Anda di halaman 1dari 18

1.

SUKU DAYAK DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN DAYAK


Di negara Indonesia yang kita cintai banyak sekali Suku dan budayanya, salah satu contohnya
suku dayak. Suku Dayak sendiri mempunyai kebudayaan yang beragam. Oleh karena itu
marilah simak ulasan yang ada dibawah berikut ini.

Kebudayaan Suku Dayak


 Pakaian Adat Suku Dayak 
Pakaian adat untuk wanita dinamakan Ta’a dan untuk para lelakinya bernama sapei sapaq.
Biasanya pakaian adat tersebut digunakan saat acara besar dan menyambut tamu agung. Ta’a
terdiri dari da’a yaitu semacam ikat kepala yang terbuat dari pandan yang umumnya
digunakan oleh orang tua. Atasan atu baju yang mereka kenakan disebut sapei inoq dan
bawahannya berupa rok yang disebut dengan Ta’a. Baik atasan maupun bawahan semua
dihiasi dengan manik-manik agar terlihat cantik.

Wanita yang memakai ta’a ini biasanya dilengkapi dengan uleng atau hiasan kalung manik
sampai bawah dada. Sedangkan untuk para lelaki masyarakat Dayak mengenakan pakaian
yang disebut dengan Sapei sadaq dengan corak dan motif yang hampir sama dengan pakaian
adat perempuan dayak. Namun, pada sapei sapaq atasan dibuat rompi dan bawahannya adalah
cawat yang disebut abet kaoq.

Umunya , para pria dayak melengkapi penampilan mereka dengan mandau ayng terikat pada
pinggang mereka. Pada umumnya , tidak ada perbedaan mencolok dari motif antara lelaki
dan perempuan maupun si bangsawan dan si rakyat biasa, hanya saja di beberapa daerah yang
masih mengenal kasta jika anda memakai pakaian adat yang bercorak enggang atau harimau
berarti yang memakainya adalah keturunan bangsawan.

 Rumah Adat Suku Dayak


Rumah Betang atau rumah Panjang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di
berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat
pemukiman sku Dayak. Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat.
Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter.

Umumnya rumah Betang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga hingga
lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini untuk menghindari datangnya
banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan.
Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari
besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga)
menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut.

Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan di
antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki.
Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan.
Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama, ataupun latar belakang sosial.
Tarian Suku Dayak
 Tari Hudoq
adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang biasa dilakukan setiap
selesai manugal atau menanam padi, pada bulan September – Oktober. Semua gerakannya,
konon dipercaya turun dari kahyangan. Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan
Dayak Modang, Tari Hudoq ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang
berada di alam nirwana.

 Tarian Leleng
Tarian Leleng adalah tarian gadis suku dayak Kenyah yang bercerita tentang seorang gadis
bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa dengan pemuda yang tak
dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian ini disebut tarian
Leleng karena saat di tarikan diiringi nyanyian lagu Leleng.

 Tarian Leleng
Tarian Kancet Papatai adalah tarian perang yang bercerita tentang seorang pahlawan Dayak
Kenyah yang sedang berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit,
penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet
Pepatay, penari memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah lengkap dengan peralatan
perang seperti mandau, perisai dan baju perang.

Alat Musik Suku Dayak

 GARANTUNG atau gong merupakan salah satu alat musik yang digunakan


masyarakat Suku Dayak. Selain garantung masyarakat Dayak juga menyebutnya
dengan gong dan agung. Garatung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik
dalam kelompok idiophone yang terbuat dari bahan logam; besi, kuningan, atau
perunggu.

 Gandang (GENDANG) MASYARAKAT Suku Dayak mengenal dengan baik alat


musik gandang sebagai salah satu alat musik dari kelompok membranophone untuk
mengiringi tarian dan lagu yang dinyanyikan. Karena itu, alat musik gandang pun
sangat populer sebagai sebuah bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak

 Kalali ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikecilkan.
Ukuran panjang setengah meter dengan ujung beruas dan dibuat luang kecil dekat
ruas tersebut. Ujung ruas diraut agar dapat dipasang sepotong roan yang telah diraut
pula berbentuk tipis. Buluh rotan diikat pada batang kalali, kemudian dibuat lima
buah lubang untuk menentukan tinggi rendahnya nada

 Tote ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikeringkan dan
ujung sebelahdalamnya diberi lidah. Pada batang dibuat dua atau tiga buah lubang.
Untuk menghasilkan bunyi ang merdu dan menyayat kalbu, tote atau serupai ditiup
pada baian uungnya.

 Suling Balawung ialah alat music tiup yang terbuat dari bamboo berukuran kecil
dengan lima lubang dibagian bawah dan satu lubang dibagian atas. Suling Balawang
bias digunakan oleh perempuan.
2. SUKU ORANG MINAHASA DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAANNYA

Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh
manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. orang Austronesia awalnya dihuni
China selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan,
dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan.
Awalnya, keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali
tujuh), Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka
dikalikan dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang. Tona'as pemimpin
mereka bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara tentang hal ini. Mereka
bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini). Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-
nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan
bahwa keturunan dibagi menjadi tiga kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan
sesuai dengan kelompok yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini
berlangsung batu peringatan yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian
dibangun.
Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kemudian mendirikan wilayah
utama mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera
beberapa desa didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa
dari sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan kabupaten masa kini.
Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni
Maka-9:
Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan),
Ponosakan, Babontehu, Bantik.
Delapan dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang
Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang
Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat desa
Lilang), Gerungan, Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow,
Lumi, dan Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan
sebelumnya, Tarumetor (Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang
Mongondow di Mangket.

Sistem religi
Unsur-unsur kepercayaan pribumi yang dapat disaksikan pada orang Minahasa
yangs ekarang   s ecara   res mi  telah   memeluk  agamaagama  P rotes tan,  K atolik   m
aupun   Is lam merupakan peninggalan sistem religi zaman dahulu sebelum berkembangnya
agama Kristen.Unsur-unsur ini mencakup : konsep-konsep dunia gaib, makhluk dan
kekuatan adikodrati(yang dianggap “baik” dan “jahat” serta manipulasinya, dewa tertinggi,
jiwa manusia, benda berkekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia
akhirat).Unsur-unsur religi pribumi terdapat dalam beberapa upacara adat yang
dilakukan orang   yang berhubungan   dengan  peris tiw aperis t iw a   lingkaran
hidup   individu,  s eperti   kelahiran, perkawinan, kematian maupun dalam bentuk-
bentuk pemberian kekuatan gaib dalam menghadapai berbagai jenis bahaya, serta
yang berhubungan dengan pekerjaan atau  mata  pencaharian.  U ns ur
uns ur   ini   tentu  juga   tampak  dalam  wujud  s ebagai  kedukunan (sistem medis
makatana) yang sampai sekarang masih hidup.

Mata pencaharian
Di Minahasa, jaringan jalan raya yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan
Bitungdan bandar udara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko besar, dan
kegiatanekonomi modern lainnya sangat mempengaruhi sektor ekonomi pedesaan yang
berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih bersifat tradisional.Ekonomi pedesaan
merupakan ciri-ciri perilaku petani Minahasa.Minahasa , jaringan jalan yang tergolong
baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan bandar udara SamRatulangi, adanya industri-industri
kecil, toko besar maupun kecil di kotsa, dan kegiatan ekonomi modern lainnya memang
sangat erat berhubungan dan sangat mempengaruhi ekonomi pedesaan yang berpangkal pada
sektor pertanian rakyat yang masih tergolong tradisional.ekonomi pedesaan di
Minahasa mempunyai bentuk tersendiri yang menunjukkuan adanya perbedaan-perbedaan
dari masyarakat-masyarakat pedesaan lainnya.

Sistem kekerabatan
Orang Minahasa memegang prinsip keturunan secara bilateral, atau memperhitungkan
hubungan kekerabatan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan jangkauan
kekerabatannya umumnya hanya sampai generasi ketiga. Dalam memilih jodoh, penelusuran
asal-usul biasa dilakukan, untuk memastikan muda-mudi yang hendak terlibat pernikahan
berada di luar jangkauan kekerabatan tiga generasi tersebut.
Setelah menikah, pasangan suami-istri bebas menentukan tempat tinggalnya, baik itu di
lingkungan sang Istri atau suami. Di Minahasa, keluarga inti (saanakan) dapat terdiri dari:
suami-istri ditambah anak-anak kandung (yang belum menikah); dapat pula terdiri dari
suami-istri ditambah anak kandung, anak tiri, atau anak angkat; janda/duda, dengan anak-
anak, baik anak kandung, anak tiri, maupun anak angkat; suami-istri yang tidak mempunyai
anak; atau dapat pula janda/duda yang hidup sendiri.

 Bahasa
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Tomohon selain menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa daerah Minahasa.
Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari delapan macam jenis bahasa daerah yang
dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll.
Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota Tomohon adalah bahasa Tombulu,
karena memang wilayah Tomohon termasuk dalam etnis Tombulu.
Sistem Teknologi
Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi dalam setiap suku bangsa pun semakin
berkembang. Di Minahasa, sama seperti di daerah-daerah lainnya di Indonesia, sistem
teknologi dan penggunaan alat-alat tradisional sudah semakin menghilang diganti dengan
alat-alat modern buatan pabrik.
a.    Alat-alat rumah tangga: masih sering dijumpai di desa-desa, antara lain nihu (penampi
beras/padi), loto (bakul), poroco (jenis bakul), rueng (belanga), rumping (belanga
goreng), ramporan (dodika/tempat           memasak),             tempayang
(tempayan), mauseu/nuuseu/naaweyen/sincom  (tempat nira dari bambu),  selangka 
(peti tempat penyimpanan barang
berharga), tape  (tikar), patekelan/panteran/koi (tempat tidur), piso (pisau),
dan lisung (lesung).
b.    Alat-alat pertanian: beberapa alat yang selalu dipakai penduduk dalam pertanian
seperti, pajeko (bajak),
sisir, pacol  (pacul),sekop (tembilang), peda (parang), sambel (sabel),
dan pati/tamako (kapak).
c.      Alat-alat perburuan: alat-alat yang dahulu sering digunakan dalam perburuan, antara
lain tumbak (tombak),  sumpit (senjata untuk burung
saja), wetes/dodeso  (jerat),  sassambet  (semacam jerat), dan sinapang (senapan)..
d.    Alat-alat perikanan: alat-alat yang digunakan oleh masyarakat Minahasa yang
berprofesi sebagai nelayan, yakni perahu sampan, perahu giob (lebih besar dari
sampan), pelang (lebih besar dari giob), soma (pukat besar), pukat,
hohati  (kail), nonae(umpan), sosoroka (semacam tombak yang khusus dipergunakan di
danau), rompong (rumah di atas air yang telah dipasang dengan
jala), sesambe (berbentuk seperti layar kecil untuk menangkap ikan-ikan kecil),
dan sero babu yang telah dianyam untuk membungkus ikan.
e.    Alat-alat peternakan: alat-alat yang digunakan dalam beternak. Alat-alat ini tidak terlalu
banyak terdapat di Minahasa dikarenakan peternakan merupakan pekerjaan sambilan
saja. Alat-alat tersebut antara lain: lontang tempat makanan babi,roreongan atau
sangkar ayam.
f.    Alat-alat kerajinan: alat-alat yang digunakan dalam kerajinan masyarakat. Alat-alat ini
merupakan campuran dari alat-alat asli buatan orang Minahasa dan alat-alat yang
datang dari luar (yang berbahan logam). Beberapa alat buatan penduduk antara
lain,kekendong (alat pemintal tali yang terbuat dari bambu atau kayu), jarong
katu  (penjahit atap yang juga dibuat dari bambu atau
kayu), gelondong atau jarong  benang bambu, martelu (martil yang dibuat dari
kayu), sarong peda (sarung parang yang terbuat dari kayu, bambu, dan pelepah
pinang).
g.   Alat-alat transportasi: alat-alat perhubungan yang digunakan oleh masyarakat Minahasa,
antara lain roda sapi, bendi,  sampanatau perahu (ada beberapa jenis), dan rakit.
h.   Alat-alat peperangan, yakni alat-alat yang dipakai oleh masyarakat Minahasa dahulu
dalam berperang, antara lain kelung(tameng), santi (pedang), kiris  (keris), tumbak,
pemukul, tamor (tambur), tettengkoren (tubuh dari bambu), pontuang (alat tiup dari
kulit kerang), kolintang  (dibuat dari perunggu yang sama dengan alat musik Gamelan
Jawa), dan gong.
i.   Alat-alat untuk menyimpan, antara lain godong  (gudang di bagian bawah rumah untuk
menyimpan hasil-hasil produksi), cupa(volumenya hampir tiga liter, terbuat dari
bambu), gantang (volumenya 27 liter, terbuat dari kayu), walosong (tempat
menyimpan makanan, terbuat dari bambu), dan para-para (sejenis meja dari bambu
tempat menaruh alat-alat dapur).

  Kesenian
A.      Tarian
1. Tari Mahambak
Tari Mahambak adalah salah satu seni tradisional Bantik — sebuah anak suku yang
memiliki banyak       kekhasan .Seni tari yang menjadi sarana pengungkapan peasaan
komunal orang Bantik. Dengan terpencarnya mereka kedalam sejumlah pusat pemukiman-
pemukiman antaranya    di         Malayang (arah tenggara dari manado), Molas  (diutara
manado), Ongkaw dan Boyong (di minahasa selatan), dan lain-lain mereka amat saling
merindu. Perjumpaan, persatuan dan kerukunan menjadi nilai-nilai yang sangat dirayakan
serta dijunjung setinggi-tingginya oleh orang Bantik dari generasi ke generasi.
2. Tari Maengket
Maengket adalah paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang
terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket
memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses
panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
3. Tari Kabasaran
Kabasaran adalah tari perang. Mengangkat atau memuliakan perang ke dalam karya
estetika, itu memberi gambaran tentang masyarakat itu sendiri. Itu ungkapan dari watak
dan nilai-nilai budaya masyarakat.
4.Tari Maselai
Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi
Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe
Talaud ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa
syukur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa
Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga
digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan,
mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.
3. SUKU JAWA DAN UNSUR –UNSUR KEBUDAYAANNYA

Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan
ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata
lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku
bangsa.

A.   Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena
kesadaran bahwa ada makluk yang lebih dan Maha Kuasa. Sehubungan dengan agama yang
dianut, entah agama Islam, Kristen, Protestan, Hindu, dan Budha sikap keagamaan rata-rata
manusia Jawa boleh dikata nominal dalam arti, bahwa manusia Jawa tidak saleh sepenuhnya
dengan mengecualikan sudah tentu orang-orang yang memang benar-benar beriman.
 Bila para Muslim dan muslimat di jawa Tengah dan jawa Timur biasanya berkelompok
di sebuah kampung bernama Kauman yang berada di sekitar masjid. Maka orang-orang yang
beragama Protestan dan Katolik berkelompok sebagai jemaah dalam suatu organisasi yang
berhubungan dengan gereja mereka masing-masing.
Kenyataan bahwa sebelum agama Islam dan agama Kristen masuk di Indonesia telah
sampai lebih dahulu di negri ini yaitu agama Hindu dan agama Budha, maka bisa dimengerti
kalau penduduk pulau jawa telah terpengaruhi oleh agama Hindu dan agama Budha sebelum
belajar agama Islam, Protestan, dan Katolik. Agama Hindu dan agama Budha yang berasal
dari India itu berada di dalam tingkat terbawah dan tertua di dalam tumpukan lapisan agama
yang terdapat di jawa Tengah dan Jawa Timur.

B.   Sistem Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan, akan dibahas mengenai pelapisan sosial. Dalam sistem
kemasyarakatan Jawa, dikenal 4 tingkatan yaitu Priyayi, Ningrat atau Bendara, Santri dan
Wong Cilik.
1.      Ningrat
Ningrat atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa. Pada tingkatan ini
biasanya diisi oleh para anggota keraton, atau kerabat-kerabatnya, baik yang memiliki
hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat akibat pernikahan. Bendara pun memiliki
banyak tingkatan juga di dalamnya, mulai dari yang tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini
dapat dengan mudah dilihat dari gelar yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.

2.      Priyayi
Priyayi ini sendiri konon berasal dari dua kata bahas Jawa, yaitu “para” dan “yayi” atau yang
berarti para kaum terdidik. Dalam istilah kebudayaan Jawa, istilah priyayi ini mengacu
kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan masyarakat biasa setelah Bendara atau ningrat
karena memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya kaum priyayi ini
terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya.
3.      Santri
Yang ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak hanya merujuk kepada seluruh
masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih mengacu kepada para muslim
yang taat dengan beragama, yaitu para santri yang belajar di pondok-pondok yang memang
banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.
4.      wong cilik
wong cilik atau golongan masyarakat biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan
sosial. Biasanya golongan masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai petani atau
buruh.

C.   Sistem Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada hingga
saat ini adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa menurut kelompok
para ahli, adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan
oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya islam,
Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan sedikit adanya pengaruh budaya barat. Namun tetap
dipertahankan penggunaanya hingga saat ini. Walaupun penggunaanya yang cukup rumit,
tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena di dalamnya
berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari
(sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).

D.    Bahasa
Banyak orang yang beranggapan kalau bahasa Jawa hanya sebagai bahasa ibu dan
bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat suku Jawa. Tetapi ternyata di dalamnya pun dikenal
berbagai macam tingkatan dan undhak-undhuk basa. Sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu
asing, mengingat beberapa bahasa lain yang berada dalam rumpun austronesia pun dikenal
undhak-undhuk dalam berbahasa.

1.      Bahasa lisan.
Bahasa Jawa yang satu asal dengan bahasa di sekitar pulau Jawa, seperti Bahasa
Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Philipina, dan sebagainya. Menurut
penelitian para ahli bahasa, terutama yang dilakukan oleh Pater J.W. Smith sarjana asal
Autria, bahasa-bahasa di Indonesia telah berhasil Ia petakan.

Menurut Pater J.W. Smith Bahasa-bahasa di Indonesia dibedakan menurut  dua mata
angin. Bahasa-bahasa di sebelah barat dan di sebelah utara.

a.       Bahasa-bahasa di sebelah barat dan di sebelah utara meliputi:


1)      Di Jawa: Bahasa Jawa, Bahasa Sunda dan Bahasa Madura.
2)      Di Pulau Sumatra dan pulau-pulau di sekitarnya: Bahasa Melayu, Bahasa Batak, Bahasa
Aceh, Bahasa Lampung, Bahasa Nias, dan lain-lain.
3)      Di Kalimantan: Bahasa Dayak.
4)     Di Sulawesi: Bahasa Makasar, Bahasa Bugis, Bahasa Tombulu, Bahasa
    Tonse, Bahasa Tondano, dan lain-lain.
b.      Bahasa-bahasa di sebelah timur.
Adapun bahasa-bahasa di sebelah timur adalah bahasa-bahasa yang terdapat di pulau-
pulau kecil di sebelah timur Pulau Jawa hingga pulau-pulau di sekitar Kupang, dan
sebagainya. Bahasa-bahasa tersebut adalah:
1)      Bahasa Bali
2)      Bahasa Sasak
3)      Bahasa Sumba
4)      Bahasa Bima
5)      Bahasa Sumbawa
6)      Bahasa Rotai
7)      Bahasa timur, dan lain-lain

Bahasa-bahasa di Indonesia dan wilayah sekitarnya pada awalnya merupakan satu asal.
Jika kemudian terpecah-pecah menjadi berbagai macam-macam bahasa, terutama disebabkan
oleh karena Indonesia terdiri dari berbagai banyak pulau. Keadaan geografis tersebut
menyebabkan berkurangnya pengaruh bahasa satu dengan yang lain. Hal ini juga
menyebabkan bergeser dan berubahnya sebuah kata, pengertian dan maksudnya.
Bergeser  dan berubahnya ini juga menyebabkan perbedaan cara menyusun kata dan kalimat,
sehingga muncul bermacam-macam cengkok bahasa(dialeg). Sehingga sama-sama Bahasa
Jawa tempat tempat satu dengan yang lain cengkoknya tidak sama baik itu hal baiknya, kasar
atau halusnya. Menurut beberapa pendapat sampai saat ini, cengkok bahasa jawa yang
dianggap baik dan halus adalah:
a.       Cengkok Surakarta.
b.      Cengkok Ngayogyakarta.
Pendapat yang demikian itu sudah semestinya, karena di situ tempat orang-orang yang
mengolah keindahan bahasa sehingga pantaslah jika kedua tempat itu bahasanya masih
dianggap murni. Tentu saja semua bahasa harus benar cara menyusun kata, cengkok, dan
sususanan kalimatnya.
E.    Seni Kesenian
 Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia, manusia juga memerlukan sesuatu yang
dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
Sejak zaman prasejarah orang jawa telah mengenal seni. Pada mulanya orang jawa mulai
membuat seni seperti cincin, kalung, gelang, patung-patung kecil dan lain-lain. Awal
mulanya hasil karya yang dibuat oleh orang jawa dipakai untuk peralatan upacara
persembahan kepada yang gaib.
Selain dipakai untuk peralatan upacara persembahan kepada yang gaib orang jawa
membuat seni bertujuan untuk mengungkapkan rasa seni, rasa takut, rasa hormat, rasa
senang, rasa haru dan sebagainya. Kronologinya lahirnya seni ditengah-tengah orang jawa
sebagai berikut; dahulu pada waktu ada acara ritual penebangan pohon peserta upacara yang
bekerjasama melakukan penebangan pohon besar itu. Dalam pelaksanaan upacara
penebangan pohon tersebut para peserta menghias diri dengan mengoleskan warna-warna
alam pada badan dan lengan mereka. Tidak jarang peserta dalam upacara ritual penebangan
pohon tersebut mengenakan bulu-bulu dan daun-daun untuk menghias kepala serta tubuh
mereka.
F.    Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi
Aktivitas ekonomi tidak hanya tercemin dalam keagamaan tetapi juga dalam
kehidupan perdagangan. Prasasti-prasasti jawa Tengah180 yang berasal dari abad ke-10
kecuali menyebutkan adanya kelompok pedagang lokal, juga pedagang asing. Pedagang asing
tersebut pada umumnya berasal dari Asia Selatan, Asia Tenggara daratan seperti Benggala,
Karnataka, Sailan, dan Campa. Namun yang aneh dalam prasati tersebut tidak disebutkan
adanya pedagang Cina, namun sesungguhnya kehadiran pedagang Cina diyakini
kebenarannya dengan adanya peninggalan keramik-keramik dari Cina yang berasal dari
Dinasti Tang(abad ke 9 sampai abad 10) di daerah-daerah dekat pantai utara maupun di
pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur (Orsyo de Flines 1972: 15-20, Suleiman 1984: 3-4,
Boechari 1980. 29)

G.   Sistem peralatan hidup atau teknologi


Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu
yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam
makhluk hidup yang lain. Sistem Sistem peralatan hidup atau teknologi ini terbagi menjadi 3
bagian: yaitu sistem bangunan, sistem transportasi, sistem logam.

1.      sistem bangunan
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan
hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat
yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka,
khususnya rumah tinggal. Ada beberapa  jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku
Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan,
adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah
yang dihunu oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai
tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.

2.      Transportasi
a.       Kapal Jung
Kapal Jung Jawa adalah teknologi kapal raksasa buatan orang –orang jawa. Jauh
sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi
sepertiga bola dunia.
b.      Andong
Andong merupakan salah satu alat transportasi tradisional di Solo dan Yogyakarta
dan daerah-daerah di sekitarnya, seperti Klaten, Karanganyar, Boyolali, Sragen, dan
Sukoharjo. Keberadaan Andong sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan
ciri khas kebudayaan tersendiri yang hingga kini masih terus dilestarikan, khususnya
di Solo.

3.      Logam
Keris adalah kecanggihan teknologi penempaan logam Teknologi logam sudah lama
berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah mengenal berbagai kualitas
kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran
masyarakat di masa lampau. Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor.
4. SUKU BATAK DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN BATAK

A.      Kebudayaan Batak
Orang Batak dewasa ini untuk bagian terbesar mendiami wilayah Sumatra
Utara. Mulai dari perbatasan daerah istimewa Aceh di utara sampai perbatasan dengan
Riau dan Sumatra barat di sebelah Selatan. Selain daripada itu, orang Batak juga
mendiami tanah datar yang berada diantara pegunungan dengan pantai timur Sumatra
utara dan pantai barat Sumatra utara. Dengan demikian maka orang batak ini
mendiami dataran Tinggi karo,Langkat hulu, Deli hulu, Serdang hulu, Simalungun,
Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, dan Mandailing dan kabupaten tapanuli
Tengah.

B.      Unsur-unsur Kebudayaan Batak


1.      Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa
logat, ialah: (1) Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai
oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang
dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing. Di antara keempat logat tersebut, dua
yang paling jauh jaraknya satu dengan lain adalah logat Karo dan Toba.

2.      Sistem Pengetahuan
            Sistem pengtahuan masyarakat Batak tampak pada perubahan-perubahan musim yang
diakibatkan oleh siklus alam, misalnya musim hujan dan musim kemarau. Perubahan dua
jenis musim tersebut dipelajari masyarakat Batak sebagai pengetahuan untuk keperluan
bercocok tanam.
            Selain pengetahuan tentang perubahan musim, masyarakat suku Batak juga
menguasai konsep pengetahuan yang berkaitan dengan jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar
mereka. Pengetahuan tersebut sangat penting artinya dalam membantu memudahkan hidup
mereka sehari-hari, seperti makan, minum, tidur, pengobatan, dan sebagainya.Jenis tumbuhan
bambu misalnya dimanfaatkan suku masyarakat Batak untuk membuat tabung air, ranting-
ranting kayu menjadi kayu bakar, sejenis batang kayu dimanfaatkan untuk
membuat lesung  dan alu, yang kegunaannya untuk menumbuk padi.

3.      Organisasi Sosial
            Sistem kekerabatan orang Batak adalah patrilineal, yaitu menurut garis keturunan
ayah.Dalam berhubungan antara yang satu dengan yang lain pada masyarakat Batak, mereka
harus mampu menempatkan dirinya dalam struktur  itu sehingga mereka selalu dapat mencari
kemungkinan hubungan kekerabatan di antara sesamanya dengan caramartutur. Hubungan
antara satu marga dengan marga lainnya sangat erat, setelah terjadinya beberapa kelompok
kecil yang diakibatkan sebuah perkawinan.

4.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi


            Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang
dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala
dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-
ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso
gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang
panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang
mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
            Masyarakat Batak juga memiliki rumah adat Batak. Rumah Batak biasanya didirikan
di atas tiang kayu yang banyak, berdinding miring, beratap ijuk. Letaknya memanjang kira
kira 10 – 20 meter dari timur ke barat. Pintunya ada di sisi barat dan timur pada rumah Karo
dan Simanuwun, atau pada salah satu ujung lantai pada rumah Toba ( masuk dari kolong).
Pada bagian puncaknya yang menjulang ke atas di sebelah barat dan timur dipasang tanduk
kerbau atau arca muka manusia dan puncak yang melengkung membentuk setengah lingkaran
( kecuali rumah empat ayo pada  Karo).

5.      Sistem Mata Pencaharian Hidup


            Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi, tetapi masih banyak juga,
terutama diantara orang Karo, Simalungun dan Pakpak yang masih bercocok tanam di ladang.
Yang dibuka di hutan dengan cara di bakar dan menebang pohon.
            Pada sistem bercocok tanam di ladang , Huta atau Kutalah yang memegang hak Ulaya
tanah. Sedangkan hanya warga Huta atau Kuta yang berhak untuk memakai wilayah itu.
Mereka menggarap tanah itu seperti menggarap tanahnya sendiri, tetapi tak dapat menjualnya
tanpa persetujuan dari Huta yang diputuskan dengan musyawarah. Tanah yang dimiliki
individu juga ada. Pada orang batak toba misalnya ada tanah panjaenan, tanah pauseang dan
tanah parbagian.
            Didalam masyarakat orang Batak Karo dan Simalungun ada perbedaan antara
golongan yang merupakan keturunan dari para pendiri Huta, dengan golongan yang
merupakan keturunan dari penduduk Kuta yang datang kemudian. Golongan para pendiri
Kuta, ialah para Marga Taneh. Memiliki tanah yang paling luas sedangkan golongan lainnya
biasanya hanya memiliki tanah yang hanya sekedar hidup. Di daerah Dairi disamping
menanam padi , luas juga tanah yang di Tanami kopi. Dalam bercocok tanam baik di ladang
maupun di sawah , orang perempuan batak mengambil peranan yang amat penting, terutama
dalam tahap-tahap menanam.

6.      Sistem Religi
            Batak telah dipengaruhi oleh beberapa agama, yaitu agama Islam dan Kristen
Protestan yang masuk sejak permulaan abad ke-19. Agama Islam masuk di Minangkabau
sejak tahun 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar dari orang Batak selatan
(Mandailing dan Angkola). Sedangkan agama Kristen disiarkan ke daerah Toba dan
Simalungun oleh organisasi penyiar agama dari Jerman sejak tahun 1863 dan ke daerah Karo
oleh organisasi Belanda pada masa yang sama. Di samping itu juga ada agama-agama lain
dan agama pribumi.
            Walaupun sebagian besar orang Batak telah menganut agama Kristen atau Islam,
namun banyak konsep-konsep agama aslinya masih hidup terutama di pedesaan. Hal ini dapat
diketahui lewat buku-buku kuno (pustaha) yang berisi silsilah Batak dan dunia makhluk
halus.
            Dalam hubungan dengan jiwa dan roh orang Batak mengenal tiga konsep,yaitu
Tondi, sahala dan begu.Tondi itu adalah jiwa atau roh orang itu sendiri dan sekaligus juga
merupakan kekuatan. Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.Bedanya
dengan tondi ialah bahwa tidak semua orang mempunyai sahala dan jumlah serta kwalitasnya
juga berbeda-beda.Sahala dari seorang raja atau datu lebih banyak dan lebih kuat dari orang
biasa dan begitu pula sahala dari orang hula-hula lebih kuat
dari sahala orang boru. Sahala itu dapat berkurang dan menentukan peri kehidupan
seseorang Berkurangnya sahala menyebabkan seseorang kurang disegani, atau ke- datuannya
menjadi hilang.
                 Di kalangan orang batak toba,begu yang terpenting ialah sumangot ni ompu(begu
dari nenek moyang). Di kalangan orang Batak Karo dikenal adanya beberapa macam begu,
ialah:
1.      Batara guru atau begu parkakun jabu
2.      Bicara guru
3.      Begu mate sada wari
4.      Mate kayat-kayaten
            Akhirnya dalam sistem religi aslinya orang batak toba juga percaya kepada kekuatan
sakti dari jimat, tongkat wasiat, atau tunggal panaluandan kepada mantra-mantra yang
mengandung kekuatan sakti.Semua kekuatan itu menurut kitab-kitab ilmu gaib orang batk
toba(pustaha),berasal dari si Raja Batak.

7.      Kesenian
Seni pada masyarakat Batak umumnya meliputi, seni sastra, seni musik, seni tari, seni
bangunan, seni patung, dan seni kerajinan tangan.  Terdapat beberapa seni masyarakat Batak,
antara lain:

a.       Margondang
Upacara margondang diadakan untuk menyambut kelahiran anak mereka dan sekaligus
mengumumkan kepada warga kampung bahwa dia sudah mempunyai anak.
Kata margondang  merupakan bentukan dari kata dasargondang (gendang) yang mendapat
awalan me- atau ber-. Margondangmenyatakan kata kerja yakni bergendang atau memainkan
alat musik gendang. 

b.      Seni Tari (Tor-tor)


Tortor adalah tarian Batak yang selalu diiringi dengan gondan (gendang).Tortor pada
dasarnya adalah ibadat keagamaan dan bersifat sakral,  bukan semata-mata
seni. Tortor dan gondang diadakan apabila upacara pentingkehidupan masyarakat Batak,
misalnya melaksanakan horja (kerja adat)antara lain: mengawinkan
anak, martutuaek memandikan atau memberi namaanak), memasuki rumah baru,
mengadakan pesta saring-saring (upacara menggali kerangka jenazah), pesta bius (mangase
Taon); upacara tahunan, dan pesta edangedang (pesta sukaria).

c.       Seni Patung
Dulu, biasanya para raja-raja memesan patung untuk makam. Kehadiran patung pada suku
Batak diduga sudah ada sejak lama sekali. Menurut sejarahnya patung pada mulanya dibuat
dari tumpukan –tumpukan batu yang berwujudkan nenek moyang dengan dasar kepercayaan.
Tumpukan-tumpukan batu itu dibuat menjadi sakral yang kepentingannya erat sekali dengan
kepentingan kepercayaan masyarakat. Kemudian tumpukan batu itu berkembang terus dan
berubah menjadi sebuah bentuk patung. Sesuai dengan perkembangannya dari wujud sakral
beralih kepada bentuk yang simbolis memberi rupa wajah manusia atau binatang.

d.      Kerajinan Tangan (Ulos)


Ulos adalah kain tenun khas suku Batak. Tak hanya sebatas hasil kerajinan seni budaya saja,
kain Ulos pun sarat dengan arti dan makna. Sebagian besar masyarakat Tapanuli menganggap
kain tenun Ulos adalah perlambang ikatan kasih sayang, lambang kedudukan, dan lambang
komunikasi dalam masyarakat adat Batak. Oleh karena itu, kain tenun Ulos selalu digunakan
dalam setiap upacara, kegiatan dan berbagai acara dalam adat Suku Batak.  Misalnya, untuk
perkawinan, kelahiran anak, punya rumah baru, sampai acara kematian.
5. SUKU BANGSA ASMAT DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAANNYA

               Daerah kebudayaan suku bangsa Asmat adalah daerah pegunungan di bagian selatan
Papua (Irian). Suku bangsa Asmat terdiri dariAsmat Hilir dah Asmat Hulu.
               Asmat Hilir bertempat tinggal di dataran rendah yang luas sepanjang pantai yang
tertutup hutan rimbun, rawa dan sagu. Sedangkan suku Asmat Hulu bertempat tinggal di
daerah berbukit-bukit dengan padang rumputyang luas. Suku bangsa Asmat menggunakan
bahasa lokal yaitu bahasa Asmat.

A.Sistem Religi / Kepercayaan


          Dalam kepercayaan masyarakat Asmat, suku bangsaAsmat sekarang ini merupakan
keturunan dewa yang turun dari dunia ghoib.Dewa-dewa itu turun ke bumi dan mendarat di
suatu tempat di pegunungan. Darisana mereka berpetualang dengan berbagai tantangan
menelusuri sungai hinggatiba di daerah mana suku Asmat berdiam saat ini. Salah satu dewa
yang dikenaladalah Fuumeripitsy  yang dianggap sebagai nenek moyang suku Asmat di teluk
Flaminggo

B. Sistem Bahasa
              Bahasa baik lisan, tulisan, maupun isyarat merupakan komponen kebudayaan. Dengan
bahasa, dengan bahasa, manusia dapat memberikan arti secara aktif pada suatu obyek materiil
sehingga bahasa dapat merupakan dasar kebudayaan. Manusia dapat berkomunikasi karena
ada bahasa-bahasa yang digunakan sebagai alat penghubung.

C. Sistem kesenian
          Suku bangsa Asmat memiliki bidang seni ukiran terutama ukir patung, topeng, perisai
gaya seni patung Asmat, meliputi :
    1. Gaya A, Seni Asmat Hilir dan Hulu Sungai.
              Patung-patung dengan gaya ini tersusun dari ataske bawah menurut tata urut silsilah
nenek moyangnya. Contohnya, mbis yang dibuat jika masyarakat akan mengadakan balas
dendam atas kematian nenek moyang yang gugur dalam perang melawan musuh.
    2. Gaya B, Seni Asmat Barat Laut.
              Bentuk patung gaya ini lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah
dari bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang ada gambar nenek
moyang di bagian kepala, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, kotak,
kepala burung tadung, ular, cacing, dan sebagainya.
    3. Gaya C, Seni Asmat Timur.
              Gaya ini merupakan ciri khusus gaya ukir orang Asmat Timur. Perisai yang dibuat
umumnya berukuran sangat besar bahkan melebihi tinggi orang Asmat. Bagian atasnya tidak
terpisah jelas dari bagian lain dansering dihiasi garis-garis hitam dan merah serta titik-titik
putih.
    4. Gaya D, Seni Asmat Daerah Sungai Brazza.
              Perisai gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai gaya C, hanya
bagian kepala terpisah dari badannya. Morif yang sering digunakan adalah hiasannya
geometris seperti lingkaran, spiral,siku-siku dan sebagainya.

F. Sistem Mata Pencaharian


              Pada masyarakat yang tingkat peradaban atau kebudayaan masih sederhana, mata
pencahariannya juga bersifat sederhana. Sistem mata pencaharian meliputi : berbur dan
meramu, bercocok tanam di ladang,bercocok tanam dengan irigasi, beternak dan mencari
ikan.
              Beruburu dan meramu merupakan bentuk mata pencaharian yang tertua dan terjadi di
berbagai tempat di dunia. Untuk meningkatkan hasil berburu biasanya dengan teknik tertentu
missalnya dengancara ilmu ghaib.
              Di samping itu ada kebiasaan membagi hasil buruan kepada kerabat maupun tetangga.
Sisanya diproses dan dijual kepada msyarakat luar dan ke pasar-pasar. Bercocok tanam di
ladang merupakan bentuk bercocoktanam tanpa irigasi, tetapi lambat laun diganti dengan
bercocok tanam menetap :bercocok tanam di ladang terdapat di daerah rimba tropik terutama
di Asia Tenggara.
              Bercocok tanam dengan irigasi timbul di berbagai dunia yang terletak di perairan
sungai besar, karena tanahnya subur. Beberapahal yang perlu diperhatikan yaitu masalah
tanah, modal, tenaga kerja dan masalah teknologi tentang irigasi, konsumsi, distribusi dan
pemasaran.Berternak biasanya dilakukan di daerah sabana, stepa dan gurun. Di Asia tengah
memelihara kuda, unta kambing dan domba.
              Mencari ikan juga merupakan mata pencaharian yangtua ini dilakukan manusia zaman
purba yang hidup di dekat sungai, danau atau laut.

G. Sistem Teknologi
              Sistem teknologi dari suatu suku bangsa atau masyarakat masih sederhana, karena
dilihat dari dasar-dasar, bahan-bahan, carapembuatan dan tujuan pemberian. Peralatan hidup
terdiri dari :
    1. Alat produksi
              Berdasarkan macam bahan mentahnya maka berupaalat-alat batu, tukang, kayu,
bambu dan logam. Menurut K.T Oakley dalam budaya berjudul ”Man The Tool
Maker”, teknik pembuatan alat-alat batu adalah dengan :pemukulan (Percussion
Hacking), penekanan (Presure Feaking), pemecahan(Chipping) dan penggilingan
(Glinding). Alat-alat produksi dalam masyarakat tradisional dibedakan menurut fungsi
dan lapangan pekerjaannya. Berdasarkan fungsinya, alat-alat produksi berupa alat
potong, alat tusuk, alat menyalakanapi, alat pukul dan sebagainya. Berdasarkan
lapangan pekerjaannya, alat-alat produksi berupa alat ikat, alat tenun, alat pertanian,
alat menangkap ikan, dansebagainya.

     2. Senjata
              Senjata dalam kebudayaan tradisional dibedakan menurut fungsi dan pemakaiannya.
Menurut fungsinya dapat berupa alat potong,alat tusuk, senjata lepas. Sedang menurut
pemakaiannya senjata digunakan untukberburu, berperang dan sebaginya.

     3. Wadah
              Dalam budaya masyarakat tradisional, wadah digunakan untuk menyimpan,
menimbun dan membawa barang. Berdasarkan bahan mentahnya wadah tersebut
terbuat dari kayu, bambu, kulit kayu, tempurung dan tanah liat. Ada pula yang terbuat
dari serat-serat seperti keranjang.
              Selain tempat penyimpanan, wadah digunakan untuk memasak atau membawa
barang (transportasi)

     4. Makanan
              Makanan dilihat dari bahan mentahnya berupasayur-sayuran dan daun-daunan, buah-
buahan, biji-bijian, daging, susu, ikan dansebaginya.

     5. Pakaian
           Pekaian merupakan benda budaya yang sangat penting bagaimana tingkat
kebudayaan masyarakat tercermin dari cara pemilihan dan mengenakan pakaian. Pada
masyarakat tradisional cara berpakaian msih sangatsederhana. Dari bahan mentahnya,
pekaian terbuat dari daun-daunan, seperti diikat dan dicelup. Ditinjau dari fungsinya,
pakaian tradisional dibagi menjadi4 (empat) macam, yaitu :
      Alat untuk melindungi tubuh dari pengaruhalam (panas dan dingin)
Lambang keunggulan
Simbo yang dianggap suci
       Sebagai perhiasan
               Pada masysarakat modern, fungsi pakaian sudah lebih komplek dan bervariasi. Selain
keempat fungsi tersebut, pakaian merupakan simbol dan status sosial budaya.

     6. Perumahan
              Rumah merupakan tempat berlindung bagi manusia.Rumah tradisional menurut
bahan mentahnya dibuat dari serat, jerami, kayu,bambu, kulit pohon .
    Ada 3 (tiga) bentuk rumah, yaitu : 
- Rumah setengah dibawah tanah (semisub-terranian dwelling)
- Rumah di atas tanah (surface dwellings)
- Rumah-rumah di atas tiang (Pile dwelling)
              Dilihat dari pemakaiannya rumah sebagai tempat berlindung dibagi ke dalam rumah
tadah angin, tenda-tenda, rumah menetap.
              Rumah menetap dapat dibedakan menjadi : rumahtempat tingggal keluarga kecil,
rumah tempat tinggal keluarga besar, rumah-rumah suci, rumah-rumah pemujaan dan
sebagainya

     7.  Alat – alat transportasi


              Alat-alat transportasi dengan segala jenis danbentuknya merupakan unsur kebudayan.
Sejak zaman purba, manusia telah mengembangkan alat transportasi, walaupun sifatnya
masih sederhana. Pada masyarakat tradisional, alat-alat transportasi terpenting adalah
rakit/sampan, perahu,kereta beroda, alat seret dan binatang. Sejak dulu manusia telah
menggunakan binatang sebagai alat transportasi.
TUGAS BIOGRAFI
TENTANG SUKU-SUKU BANGSA YANG ADA DI INDONESIA

Disusun Oleh :

DARMI IRAWAN

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 PRAYA


KELAS XI IPS 2

Anda mungkin juga menyukai