Tarian Balean Dadas merupakan tarian yang dilakukan untuk meminta kesembuhan kepada
Ranying Hantala Langit atau Tuhan bagi yang sedang mengalami sakit. Umumnya tarian ini
mengikutsertakan dukun perempuan atau dikenal Balean Dadas. Namun tarian ini lebih sering
dilakukan pada saat acara penyambutan atau peresmian, sebab di era modern seperti saat ini
proses penyembuhan bisa dilakukan dengan cara yang ilmiah.
2. Tari Giring-Giring
Tarian ini berasal dari Suku Dayak Maanyan yang dikenal dengan istilah gangerang yaitu sebuah
bambu yang berisi biji piding. Tarian ini adalah sebagai bentuk ekspresi kegembiraan dan juga
rasa senang. Simbol dari tarian ini yaitu gerakan hentakkan satu tongkat Gantar yang dipegang
tangan kiri ke lantai dan tangan kanan memegang bambu yang berisi kerikil, sehingga
menghasilkan bunyi yang khas.
3. Tari Kayau
Tarian Kayau atau mengayau memiliki arti memotong kepala musuh. Tarian ini dilakukan oleh
Suku Dayak Iban sebagai bentuk keberanian, kejantanan, dan kekuasaan untuk melindungi suku
tersebut dari ancaman musuh. Alat yang digunakan untuk mengayau yaitu mandau. Tarian ini
dilakukan pertama kali oleh Urang Lindau Lendau Dibiau Takang Isang atau seseorang yang
gagah berani di zamannya. Bagi yang berhasil mendapatkan kepala musuh, maka diberikan gelar
bujang berani. Saat ini tarian kanyau merupakan bagian dari upacara menganyau yang
mempersembahkan kepala orang yang nantinya diganti dengan kepala babi.
5. Tari Manasai
Tari Manasai atau tarian selamat datang dilakukan untuk menyambut tamu yang datang ke
Kalimantan Tengah. Umumnya tarian ini dilakukan oleh penari pria dan wanita yang berbaris
selang seling membentuk satu lingkaran.
6. Tari Mandau
Mandau merupakan senjata tradisional suku Dayak yang berbentuk parang atau pedang. Gerakan
tarian ini mengandung atraksi dan juga seni tari yang indah dalam memainkan senjata mandau
dan tameng. Dalam tarian ini terkadang mempertontonkan atraksi berbahaya seperti mengayun
dan menggigit mandau, hal itu dilakukan oleh penari yang sudah melalui ritual khusus sehingga
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Upacara Adat
Suku Dayak memiliki ritual adat kematian yang dikenal dengan upacara Tiwah atau Tiwah Lale.
Upacara ini merupakan ritual bagi penganut Hindu Kaharingan, kepercayaan asli Suku Dayak.
Ritual Tiwah merupakan Prosesi menghantarkan roh leluhur (Salumpuk liau uluh matei) yang
telah meninggal dunia ke Sorga (Lewu tatau) bersama Sang Pencipta (Ranying Hatalla). Tulang
belulang jenazah akan dibersihkan kemudian diletakan di sebuah rumah kecil yang terbuat dari
kayu bulat utuh dengan ukuran sekitar 9x12 meter yang biasa disebut sandung atau balai nyahu.
Bagi suku Dayak penganut kepercayaan Hindu Kaharingan, kematian perlu disempurnakan
dengan ritual lanjutan agar roh dapat hidup tentram bersama Ranying Hatalla di Lewu Tatau.
Untuk melangsungkan upacara ini dibimbing oleh Basir. Sama seperti upacara adat pada
umumnya, ritual Tiwah juga memiliki pantangan yang harus kita taati seperti ada beberapa
hewan dan juga sayuran yang tidak boleh dibawa pada saat ritual sedang berlangsung. Apabila
salah satu pantangan atau pali ini dilanggar maka sang pelanggar akan dikenakan sanksi adat.
Tiwah bertujuan untuk melepas kesialan bagi keluarga yang ditinggalkan dan merupakan suatu
bentuk penghormatan kepada roh serta merupakan suatu tanda bakti kepada para leluhur. Ritual
Tiwah juga sekaligus pelepasan status bagi yang sudah menikah, apabila Tiwah telah
dilaksanakan maka pasangan yang ditinggalkan (janda/duda) diperbolehkan untuk menikah lagi.
Umumnya upacara Tiwah ini tidak dilakukan untuk satu jenazah saja namun bisa dilakukan
untuk puluhan jenazah, karena upacara Tiwah ini membutuhkan dana yang lumayan besar.
Upacara ini memiliki makna yang dalam dan sakral, biasanya berlangsung cukup lama kira-kira
selama 7 hingga 40 hari.
Ritual kematian khas suku Dayak ini sangat menarik, tidak hanya bagi masyarakat lokal tetapi
juga wisatawan domestik hingga wisatawan internasional antusias untuk menyaksikan upacara
ini secara langsung. Karena keunikannya, ini pada tahun 2014 lalu Tiwah masuk dalam Warisan
Budaya tak benda Indonesia Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.