga
Blikolong di Desa Lamalera A.

Anda penggemar barang klasik dan


ingin mengetahui sejarah di balik itu,
silakan berkunjung ke rumah besar Blikolonong di Lamarea A. Mereka akan menerima Anda
dengan ramah dan ia memberikan penjelasan secara detail benda kuno di museum pribadi itu.
Di rumah besar suku Blikolong juga terdapat gading raksasa, berukuran 2 meter lebih
melingkari piring matahari tersebut.

Ini kapela terkecil di dunia. Kapela ini hanya berukuran 2 x 2 m. Letaknya di bibir pantai.
Dalam kapela ada patung St. Petrus. Patung St. Petrus dikonstruksi inkulurasi, pada tangan
kiri memegang kunci Surga, sedangkan tangan kanan memegang mapuli atau tombak paus.
Kapela ini digunakan untuk misa Lafa Nuang, misa arwah bagi yang meninggal di laut
dapat dilakukan di kapela ini (30 April) dan misa memualai pergi kelaut (1 Mei). Juga misa
pembukaan musim melaut. Sedangkan
pada hari minggu, tidak menggunakan
kapela ini. Pastor berdiri di depan
gereja. Sedangkan umat mengikuti misa di
pasir pantai atau tempat terbuka.

C. Akses

Ada beberapa pilihan jalur akses


menuju Lembata hingga Lamalera. Jika
Anda ingin berangkat dari Kupang (ibu
kota provinsi NTT), dapat memanfaatkan jasah pesawat Transnusa setiap hari, pukul 14.30
WITA dari Kupang dan mendarat di Bandara Wunopito Lewoleba pukul 15.15. Perjalanan
udara hanya ditempuh 40 menit. Sedangkan pesawat kembali ke Kupang pukul 15.30 WITA.

Jika Anda ingin melalui jalur laut, maka bisa menggunakan kapal Ferry dan Kapal
Cepat. Atau memilih jalur panjang untuk menikmati keindahan pulau bunga julukan pulau
Flores. Misalnya Anda melalui lintas Flores dari Labuan Bajo, lintas Flores dengan bus antar
kota tiba di Larantuka. Dari Larantuka menuju Pelabuhan Lembata kapal cepat ditempuh
selama satu jam. Moda transportasi laut KM Umsini Kupang-Lewoleba sekali dalam dua
minggu. KM Bukit Siguntang Kupang-Lewoleba sekali dalam dua minggu. Kupang –
Lewoleba (Sekali dalam dua minggu). ASDP ferry Kupang – Lewoleba (Setiap hari),
Larantuka – Lewoleba (Setiap hari Sabtu), Alor – Lewoleba (Setiap hari Rabu). Jika
keberangkatan Anda dari Bali atau Lombok, banyak pilihan maskapai penerbangan. Anda
akan mendarat di bandara Frans Seda (Maumere), dilanjukan ke Larantuka dengan bus selama
3 Jam. Dari Larantuka Anda menggunakan transportasi laut (Fery) ke Lewoleba (Lembata).

Anda boleh istrahat di Lewoleba dengan pilihan penginapan yang tergolong layak.
Tersedia hotel bintang 2 sebanyak 2 buah dan hotel melati sebanyak 17 buah. Jumlah kamar
setiap hotel dibilang lumayan banyak. Hotel Palm Indah memiliki 56 unit, Hotel Olympic
sebanyak 31 unit, Hotel Lembata Indah sebanyak 20 unit, New An’nisa Beach Hotel & Resto
sebanyak 13 unit, Hotel Rejeki sebanyak 13 unit, Hotel Lewoleba sebanyak 32 unit, Hotel Puri
Mutiara sebanyak 11 unit, Uran’s Inn sebanyak 4 unit, Wisma Don Bosco sebanyak 12 unit,
Losmen Stansen Karya sebanyak 10 unit, Wisma Ankara sebanyak 1 unit, Ben Home Stay
sebanyak 5 unit, Felmina Home Stay sebanyak 9 unit, Maria Home Stay sebanyak 3 unit,
N&N Lodge sebanyak 4 unit, dan Kuma Resort sebanyak 5 unit.

Perjalanan Anda akan dimudahkan dengan menggunakan jasa biro perjalanan wisata.
Jasa perjalanan wisata yang ada di Lewoleba yakni Raflesia Tours and Travel, Karisma
Lembata, Sejahtera Tours and Travel, Lembata Mandiri Inti Jasatama Tours and Travel, Trans
Nusa Tours and Travel, Lembata Exotic Tour, dan Cipta Mulya Lembata Tours and Travel.
Informasi tentang biro travel mudah didapatkan hotel tempat Anda menginap. Demikian jika
Anda ingin menikmati sensasi malam hari di kota Lewoleba Anda bisa ke kafe-kafe di
Lewoleba. Ada 9 di kota itu. Jika Anda ingin menggunakan jasah pemandau carilah wisata
berlisensi. Di Lewoleba memiliki 3 unit pemandu wisata berlisensi sebanyak 3 unit, usaha
wisata selam sebanyak 2 unit, Pub sebanyak 7 unit, restoran lokal sebanyak 1 buah dan usaha
rumah makan sebanyak 32 buah.

Nah, jika tujuan utama untuk menikmati eksotika Lamalera dan atraksi penangkapan
pausnya memang membutuhkan kesabaran dan memerlukan energi ekstra. Sebab, untuk
mencapai Lamalera harus menempuh jalan rusak sepanjang 43 km dari ibu kota Lewoleba.
Ada dua jalur yang dapat dilewati kendaraan roda dua dan roda empat, bahkan mobil sewaan
(travel). Jika Anda menempuh jalur tengah, dari LewoLeba melewati Poto, Wulandoni
hingga Lamalera. Jalur ini dapat dibilang agak baik sehingga dapat ditempuh selama 3.5 jam.
Jalur tengah membelah pulau Lembata menawarkan panorama pegunungan yang dulu
dikenal Lomblem itu. Jalur selatan tergolong sulit dilewati mobil pribadi atau travel.
Kondisinya lebih buruk dibandingkan dengan jalur tengah. Akan tetapi, kegelisahan Anda
akan terobati dengan pemandangan pantai dan teluk-teluk batu hitam di Desa Tapobali.
Begitu indah nan alami. Bagi petualang sejati jalur selatan adalah pilihan yang menantang
sekaligus menyenangkan.
Kondisi jalan jalur tengah (Kiri) dan jalur selatan (Kanan). Aspal terkelupas, berbatu, dan
berdebu menjadi tantangan tersendiri bagi para petualang untuk menaklukkan alam demi
menggapai pesona Lamalera. Tentu memberikan keasyikan tersendiri.

Namun, jangan buru-buru ke Lamalera, ada juga anak sungai yang kembar di
Labalimur sekitar 35 km dari arah Lewoleba. Dua mata air kembar yang satu sangat dingin
dan yang satu lagi sangat panas. Dua mata air itu berdekatan sehingga orang menyebutnya
mata air kembar. Masyarakat setempat menyebutnya Waisenara.

Waisenara (mata air kembar) yang sebelah kanan air panas dan sebelah kiri air dingin. Mata
air ini terdapat di Desa Poto Kecamatan Wulandoni, 35 Km dari arah Lewoleba. Kolam
yang tampak merupakan campur air dingin dan air panas.

Pemandangan pantai Selatan. Pemandangan serupa hampir dapat dinikmati sepanjang


pantai Selatan. Jalan rusak seakan terobati oleh panorama pantai yang permai.

D. Akomodasi
Bagi Anda yang baru tiba di Lamalera, mungkin sedikit kesulitan dengan penginapan.
Ada 5 rumah penduduk yang selama ini digunakan sebagai home stay (penginapan). Setiap
rumah penduduk bersedia menerima tamu yang berkunjung ke Lamalera. Mungkin Anda
merasa terusik privasi Anda. Namun, orang Lamalera sengaja menerima tamu di rumah, tamu
yang berkunjung diterima sebagai saudara mereka dan dapat menikmati kehidupan nyata
masyarakat setempat.

Salah satu home stay di Lamalera. Home Stay ini milik keluarga Mikhael Beding, ada 8
kamar yang dapat digunakan untuk tamu. Ada lima home stay yang merupakan rumah
penduduk di Lamalera.

Itulah cara untuk menghirup suasana sosial yang khas di Lamalera. Suasana kolegial
itu begitu khas, karena waktu bercakap-cakap atau bersemuka jauh lebih intim. Jaringan
komunikasi seluler masih terbilang tersendat-sendat. Demikian pun, listrik hanya dapat
dinikmati malam hari.
Home stay Kote Kelema terdiri atas 8 kamar sederhana dengan fasilitas kamar mandi
dalam dan kamar mandi luar. Ada empat kamar di lantai dua yang rautnya (pintu ke laut)
sehingga mata Anda berjumpa dengan hamparan birunya laut Lamalera. Mungkin sunrise
merupakan sajian spesial di Lamalera. Ada juga home stay yang letaknya tepat di bibir
pantai. Dibangun di atas karang hitam dengan warna rumah yang kontras (putih). Home stay
ini lebih memberikan Anda kenikmatan persahabatan dengan ombak. Sebab, lidah ombak
sesekali menjilat dinding home stay. Berkomunikasi dengan orang Lembata tidaklah sulit.
Selain mereka ramah, mereka dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia,
meski sehari-hari di kalangan mereka sendiri menggunakan bahasa Lamaholot.
Lukisan pada dinding bagian dalam gereja. Lukisan ini menampilkan vitur atau ornamen
yang menggambarkan kehidupan mereka. Terlihat perahu dan laut mengeliling gereja.

E. Awerness
Masyarakat Lamalera tergolong ramah. Bagi mereka siapapun yang datang harus diterima
sebagai bagian dari keluarga mereka. Itulah sebabnya, mereka dapat menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik. Mereka tunduk pada hukum adat yang telah menuntun cara hidup
mereka. Laut merupakan pengadilan. Jika seseorang berperilaku tidak berkenan atau tidak
menyenangkan orang lain, maka laut akan mengadilinya. Meski Anda menginap di rumah
mereka yang dijadikan home stay, namun privasi Anda tetap terjaga dan pasti aman. Ramah
tama sangat mendukung pengembangan wisata di Lamalera. Di samping itu, tradisi
penangkapan paus menjadi bagian integral dari kehidupan mereka.
Meskipun demikian, tantangan yang masih menyelimuti pengembangan wisata Lamalera
adalah infrastruktur jalan raya. Dua jalur yang selama ini menjadi akses utama ke Lamalera
sangat buruk. Jalan tanah berbatuan menjadi hambatan. Di samping itu, akses informasi,
sarana umum seperti apotik, polindes tergolong jauh. Rumah makan dan tempat rekreasi tidak
memadai. Keadaan ini tentu saja membuat wisatawan tidak bertahan lama di Lamalera.
Sanitasi lingkungan masih perlu dibenahi, termasuk air bersih dan penerangan (listrik).
Demikian sarana komunikasi, internet sangat sulit. Padahal sarana ini sangat penting bagi
wisatawan.
Sangat diharapkan pembangunan infrastruktur untuk memudahkan akses ke Lamalera,
pembangunan sarana komunikasi (internet), sarana umum seperti Apotik, air bersih,
penginapan yang layak, warung makan dan ruang-ruang rekreasi. Diharapkan pula, Badan
Usaha Milik Desa mengalokasikan dana untuk pembangunan sarana penunjang pariwisata di
Lamalera.

Pesona Lembata
Lamalera bukan satu-satunya pilihan Anda berdarma wista di Lembata buritan pulau
Flores itu. Lembata menjadi pustaka budaya yang menggoda Anda bisa betah untuk beberapa
hari di kota itu. Lembata yang dulu dikenal Lomblem itu menyimpan berbagai atraksi
budaya, ritual sakral yang menakjubakan. Belakangan Lembata begitu atraktif dalam
memamerkan pesona budayannya. Ada 25 event wisata yang terjadwalkan setiap bulan di
beberapa desa. Ke Lembata bagai mengunjungi pustaka budaya yang unik dan menginspirasi.
Beberapa seremoni budaya dan festival tradisi yang terkenal seperti Buka Badu (Budaya) di
Desa Watodiri, Festival Guti Nale (Budaya) di Pantai Watan Raja Mingar, Travel Fishing,
Dolphin Watching, Tunu Kwar/Tunu Kwaru (Makan Jagung Baru), Buka Karun (Budaya) di
Desa Watuwawer. Wisata Religi Jalan Salib-Kamis, Rewa Ika (Budaya) di Desa Dikesare,
Tobu Nama Fata & Ie Gerek (Budaya) di Lamalera, Leva Nuang/Musim Tangkap Paus
(budaya) di Lamalera, Reka Wata (budaya) di Kampung Lama Lamawolo, Travel Village,
Adventure dan Land Tours (budaya), Gala Desa (Olahraga dan Budaya), Utan
Wuunlolon/Pesta Kacang (budaya) di Kampung Lama Lamagute, Sail Indonesia (Wisata
Bahari Event), Festival 3 Gunung (Pariwisata dan Budaya). Anda, terutama yang ingin
menyusuri kenangan atau masa lalu dan ingin menyadap sabda (kata bijak leluhur) dari balik
ritual-ritual sakral itu, maka event dan atraksi budaya di Lembata sangat pas.
Di Lewoleba Anda boleh beristirahat, karena akomodasi dan fasilitas hotel misalnya
tersedia. Lewoleba sebagai kabupaten yang baru bersuia 20 tahun memang lagi giat berbenah
termasuk sektor pariwisata. Alam pinggir kota Lewoleba masih amat alami. Gunung-gunung
yang mengarah ke laut menjadi tempat istirahat paling nikmat. Anda bisa menyaksikan
sunset (matahari terbenam) di ubun Ileboleng dari bukit Cinta. Dari atas gunung, Anda akan
menyaksikan liukan mobil melewati jalan berkelok di kaki bukit hingga menyusur bibir
pantai.

Pemandangan yang dapat disaksikan melalui bukit Cinta Lembata. Dari tempat ini pula
dapat menyaksikan sunset di ketiak Gunung Ileboleng. Gunung-gunung ilalang kering
menguning menambahk kesan eksotik Bukit Cinta Lembata.

Tak jauh dari Bukit Cinta (3 km ke arah Selatan), tedapat bukit doa yang telah
dirancang khusus bagi peziarah rohani yang ingin mendapatkan kekhususkan berdoa dan
berdialog dengan Tuhan. Bukit Doa yang sering disebut Wato Miten itu terletak di Desa Bour,
Kecamatan Nuba Tukan, Kabupaten Lembata. Di atas bukit dengan ketinggian 140 m di atas
permukaan laut berdiri kukuh Patung Bunda Maria menghadap laut dengan kedua tangan
terbuka seakan siap mendekap siapapun yang datang berharap dan pasrah kepada-Nya. Pada
lereng bukit terdapat empat belas titik yang tersambung dengan anak tangga menuju puncak
bukit, mengingatkan umat nasrani pada Via Dolorosa.
Bukit Doa. Bagi umat Kristiani yang hendak berziarah. Syarat akan keheningan sehingga
dapat menghantarkan suasana batin pada permenungan yang mendalam dalam nuansa
meditatif dan kontemplatif.
Beberapa event budaya yang belakangan amat populer di Lembata yalni Festival Tiga
Gunung (F3G) yang lazimnya diselenggarakan pada bulan September setiap tahunnya.
Festifal ini menampilkan keunikan tiga gunung di Lembata yakni Ile Lewotolok, Ile Batutara,
dan Ilewerung.

Pulau Siput

Pulau Siput atau oleh masyarakat disebut pantai Awololong sangat mempesona
dengan pasir putih yang menghampar sejauh mata memandang. Pulau Siput terletak amat
indah di teluk Lewoleba, dikelilingi laut. Sedangkan pada bagian tengah pasir putih yang
mengkilau seluas 2000 meter persegi. Tidak heran, pulau ini menjadi salah satu destinasi
favorit wisatawan domestik dan mancanegara. Akses ke pulau ini sangat mudah. Hanya 15
menit dengan perahu sudah tiba di pulau ini. Anda bisa menikmati keindahan pulau yang
begitu anggun dan mempesona. Uniknya lagi, Anda akan berteman dengan ribuan siput yang
menyuguhkan keajaiban pantai ini.

Pantai Nio Wade


Dibandingkan pantai lain di Lembata, Pantai Nio Wade merupakan pantai yang baru
saja ditemukan oleh para pencinta alam yang menyukai tantangan alam, juga mau
mempublikasikan spot-spot baru untuk foto berlatar alam. Pantai ini baru dikenal luas setahun
yang lalu. Pantai ini sangat alami, sepi dan jauh dari kermaian kota. Untuk tiba di sana,
traveler atau pengunjung bisa saja menempuh jalur darat menggunakan mobil atau motor.
Akses ke pantai ini memang melalui jalan darat, dan masih terbilang buruk. Tentu bukan
halangan bagi traveler yang doyan berpetualang melintasi daerah terjal dan eksotik. Akan
tetapi kelelahan Anda akan ditebus oleh keindahan bukit Ilalang yang hampar bagai susu
bumi. Di sana pula Anda akan menemukan pantai yang memiliki dua warna pasir yakni pasir
warna merah dan warna putih. Selain itu, ada juga padang sabana. Serta spot yang menantang
di tanjung pantai Nio Wade yaitu sebuah Gua Kelelawar. Tibalah Anda di sebuah pantai yang
akan membuat Anda tertegun kagum.

Pantai Lewolein
Pantai ini sangat istimewa dan memiliki komposisi letak dan panorama yang membuat
pengunjung berdecak kagum. Di bagian timur pantai terdapat tanjung kecil yang ditumbuhi
pohon bakau yang besar dan rindang. Selain itu, terdapat batu yang berserakan. Pengunjung
dapat membawa serta keluarga untuk bertamasya. Duduk lesehan di bibir pantai dan
menyaksikan sunset di atas puncak gunung Ile Ape di tubir senja akan menjadi pengalaman
luar biasa. Di bagian barat pantai, terbentang pasir putih keabu-abuan dengan ombak yang
tenang. Jadi, bagi anda yang sangat suka menikmati suasana laut dan ingin berenang lalu
berjemur, datanglah ke pantai ini.
Bagi wisatawan yang menggunakan jalur ke Lewoleba (ibu kota kabupaten), Anda akan tiba
dan pergi di Pelabuhan Lewoleba. Di sekitar pelabuhan terdapat rumah makan yang
menyediakan berbagai menu.

Wisatawan yang menggunakan transportasi udara dari Bali atau Lombok, transit di Bandara
Frans Seda Maumere dan akhirnya Anda tiba di Bandara Udara Wunopito (Lewoleba).
Bandara ini berada sangat dekat dengan kota Lewoleba sehingga begitu mudah tiba di kota.
Salah satu pemandangan “sunset” yang Anda dapat ketika Anda berdiri di bukit Cinta
lembata. Mata hari pagi menuju ke peraduan melalui rusuk gunung Ileboleng.

Penutup
Lamalera (Lembata, Flores) telah mendunia melalui tradisi penangkapan ikan paus
yang atraktif, heroik, dan kulturistik. Meski demikian, Lamalera menyajikan eksotika yang
mengagumkan seperti tata kampung di punggung perbukitan batu yang seakan menyapa laut
dan mentari pagi. Juga, lekak-lekuk pantai batu hitam memberikan kesan mistis kampung
yang paling seriun menjalankan Ie Gerek (pemanggilan roh ikan paus). Di samping itu, pasar
barter, ;lebih memperlihatkan bagaimana perjamuan sosial anatara orang pegunungan dan
orang pantai. Anda akan terinspirasi menikmati pesona kemanusiaan yang dipentaskan di
pasar barter ini.

Selama Anda di Lamalera setidaknya Anda mendapatkan eksotika yang tidak hanya
dinikmati mata seperti atraksi penangkapan paus, pasar barter, piring Lamalera. Anda juga
dapat menikmati keindahannya melalui pikiran, terutama mitos dan ritual-ritual yang
menginformasikan tentang filosofi hidup orang Lamalera antara rumah besar, laut dan paus.
Atraksi penangkapan paus dan eksotika kampung memberikan kegurihan pada rasa dan
kenangan yang tak terlupakan. Lamalera seakan hadir untuk memukau. Di sana roh dan roti
keindahan menyatuh dalam sabda budaya.

Anda mungkin juga menyukai