A. LAWAS
PENGERTIAN DAN SEJARAH
Lawas secara umum dapat diartikan sebagai puisi tradisonal Samawa yang
terdiri dari tiga baris setiap bait, diungkapkan secara lisan dengan menggunakan
bahasa-bahasa yang indah, biasanya disampaikan pada saat-saat tertentu, baik
secara individu maupun berkelompok. Lawas bagi masyarakat Sumbawa bukan
sekadar seni sastra, namun Lawas juga sebagai media hiburan yang dapat
dipertunjukkan dan atau dipertontonkan. Lawas diwariskan dan diturunkan dalam
bentuk lisan.
Pemunculan karya seni lawas di Sumbawa tidak diketahui secara pasti dari
mana dimulai. Namun, diperkirakan seni lawas mulai muncul karena peran
pembantu-pembantu dari Sulatan Sumbawa yang pulang berguru dan belajar
agama islam di Aceh. Para pembantu Sultan tersebut mengajak para ulama dan
pujangga penyebar agama islam datang ke Sumbawa. Kemudian para pujangga
tersebut membuat syair yang selanjtnya di sebut lawas.
Lawas pertama muncul di masa kesultanan sumbawa, yaitu diciptakan
oleh ulama sekagus budayawan sumbawa H. Muhammad Amin Dea Kadi dengan
nama “Lawas Pamuji” atau “Lawas Aherat”. Lawas ini ditulis dengan huruf Arab
Melayu berbahasa sumbawa yang terdiri dari 190 bait dan saling terkait secara
teratur (bariri). Lawas ini dipakai menjadi media pembelajaran dalam memahami
agama islam.
Mengumandangkan lawas itu tergantung pada waktu lawas itu
ditembangkan (Konsep Kewaktuan). Ulan atau langgan lawas itu terbagi atas tiga
bagian :
1. Lawas Ulan Siup
Lawas ulan Siup adalah Lawas yang disampaikan pada pagi hari dengan
menggunakan irama dan tempo lagu yang lembut. Lawas ini biasanya
disampaikan saat para petani akan berangkat ke sawah/lading atau saat orang-
orang sedang menanam padi atau menuai padi secara beramai-ramai di pagi hari
sekitar pukul 08.00-10.00 Wita.
Contoh :
Ya mu buya Ijo Godong Kau cari si hijau daun.
Puin Palemar Parai Pohon yang penuh dengan air.
Ta Pola Adal Nenrang Jong Ini karena embun yang menetes
Setelah dua bait Lawas di atas, maka Lawas selanjutnya bisa apa saja
tergantung situasi dan kondisi emosi dan perasaan si pelantun Lawas.
PEMBAGIAN LAWAS
Pembagian lawas itu pada umumnya terdiri dari :
1. Lawas Tau Ode (Anak-anak)
Lawas tau ode mengedepankan tentang dunia anak-anak yang penuh
keceriaan, kegembiraan dan sukacita.
Contoh :
Ma tunung adi ma tunung Mari tidur adik marilah tidur
Meleng tunung kubeang me Bangun tidur kuberi nasi
Jangan jadi kembo kopang Campur susu kerbau yang sehat
2. Lawas Taruna-Dedara
Lawas tau loka (orang tua) berintikan nasihat, agama dan filsafat. Lawas
orang tua bersifat didaktis berisi pelajaran dan sebagian lagi berintikan agama.
Contoh :
1. Media Hiburan
Lawas sebagai sastra tutur pada masyarakat sumbawa secara umum juga
berfungsi sebagai media hiburan. Karena ini merupakan rukh dari sebuah karya
sastra. Lawas dapat dikemas dalam bentuk tampilan sakeco, ngumang,
rabalas lawas, langko dan lain-lain yang merupakan konsumsi hiburan
masyarakat. Dalam fungsinya sebagai hiburan lazimnya lawas yang dibawakan
srlalu berisikan lelucon dan kelakar bahkan biasanya menggoda atau
mengganggu orang lain. Menggangu orang lain yang dimaksud dalam hal ini
adalah membangkitkan semangat dan gairahnya yang mungkin tadinya kelihatan
kurang semangat mengikuti acara
Sebuah acara baik itu acara upacara adat. Kegiatan sosial kemasyarakatan ataupun
permainan rakyat, biasanya juga dibuka dengan bahasa lawas sebagai salah satu
upaya dalam menempatkan ciri-ciri budaya lokal dalam kehidupan masyarakat
sumbawa
Lawas sebagai salah satu sastra lisan di sumbawa yang sudah menyatu
dengan kehidupan sosial masyarakat sangat berperan dalam proses transformasi
nilai budaya, penyebaran informasi dan sebaga sarana pendidikan. Seperti lawa
pamuji dan lawas tuter nabi Muhammad yang merupakan sebuah bentuk
informasi pendidikan agama yang menggunakan media lawas. Pada era tahun
1950an dan 1960an lawas pun juga digunakan sebagai sarana promosi partai
politik. Dewasa ini pun tak jarang kita lihat papan-papan yang berisi promosi
pembangunan didaerah juga menggunakan lawas.
4. Fungsi Edukatif
Nilai edukatif dalam lawas hampir tidak terlepas dalam setiap jenis lawas
(lawas nasehat, lawas cinta dan lawas anak-anak), kaena kalau dicermati secara
teliti setiap jenis lawas akan tetap mengandung nilai pendidikan. Nilai-nilai
tersebut dipoles dengan gaya bahasa yang indah walaupun itu isinya berupa
kritikan tajam ataupun motivasi. Tata cara dalam bahasa itulah yang mengedukasi
kita tentang tata cara atau etika komunikasi kepada sesama.
1. Gandang
2. Saketa
Saketa adalah lawas yag disampaikan oleh sekelompok orang sebagai
pernyataan kegirangan atau pembangkit semangat saat mengadakan permainan
rakyat atau bergotongroyong membangun rumah, mengangkut kayu besar dll.
Ditengah-tengah orang yang sedang ber Saketa biasanya muncul salah seorang
yang mengumandangka lawas Saketa dan kemudian disambut serempak oleh
anggota kelompok/ rombongan dengan suara “ho..bam..baho..bam..” dan
seterusnya. Suara-suara pemberi semangat ini disebut dengan “Gero/Bagero”.
Lawas Saketa yang di rangkaikan denga Gero dilakukan untuk menyelesaikan
pekerjaan berat, Barapan Kebo, permainan rakyat Barempuk (tinju ala Sumbawa).
Saketa dan bagero digunakan untuk upacara mengiring pengantin (iring
pangantan) dari rumah pihak laki-laki kerumah calon pengantn wanita.
Contoh :
Pangantan ntek rawi ano Pengantin berangkat sore hari
Iring leng mayung satupang Diiringi serombongan kijang
Lamin no buta ba tempang Kalau tidak buta ya pincang
Tuk tak ne mayung Tuk tak wahai kijang
Jontal setetak jadi payung Lontar sepotong jadi payung
(suara rombongan
“ho..bam..baho..bam)
3.Ngumang
Seorang pria yang menembangkan Lawas dengan lantang sambil
mengacungkan dan atau merentangkan kedua tangannya, di salah satu tangannya
memegang Mangkar (cambuk khas Sumbawa yang khusus digunakan untuk
menghalau kerbau pada saat “Barapan Kebo” karapan kerbau) sambil menari
mengelilingi arena. Ngumang hanya dilakukan pada saat Barapan Kebo, Maen
Jaran dan Barampok.
Ngumang dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan kegembiraan
karena telah menang, baik pada saat Barapan Kebo maupun pada saat Barampok.
Ngumang juga bertujuan untuk memberikan semangat kepada peserta Barapan
Kebo dan Barampok sekaligus juga berfungsi untuk memperkenalkan diri kepada
penonton. Peserta yang menang biasanya akan Ngumang dan menyampaikan
Lawas. Lawas Ngumang bisa seperti petikan Lawas berikut.
Ala e sai nongka tan Siapakah yang belum mengenal
Makatoan lako aku Tanyalah padaku
Sa nya baing Gila Roda Inilah pemilik Gila Roda ‘nama kerbau’
4.Badede
Badede adalah menembangkan Lawas yang ditujukan untuk Anak
menjelang tidur atau saat pangantin sedang Barodak ‘luluran’. Lawas yang biasa
dinyanyikan oleh seorang ibu atau kakak yang sedang menina-bobokan atau
mengasuh bayi disebut (Badede Anak). Lawas yang dilantunkan pada saat Badede
Anak bertemakan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa agar Anak yang
diasuh dapat panjang umur, berguna bagi orang tua, masyarakat, nusa dan bangsa
serta agama. Badede Anak disebut juga Lawas Kembang-Kembong. Lawas yang
digunakan pada saat Badede Anak tidak sama, tergantung pada umur dan pada
tempat dimana Anak ditidurkan. Perbedaan itu terlihat pada irama dan kata-kata
dari Lawas yang digunakan. Berikut ini contoh Lawas yang biasa digunakan pada
kegiatan Badede Anak.
Matunung adi matunung Mari tidur adik mari tidur
Meleng tunung kubeang me Bangun tidur kuberi nasi
Jangan jadi kembo kopang Ikan susu kerbau sehat
6.Basual
Kata basual berasal dari kata sual yang mendapat awalan ba-, sual berarti
soal, sedangkan ba- berarti menjadi. Jadi, basual artinya menyampaikan soal.
Seseorang yang mengajukan soal yakni dengan menyampaikan sampiran dari
sebuah Lawas. Bagi yang hadir dalam kesempatan tersebut dan mengetahui
jawabannya, maka akan segera menjawabnya. Jawaban yang disampaikan adalah
isi dari sampiran yang dikemukakan. Kegiatan Basual dapat dijumpai pada saat
orang sedang membuat atap rumah (Nyantek), panen (Mataq Rame), di rumah
orang yang mau kawin (Montok Basai), dan lain-lain.
Contoh petikan Lawas Sual.
Ayam Buri Desa Utan Ayam burik desa Utan
Parak Ke Desa Samamung Dekat dengan desa Samamung
Ana Badi Kuring Rate Ada badikku di rate
Meporiri Ku Ta Intan Betapalah caraku duhai kekasih
Jarang Kubau Batemung Sangat jarang kita bertemu
Rosa Dadi Rusak Ate Hancur luluh hatiku
7.Malangko
Langko merupakan penyampaian Lawas yang dilakukan oleh sekelompok
pemuda dan kelompok pemudi yang saling beradu Lawas cinta. Lawas-Lawas
yang disampaikan dalam Langko berbeda dengan Lawas Sual. pada saat
Malangko, Lawas yang disampaikan harus dijawab dengan Lawas, yang perlu
diperhatikan dalam Malangko adalah langgam lagu Lawas yang dibawakan.
Langgam lagu Langko ini yang sangat diperhatikan oleh si pelantun, selain juga
Lawasnya. Jika tidak mampu mengikuti langgam lagu Langko, maka dianggap
kalah, ditertawakan, dan juga malu. Mereka yang akan ikut Malangko harus
orang-orang yang pandai baLawas dan juga pandai menembangkan langgam
Langko.
Kegiatan Malangko biasanya dimanfaatkan oleh para muda-mudi untuk
mencari jodoh, oleh karena itu muda-mudi di Sumbawa pada waktu itu berusaha
semaksimal mungkin untuk bisa BaLawas. Mereka yang bisa BaLawas di
Sumbawa akan mempunyai pergaulan yang luas.
8.Sakeco
Sakeco adalah bentuk penyampaian lawas yang paling digemari oleh
masyarakat Samawa karena isi dan bentuk penyampaiannya yang sangat
komunikatif, dan lawas yang disampaikannya pun dari berbagai jenis dengan
irama temung yang sangat variatif. Sakeco sebagai seni penyampaian lawas
menggunakan rebana sebagai pengiringnya yang selalu menyesuaikan dengan
irama temung.
Pewarisan lawas sebagai puisi lisan dilakukan dari mulut ke mulut sejak
zaman dahulu, pengaruh dan kemajuan zaman menyebabkan pewarisan
disampaikan melalui seni pertunjukan. Pewarisan puisi lisan dalam masyarakat
Sumbawa kini dilakukan dalam bentuk seni pertunjukan seperti pada sakeco.
Sakeco muncul sebagai seni pertunjukan merupakan bentuk perkembangan
dari Ratif yang melantunkan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang diiringi
pukulan rebana. Mengingat ratif yang penuh dakwah menjadikan penonton kurang
terhibur karena syair-syair yang dilantunkan diambil dari Kitab Hadroh yang
berbahasa Arab. Ratif yang penuh dakwah menyebabkan penonton (pendengar)
kurang mendapat hiburan yang sifatnya gembira atau lucu, hal ini menyebabkan
kehadiran lawas sebagai seni pertunjukan lawas mendapat tempat di hati
masyarakat.
Pertunjukan sakeco pertama kali dimainkan oleh dua orang tukang lawas
dari daerah ano rawi (Taliwang) bernama Zakaria dan Syamsuddin. Kedua
pasangan ini selalu tampil melantunkan lawas-lawas Samawa dengan iringan
rebana, pasangan ini dikenal dengan nama Sake (panggilan untuk Zakaria) dan Co
(panggilan untuk Syamsuddin) yang kemudia Sake dan Co menjadi sebauh kata
yaitu Sakeco. Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa kata sakeco telah ada
sebelum masuknya Islam ke tana Samawa dan tak mungkin istilah tersebut
bentukan dari nama dua orang tersebut. Kata sakeco dalam tuturan sehari-hari
bahasa Sumbawa tidak ada selain digunakan untuk istilah tersebut, karena itu kata
sakeco perlu ditelusuri lebih jauh keberadaannya. Seni pertunjukan ini mendapat
pengaruh Melayu dan Arab yang merupakan konfigurasi budaya Nusantara. Seni
tabuh berupa rebana kita jumpai hampir disemua daerah di Indonesia dan sejenis
sakeco kita temui dalam seni Kentrung di Jawa Timur.
Sakeco dapat dikategorikan sebagai seni pertunjukan rakyat yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat wong cilik. Kehidupan pertunjukan
sakeco ditunjang oleh penanggapnya, tidak ada penjualan tiket dan jauh dari seni
komersial. Dalam pertunjukan lawas sakeco antara pemain dengan penonton
seakan tidak ada jarak, ikatan emosional pemain dan penonton begitu dekat.
Sakeco dalam pertunjukannya menampilkan cerita rakyat berupa legenda,
peristiwa sejarah atau kejadian-kejadian dalam kehidupan masyarakat yang
digubah ke dalam lawas tutir (cerita). Tutir yang berupa lawas disampaikan
menggunakan temung yang disesuaikan dengan isi tutir itu sendiri sedih, gembira
mereka sampaikan dengan penuh ekspresi. Selain itu dalam masyarakat Samawa
juga dikenal seni bakelong, bentuk penyampaian elong (Bugis) yang juga
dipadukan dengan lawas Samawa. Seni petunjukan ini juga cukup diminati oleh
masyarakat Sumbawa. Seni pertunjukan di Nusantara telah mampu tumbuh dan
beralkulturasi di daerah baru sebagai wujud keindonesian.
Contohnya :
Kajiranan po sia e
Mufakat tau telu nan
Beling koa Kaki Ranggo
Oe Garantung balong ate
Saboe pangeto mu balong
Coba tupina batu gong
Ada detu bilin mate
Lemanaka(ta) lupa kita
Dadi sajara pang mudi
Masa si era ya bangun
Dadi tokal pariwisata
Kunjungan ling s area tau
Artinya :
Setelah itu ya Tuan
Bermufakat mereka bertiga
Kaki Ranggo berkata
Wahai Garantung yang baik hati
Mari amalkan pengetahuanmu
Coba kita buat batu gong
Agar ada yang kita tinggalkan mati
Kita tidak akan dilupakan
Nantinya akan menjadi sejarah
Diakhir masa nanti dibangun
Jadi tempat pariwisata
https://sumbawakab.go.id/seni-sastra.html
https://ilmuseni.com/seni-sastra/seni-sastra-sumbawa
http://kemassamawimultiproduction.blogspot.com/2009/05/lawas-dalam-
kehidupan-masyarakat.html
http://dhayesamantha.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x_2682.html
http://ngulatiwangsa.blogspot.com/2014/03/sastra-lisan-sumbawa.html