Anda di halaman 1dari 13

SENI SASTRA SUMBAWA

A. LAWAS
PENGERTIAN DAN SEJARAH

Lawas secara umum dapat diartikan sebagai puisi tradisonal Samawa yang
terdiri dari tiga baris setiap bait, diungkapkan secara lisan dengan menggunakan
bahasa-bahasa yang indah, biasanya disampaikan pada saat-saat tertentu, baik
secara individu maupun berkelompok. Lawas bagi masyarakat Sumbawa bukan
sekadar seni sastra, namun Lawas juga sebagai media hiburan yang dapat
dipertunjukkan dan atau dipertontonkan. Lawas diwariskan dan diturunkan dalam
bentuk lisan.
Pemunculan karya seni lawas di Sumbawa tidak diketahui secara pasti dari
mana dimulai. Namun, diperkirakan seni lawas mulai muncul karena peran
pembantu-pembantu dari Sulatan Sumbawa yang pulang berguru dan belajar
agama islam di Aceh. Para pembantu Sultan tersebut mengajak para ulama dan
pujangga penyebar agama islam datang ke Sumbawa. Kemudian para pujangga
tersebut membuat syair yang selanjtnya di sebut lawas.
Lawas pertama muncul di masa kesultanan sumbawa, yaitu diciptakan
oleh ulama sekagus budayawan sumbawa H. Muhammad Amin Dea Kadi dengan
nama “Lawas Pamuji” atau “Lawas Aherat”. Lawas ini ditulis dengan huruf Arab
Melayu berbahasa sumbawa yang terdiri dari 190 bait dan saling terkait secara
teratur (bariri). Lawas ini dipakai menjadi media pembelajaran dalam memahami
agama islam.
Mengumandangkan lawas itu tergantung pada waktu lawas itu
ditembangkan (Konsep Kewaktuan). Ulan atau langgan lawas itu terbagi atas tiga
bagian :
1. Lawas Ulan Siup
Lawas ulan Siup adalah Lawas yang disampaikan pada pagi hari dengan
menggunakan irama dan tempo lagu yang lembut. Lawas ini biasanya
disampaikan saat para petani akan berangkat ke sawah/lading atau saat orang-
orang sedang menanam padi atau menuai padi secara beramai-ramai di pagi hari
sekitar pukul 08.00-10.00 Wita.
Contoh :
Ya mu buya Ijo Godong Kau cari si hijau daun.
Puin Palemar Parai Pohon yang penuh dengan air.
Ta Pola Adal Nenrang Jong Ini karena embun yang menetes

Akusi Datang Nenrang Jong Aku yang datang menetes.


Lamin Tenrang Baeng Desa Bila ramah seisi kampung.
Pitu Ten Nosi Kumole Tujuh tahun tak kupulang.

Setelah dua bait Lawas di atas, maka Lawas selanjutnya bisa apa saja
tergantung situasi dan kondisi emosi dan perasaan si pelantun Lawas.

Kakendung Ling Kuandi E Terlanjur kuucapkan adinda.


Kupina Pangasa Kau Kau yang kuharapkan.
No Tutu Sai Yabola Tak tahu siapa yang berdusta.

2. Lawas Ulan Panas Ano


Lawas Ulan Panas Ano adalah Lawas yang disampaikan pada saat siang
hari, saat matahari sedang terik/ panas-panasnya. Lawas Ulan Panas Ano berirama
dan bertempo tinggi sebagai gambaran semangat. Lawas Ulan Panas Ano
disampaikan pada siang hari sekitar pukul 13.00-15.00 Wita.
Contoh :
Kakendung Ling Kuandi E Terlanjur ucapku wahai adinda.
Kupina Pangasa Kau Menaruh harapan kepadamu.
Sipak Lalo Gandeng Jangi Tak tahunya kamu setengah hati.
Kasijangi Ku Ke Kau Kuberharap berjodoh denganmu.
Mikir Ate Totang Rara Hatiku mikir aku miskin.
Leng To Diri Melasakan Tahu diri tak punya apa-apa
Melasakan Nanta Rara Merana karena miskin.
Ngining Buya Tuyapendi Mencari orang yang mengasihan.
Kamina Tingi Konang Mal Pamanda mulia tapi malu.

3. Lawas Ulan Rawi Ano


Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas yang disampaikan sore hari, selepas
shalat Asar. Lawas Ulan Rawi Ano berirama sendu dan tempo mulai turun
dibandingkan dengan Lawas Ulan Panas Ano. Lawas Ulan Rawi Ano biasanya
menggambarkan sebuah kesedihan atau pun kebahagiaan. Kondisi sedih dan
bahagia bisa terjadi, jika sipelantun Lawas laki-laki diterima oleh pelantun Lawas
wanita. Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas penutup untuk pekerjaan Mataq
Rame (panen raya) pada hari itu. Berikut adalah petikan Lawas Ulan Rawi Ano.
Contoh :
Pina ne Anak tungining Melangkahlah si Anak merana.
Tili ano gama mega Tutuplah mentari wahai awan. Agar
Lema rep sakiki rara teduh si miskin bernaung.

Rara inaqku sapuan Miskin ibuku dahulu. Tiada teman


Nosoda dengan kamikir berpikir. Padaku hanya bersama
Pang aku dua ke leno bayangan.

Muto beling gama leno Bicaralah wahai bayangan. Tolonglah


Lema tulung aku mikir aku berpikir. Hanya engkau yang
Kau baesi kuasa kuharapkan.

PEMBAGIAN LAWAS
Pembagian lawas itu pada umumnya terdiri dari :
1. Lawas Tau Ode (Anak-anak)
Lawas tau ode mengedepankan tentang dunia anak-anak yang penuh
keceriaan, kegembiraan dan sukacita.
Contoh :
Ma tunung adi ma tunung Mari tidur adik marilah tidur
Meleng tunung kubeang me Bangun tidur kuberi nasi
Jangan jadi kembo kopang Campur susu kerbau yang sehat

2. Lawas Taruna-Dedara

Lawas muda-mudi (taruna dadara) yang intinya berkisar sekitar


perkenalan, percintaan, berkasih-kasihan, perpisahan beriba hati. Bila bertemu
antara jejaka dan gadis ketika menanam atau di saat memotong padi di sawah,
dikala menonton keramaian kerapan kerbau atau permainan barempuk,
diantaranya terjadi terjadi pertautan batin, tapi mereka belum berkenalan masih
dalam fase memendam perasaan, maka terjadilah suatu kelumrahan seperti
tercermin pada lawas berikut ini :

Rea niat ku pe andi


Sate ku riam ke kau
Sanapat gama we untung
Sarates pangeneng sia
Saribu pamelang kaku
Ampin mo sanak salaki

3. Lawas Tau Loka ( dewasa)

Lawas tau loka (orang tua) berintikan nasihat, agama dan filsafat. Lawas
orang tua bersifat didaktis berisi pelajaran dan sebagian lagi berintikan agama.

Contoh :

Pati pelajar we ate Patuhi ajaran duhai sukma


Namu pina boat lenge Jangan tunaikan laku buruk
Pola tu leng desa tau Tahu diri dirantau orang
FUNGSI LAWAS

1. Media Hiburan

Lawas sebagai sastra tutur pada masyarakat sumbawa secara umum juga
berfungsi sebagai media hiburan. Karena ini merupakan rukh dari sebuah karya
sastra. Lawas dapat dikemas dalam bentuk tampilan sakeco, ngumang,
rabalas lawas, langko dan lain-lain yang merupakan konsumsi hiburan
masyarakat. Dalam fungsinya sebagai hiburan lazimnya lawas yang dibawakan
srlalu berisikan lelucon dan kelakar bahkan biasanya menggoda atau
mengganggu orang lain. Menggangu orang lain yang dimaksud dalam hal ini
adalah membangkitkan semangat dan gairahnya yang mungkin tadinya kelihatan
kurang semangat mengikuti acara

2. Pembuka perhelatan / Acara

Sebuah acara baik itu acara upacara adat. Kegiatan sosial kemasyarakatan ataupun
permainan rakyat, biasanya juga dibuka dengan bahasa lawas sebagai salah satu
upaya dalam menempatkan ciri-ciri budaya lokal dalam kehidupan masyarakat
sumbawa

3. Media informasi dan promosi

Lawas sebagai salah satu sastra lisan di sumbawa yang sudah menyatu
dengan kehidupan sosial masyarakat sangat berperan dalam proses transformasi
nilai budaya, penyebaran informasi dan sebaga sarana pendidikan. Seperti lawa
pamuji dan lawas tuter nabi Muhammad yang merupakan sebuah bentuk
informasi pendidikan agama yang menggunakan media lawas. Pada era tahun
1950an dan 1960an lawas pun juga digunakan sebagai sarana promosi partai
politik. Dewasa ini pun tak jarang kita lihat papan-papan yang berisi promosi
pembangunan didaerah juga menggunakan lawas.

4. Fungsi Edukatif
Nilai edukatif dalam lawas hampir tidak terlepas dalam setiap jenis lawas
(lawas nasehat, lawas cinta dan lawas anak-anak), kaena kalau dicermati secara
teliti setiap jenis lawas akan tetap mengandung nilai pendidikan. Nilai-nilai
tersebut dipoles dengan gaya bahasa yang indah walaupun itu isinya berupa
kritikan tajam ataupun motivasi. Tata cara dalam bahasa itulah yang mengedukasi
kita tentang tata cara atau etika komunikasi kepada sesama.

RAGAM PENYAMPAIAN LAWAS DI SUMBAWA

1. Gandang

Gandang adalah lawas yang dilantunkan oleh sekelompok orang dengan


diiringi alat musik seruling (Serunai) atau pukuan alu pada lesung (nuja rame).
Apabila sekelompok perjaka dan gadis melantunkan Gandang dengan iringan
seruling atau serune maka dinamakan dengan Gandang Suling, namun apabila di
diiringi dengan pukulan alu pada lesung (nisung) disebt dengan Gandang Nuja
(nuja rame).
Gandang suling biasanya dilantunkan dalam suasana gembira karena hasil
panen yang berlimpah, oleh sebab itu lawas-lawas yang dilantunkan biasanya
merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan YME. Gandang suling juga
dilantunkan pada malam hari oleh dua orang pemuda yang salah satunya sedang
jatuh cinta dan biasanya dilantunkan ditengah sawah saat menjelang padi
menguning atau di tempat yang dekat dengan rumah si gadis yang diincar oleh
pemuda tersebut. Lawas yang diungkapkan merupakan ungkapan kasih sayang,
cinta dan janji-janji sang pemuda kepada sang gadis
Gandang nuja hanya dilakukan pada saat para wanita sedang bergotong
royong menumbuk padi di halaman rumah kala bulan terang benderang. Pekerjaan
ini dilakukan oleh para wanita untuk membantu tetangga menyiapkan beras ketan
yang akan digunakan untuk hajatan. Pada saat seperti ini, biasanya jejaka akan
datang menyaksikan sambil memperhatkan siapa yang akan dijadikan pasangan
hidupnya (mencari jodoh). Lawas-lawas yang dilantunkan biasanya adalah lawas
muda-mudi yang berisi tentang sindiran, ejekan dan ungkapan-ungkapan rasa
cinta.
Contoh :
Ajan sampama kulalo Seandainya aku bertandang
Kutarepa bale andi Mampir dirumah adinda
Beling ke rua e nanta Adakah gerangan belas kasihan
Lamin tetapmo pang sia Kalau tetap pendirian
Bose sangangkang let rea Kayuhlah dayung ke samudra
Naq beang bilu lako len Jangan berpaling pada yang lain

2. Saketa
Saketa adalah lawas yag disampaikan oleh sekelompok orang sebagai
pernyataan kegirangan atau pembangkit semangat saat mengadakan permainan
rakyat atau bergotongroyong membangun rumah, mengangkut kayu besar dll.
Ditengah-tengah orang yang sedang ber Saketa biasanya muncul salah seorang
yang mengumandangka lawas Saketa dan kemudian disambut serempak oleh
anggota kelompok/ rombongan dengan suara “ho..bam..baho..bam..” dan
seterusnya. Suara-suara pemberi semangat ini disebut dengan “Gero/Bagero”.
Lawas Saketa yang di rangkaikan denga Gero dilakukan untuk menyelesaikan
pekerjaan berat, Barapan Kebo, permainan rakyat Barempuk (tinju ala Sumbawa).
Saketa dan bagero digunakan untuk upacara mengiring pengantin (iring
pangantan) dari rumah pihak laki-laki kerumah calon pengantn wanita.
Contoh :
Pangantan ntek rawi ano Pengantin berangkat sore hari
Iring leng mayung satupang Diiringi serombongan kijang
Lamin no buta ba tempang Kalau tidak buta ya pincang
Tuk tak ne mayung Tuk tak wahai kijang
Jontal setetak jadi payung Lontar sepotong jadi payung
(suara rombongan
“ho..bam..baho..bam)

3.Ngumang
Seorang pria yang menembangkan Lawas dengan lantang sambil
mengacungkan dan atau merentangkan kedua tangannya, di salah satu tangannya
memegang Mangkar (cambuk khas Sumbawa yang khusus digunakan untuk
menghalau kerbau pada saat “Barapan Kebo” karapan kerbau) sambil menari
mengelilingi arena. Ngumang hanya dilakukan pada saat Barapan Kebo, Maen
Jaran dan Barampok.
Ngumang dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan kegembiraan
karena telah menang, baik pada saat Barapan Kebo maupun pada saat Barampok.
Ngumang juga bertujuan untuk memberikan semangat kepada peserta Barapan
Kebo dan Barampok sekaligus juga berfungsi untuk memperkenalkan diri kepada
penonton. Peserta yang menang biasanya akan Ngumang dan menyampaikan
Lawas. Lawas Ngumang bisa seperti petikan Lawas berikut.
Ala e sai nongka tan Siapakah yang belum mengenal
Makatoan lako aku Tanyalah padaku
Sa nya baing Gila Roda Inilah pemilik Gila Roda ‘nama kerbau’
4.Badede
Badede adalah menembangkan Lawas yang ditujukan untuk Anak
menjelang tidur atau saat pangantin sedang Barodak ‘luluran’. Lawas yang biasa
dinyanyikan oleh seorang ibu atau kakak yang sedang menina-bobokan atau
mengasuh bayi disebut (Badede Anak). Lawas yang dilantunkan pada saat Badede
Anak bertemakan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa agar Anak yang
diasuh dapat panjang umur, berguna bagi orang tua, masyarakat, nusa dan bangsa
serta agama. Badede Anak disebut juga Lawas Kembang-Kembong. Lawas yang
digunakan pada saat Badede Anak tidak sama, tergantung pada umur dan pada
tempat dimana Anak ditidurkan. Perbedaan itu terlihat pada irama dan kata-kata
dari Lawas yang digunakan. Berikut ini contoh Lawas yang biasa digunakan pada
kegiatan Badede Anak.
Matunung adi matunung Mari tidur adik mari tidur
Meleng tunung kubeang me Bangun tidur kuberi nasi
Jangan jadi kembo kopang Ikan susu kerbau sehat

Adi ode dalam bilik Adik Mungil dalam kamar


Nyentik ima poyong mama Lentik indah jemarimu
Sadua kita gamandi Kita ini hanya berdua wahai adinda

Badede Adat hanya berkembang di kalangan bangsawan Samawa


(Sumbawa). Badede Adat dilaksAnakan pada saat upacara perkawinan dan Sunat
Rasul (khitanan). Badede Adat ditembangkan oleh beberapa wanita sambil
membunyikan Kosok Kancing (sejenis marakas). Badede Adat dilantunkan dalam
suasana yang relegius dan dihajatkan agar mereka yang menerima acara ini dalam
keadaan selamat serta tidak mudah diganggu makhluk halus.
Salah satu upacara yang diiringi Badede Adat adalah pada saat kegiatan
Barodak (luluran pengantin, baik pria maupun wanita) keluarga bangsawan.
Pengantin pada saat mau di-Odak (dilulur), maka sekelompok wanita
melantunkan Lawas Badede Adat. Lawas yang dilantunkan pada saat Barodak
adalah sebagai berikut.

Dede Intan Mua Dewa Duhai sayang duhai para Dewa


Mua Bulaeng Do Nanta Wahai permata duhai saying
Penangmo Intan Manmo Nanges Tenanglah sayang jangan menangis
Lamin Leq Tawar Ate Bila lama kau menangis
Dome No Mane Parana Andaikan tidak merusak tubuh
Siong Untung Sama Rela Bukanlah jodoh sama rela
Untung Tusaling Sasakit Jadinya jodoh pangkal sengsara
Penangmo Intan Manmo Nangis Tenanglah sayang jangan menangis
Beang Boe Ling Tutingi Biarkan habis oleh yang mulia
Kita Tupasodo Rara Kita hanya mendekap dalam
Pasodo Apa Pasodo kemiskinan
Milikilah apa yang kau miliki

6.Basual
Kata basual berasal dari kata sual yang mendapat awalan ba-, sual berarti
soal, sedangkan ba- berarti menjadi. Jadi, basual artinya menyampaikan soal.
Seseorang yang mengajukan soal yakni dengan menyampaikan sampiran dari
sebuah Lawas. Bagi yang hadir dalam kesempatan tersebut dan mengetahui
jawabannya, maka akan segera menjawabnya. Jawaban yang disampaikan adalah
isi dari sampiran yang dikemukakan. Kegiatan Basual dapat dijumpai pada saat
orang sedang membuat atap rumah (Nyantek), panen (Mataq Rame), di rumah
orang yang mau kawin (Montok Basai), dan lain-lain.
Contoh petikan Lawas Sual.
Ayam Buri Desa Utan Ayam burik desa Utan
Parak Ke Desa Samamung Dekat dengan desa Samamung
Ana Badi Kuring Rate Ada badikku di rate
Meporiri Ku Ta Intan Betapalah caraku duhai kekasih
Jarang Kubau Batemung Sangat jarang kita bertemu
Rosa Dadi Rusak Ate Hancur luluh hatiku

Lalo Mancing Ko Pamulung Pergi memancing ke Pamulung


Entek Lako Desa Pungka Naik ke desa pungka
Kupandang Desa Malili Kupandang desa Malili
Lalo Kau Manjeng Urung Pergilah engkau kekasih urung
Kukelek No Balik Bungkak Kupanggil menoleh pun tidak
Mumandang Adasi Lili Kau kawin ada juga penggantim

7.Malangko
Langko merupakan penyampaian Lawas yang dilakukan oleh sekelompok
pemuda dan kelompok pemudi yang saling beradu Lawas cinta. Lawas-Lawas
yang disampaikan dalam Langko berbeda dengan Lawas Sual. pada saat
Malangko, Lawas yang disampaikan harus dijawab dengan Lawas, yang perlu
diperhatikan dalam Malangko adalah langgam lagu Lawas yang dibawakan.
Langgam lagu Langko ini yang sangat diperhatikan oleh si pelantun, selain juga
Lawasnya. Jika tidak mampu mengikuti langgam lagu Langko, maka dianggap
kalah, ditertawakan, dan juga malu. Mereka yang akan ikut Malangko harus
orang-orang yang pandai baLawas dan juga pandai menembangkan langgam
Langko.
Kegiatan Malangko biasanya dimanfaatkan oleh para muda-mudi untuk
mencari jodoh, oleh karena itu muda-mudi di Sumbawa pada waktu itu berusaha
semaksimal mungkin untuk bisa BaLawas. Mereka yang bisa BaLawas di
Sumbawa akan mempunyai pergaulan yang luas.

Putra : Kumulai dengan bismillah


Kusamula Ke Bismillah Kuakhiri dengan wassalam
Kusasuda Ke Wassalam Agar diri jadi selamat
Nan Ke Salamat Parana

Putri: Kabarnya meriah pesta Tuan


Rungan Rame Boat Sia Bergetar tanah Sumbawa
Bagentar Tana Samawa Kini nyatalah sudah
Batomo Nyata Kugita

Putra: Nyata terlihat mata


Tugitaq Nyata Ke Mata Lebat bagai daun beringin
Riam Mara Den Baringin Tidak bohong pembawa berita
No Bola Ne Bawa Rungan

Putri: Tersiar kecantikanmu duhai dinda


Rungan Balongmu Andi E Dari empang ke Sekongkang
Kaleng Empang Ko Tiada tanding tiada banding
Sakongkang
Nomonda Dengan Kubaning

8.Sakeco
Sakeco adalah bentuk penyampaian lawas yang paling digemari oleh
masyarakat Samawa karena isi dan bentuk penyampaiannya yang sangat
komunikatif, dan lawas yang disampaikannya pun dari berbagai jenis dengan
irama temung yang sangat variatif. Sakeco sebagai seni penyampaian lawas
menggunakan rebana sebagai pengiringnya yang selalu menyesuaikan dengan
irama temung.
Pewarisan lawas sebagai puisi lisan dilakukan dari mulut ke mulut sejak
zaman dahulu, pengaruh dan kemajuan zaman menyebabkan pewarisan
disampaikan melalui seni pertunjukan. Pewarisan puisi lisan dalam masyarakat
Sumbawa kini dilakukan dalam bentuk seni pertunjukan seperti pada sakeco.
Sakeco muncul sebagai seni pertunjukan merupakan bentuk perkembangan
dari Ratif yang melantunkan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang diiringi
pukulan rebana. Mengingat ratif yang penuh dakwah menjadikan penonton kurang
terhibur karena syair-syair yang dilantunkan diambil dari Kitab Hadroh yang
berbahasa Arab. Ratif yang penuh dakwah menyebabkan penonton (pendengar)
kurang mendapat hiburan yang sifatnya gembira atau lucu, hal ini menyebabkan
kehadiran lawas sebagai seni pertunjukan lawas mendapat tempat di hati
masyarakat.
Pertunjukan sakeco pertama kali dimainkan oleh dua orang tukang lawas
dari daerah ano rawi (Taliwang) bernama Zakaria dan Syamsuddin. Kedua
pasangan ini selalu tampil melantunkan lawas-lawas Samawa dengan iringan
rebana, pasangan ini dikenal dengan nama Sake (panggilan untuk Zakaria) dan Co
(panggilan untuk Syamsuddin) yang kemudia Sake dan Co menjadi sebauh kata
yaitu Sakeco. Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa kata sakeco telah ada
sebelum masuknya Islam ke tana Samawa dan tak mungkin istilah tersebut
bentukan dari nama dua orang tersebut. Kata sakeco dalam tuturan sehari-hari
bahasa Sumbawa tidak ada selain digunakan untuk istilah tersebut, karena itu kata
sakeco perlu ditelusuri lebih jauh keberadaannya. Seni pertunjukan ini mendapat
pengaruh Melayu dan Arab yang merupakan konfigurasi budaya Nusantara. Seni
tabuh berupa rebana kita jumpai hampir disemua daerah di Indonesia dan sejenis
sakeco kita temui dalam seni Kentrung di Jawa Timur.
Sakeco dapat dikategorikan sebagai seni pertunjukan rakyat yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat wong cilik. Kehidupan pertunjukan
sakeco ditunjang oleh penanggapnya, tidak ada penjualan tiket dan jauh dari seni
komersial. Dalam pertunjukan lawas sakeco antara pemain dengan penonton
seakan tidak ada jarak, ikatan emosional pemain dan penonton begitu dekat.
Sakeco dalam pertunjukannya menampilkan cerita rakyat berupa legenda,
peristiwa sejarah atau kejadian-kejadian dalam kehidupan masyarakat yang
digubah ke dalam lawas tutir (cerita). Tutir yang berupa lawas disampaikan
menggunakan temung yang disesuaikan dengan isi tutir itu sendiri sedih, gembira
mereka sampaikan dengan penuh ekspresi. Selain itu dalam masyarakat Samawa
juga dikenal seni bakelong, bentuk penyampaian elong (Bugis) yang juga
dipadukan dengan lawas Samawa. Seni petunjukan ini juga cukup diminati oleh
masyarakat Sumbawa. Seni pertunjukan di Nusantara telah mampu tumbuh dan
beralkulturasi di daerah baru sebagai wujud keindonesian.

Contohnya :
Kajiranan po sia e
Mufakat tau telu nan
Beling koa Kaki Ranggo
Oe Garantung balong ate
Saboe pangeto mu balong
Coba tupina batu gong
Ada detu bilin mate
Lemanaka(ta) lupa kita
Dadi sajara pang mudi
Masa si era ya bangun
Dadi tokal pariwisata
Kunjungan ling s area tau
Artinya :
Setelah itu ya Tuan
Bermufakat mereka bertiga
Kaki Ranggo berkata
Wahai Garantung yang baik hati
Mari amalkan pengetahuanmu
Coba kita buat batu gong
Agar ada yang kita tinggalkan mati
Kita tidak akan dilupakan
Nantinya akan menjadi sejarah
Diakhir masa nanti dibangun
Jadi tempat pariwisata
https://sumbawakab.go.id/seni-sastra.html

https://ilmuseni.com/seni-sastra/seni-sastra-sumbawa

http://kemassamawimultiproduction.blogspot.com/2009/05/lawas-dalam-
kehidupan-masyarakat.html

http://dhayesamantha.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x_2682.html

http://ngulatiwangsa.blogspot.com/2014/03/sastra-lisan-sumbawa.html

Anda mungkin juga menyukai