Anda di halaman 1dari 5

Materi muatan lokal

Penjelasan umum Kalimantan Tengah


Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 153.564 km² memiliki 13 kabupaten dan satu
kota. Dari ke13 kabupaten tersebut, terdapat 3 kabupaten berada di wilayah pesisir (laut Jawa),
sedangkan 10 kabupaten dan 1 kota berada di dataran rendah dan datar, namun sedikit berbukit-
bukit serta dilalui oleh aliran sungai besar seperti sungai Barito, Kapuas, Kahayan, Mentaya,
Lamandau, Seruyan, Katingan, Arut, Kumai, Sebangau, dan Jelai, dan lebih dari 20 sungai kecil
yang masih bisa dilayari dengan perahu kecil.

Sistem Kekerabatan suku Dayak


Sistem kekerabatan yang dianut oleh suku bangsa Dayak adalah bilateral, yaitu menarik garis
keturunan melalui pihak ayah dan ibu. Dengan demikian sistem pewarisanpun tidak
membedakan anak laki-laki dan anak perempuan. Bentuk kehidupan keluarga terdiri atas dua
jenis yaitu keluarga batih(nuclear family) dan keluarga luas(extended family). Pada kedua bentuk
keluarga ini biasanya terdapat wali/asbah yang berfungsi untuk mewakili keluarga dalam
berbagai kegiatan sosial dan politik di lingkungan dan di luar keluarga. Yang menjadi wali/asbah
dalam keluarga batih adalah anak laki-laki tertua, sedangkan dalam keluarga luas yang berhak
menjadi wali/asbah adalah saudara laki-laki ibu dan saudara laki-laki ayah. Misalnya dalam hal
pernikahan, maka orang yang paling sibuk mengurus masalah ini sejak awal hingga acara selesai
adalah para wali/asbah. Dengan demikian semua permasalahan dan keputusan keluarga harus
dikonsultasikan dengan wali/asbah. Penunjukan wali/asbah biasanya dilakukan berdasarkan
kesepakatan keluarga dan bukan melalui pemilihan. Perkawinan yang boleh dilakukan dalam
keluarga paling dekat adalah antara saudara sepupu dua kali. Sepupu satu kali dianggap masih
saudara kandung. Tidak jarang terjadi semacam incest , yaitu perkawinan antara paman dan
keponakan atau saudara sepupu sekali sehingga harus ditangani secara adat. Perkawinan yang
paling ideal menurut budaya suku bangsa Dayak adalah sistem endogami, yaitu perkawinan
dengan sesama suku dan masih ada hubungan keluarga. Pada umumnya kehidupan setelah
menikah menganut pola matrilokal atau, yaitu suami mengikuti pihak keluarga istri, namun
dewasa ini ada kcendrungan menganut pola neolokal, yaitu terpisah dari keluarga kedua belah
pihak. Pada saat Huma Betang(longhouse) masih dipertahankan , maka keluarga baru tersebut
harus menambah bilik pada sisi kanan atau sisi kiri huma betang itu sebagai tempat tinggal
mereka. Dulu perkawinan diatur oleh orang tua(dijodohkan) sebagai upaya orang tua untuk
semakin mendekatkan tali-temali/hubungan kekeluargaan dan upaya mempertahankan sistem
pewarisan dalam keluarga, seperti tanah, kebun buah, kebun rotan, dan benda-benda pusaka
lainnya yang berharga.
Sistem Mata Pencaharian Suku Dayak
Sumber penghidupan yang paling utama adalah ekonomi subsisten dalam bentuk perladangan
tidak menetap (berpindah-pindah), berburu, menangkap ikan secara tradisional, serta meramu
hasil hutan yang ada di sekitar mereka. Perladangan berpindah-pindah mereka lakukan sekali
dalam setahun dengan cara slash and burn atau dengan cara tebas, tebang dan bakar lalu padi
ditanam. Namun hasil panennya kurang mencukupi kehidupan keluarga dalam jangka waktu
yang lama, sehingga setiap tahun mereka harus melakukan kegiatan yang sama. Di ladang yang
ditumbuhi padi, mereka juga menanam sedikit bibit jagung, lombok, terong, ubi kayu, dan lain-
lain. Jarak ladang dengan desa berkisar antara 2-5 kilometer. Di samping berladang mereka juga
menyadap karet dan memotong rotan. Berburu yang umum dilakukan adalah dengan membawa
beberapa ekor anjing ke dalam hutan dan membawa tombak. Di samping itu bisa pula dilakukan
dengan memasang perangkap, baik Taman Budaya Kalimantan Tengah 26 diatas tanah, maupun
di atas pohon untuk burung-burung. Menangkap ikan juga bisa secara langsung dengan
menggunakan lampu yang cahayanya seperti senter, dan bisa juga perangkap yang ditinggalkan
dalam air seperti mata pancing yang berumpan dan jaring. Bagi suku bangsa Dayak hampir
semua jenis binatang yang ada di sekitar mereka bisa dikonsumsi, termasuk jenis ular, monyet,
kelalawar, serta semua jenis burung.
Batang Garing
Masyarakat Dayak Ngaju yang kaya akan unsur budayanya juga memiliki simbol yang cukup
eksis di kalangan masyarakat Dayak Ngaju sendiri. Diantara simbol yang digunakan ialah lunju,
balanai, garantung, bulun tingang, tutang/tato dan diantaranya Batang Garing. Batang Garing
yang berarti Pohon Kehidupan berbentuk seperti mata tombak yang mengarah ke atas atau langit.
Hal ini dipercaya melambangkan kepercayaan Agama Kaharingan kepada Ranying Mahatala
Langit sebagai sumber segala kehidupan. Dalam suku Dayak Ngaju, Batang Garing dianggap
sebagai anugerah Tuhan yang di turunkan lansung dari Ranying Hatalla Langit. Batang Garing
Juga melambangkan tiga alam yang di percayai yaitu alam bawah, Pantai Danum Kalunen, dan
alam atas. Alam atas merupakan tempat tinggal Ranying Hatalla Langit, sedangkan Pantai
Danum Kalunen yaitu bumi menjadi tempat tinggal manusia. Sementara itu, alam bawah adalah
tempat tinggal Jata atau Lilih atau Raden Tamanggung Sali.
Pohon dan hewan dapat dijadikan sebagai simbol/ikon oleh penduduk lokal, sehingga
pengetahuan dan keyakinan mereka terhadap pohon batang garing (pohon kehidupan) sebagai
petunjuk memahami kehidupan. Pohon batang garing adalah pohon simbolis yang diciptakan
bersamaan dengan diciptakannya leluhur Dayak Ngaju. Pohon ini dianggap menjadi pohon
petunjuk untuk mengatur kehidupan yang harus diajarkan pada orang Dayak Ngaju.

Kesenian Kalimantan Tengah


Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Suku
Dayak. Salah satu yang unik untuk dibahas mengenai Kalimantan Tengah adalah kebudayaan
tarian tradisionalnya yang memiliki berbagai macam makna. Beberapa tarian tradisional
Kalimantan Tengah antara lain:
1. Tari Balean Dadas

Tarian Balean Dadas merupakan tarian yang dilakukan untuk meminta kesembuhan kepada
Ranying Hantala Langit atau Tuhan bagi yang sedang mengalami sakit. Umumnya tarian ini
mengikutsertakan dukun perempuan atau dikenal Balean Dadas. Namun tarian ini lebih sering
dilakukan pada saat acara penyambutan atau peresmian, sebab di era modern seperti saat ini
proses penyembuhan bisa dilakukan dengan cara yang ilmiah.

2. Tari Giring-Giring
Tarian ini berasal dari Suku Dayak Maanyan yang dikenal dengan istilah gangerang yaitu sebuah
bambu yang berisi biji piding. Tarian ini adalah sebagai bentuk ekspresi kegembiraan dan juga
rasa senang. Simbol dari tarian ini yaitu gerakan hentakkan satu tongkat Gantar yang dipegang
tangan kiri ke lantai dan tangan kanan memegang bambu yang berisi kerikil, sehingga
menghasilkan bunyi yang khas.

3. Tari Kayau
Tarian Kayau atau mengayau memiliki arti memotong kepala musuh. Tarian ini dilakukan oleh
Suku Dayak Iban sebagai bentuk keberanian, kejantanan, dan kekuasaan untuk melindungi suku
tersebut dari ancaman musuh. Alat yang digunakan untuk mengayau yaitu mandau. Tarian ini
dilakukan pertama kali oleh Urang Lindau Lendau Dibiau Takang Isang atau seseorang yang
gagah berani di zamannya. Bagi yang berhasil mendapatkan kepala musuh, maka diberikan gelar
bujang berani. Saat ini tarian kanyau merupakan bagian dari upacara menganyau yang
mempersembahkan kepala orang yang nantinya diganti dengan kepala babi.

4. Tari Kinyah Mandau


Tarian ini menampilkan unsur bela diri, seni perang dan juga seni teatrikal. Makna kinyah dari
tarian ini adalah tarian perang yang menggunakan mandau sebagai senjata dan juga upaya untuk
persiapan membunuh serta memburu kepala musuh.

5. Tari Manasai
Tari Manasai atau tarian selamat datang dilakukan untuk menyambut tamu yang datang ke
Kalimantan Tengah. Umumnya tarian ini dilakukan oleh penari pria dan wanita yang berbaris
selang seling membentuk satu lingkaran.

6. Tari Mandau
Mandau merupakan senjata tradisional suku Dayak yang berbentuk parang atau pedang. Gerakan
tarian ini mengandung atraksi dan juga seni tari yang indah dalam memainkan senjata mandau
dan tameng. Dalam tarian ini terkadang mempertontonkan atraksi berbahaya seperti mengayun
dan menggigit mandau, hal itu dilakukan oleh penari yang sudah melalui ritual khusus sehingga
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

7. Tari Tambun dan Bungai


Tarian ini berasal dari ibukota Kalimantan Tengah yaitu Kota Palangka Raya yang mengisahkan
kepahlawanan Tambun dan Bungai mengusir musuh yang akan merampas hasil panen rakyat.
Tambun dan Bungai merupakan tokoh legenda Suku Dayak Ot Danum yang tinggal di
Kabupaten Gunung Mas.

8. Tari Hugo dan Huda


Tarian ini merupakan tarian yang dilakukan untuk meminta kepada dewa agar turun hujan ke
bumi. Umumnya tarian ini dilakukan saat musim kemarau yang terjadi cukup lama.

9. Tari Putri Malawen


Tarian ini berasal dari Barito yang dilakukan saat acara-acara besar kerajaan yang penarinya
terdiri dari wanita danau Malawen.

10. Tari Tuntung Tulus


Tarian ini umumnya ditampilkan saat ada acara perlombaan atau event tertentu.

11. Tari Manganjan


Tarian ini dilakukan pada ritual suku dayak seperti upacara tiwah. Tiwah merupakan prosesi
yang menghantarkan para roh leluhur sanak saudara yang sudah meninggal dunia ke alam baka.
Tiwah dilakukan dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa-sisa jasad yang ada di liang
kubur ke tempat yang disebut sandung.

Upacara Adat
Suku Dayak memiliki ritual adat kematian yang dikenal dengan upacara Tiwah atau Tiwah Lale.
Upacara ini merupakan ritual bagi penganut Hindu Kaharingan, kepercayaan asli Suku Dayak.
Ritual Tiwah merupakan Prosesi menghantarkan roh leluhur (Salumpuk liau uluh matei) yang
telah meninggal dunia ke Sorga (Lewu tatau) bersama Sang Pencipta (Ranying Hatalla). Tulang
belulang jenazah akan dibersihkan kemudian diletakan di sebuah rumah kecil yang terbuat dari
kayu bulat utuh dengan ukuran sekitar 9x12 meter yang biasa disebut sandung atau balai nyahu.

Bagi suku Dayak penganut kepercayaan Hindu Kaharingan, kematian perlu disempurnakan
dengan ritual lanjutan agar roh dapat hidup tentram bersama Ranying Hatalla di Lewu Tatau.
Untuk melangsungkan upacara ini dibimbing oleh Basir. Sama seperti upacara adat pada
umumnya, ritual Tiwah juga memiliki pantangan yang harus kita taati seperti ada beberapa
hewan dan juga sayuran yang tidak boleh dibawa pada saat ritual sedang berlangsung. Apabila
salah satu pantangan atau pali ini dilanggar maka sang pelanggar akan dikenakan sanksi adat.

Tiwah bertujuan untuk melepas kesialan bagi keluarga yang ditinggalkan dan merupakan suatu
bentuk penghormatan kepada roh serta merupakan suatu tanda bakti kepada para leluhur. Ritual
Tiwah juga sekaligus pelepasan status bagi yang sudah menikah, apabila Tiwah telah
dilaksanakan maka pasangan yang ditinggalkan (janda/duda) diperbolehkan untuk menikah lagi.
Umumnya upacara Tiwah ini tidak dilakukan untuk satu jenazah saja namun bisa dilakukan
untuk puluhan jenazah, karena upacara Tiwah ini membutuhkan dana yang lumayan besar.
Upacara ini memiliki makna yang dalam dan sakral, biasanya berlangsung cukup lama kira-kira
selama 7 hingga 40 hari.

Ritual kematian khas suku Dayak ini sangat menarik, tidak hanya bagi masyarakat lokal tetapi
juga wisatawan domestik hingga wisatawan internasional antusias untuk menyaksikan upacara
ini secara langsung. Karena keunikannya, ini pada tahun 2014 lalu Tiwah masuk dalam Warisan
Budaya tak benda Indonesia Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai