Anda di halaman 1dari 18

Nama : Rian Ferdiansyah

Kelas : VII -5

1. BAHASA DAERAH KALIMANTAN TENGAH

Masyarakat Kalimantan Tengah menggunakan bahasa lndonesia sebagai bahasa


pengantar. Sebagian besar masyarakat Kalimantan Tengah (sekitar 60%) terutama di daerah
perkotaan telah mengenal dan menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi,
terutama sebagai bahasa pengantar di pemerintahan dan pendidikan. Pelajaran Bahasa
Indonesia telah diajarkan kepada para siswa sejak di bangku sekolah dasar. Keberagaman
etnis dan suku bangsa menyebabkan bahasa Indonesia dipengaruhi berbagai dialek.

Sebagian besar penduduk Kalimantan Tengah terdiri atas suku bangsa Dayak. Suku
bangsa dayak sendiri terdiri atas beberapa subsuku bangsa. Mereka memiliki beberapa bahasa
daerah. Bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa Dayak yang paling luas digunakan di
Kalimantan Tengah, terutama di daerah sungai Kahayan dan Kapuas. Bahasa Dayak Ngaju
terbagi dalam berbagai dialek seperti bahasa Dayak Katingan dan Rungan. Selain itu,
Bahasa Ma'anyan dan Ot Danum juga banyak digunakan. 

Bahasa Ma'anyan banyak digunakan di daerah aliran Sungai Barito dan sekitarnya,
sedangkan bahasa Ot Danum banyak digunakan oleh suku Dayak Ot Danum di hulu Sungai
Kahayan dan Kapuas. Kelompok masyarakat pendatang juga memberikan keragaman bahasa
bagi masyarakat Kalimantan Tengah. 

Bahasa yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Banjar.
Hal ini dikarenakan memiliki kedekatan geografis dengan daerah Kalimantan Selatan yang
mayoritas dihuni oleh suku (orang) Banjar, dan cukup banyak orang Banjar yang merantau ke
Kalimantan Tengah. Bahasa lainnya adalah bahasa Jawa, bahasa Bugis, bahasa Batak, dan
sebagainya yang dibawa para pendatang. 

Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Tengah, bahasa daerah


(lokal) terdapat di sebelas DAS meliputi sembilan bahasa dominan dan tiga belas bahasa
minoritas yaitu: 

Bahasa Dominan:

1. Bahasa Melayu 
2. Bahasa Banjar 
3. Bahasa Ngaju 
4. Bahasa Maanyan 
5. Bahasa Ot Danum 
6. Bahasa Katingan 
7. Bahasa Bakumpai 
8. Bahasa Tamuan 
9. Bahasa Sampit 

Bahasa Kelompok Minoritas: 

1. Bahasa Mentaya
2. Bahasa Pembuang   
3. Bahasa Dayak Bara Injey
4. Bahasa Dusun Kalahien
5. Bahasa Balai  
6. Bahasa Bulik 
7. Bahasa Kadoreh 
8. Bahasa Mendawai 
9. Bahasa Waringin 
10. Bahasa Dusun Bayan 
11. Bahasa Dusun Tawoyan 
12. Bahasa Dusun Lawangan 
13. Bahasa Dayak Barean

Nama rumah adat kalimantan tegah adalah Rumah Betang yang merupakan rumah adat khas
suku dayak kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru kalimantan terutama di daerah hulu
sungai yang menjadi pusat pemukiman dayak kalimantan
Di mana rumah betang ini umumnya di buat memanjang dan berbentuk panggung (di bangun
tinggi dari atas permukaan tanah ) dengan menggunakan kayu khas kalimantan ( kayu ulin )
yang bisa tahan hingga ratusan tahun bahkan meskipun terendam oleh air
dan di buat panggung di maksudkan untuk melindungi diri dari ancaman hewan buas ataupun
bencana alam seperti banjir yang bisa saja melanda sewaktu waktu, mengingat masyarakat
dayak umumnya tinggal tidak jauh dari daerah sungai.
2. RUMAH ADAT KALIMANTAN TENGAH

Ciri Ciri Rumah Adat Kalimantan Tengah


Adapun ciri ciri dari rumah betang ini adalah :

1. Berbentuk panggung dan memanjang


2. Panjang rumah betang bisa mencapai 30 s/d 150 m
3. Dengan lebar mencapai 10 s/d 30 m
4. Dan Tinggi mencapai 3 s/d 5 m
5. Bagian dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang bisa di huni beberapa
keluarga
6. Yang Di huni oleh 100 s/d 150 jiwa yang terdiri dari beberapa keluarga yang di pimpin
oleh seorang pembakas lewu ( pemimpin keluarga )

Bagian Bagian Dari Rumah Betang


Nah perlu sobat ketahui juga dalam peletakkan ruang di rumah betang ini sangat berbeda
dengan lainnya karena ada ketentuan khusus yang harus di penuhi berdasarkan kepercayaan
suku dayak yakni

1. Poros bangunan rumah harus ada di tengah bangunan, yang mana di maksudkan untuk
tempat orang berkumpul untuk melakukan beaneka ragam kegiatan keagamaan, social,
masyarakat dan ruang tamu

2. Bagian dapur harus menghadap aliran sungai

3. Ruang tidur harus sejajar sepanjang bangunan rumah betang, dimana ruang tidur orang tua
harus berada di sebelah ujung hulu dari aliran sungai, dan ruangan tidur anak bungsu harus
berada pada bagian hilir aliran sungai
Jadi antara ruang tidur orang tua dan anak bungsu tidaklah boleh berhapitan, karena menurut
kepercayaan suku dayak ( Kaharingan ) bisa menimbulkan malapetaka bagi seisi rumah
betang tersebut

4. Tangga rumah betang haruslah berjumlah ganjil ( umumnya 3 ) yakni di ujung kiri dan
kanan dan di depan

5. Pante ( Tempat menjemur padi, pakaian, ataupun mengadakan  upacara adat ) harus berada
di depan bagian luar atap yang menjorok keluar, dimana lantai pante ini biasanya terbuat dari
bambu, belahan pohon pingan atau kayu bulatan besar

6. Serambi ( Pintu masuk rumah setelah melewati pante ) jumlahnya harus sesuai dengan
jumlah kepala keluarga , dimana jika ada acara adat akan di pasang tanda khusus

7. Sami ( Tempat menyelenggarakan kegiatan warga yang memerlukan )

8. Jungkar, sifatnya tidak harus ada seperti yang lain , yang merupakan ruang tambahan di
belakan bilik keluarga masing masing di rumah betang 

Yang mana atap jungkar ini menyambung atap rumah panjang atau masih bagian dari rumah
betang dan di tempatkan di tangga masuk atau keluar bagi satu keluarga masing masing agar
tidak menggau tamu yang sedang bersilaturahmi

Makna Yang Terkandung Dari Rumah Betang


Meskipun bukan sebuah hunian mewah dengan perbotan rumah yang serbah canggih, rumah
betang bagi suku dayak merupakan suatu pernyataan secara utuh dan konkrit tentang pamong
desa, organisasi sosial serta sistem kemasyarakatan yang di ajarkan oleh nenek moyang

Di mana selain sebagai tempat tinggal juga berfungsi sebagi pusat segala kegiatan tradisional
warga masyarakat dan juga sebagai suatu proses pendidikan non formal bagi masyarakat suku
dayak dalm hidup bermasyarakat.
3. TARIAN ADAT KALIMANTAN TENGAH

1. TARI MANDAU

Tari Mandau. Tarian Mandau merupakan satu dari sekian banyak jenis tari yang lahir
dari kultur Budaya masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Tengah. Tari Mandau Suku Dayak
simbolisasi dari semangat juang masyarakat Suku Dayak dalam membela harkat dan
martabatnya. Selain menggambarkan patriotisme warga Bumi Tambun Bungai untuk
menjaga tanah kelahirannya, Tari Mandau Suku Dayak Kalteng juga merupakan simbolisasi
keperkasaan pria Suku Dayak Kalimantan Tengah dalam menghadapi segala macam
tantangan dalam aspek kehidupan. Dalam setiap pertunjukan atau persembahan Tari Mandau
diringi alunan suara kemerduan Gandang dan Garantung bertalu kencang. Harmonisasi
perangkat musik tradisional tersebut memunculkan iramapenuh semangat, seolah mengajak
mereka yang mendengar dan menyaksikan persembahan Tari Mandau semakin bersemangat
layaknya pejuang Suku Dayak yang siap terjun ke medan juang. Kelompok penari Tari
Mandau seringkali dilengkapi dengan menggenggam Mandau pada tangan sebelah kanan,
sedangkan di tangan kiri Talawang menangkis serangan musuh sebagai tameng kokoh suku
Dayak juga tampil menyempurnakan Tari Mandau Suku Dayak yang ditampilkan.

2. TARI GIRING-GIRING
Tari giring-giring awalnya adalah tarian yang berasal dari daerah DAS Barito,
Kalimantan Tengah. Tari giring-giring biasa dipertunjukkan dengan perangkat musik dari
bambu yang berbunji jika digetarkan. Alat musik ini biasa disebut Ganggereng dan
dimainkan bersama sebuah tongkat yang di sebut Gantar.

Tari ini biasa ditampilkan pada acara-acara adat sebagai perwujudan perasaan suka cita warga
terutama pada saat menyambut tamu-tamu kehormatan

Dalam perkembangannya, gerak dan ragam Giring-giring telah mengalami banyak


pengembangan dengan tidak meninggalkan kaidah dan teknik dasar tarinya.

3. TARI NGERANGKAU

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan
Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara
teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

4. TARI PECUK KINA


Arian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari
daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan
waktu bertahun tahun. Tari Datun Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak
Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari
bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama
Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya.
Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

5. TARI KUYANG

Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan
mengobati orang yangdigigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat
musik Serumpai (sejenis_serulingbambu).

6. TARI BELIAN BOWO

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit,
membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan
pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian
suku_ Dayak Benuaq.
7. TARI SERUMPAI

Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan
mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat
musik Serumpai (sejenis serulingbambu).

8. TARI HUDOQ KITA

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dar
suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk
menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik.
Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum,
topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan
baju lengan panjang dari kain biasa dan memakaikain sarung, sedangkan topengnya
berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada
dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar
terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah
9. TARI HUDOQ

Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang
buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian
ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan
Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan
hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang
banyak.

10. TARI LELENG

Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan_ Along yang akan dikawinkan
secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya
melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi
nyanyian lagu Leleng.

11. TARI KANCET LASAN


Menggambarkan kehidupan sehari hari burung Enggang, burung yang dimuliakan
oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari
Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan
posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-
bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan
berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada
gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan
pohon.

12. TARI KANCET LEDO/ TARI GONG

Jika Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak


Kenyah, sebaliknya Kancet Ledo menggambarkan kelemah-lembutan seorang gadis bagai
sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin. Tari ini dibawakan oleh seorang
wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua belah
tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan
diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.

13. TARI KANCET PAPATAI / TARI PERANG


Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan
musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti
oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian
tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan perlatan perang seperti_ mandau, perisai
dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik
Sampe.

14. TARI POTONG PANTAN

Tarian memakai pakaian khas suku Dayak dengan hiasan bulu burung tingang di atas
kepala. Tari Potong Pantan ini juga dilengkapi mandau (senjara khas Dayak) sebagai
propertis. Biasanya tarian ini ditampilkan untuk menyambut tamu dalam acara resmi.

15. TARI MANGGETEM

Tari Manggetem adalah tarian kegembiraan masyarakat dayak dalam hal mensyukuri
hasil panen yang berlimpah. Tarian Pagar Ruyung Tarian dari Kabupaten Lamandau ini
sering sekali ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu dari luar daerah. Tamu dari luar
daerah mulai dari Bupati/Walikota dari daerah lain, Gubernur, Presiden dll
16. TARI DADAS

Tari Dadas adalah sebuh tari yang berasal dari daerah Barito Selatan. Tarian ini
adalah tarian muda-mudi dayak. Dengan menggunakan gelang dadas nuansa tari semakin
terasa karena ditampilkan dengan musik yang seirama dengan gerak dan tari para penarinya.
Adapun alat musik yang digunakan untuk menarikan tarian Dadas ini adalah gong,
kangkanung, gendang dan alat musik khas masyarakat lainnya.

4. NAMA PAKAIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH

5. NAMA KITAB SUCI KALIMANTAN TENGAH


Alkitab bahasa Dayak Ngaju adalah Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Dayak
Ngaju yang digunakan di daerah Kalimantan Tengah.
6. NAMA TEMPAT IBADAH DI KALIMANTAN TENGAH

1. Rumah Ibadah Masjid

2. Rumah Ibadah Mushalla

3. Rumah Ibadah Katherdal (Katholik)


4. Rumah Ibadah Pura

5. Rumah Ibadah Vihara

6. Rumah Ibadah Kleteng


7. Rumah Ibadah Gereja (Kristen)

7. NAMA HARI BESAR DI KALIMANTAN TENGAH

    Arba Musta’mir


Konon dalam bulan Safar banyak terjadi malapetaka, seperti banjir, kebakaran, wabah
penyakit dan kecelakaan. Bulan ini juga dianggap sebagai bulan panas yang ditandai dengan
banyaknya kebakaran dan mewabahnya penyakit bahkan juga biasa ditandai dengan
pertikaian kecil menjadi pertumpahan darah yang besar.

8. NAMA UPACARA KEAGAMAAN KALIMANTAN TENGAH

Ciri Khas Upacara tiwah 


Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang
dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah
di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus
untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Kebetulan Tiwah menjadi suatu upacara yang unik ketika berada di tanah Tambun Bungai
ini. Tiwah merupakan upacara terakhir dari rentetan upacara kematian bagi pemeluk agama
Hindu Kaharingan. Upacara Tiwah digelar dan dilaksanakan oleh keluarga ( Dayak ) yang
masih hidup  untuk anggota keluarganya yang telah meninggal dunia. Hampir sedikit banyak
mirip dengan upacara adat Tana Toraja di Sulawesi Selatan.
Agama Kaharingan merupakan satu-satunya keyakinan bagi suku Dayak pada jaman dahulu
yang masih dilesatarikan hingga saat ini, Kaharingan lebih cenderung pada keyakinan
animisme dinamisme, hanya karena Indonesia mengenal 5 jenis agama pada jaman orde baru,
sehingga orang-orang Kaharingan (agar mendapat KTP secara kependudukan) dikategorikan
ke dalam agama Hindu. Dewasa ini, banyak orang Dayak Kaharingan yang beralih menjadi
Kristen dan Islam, namun aktivitas adat tiwah ini masih dilakukan oleh mereka sebagai suatu
kewajiban adat nenek moyang turun temurun.
Kata Tiwah berasal dari bahasa Sangiang, yaitu bahasa yang digunakan oleh Kaharingan di
Kalimantan Tengah. Bahasa Sangiang biasanya digunakan oleh pemimpin  agama
Kaharingan untuk memimpin suatu acara keagamaan. Upacara Tiwah menurut masyarakat
Kalimantan Tengah pada umumnya menganggap ritual ini sebuah adat, tetapi menurut
masyarakat pemeluk Kaharingan, tiwah merupakan proses mengantarkan arwah atau dalam
bahasa Dayaknya liau ke surga atau  “Lewu Tatau Habaras Bulau Hagusung Intan Dia
Rumpang Tulang”, yang berarti sebuah tempat yang kekal atau abadi dan tempat itu
berhiaskan emas, permata, berlian, dll.

basir, pemimpin upacara tiwah (c) Tira Maya Maisesa


Upacara Tiwah dipimpin oleh Basir atau Pisur. Istilah Basir dipakai di daerah Kahayan
sedangkan Pisur di daerah Katingan. Pada umumnya upacara yang di pimpin oleh Basir
relatif  lebih lama berkisar 2 bulan  dari pada upacara yang di pimping oleh Pisur.
Dalam kepercayaan Dayak Kaharingan, roh manusia yang meninggal tidak akan kembali dan
bersatu dengan penciptanya tanpa melalui Upacara Tiwah. Hal ini yang membuat keluarga
yang masih hidup terbebani untuk menjalankan ritual ini untuk keluarga mereka. Beberapa
meyakini bahwa jika tidak meniwahkan keluarganya yang telah di kubur maka kehidupan
mereka yang masih hidup akan miskin rejeki dan penuh masalah.
Dalam pelaksanaannya banyak sekali urutan upacara yang harus dilakukan oleh pelaksana
dan para anggota pendukung upacaranya. Upacara ini dapat dikatakan terdapat unsur-unsur
supranatural karena memang upacara ini adalah mempersatukan roh, oleh sebab itu urutan
dalam pelaksanaannya tidak boleh diubah sekehendak hati namun harus sesuai dengan aturan
upacara yang sudah ada dan tertulis.Upacara Tiwah pada umumnya dilakukan 5 tahun sekali,
tetapi sesuai dengan kesepakan keluarga yang hendak melakukan upacara Tiwah. Tiwah
harus dilaksanakan karena sebagai rasa tanggung jawab kepada arwah dan bertujuan untuk
mengantarkan si arwah ke Lewu Tatau (surga).
Liau atau arwah disini di bagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1.    Balawang Panjang, contohnya seperti: rambut atau kuku.
2.    Karahang Tulang, contohnya: tulang belulang.
3.    Liau Haring Kaharingan adalah arwah atau roh yang sebenarnya.

       seorang ibu mencuci tulang tengkorak putrinya


Pada seorang Dayak Ngaju mati, ritual pertama yang dilakukan adalah Mangubur, yaitu
menghantar mayat ke tempat pekuburan yang dalam bahasa Dayak Ngaju dibahasakan
sebagai Bukit Pasahan Raung (Bukit Tempat Meletakan Peti Mati). Pada ritual ini hamper
sama dengan penguburan masyarakat Indonesia pada umumnya. Kemudian Tantulak Ambun
Rutas Matei yang bertujuan untuk menghantar Liau balawang panjang ganan bereng ke
tempat yang bernama Lewu Balo Indu Rangkang Penyang. Ini adalah tempat penantian
sementara yang konon terletak di pada tahapan ketiga dari Sorga. Upacara yang terakhir
adalah Tiwah yaitu menyatukan kembali ketiga roh tadi dan menghantarkannya ke Sorga
yang dikenal dengan Lewu Tatau

Membongkar kubur untuk di tiwahkan


Aktivitas Tiwah memang sangat unik, keluarga menggali kembali kubur keluarga yang telah
lama meninggal, membuka kembali petinya dan mengambil satu persatu tulang belulang.
Tulang belulang tersebut kemudian di cuci dan dibawa ke upacara. Kegiatan upacara ini
memakan waktu yang cukup lama, termasuk ritual mengorbankan Kerbau, Babi dan Ayam.
Mereka meyakini bahwa hewan yang dikorbankan tersebut akan membantu/melayani sang
arwah menuju Surga terakhir. Pada akhirnya tulang belulang tersebut dimasukkan ke dalam
Sandung. Biasanya dalam satu keluarga memiliki satu Sandung yang disediakan untuk
berbagai tulang-belulang yang telah di tiwahkan.

Anda mungkin juga menyukai