Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

A. LOKASI GEOGRAFIS

Berikut ini adalah gambaran peta Kalimantan barat letak geografis rumah panjang. Rumah
Panjang adalah rumah adat Kalimantan Barat. Rumah Panjang merupakan ciri khas dan gambaran
masyarakat dayak yang tinggal di Provinsi Kalimantan Barat. Selain sebagai tempat bernaung
keluarga, rumah panjang juga merupakan pusat kehidupan dari masyarakat Dayak. Saat ini, rumah
panjang di Kalimantan Barat dapat dikatakan hampir punah karena jumlahnya yang sedikit. Rumah
panjang Kalimantan barat ini sering juga di identic dengan rumah Kalimantan tengah keduanya
sama-sama dikenal dengan rumah Betang Sedangkan disebut dengan rumah panjang dikarenakan
ukuran rumah adat Kalimantan Barat ini yang panjang hingga mencapai 180 meter dan lebar bisa
mencapai 6 meter bahkan lebih. Masyarakat Dayak yang hidup dengan prinsip kebersamaan,
kesetaraan dan hidup gotong royong. Tidak ada kesenjangan antara orang miskin dan orang kaya.
Rumah Panjang merangkul semua orang untuk bersama-sama hidup dengan rukun.
Berikut adalah gambar rumah panjang yang terletak di Kalimantan barat :
Ciri Khas

Rumah Panjang terbuat dari kayu dengan ketinggian 5 sampai 8 meter. Tinggi rumah tergantung
dari tinggi tiang yang menopang rumah tersebut. Panjangnya sekitar 180 meter dan lebar 6 meter
dan terdapat sekitar 50 ruangan didalamnya. Ruangan-ruangan ini umumnya dihuni oleh banyak
keluarga yang di dalamnya juga termasuk keluarga inti. Untuk masuk ke rumah panjang,
keluarga mengunnakan tangka atau anak tangga. Rumah panjang di Kalimantan Barat
mempunyai bentuk yang sempit tetapi dengan ukuran panjang yang ekstrem. Rumah ini hanya
terdiri dari satu kamar.

Bagian Ruangan

Rumah panjang terdiri dari beberapa bagian yaitu :

1. Teras (pante)
Bagian ini terletak di bagian depan dan berfungsi sebagai teras. Saat sore atau pagi hari,
penghuni rumah biasanya akan bersantai di bagian rumah ini

2. Ruang tamu (samik)

Dalam ruang tamu terdapat sebuah meja yang disebut pene yang berfungsi sebagai tempat
berbicara atau menerima tamu. Pene berbentuk lingkarang dan digunakan untuk meletakkan
makanan atau minuman untuk menyambut tamu.

3. Ruang keluarga

Ruang keluarga adalah ruang sederhana yang mempunyai panjang 6 meter dan lebar 6 meter
Pada bagian belakang rumah panjang digunakan sebagai dapur untuk keluarga. Umumnya, setiap
keluarga mempunyai dapur masing-masing.

4. Bilik.
Bilik adalah kamar tidur bagi penghuni rumah. Jumlah bilik sangat banyak tergantung jumlah
keluarga yang mendiami rumah tersebut. Ukurannya sekitar 6x6 meter setiap kamar, dimana
biasanya dalam 1 rumah Radakng terdapat sekitar 24 bilik.

5. Uakng Mik.
Ruangan ini terletak di bagian belakang rumah. Fungsinya sebagai dapur yang digunakan untuk
memasak semua penghuni rumah. Para wanita secara bersama-sama masak di ruangan ini untuk
kemudian disajikan dan dimakan bersama-sama anggota keluarga lainnya.

Fungsi

Selain sebagai tempat tinggal beberapa keluarga, rumah panjang dibangun tinggi karena
berfungsi untuk menghindari serangan binatang buas dan untuk menjaga keselamatan keluarga
dari serangan suku-suku lain dalam masyarakat Dayak. Fungsi lainnya juga digunakan untuk
kegiatan-kegiatan masyarakat seperti rapat atau pertemuan-pertemuan, upacara-upacara adat
atau ritus-ritus yang ada dalam masyarakat Dayak.

B. SISTEM KEPERCAYAAN
Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di
Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan
Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air
kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:

1. Sangiang nayu-nayu (roh baik);


2. Taloh, kambe (roh jahat).

Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas.
Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:

1. upacara pembakaran mayat,


2. upacara menyambut kelahiran anak, dan
3. upacara penguburan mayat.

Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah bangunan
yang disebut tambak.

C. SISTEM SOSIAL

Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah mempunyai sifat keterbukaan dan toleransi yang
tinggi yang tercermin dalam falsafah Huma Betang. Huma Betang adalah rumah khas Kalteng,
berupa rumah besar, dimana dalam satu rumah besar adat (Huma Betang) Dayak Kalimantan
Tengah tersebut tinggal bersama beberapa keluarga dengan segala perbedaannya seperti status
sosial, ekonomi maupun aga ma namun tetap hidup secara harmonis. Sifat gotong royong dalam
masyarakat suku Dayak masih tetap terpelihara terutama dalam gerak hidup bermasyarakat yang
tercermin dari tradisi kerja Habaring Hurung, Handep dan Harubuh yang berarti “gotong royong
handep, tapi giliran membantu atau melakukan sesuatu secara bersama-sama.

D. SISTEM KEKERABATAN SUKU DAYAK

Sistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan


masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan
dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa Ngaju).
Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa lain
asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.
E. SISTEM POLITIK

Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak
sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan pembekal
dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih. Ada pula
penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku pada
masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada.

F. MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian masyarakat Suku Dayak selalu ada hubungannya dengan hutan. sebagian besar
aktivitas masyarakat di lakukan di dalam hutan seperti bertani, berburu, meramu, bercocok tanam,
perikanan, peternakan dan sebagainya. Oleh sebab itu keberadaan hutan sangat berperan penting
terhadap kelangsungan hidup orang Dayak. orang-orang dayak juga memiliki kearifan dalam
mengelola hutan sehingga tidak sembarangan untuk membuka lahan.

Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam padi
mereka menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam
di ladang ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk makanan
sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang).
Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala
Kapuas, Banjarmasin, dan Sampit.

 Bertani
Pada jaman dulu, sejak sebelum mengenal adanya pendidikan formal, kebanyakan masyarakat
Dayak memiliki mata pencaharian sebagai petani yang menggarap lahan yang ada di sekitar tempat
tinggal mereka. Kondisi tanah di Kalimantan memiliki lapisan humus tipis dan berjenis tanah
gambut, membuat lahan suku Dayak mudah sekali kehilangan kesuburan.
 Berburu
Suku Dayak biasanya berburu di hutan dan mencari ikan di Sungai. Kegiatan tersebut biasanya
dilakukan setelah masa tanam, yakni saat menunggu panen dari kebun mereka. Hewan yang sering
menjadi tangkapan mereka dan menjadi makanan sehari-hari adalah babi hutan, Rusa, Burung,
tupai, kijang, pelanduk, dan hewan-hewan yang bisa ditangkap lainnya.

 Pegawai
Dewasa ini banyak putra/i suku Dayak yang berhasil menempuh pendidikan hingga tingkat yang
paling tinggi sehingga merubah pola mata pencaharian suku Dayak. Banyak dari generasi baru
suku Dayak yang kemudian menjadi pegawai negeri, karyawan di perusahaan swasta atau BUMN
bahkan menjadi pejabat di pemerintahan.

Selain itu banyak juga yang kemudian kembali di tanah kelahirannya untuk menjadi guru, kepala
desa, bidan atau tenaga medis lainnya. Mereka membagi ilmu dari bangku sekolah dan
menularkannya pada saudara-saudaranya yang berada di pedalaman.

G. KEBUDAYAAN

Berbagai ragam dan jenis kesenian tradisional yang masih terpelihara dalam kehidupan masyarakat
di Kalimantan Tengah antara lain : Seni Tari, Seni Suara, Seni Rupa, Seni Ukir, dan Seni Anyam-
anyaman. Seni Suara berupa lagu -lagu Daerah dikenal dengan istilah : Karungut, Kandan,
Parung, Karinci Seni anyaman yang memiliki beragam corak terus dikembang oleh masyarakat
sebagai kerajinan rakyat.

Kerajinan anyaman tersebut antara lain yang terbuat dari rotan, bambu, pandan dan purun.
Disamping itu juga berkembang berbagai kerajinan etnik (tradisional) yang terbuat purun, getah
nyatu serta bahan kayu. Seni ukir dapat disaksikan pada pembuatan benda-benda seperti Talawang
(Peri- sai), bangunan Sandung, hulu dan sarung senjata khas Da- yak Mandau, patung (Sapundu)
dan bangunan pada rumah rumah adat.

Disamping berbagai kerajinan Kalimantan Tengah juga kaya akan berbagai kegiatan upacara adat
/ ritual seperti Tiwah, Manyanggar, Mamapas Lewu (bersih desa), Mampakanan Sahur
Parapah.Tiwah merupakan upacara ritual agama Kaharingan, yaitu mengantarkan arwah orang
yang telah meninggal ke Lewu Tatau (sorga). Acara ini memakan waktu yang cukup lama sekitar
satu bulan atau lebih.

H. CIRI KHAS MASYARAKAT RUMAH PANJANG

I. PENGARUHNYA TERHADAP ARSITEKTUR

 Bahan dan Alat

Keterbatasan teknologi dan alat membatasi bentuk yang muncul pada bangunan tradisional.
Bentuk-bentuk yang yang ada terkurung oleh bentuk dasar bahan kayu, namun disanalah tersirat
makna keeksotisan yang menjadi ciri bangunan tradisional. Sebuah komposisi sederhana namun
tetap berbalutkan citra dan nuansa estetika yang bersimbiosis dengan alamnya
Gambar 3.2. Betang Toyoi, di desa Tumbang Anoi, Kabupaten Gunung Mas
(Sumber: Data observasi lapangan, 2011)

 Pola Ruang
Filosofi Betang Toyoi ini mengacu pada teori Experiencing Architecture dijabarkan oleh Rasmussen
(1964), yaitu teori yang mengemukakan bahwa arsitektur bukan hanya yang dapat dilihat dan diraba saja,
yang didengar dan dirasa pun merupakan bagian dari arsitektur. Melalui pendengaran ini ungkapan space
dalam pola tata ruang rumah Betang dapat menggambarkan sesuatu yang berhubungan dengan struktur,
bentuk dan material bangunan. Fungsi irama (Rhytme) ialah memunculkan interpretasi yang mungkin
akan berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Interpretasi itu secara tidak langsung akan
mengarah ke suatu kualitas ruang. Irama (Rhytme) pada arsitektur bangunan tradisional Betang di
Kalimantan Tengahberorientasi pada irama upacara tiwah.

Gambar 3.3. Pola ruang rumah betang mengikuti irama prosesi upacara tiwah
(Sumber: Hasil analisa, 2011)

 Geometri dan Eksistensi


Bentukan geometri tidak harus simetris, tetapi harus mempunyai titik , sudut , garis dan permukaan yang
solid namun Eksistensi betang seolah berusaha mengajak kita Kembali untuk memahami dan mengacu
pada pemaknaan ruang yang salah satunya mendefinisikan ruang sebagai sesuatu, merupakan wujud yang
paling immaterial (without physical substance).
 Proporsi dan Dimensi
Jihi betangmemiliki bentukan geometris seperti pada Gambar 3.4. bentuk berupa lingkaran; penerapan
ini tidak sengaja digunakan.Bentukan dasar dari bahan sendiri digunakan sehingga tercipta sebuah
keragaman bentuk dan kesatuan (unity) namun ditinjau dari dimensinya sendiri akan memiliki ukuran
yang berbeda karena alam menghasilkan pohon-pohon dengan dimensi berbeda yang digunakan sebagai
bahan bangunannya.

Gambar 3.4. Sketsa jihi BetangToyoi yang tersisa


(Sumber: Hasil analisa, 2011)

 Elemen Bangunan
Kajian mengenai penelusuran bentuk awal bangunan-bangunan pada komplek Huma Gantung di
Buntoi pada Gambar 3.5. sebagai langkah awal konservasi ini akan diambil batasan waktu pada masa Singa
Jalla sedang memegang jabatan sebagai pemimpin adat (Demang) di kampung Buntoi. Penentuan waktu
ini didasarkan pada pemikiran bahwa pada masa tersebut komplek Huma Gantung telah lengkap terdiri
dari satu bangunan utama (Huma Gantung) dan beberapa bangunan penunjang, sehingga secara
keseluruhan mencerminkan kehidupan sosial masyarakat Buntoi lama yang masih taat pada adat dan
tradisi setempat (Nueweinhuis, 1894). Pada masa sekarang dan beberapa bangunan yang pernah ada dan
telah dinyatakan hilang, antara lain:

a. Bangunan yang masih ada, terdiri dari:


1. Bangunan utama Huma Gantung.
2. Sandong (tempat tulang).
3. Pantar Sanggaran.
4. Kandang Ternak.
5. Bangunan bekas Direksi Keet Proyek.
6. Dermaga (Lanting).

b. Bangunan yang telah hilang, antara lain:


1. Tiang Sapundu.
2. Tiang Pantar.
3. Balai Sanggrahan (tempat berkumpul).
4.Pasah Parei (lumbung padi).
5. Tempat Pande Besi.
6. Bakota (pagar keliling).
7. Dermaga/ Lanting (pernah ada dua buah).

 Pola Ruang

Filosofi Betang Toyoi merupakan teori dasar untuk mengidentifikasi pola ruang pada rumah
tradisional di Kalimantan Tengah. Huma Gantung Buntoi, di Kabupaten Pulang Pisau merupakan bentuk
arsitektur tradisional diungkapkan melalui pola ruang seperti pada Gambar 3.6.Huma Gantung
merupakan salah satu tipe rumah tradisional Dayak, salah satu contohnya adalah “Huma Gantung di Desa
Buntoi Kabupaten. Pisau, Kalimantan Tengah. Huma Gantung di Buntoi ini pada masa lalu pernah dihuni
oleh seorang kepala adat bergelar Singa (Singa Jalla) yang masih taat pada adat dan tradisi lama. Kondisi
lingkungan Buntoi yang belum aman menyebabkan lingkungan Huma Gantung di Buntoi tertutup pagar
tinggi yang disebut Bakota sebagai usaha proteksi terhadap serangan musuh dari luar. Adanya perubahan
pada tuntutan penghuni, adat dan tradisi serta kondisi lingkungan yang berangsur aman menyebabkan
perubahan besar pada bentuk Huma Gantung di Buntoi. Banyak dari elemen bangunan Huma Gantung
yang hilang atau berubah fungsi karena adanya tuntutan dari penghuni (Nueweinhuis, 1894). Usaha
penelusuran bentuk awal Huma Gantung di Buntoi agar makna sejarah sosial budaya masyarakat Dayak
Ngaju di Buntoi dapat dimengerti dan dapat dilakukan usaha konservasi yang benar untuk pelestariannya.

Anda mungkin juga menyukai