FENI AGUSTINA 2. PITRI WIJAYA RITONGA 3. TRI INDRIANI ZEBUA PRODIN: DESTINASI PARIWISATA 3B MATA KULIAH: LBP
KARAKTERISTTIK BUDAYA SUKU DAYAK
A. Asal Usul Suku Dayak. Berdasarkan tradisi lisan Dayak yakni Nansarunai Usak Jawa, dikisahkan terdapat sebuah kerajaan benama Dayak Nansarunai yang dihancurkan oleh Majapahit di tahun 1309-1389. Hal ini kemudian mengakibatkan terpencarnya sebagian Suku Dayak ke daerah pedalaman. Suku Dayak dikalimantan tengah terbagi menjadi beberapa suku, diantaranya yaitu: 1. Suku manyan Suku manyan ini tersebar diseluruh kabupaten Barito selatan. 2. Suku ot danum Suku ot danum ini mendiami daerah sepanjang hulu sungai-sungai besar Kahayan, rungan, barito, Kapuas, Mahakam dan sekitar long pahangei. 3. Suku ngaju Suku Dayak ngaju ini mendiami daerah sepanjang hilir sungai Kapuas, Kahayan, rungan, manuhing,barito dan katingan. Suku Dayak merupakan suku asli dari Pulau Kalimantan yang hidup berkelompok di pedalaman, pegunungan dan sebagainya. Dipercaya bahwa nama “Dayak” diberikan oleh orang Melayu yang datang ke Kalimantan di tahun 1600-an. Dikarenakan pulau Kalimantan merupakan pulau yang kaya dan asri, banyak sekali suku bangsa lokal maupun asing yang berdatangan ke Kalimantan. Secara umum sifat dan suku dayak terhadap alam adalah bersahabat, dan dari tempaan alam yang sulit diduga, membentuk sebuah karakter waspada, tidak mampu berpura-pura dan apa adanya. Terhadap orang asing, orang dayak tidak begitu saja percaya. Akan tetapi, apabila kepercayaan telah tumbuh, mereka akan sangatbersahabat dan terbuka. Dalam menjalani kehidupan, bersikap mamut, menteng, ureh, mameh; menjaga hubungan baik dengan sesame, lebih suka mengalah dan menghindar, tidak menyerang apabila tidak diserang, namun apabila kesabaran telah habis , harga diri telah terinjak-injak, mati bukan lagi masalah dan serangan fisik akan dihadapi secara formal. Orang dayak tidak mudah menerima hal baru, sebelum benar-benar meyakininya. Bagi mereka, baik adalah baik dan tidak kenal kebaikan bertopeng. Serangan diplomatis tidak dianggap sebagai musuh, kesadaran baru muncul ketika dampak kebaikan bertopeng muncul langsung dihadapan mereka. Bahasa dayak, khususnya bahasa dayak ngaju sebagai linguafranca tidak mengenal kosa kata ungkapan rasa’ terimakasih’. Rasa terimakasih diungkapkan dalam sikap dan perbuatan, serta rasa hormat yang mendalam. Semua kebaikan yang telah mereka terima akan tersimpan rapi dalam lubuk hati yang terdalam. Bahkan dalam setiap kesempatan, mereka akan menceritakan pada anak turunnya.
B. Kebudayaan Suku Dayak
1. Pakaian Adat Suku Dayak Pakaian adat untuk wanita dinamakan Ta’a dan untuk para lelakinya bernama sapei sapaq. Biasanya pakaian adat tersebut digunakan saat acara besar dan menyambut tamu agung. Ta’a terdiri dari da’a yaitu semacam ikat kepala yang terbuat dari pandan yang umumnya digunakan oleh orang tua. Atasan atu baju yang mereka kenakan disebut sapei inoq dan bawahannya berupa rok yang disebut dengan Ta’a. Baik atasan maupun bawahan semua dihiasi dengan manik-manik agar terlihat cantik. Wanita yang memakai ta’a ini biasanya dilengkapi dengan uleng atau hiasan kalung manik sampai bawah dada. Sedangkan untuk para lelaki masyarakat Dayak mengenakan pakaian yang disebut dengan Sapei sadaq dengan corak dan motif yang hampir sama dengan pakaian adat perempuan dayak. Namun, pada sapei sapaq atasan dibuat rompi dan bawahannya adalah cawat yang disebut abet kaoq. Umunya , para pria dayak melengkapi penampilan mereka dengan mandau ayng terikat pada pinggang mereka. Pada umumnya , tidak ada perbedaan mencolok dari motif antara lelaki dan perempuan maupun si bangsawan dan si rakyat biasa, hanya saja di beberapa daerah yang masih mengenal kasta jika anda memakai pakaian adat yang bercorak enggang atau harimau berarti yang memakainya adalah keturunan bangsawan. 2. Rumah Adat Suku Dayak Rumah Betang atau rumah Panjang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman sku Dayak. Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter.Umumnya rumah Betang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga hingga lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagai makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki.Jika anda memakai motif tumbuhan berarti anda adalah orang biasa. Pada umumnya , pakaian adat suku dayak kebanyakan mengambil motif kehidupan binatang dan alam namun yang paling banyak tetap saja kehidupan amrga satwa terutama burung. Demikian pula dengan tari-tariannya yang sering menggambarkan kehidupan burung dengan bulu cantik yang sedang melakukan gerakan terbang. Sungguh menarik bukan , jika anda ingin mengetahuinya lebih dalam lagi , anda jangan sedih , semua hal ini bisa anda rasakan jika anda berkunjung Ke kalimantan.
C. Tarian Suku Dayak
1. Tari Hudoq Tarian Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari kahyangan. Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa memanggil roh baik maupun roh jahat. Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman obat- obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang. 2. Tarian Leleng Tarian Leleng adalah tarian gadis suku dayak Kenyah yang bercerita tentang seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian ini disebut tarian Leleng karena saat di tarikan diiringi nyanyian lagu Leleng. 3. Tarian kencet papatai Tarian Kancet Papatai adalah tarian perang yang bercerita tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah yang sedang berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah lengkap dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tarian ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.Kancet Pepatai adalah tarian dari suku Dayak Kenyah, mengisahkan tentang keberanian para pria (ajai) suku Dayak Kenyah dalam berperang. Tarian ini mengisahakan dari awal mula perang sampai dengan upacara pemberian gelar bagi ajai yang sudah berhasil mengenyahkan musuhnya.
D. Alat Musik Suku Dayak
1. GARANTUNG atau gong merupakan salah satu alat musik yang digunakan masyarakat Suku Dayak. Selain garantung masyarakat Dayak juga menyebutnya dengan gong dan agung. Garatung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik dalam kelompok idiophone yang terbuat dari bahan logam; besi, kuningan, atau perunggu. 2. Gandang (GENDANG) masyarakat Suku Dayak mengenal dengan baik alat musik gandang sebagai salah satu alat musik dari kelompok membranophone untuk mengiringi tarian dan lagu yang dinyanyikan. Karena itu, alat musik gandang pun sangat populer sebagai sebuah bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak 3. Kalali ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikecilkan. Ukuran panjang setengah meter dengan ujung beruas dan dibuat luang kecil dekat ruas tersebut. Ujung ruas diraut agar dapat dipasang sepotong roan yang telah diraut pula berbentuk tipis. Buluh rotan diikat pada batang kalali, kemudian dibuat lima buah lubang untuk menentukan tinggi rendahnya nadaTote ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikeringkan dan ujung sebelahdalamnya diberi lidah. Pada batang dibuat dua atau tiga buah lubang. Untuk menghasilkan bunyi ang merdu dan menyayat kalbu, tote atau serupai ditiup pada baian uungnya. 4. Suling Balawung ialah alat music tiup yang terbuat dari bamboo berukuran kecil dengan lima lubang dibagian bawah dan satu lubang dibagian atas. Suling Balawang bias digunakan oleh perempuan. E. Adat Istiadat Suku Dayak Meskipun sebagian Suku Dayak sudah mau berbaur dengan masyarakat umum, namun yang menjadi satu ciri khas mereka adalah mereka tetap berpegang teguh kepada adat istiadat dari nenek moyang mereka terutama yang berhubungan dengan supranatural. 1. Upacara Tiwah merupakan satu acara adat suku Dayak. Tiwah adalah ritual yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia Bagi suku Dayak, Upacara Tiwah adalah momen yang sangat sakral. Pada acara Tiwah ini, sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (Sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung). 2. Tari Kancet Papatai merupakan seni budaya dalam bentuk tari-tarian perang. Tari ini bercerita tentang seorang pahlawan suku Dayak Kenyah yang sedang berperang melawan musuh. Tarian ini juga menggambarkan tentang keberanian para pria atau ajai suku Dayak Kenyah dalam berperang, mulai perang sampai dengan upacara pemberian gelar bagi pria atau ajai yang sudah berhasil mengenyahkan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang- kadang diikuti oleh pekikan para penari. Kancet Papatai diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik sampe. 3..Dunia supranatural Dunia supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak dulu menjadi ciri khas kebudayaan Dayak. Asal anda tahu saja, karena kegiatan supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia (kanibal) . Tetapi walaupun begitu suku Dayak bukanlah seperti itu, sebenarnya suku Dayak cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. 4..Manajah Antang Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya. Contohnya, Manajah Antang. Manajah Antang merupakan satu cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan. 5..Mangkok Merah Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima perang atau biasa disebut pangkalima oleh masyarakat Dayak, biasanya akan mengeluarkan isyarat siaga berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari- hari banyak orang tidak tahu siapa pangkalima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa.
F, Sistem kepercayaan suku Dayak
Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh: Sangiang nayu-nayu (roh baik); Taloh, kambe (roh jahat). Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas. Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi: upacara pembakaran mayat, upacara menyambut kelahiran anak, dan upacara penguburan mayat. Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah bangunan yang disebut tambak.
G. Sistem kekerabatan suku Dayak
sistem kekerabatan masyarakat dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. perkawinan yang ideal adalah perkawinan dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa ngaju). masyarakat dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa lain asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.
H. Bahasa suku Dayak
Pada umumnya orang Dayak di Kalimantan Timur sudah dapat berbahasa Indonesia, terutama kaum muda, karena mereka sudah cukup lama berinteraksi dengan masyarakat lainnya dan juga mereka harus bisa berkomunikasi dengan suku Dayak lainnya yang memiliki perbedaan bahasa. Bahasa perantara orang Dayak adalah bahasa Ot Danum atau Dohoi. Sedangkan bahasa tertua adalah Sangen atau Sangiang yang dipakai dalam upacara adat. Orang Dayak di Kalimantan, terutama Kabupaten Kutai Kartanegara, memilki bahasa dan dialek masing-masing, seperti Dayak Kenyah dan Dayak Kayan memiliki bahasa yang tidak jauh berbeda dan masih lebih banyak persamaannya yang termasuk dalam rumpun Apau Kayan. Dayak Bahau sendiri sebenarnya termasuk suku Kayan yang memiliki 2 dialek, Bahau Sa’ dan Bahau Busang.Dayak Modang juga menggunakan bahasa Bahau. Dayak Benuaq dan Dayak Ngaju memiliki bahasa yang sama yaitu bahasa otrang Ma’anyan. Dayak Punan yang memiliki 24 sub suku Punan, masing-masing memiliki bahasa dan dialek sendiri. Beberapa sub suku menggunakan bahasa Punan dan Busang, ada juga bahasa Bekatan dan Lisum yang digunakan. Dayak Tunjung memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Tunjung, ada 4 dialek yang mereka gunakan. Mereka juga menggunakan bahasa Kutai, mereka juga mengerti bahasa Benuaq. I. Makanan khas suku Dayak Juhu Singkah / Umbut RotanUmbut Rotan (rotan muda) adalah salah satu makanan khas yang dimiliki oleh Suku Dayak, terutama dari Kalimantan Tengah. Dalam bahasa Dayak Maanyan, umbut rotan dikenal dengan uwut nang’e. Sedangkan dalam bahasa Dayak Ngaju dikenal dengan juhu singkah. Umbut rotan ini dikenal masyarakat dayak karena mudah diperoleh didalam hutan tanpa perlu menanamnya terlebih dahulu. A.Kalumpe / Karuang Kalumpe / karuang adalah sayuran yang dibuat dari daun singkong yang ditumbuk halus. Kalumpe merupakan bahasa Dayak Maanyan dan karuang sebutan sayur ini dalam bahasa Dayak Ngaju. Dalam pembuatannya, biasanya daun singkong ditumbuk halus dan dicampur dengan terong kecil atau terong pipit. bumbu untuk masakan ini adalah bawang merah, bawang putih, serai dan lengkuas yang dihaluskan. Apabila ingin bisa ditambahkan cabe. Kalumpe terasa sangat enak apabila sedang panas. Masakan ini biasa disajikan bersama dengan sambal terasi yang pedas dan ikan asin. B.Wadi Wadi adalah makanan berbahan dasar ikan atau menggunakan daging babi. Wadi bisa dibilang adalah makanan yang “dibusukan”. Namun pembusukan ini tidak dibiarkan begitu saja, sebelum disimpan, ikan atau daging akan dilmuri dengan bumbu yang terbuat dari beras ketan putih atau bisa juga biji jagung yang di-sangrai sampai kecoklatan kemudian di tumbuk manual atau di blender. Dalam bahasa Dayak Maanyan bumbu ini disebut dengan Sa’mu dan dalam bahasa Dayak Ngaju disebut dengan Kenta.