Anda di halaman 1dari 6

ETNOGRAFI SUKU AMBON

 SEJARAH

Sejarah Ambon menurut adat dimulai dari Gunung Nunusaku di Seram yang juga
dianggap keramat oleh suku Wemale dan Alune.[9] Nunusaku sendiri dianggap
sebagai pusat dunia oleh suku Ambon dan tanah pertama yang muncul dari dasar
laut ketika dunia diciptakan serta puncaknya memiliki pohon beringin yang
bercabang menjadi tiga sungai: Eti, Tala, dan Sapalewa.[10] Terdapat pula tiga
ekor burung merpati putih yang hinggap di ketiga cabang pohon tersebut.[11] Hal
ini berhubungan dengan nama Nunusaku sendiri yang terdiri dari dua kata, yaitu
nunu atau beringin dan saku atau perlindungan.

Menurut cerita rakyat, semua manusia purba hidup di Nunusaku hingga terjadi
pertengkaran besar yang memecah masyarakat tersebut menjadi dua, dikenal
sebagai Heka Nunusaku (Perpecahan Nunusaku). Mereka terpecah menjadi
Patasiwa yang mengarah ke barat dan mendiami ketiga sungai yang bercabang
dari Nunusaku serta Patalima yang mengarah ke timur Seram. Perpecahan lebih
lanjut pun terjadi dan dari kelompok tersebut, ada yang meninggalkan Seram dan
menetap di Ambon-Lease.[13] Ada pula cerita rakyat yang menyatakan bahwa
dua manusia pertama di Nunusaku adalah Yale, dewa matahari, yang berkulit
hitam dan istrinya Nibela yang berkulit putih. Mereka membangun kapal dan
berlayar di kapal yang terpisah. Namun, kapal Yale segera kandas di Nunusaku
dan menjadi leluhur suku Ambon, sedangkan kapal Nibela berlanjut berlayar dan
awaknya menjadi leluhur orang Eropa.[14] Hingga kini, cerita tersebut dicampur
dengan agama suku Ambon kini. Bagi mereka, Heka Nunusaku setara dengan
pembangunan Menara Babel, sementara Gunung Nunusaku adalah Taman Eden.
Ketiga burung merpati di cabang pohon beringin Nunusaku sering dianggap
mewakili Sem, Ham, dan Yafet, para leluhur manusia. Ada pula yang menyamakan
Nunusaku sebagai Gunung Ararat. Mereka percaya hari Penghakiman akan terjadi
di Nunusaku.
Salah satu sumber tertulis tertua dari suku Ambon di Pulau Ambon adalah Hikayat
Tanah Hitu yang menyatakan bahwa terdapat empat gelombang penduduk yang
mendiami Pulau Ambon. Gelombang pertama disebut-sebut sebagai orang Alifuru
yang berasal dari Pegunungan Nunusaku di Nusa Ina (pulau ibu) dan disebut
sebagai penduduk asli, dilanjutkan oleh orang Jawa dari Tuban, rombongan anak
laki-laki Raja Jailolo, dan diakhiri oleh gelombang yang berasal dari Goran.
Keempatnya pada saat berpindah ke Ambon membawa budaya Batu Muda.[1]
Hingga kini, beberapa matarumah di Jazirah Leitimur mengaku bahwa moyang
mereka berasal dari Tuban yang tiba sebelum dan pada masa Majapahit.[15]
Seorang pangeran bernama Patturi, putra bungsu Raja Tuban, berselisih dengan
ayahnya dan meninggalkan Tuban bersama dengan kakak sulungnya, Pattikawa,
dan adik perempuannya, Nyai Mas, kemudian singgah beberapa kali di beberapa
tempat, yaitu Hatusua di Seram serta Jazirah Leitimur: Latua, Hutumuri, Pasir
Putih, dan Suli, sebelum akhirnya menetap di Hitulama. Beberapa rombongannya
pun ditinggalkan untuk menetap di persinggahan dan segera mendapatkan
kedudukan terkemuka di permukiman baru mereka.

 SISTEM EKONOMI

Mata pencaharian orang Ambon pada umumnya adalah pertanian di ladang.


Dalam hal ini orang membuka sebidang tanah di hutan dengan menebang pohon-
pohon dan membakar batang-batang serta dahan-dahan yang telah kering.
Ladang-ladang yang telah dibuka dengan cara demikian hanya diolah sedikit
dengan tongkat kemudian ditanami tanpa irigasi. Umumnya tanaman yang
mereka tanam adalah kentang, kopi, tembakau, cengkih, dan buah-buahan.

Selain itu, orang Ambon juga sudah menanam padi dengan teknik persawahan
Jawa.

· Sagu adalah makanan pokok orang Ambon pada umumnya, walaupun


sekarang beras sudah biasa mereka makan. Akan tetapi belum menggantikan
sagu seluruhnya. Tepung sagu dicetak menjadi blok-blok empat persegi dengan
daun sagu dan dinamakan tuman. Cara orang Ambon makan sagu dengan
membakar tuman atau dengan memasaknya menjadi bubur kental (pepedu).

Disamping pertanian, orang Ambon kadang-kadang juga memburu babi hutan,


rusa dan burung kasuari. Merekamenggunakan jerat dan lembing yang
dilontarkan dengan jebakan. Bagi penduduk Ambon yang tinggal di daerah pesisir
biasanya mereka berprofesi sebagai nelayan Hampir semua penduduk pantai
menangkap ikan. Orang menangkap ikan dengan berbagai cara, yaitu dengan kail,
kait, harpun dan juga jaring. Perahu-perahu mereka dibuat dari satu batang kayu
dan dilengkapi dengan cadik yang dinamakan perahu semah. Perahu yang lebih
baik adalah perahu yang dibuat orang-orang ternate yang dinamakan pakatora.
Perahu-perahu besar untuk berdagang di Amboina dinamakan jungku atau
orambi

Ambon juga memilik pelabuhan perikanan nusantara yang merupakan salah satu
provinsi produsen perikanan terbaik di Indonesia

Hasil panen yang mereka dapati dari bertani, berkebun, dan menangkap ikan,
biasanya merekakonsumsi sendiri. Hasil panen yang berlebih dari kebutuhan
pokoknya, mereka jual kepasar guna mendapatkan uang demi kebutuhan pokok
yang lain seperti bayar pajak, biaya sekolah, pangan ,dan papan

 SISTEM MASYARAKAT

Orang Ambon menghitung hubungan kekerabatan melewati garis keturunan


pihak ayah (patrilineal), dan pola menetap sesudah kawin ialah di lingkungan
pihak ayah (patrilokal). Kesatuan kekerabatan yang terpenting ialah matarumah
(keluarga batih) yaitu suatu kesatuan family | kerabat | sanak saudara yang terdiri
dari satu family inti senior dan keluarga-keluarga inti junior dari garis keturunan
laki-laki.Pada tingkat yang lebih luas lagi mereka mengenal format kesatuan
kekerabatan berupa family luas terbatas yang dinamakan soa.

Pada masa kini istilah soa ini tidak jarang mereka kacaukan dengan istilah fam
(family, dari bahasa Belanda). Masyarakat Ambon menyinggung desa-desa
mereka negeri. Kesatuan hidup setempat ini dipimpin oleh seorang kepala Negeri
yang lebih tidak jarang digelari bapa raja, kebetulan status ini memang dipunyai
secara turun-temurun oleh matarumah dari soa yang sangat senior dalam desa
tersebut.

 KEBUDAYAAN :

Rumah Adat :

Rumah adat Suku Ambon dinamakan Baileo, dipakai untuk tempat pertemuan,
musyawarah dan upacara adat yang disebut seniri negeri. Rumah tersebut
merupakan panggung dan dikelilingi oleh Serambi. Atapnya besar dan tinggi
terbuat dari daun rumbia, sedangkan dindingnya dari tangkai rumbia yang disebut
gaba-gaba.

Tarian :

Tarian bambu gila merupakan tarian paling terkenal dari orang Ambon, tarian ini
juga dikenal dengan nama buluh gila atau bara suwen. Untuk memulai
pertunjukan ini sang pawang membakar kemenyam di dalam tempurung kelapa
sambil membaca mantra dalam “bahasa tanah” yang merupakan salah satu
bahasa tradisional Ambon.

Kemudian asap kemenyan dihembuskan pada batang bambu yang akan


digunakan, jika menggunakan jahe maka itu dikunyah oleh pawang sambil
membacakan mantra lalu disemburkan ke bambu. Fungsi kemenyan atau jahe ini
untuk memanggil roh para leluhur sehingga memberikan kekuatan mistis kepada
bambu tersebut. Roh-roh inilah yang membuat batang bambu seakan-akan
menggila atau terguncang-guncang dan semakin lama semakin kencang serta sulit
untuk dikendalikan.
Upacara Adat :

1. Upacara Adat Sasi

Upacara adat sasi hampir dilaksanakan di seluruh daerah Maluku dan Papua.
Upacara ini dilaksanakan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.

Upacara adat sasi biasanya diterapkan untuk keberlangsungan hidup di wilayah


laut. Namun, upacara adat ini juga bisa diterapkan di wilayah darat, lo.

Dalam tradisi Sasi, ada aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Aturan
tersebut berbunyi bahwa siapa pun tidak boleh memanen hasil panen sebelum
waktunya.

2. Obor Pattimura

Kebiasaan atau acara ini ditujukan untuk mengenang pahlawan Pattimura yang
melakukan perlawanan terhadap penjajah yang datang di kawasan Maluku.

Upacara atau peringatan ini biasanya dirayakan setiap tanggal 15 Mei.

Nah, untuk memperingatinya. Biasanya masyarakat bekerja sama dengan


pemerintah setempat untuk membuat perayaan.

Perayaan ini dikenal dengan istilah Pawai Obor. Dalam pawai tersebut juga
ditemukan prosesi lari obor.

Lari obor ini dimulai dari Pulau Saparua ke Pulau Ambon. Kemudian, para pelari
juga akan diarak ke Kota ambon.

3. Makan Patita

Tradisi ini merupakan acar makan bersama yang dilakukan masyarakat Maluku.
Sampai saat ini tradisi ini masih dilestarikan.
Biasanya acara makan patita akan dilangsungkan saat ada momentum-
momentum besar yang terjadi, seperti:

1. Hari ulang tahun atau perayaan ulang tahun berdirinya kota


2. HUT kemerdekaan negara Indonesia
3. Perayaan hari besar
4. HUT tempat ibadah

Tradisi ini menghidangkan menu makanan khas Maluku, seperti ikan asar, patatas
rebus, sayur-sayuran, papeda, singkong rebus, dan sebagainya.

4. Adat Cuci Negeri Soya

Upacara cuci negeri merupakan upacara yang bermakna untuk membersihkan


dan menyucikan diri dari perasaan buruk, seperti perseteruan, rasa curiga, iri dan
rasa dengki.

Upacara ini dilaksanakan pada minggu kedua bulan Desember. Dan, dipimpin
langsung oleh seorang Upulatu atau raja.

Makanan Khas :

Belum lengkap makan tanpa Papeda, makanan yang berasal dari sagu mentah ini
bernama Papeda, papeda biasanya dimakan dengan ikan kuah kuning, jangan
tanya rasanya kalau kata orang ambon “Paleng Sadap Seng Ada Lawang” yang
artinya sangat enak dan tidak ada tandingannya. Papeda merupakan makanan
Tradisional Ambon, makanan ini sudah menjadi turun temurun bagi anak cucu
orang ambon, orang ambon biasanya sebelum makan nasi terlebih dahulu
memakan papeda selanjutnya baru makan nasi.

Anda mungkin juga menyukai