Anda di halaman 1dari 10

Lala Buntar/Lala Bunte (Cerita Rakyat Sumbawa)

Pada azaman dahulu kala ada sebuah kerajaan Silang letaknya kira-kira
35 kilometer sebelah timur Sumbawa sekarang, tepatnya di Desa Pamasar di Kecamatan
Plampang. Raja Silang mempunyai seorang putri yang sangat rupawan yang bernama Lala
Buntar atau Lala Bunte panggilan Akrabnya. Diberikan nama demikian oleh ayahnya karena
parasnya yang elok dan rupawan bagaikan bulan purnama ( Buntar dalam bahasa Sumbawa
berarti Purnama ).
Disamping parasnya yang rupawan Lala Bunte juga sangat boto ( Boto berarti
terampil ). Salah satu keterampilannya adalah keahlian menenun kain. Kain tenun hasil
tenunannya sangat indah dengan motif-motif khas yang mempesona, dan tenunannya itu
sangat baik kwalitasnya. Hal ini membuat nama Lala Bunte semakin dikenal diseluruh
pelosok negeri. Karena keterampilannya itu sang ayah sangat menyayangi Lala Bunte
memberikan hadiah kepada puterinya berupa seperangkat alat tenun yang terbuat dari emas.
Mendengar berita tentang Lala Bunte banyaklah putra-putra raja bahkan raja-raja yang
ingin melamar untuk dapat mempersunting Lala Bunte. Pada suatu hari Raja Silang
kedatangan beberapa orang tamu. Ada yang dating dari kerajaan yang ada di Pulau
Sumbawa, bahkan dari luar Sumbawa antara lain kerajaan Gowa.
Mereka semua bermaksud sama yakni untuk meminang Lala Bunte. Hal yang demikian
membuat bingung Raja Silang , terlebih-lebih semua tamu yang dating masing-masing
bersikeras agar niat mereka dikabulkan. Suasana yang tadinya akrab berubah menjadi
panas. Bahkan satu sama lain dari tamu tersebut sudah saling tantang untuk melakukan adu
fisik dan kesktian.
Melihat keadaan seperti itu, Raja Silang berusaha menenangkan keadaan, dengan
cara bijaksana. Raja Silang mengambil keputusan bahwa permintaan dari tamu-tamunya
tidak ada yang diterima maupun ditolak, karena terlebih dahulu akan dirembug dengan
segenap keluarga dan para penasehat termasuk Lala Bunte sendiri. Raja menetapkan waktu
satu minggu itupun digunakan oleh Raja Silang untuk bermusyawarah.
Pada malam pertama dilaksanakannya musyawarah Raja Silang meminta pendapat
putrinya Lala Bunte sebagai putri satu-satunya. Lala Bunte ternyata memiliki pendapat yang
sama sekali berbeda dengan yang diharapkan oleh keluarga. Semua yang hadir dalam
pertemuan merasa terperanjat dengan keinginan Lala Bunte untuk pergi meninggalkan
kerajaan agar perpecahan yang bakal terjadi dapat dihindari. Lala Bunte berpikir bahwa
dengan kepergiannya dari kerajaan akan dapat mencegah terjadinya pertumpahan darah
karena yang diperebutkan sudah tidak ada lagi.
Keputusan Lala Bunte sudah pasti tidak ada yang dapat merubahnya. Dengan berat
hati akhirnya keluarga menyutujui permintaan Lala Bunte. Dengan diiringi oleh para Jowa
Perjaka ( Para pendamping / pengikutnya ), keesokan harinya berangkatlah Lala Bunte
meninggalkan istana dan meninggalkan ayah ibunya. Lala Bunte membawa serta peralatan
tenunnya yang terbuat dari emas.
Dalam perjalanannya Lala Bunte sempat berpikir bahwa kemanapun dia pergi
sepanjang masih dilihat orang maka dirinya tetap akan diperebutkan. Oleh sebab itu tidak
terlalu jauh dari kerajaan, Lala Bunte meminta kepada pengikutnya untuk membuat
timbunan batu dan tanah. Timbunan tanah tersebut dibentuk menyerupai bukit. Ditengah-
tengah timbunan tersebut terdapat ruangan yang ditempati oleh Lala Bunte bersama
pengikutnya. Dipuncak timbunan tersebut dibuatkan lubang dengan maksud agar Lala Bunte
dan pengikutnya yang ada didalam timbunan tersebut dapat bernafas. Salah seorang
pengikutnya tetap berada diluar timbunan yang bertugas untuk menjemput makanan dari
istana kerajaan guna keperluan Lala Bunte.
Satu bulan lamanya didalam timbunan tanah dan batu yang menyerupai bukit itu
menerima makanan yang diantarkan oleh pengikutnya. Pada suatu saat setelah itu, Lala
Bunte dan pengikutnya di dalam sudah tidak lagi muncul untuk menerima pasokan
makanan. Pelayan yang bertugas memasukkan makanan itu berpikir tentunya Lala Bunte
beserta pengikutnya yang ada dalam timbunan tanah dan batu itu telah meninggal. Oleh
pelayan yang diluar , akhirnya lubang yang ada dipuncak bukit tersebut ditutup dan
dibuatkan kuburan diatasnya. Sampai sekarang dapat dilihat tepat diatas sebuah bukit kira-
kira 5 km dari desa Pemasar Kecamatan Plampang.
Pernah dua kali kuburannya ingin di bongkar oleh orang-orang yang mengharap
dapat mengambil emas-emas yang dibawa Lala Bunte beserta pengikutnya akan tetapi selalu
gagal. Mereka yang mencoba untuk mengambilnya selalu berhadapan dengan peristiwa
alam yang sangat keras seperti hujan lebat, kilat dan petir yang menyambar, debu-debu yang
beterbangan dan lain-lain peristiwa alam yang menyeramkan.
cerita santoana di pulau Sumbawa

SANTOANA DI PULAU SUMBAWA

Pang zaman dahulu di Pulau Jawa, hiduplah seekor burung cantik bernama Merak.Bulunya

mengkilat, berwarna indah. Lehernya panjang jenjang dengan kibasan ekor bagaikan kipas.

Merak yang cantik ini mendengar cerita dari teman-temannya sesama burung.

"Ada seekor burung gagah bernama Santoana. Burung ini tinggal di Pulau Sumbawa.

Hanya burung inilah yang pantas menjadi jodohmu. Kamu cantik dan Santoana

gagah"

Hampir setiap hari Merak mendengar kata-kata ini dari teman-temanya. Akhirnya,

pada suatu hari, Merak memutuskan untuk mencari Santoana.

Di suatu pagi yang dingin, Merak pun pergi meninggalkan Pulau Jawa, yang ada

di pikirannya hanyalah Santoana yang tampan. Perjalanan Merak memakan waktu

berhari-hari. Beberapa laut dan pulau sudah dilewati.

Ketika ia bertanya pada burung di setiap pulau, jawabannya selalu sama,

"Terbanglah terus! Pulau itu berada agak jauh ke timur."

Jawaban dari para burung itu tidak membuat Merak putus asa. Ia terus terbang,

terbang sampai akhirnya ia tiba di sebuah pulau yang sangat panjang. Bertanyalah

Merak dengan napas terengah-engah.

"Pulau apakah ini?"

"Ini adalah Pulau Panjang," jawab Camar santun.

"Masih jauhkah tanah Sumbawa?" tanya Merak lagi.

"O, pulau yang terbentang di depan kita itu adalah Pulau Sumbawa.

Mendengar jawaban Camar, Merak pun sangat gembira. Setelah mengucapkan

terima kasih, tanpa merasa lelah dia pun terbang lagi.


Pulau Sumbawa akhirnya berhasil ia pijak. Kini ia tinggal mencari Santoana.

Merak melangkah gemulai di sekitar pantai. Ekornya terkibas, leher jenjangnya

melongok ke kiri dan ke kanan.

Setelah agak lama mengitari pantai bertemulah dia dengan burung hitam besar

yang sedang mencari makan di tepi pantai. Orang Sumbawa menyebutnya

Bongarasang.

Merak mendekat dan menceritakan maksud kedatangannya ke Pulau Sumbawa.

Ia juga bertanya tentang Santoana. Bongarasang sangat terpesona melihat Merak yang

cantik. Timbullah akal liciknya. Bongarasang pura-pura diam dan tertunduk malu.

"Kenapa diam?" tanya Merak tak sabar.

"Aku diam dan malu karena akulah yang kau cari," kata Bongarasang berbohong.

Merak lemas mendengar perkataan Bongarasang.

"Indah kabar daripada rupa," keluhnya kecewa, sebab Bongarasang tidak setampan

yang ia bayangkan.

Akan tetapi, karena sudah niatnya untuk menikah dengan Santoana, akhirnya

Merak menikah dengan Bongarasang yang dianggapnya Santoana.

Waktu pun berlalu. Akhirnya pasangan itu mempunyai anak. Merak dan

Bongarasang berencana mengadakan pesta besar. Bongarasang juga ingin mem-

perkenalkan istrinya yang cantik kepada semua undangan.

Hari pesta pun tiba. Semua undangan berdatangan. Burung tua ketua adat

juga datang. Merak dan anaknya sudah berdandan di tengah ruangan. Semua

tamu memuji kecantikan ibu muda yang berasal dari Pulau Jawa itu. Bongarasang

tersenyum bangga.

Ketika acara gunting bulu untuk keselamatan bayi burung akan dimulai, berkatalah

ketua adat,

"Tunggu sebentar, Santoana belum datang."

Mendengar kata ketua adat itu, seketika wajah Merak berubah merah. Ia sangat
marah kepada suaminya yang telah berbohong. Bongarasang tertunduk takut

Merak menunggu dengan dada berdebar. Seperti apakah gerangan Santoana?

Dari kejauhan, Santoana datang dengan gagahnya. Bulunya indah mengkilat

tertimpa sinar mentari. Suaranya terdengar nyaring. Pinggulnya melenggok dengan

ekor berwarna hijau tua. Berjuntai tertiup angin. Bulu-bulu halus dengan perpaduan

warna yang sangat indah, membungkus badan dan lehernya.

Tiba-tiba Merak terbang meninggalkan keramaian pesta. Hatinya sakit tak terkira

menyangka kalau selama ini dia sudah dibohongi. Sambil menitikkan air mata, ia

melantunkan lagu sedih daerah Sumbawa.

Kulempat let biru do,

Ku buya sanak parana

Kudapat taruna kokoh

(Kulewati beberapa pulau dan samudra, untuk mendapat jodoh yang sepadan,

namun bertemu dengan lelaki pembohong)

Akhirnya Merak meninggalkan Pulau Sumbawa dengan perasaan malu dan

kecewa. Anaknya ikut malu dan bersembunyi di dalam tanah. Sampai sekarang anak

burung itu tetap bersarang di dalam tanah. Namanya Bartong. Santoana kemudian

dikenal dengan nama Ayam hutan.

Menurut cerita, itulah sebabnya burung Merak tidak ada di Pulau Sumbawa sampai

sekarang.

Diposting oleh edi rizkyman di 09.12 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Rabu, 12 November 2014


Cerita Tanjung Menagis di Sumbawa
Tanjung menangis yanansi singen tanjung pang ano siup semawa. Pang samandunung ana, anak dadara Datu

Samawa ya kena leng penyakit ade nonda sopo- sopo tau pang Samawa ade bau seterang na. Datu Samawa

kamo lalo lako datu Dompu, datu Bima ya buya sandro rea ade bau seterang anak na. sepida-

pida mobulan sakit, tapi no poda tau atawa sandro ade bau seterang na. Sopo ano, DatuSamawa pina

pasamada lako sarea tau pang Samawa luk ya buya tau ade bau saterang penyakit anak na. sai-sai tau

bau seterang anak na, lamen soai ya senadi anak Datu, lamen selaki ya senadi nantu ya senika ke anak

na. rungan reata napat jangka Datu setoe let, Datu Ujung Pandang. Sepida-pida tau, sepida- pida sandro

datang lako pang Datu Samawa ya gita anak dadara Datu samawatapi nopoda satau-tau ade bau seterang na.

Sopo ano, ada mo tau loka datang lako pang Datu Samawa. Tau ta ya sepan diri datang kaleng Ujung

Pandang, kamenong rungan luk anak dadara Datu Samawa ya kena leng sakit keras. Kaleng diri datang sate

ya roba medo anak Datu na kena roa ada berkat Nene koasa. Kewa koasa Allah Ta'ala, ola ima ke pangeto

Daeng Ujung Pandang ta, anak dadara Datu Samawa bau sehat mara biasa. Dapat mo masa ya tagi jangi

Datuluk sai-sai tau bau saterang anak na, lamen selaki ya sanika ke anak na. benru ya gita

kebali Daeng Ujung Pandang nan, loka, rongko, no roa ate Datu Samawa ya sanika ke anakna. Kaleng

beling Datu ke Daeng Ujung Pandang luk sate ya satukar hadia na. No dadi ya sanika ke anak

na, tapi ya beang harta meloe-loe ya sate. Daeng Ujung Pandang no roa, kaleng mole rebalik ko Ujung

Pandang kewa sampan ode belabu pang Tanjung Menangis. Anak dadara Datu Samawa, ya laloturet Daeng

Ujung Pandang ko palabu kaleng ya gita Daeng loka rongko nanbenru entek ko bao sampan teres beroba jadi

tau teruna gera nonda jangka. Kaleng nangis anak dadara Datu Samawa ya pedi diri kewa rasa ate lako

daeng Ujung Pandang. rena nangis, berari ya turet sampan Daeng Ujung Pandang jangka tenga let no pato

diri nyelam, kaleng mate pang tenga let rena nangis. Kaleng tuter ta, nan bua ya sa singin tanjung ta tanjung

menangis.
Diposting oleh edi rizkyman di 04.26 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
fosil-fosil batu balo
Diposting oleh edi rizkyman di 04.13 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest

batu balo

batu balo di desa Empang kecamatan empang

Diposting oleh edi rizkyman di 04.09 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest

Batu Balo Di Desa Empang

Pang jaman dunung telas sopo raja pang bagian timur tana samawa basingin Raja

Kepe. Raja Kepe ta ada anak dadara sopo basingin Dara Belang ade sate ya sukat ke sopo raja

kaleng Garegat basingin Balo Kuntung kaleng lit gunung Tambora. Balo kuntung ke inak

bapa sanak sempu rowe beka ta ya lalo nyorong lako lit luar ya nan si bale Raja Kepe, siap

mo ya iring ke gong genang rabana sakeco tamba mo ke sarea emas pameli tawa Dara

Belang. Peno tawu ade ka lalo pang palangan nan ke sarea pari, pakek, sarea isi lit. Pang

dalam palangan Balo Kuntung ta ya dapat peno bala kaleng nene kuasa ya nan si umak rea ke

sarea angin guntir gelap. Nongka ya putis niat Balo Kuntung ya sanapat niat ka hajat lako

Dara Belang.

Dapat mo dalam palangan Balo Kuntung barenang ke sarea inaqbapak sanak sempu

rowe beka pang ola ling no bau ya lawan ka rea umak lit luar, kareng beling sanak salaki Balo
Kuntung ya katoan palangan ta ya tu sateris ke apa makin parak katokal kami ta makin rea

bade ta, kareng ya samung ling Balo Kuntung kam kendung niat ate tu balangan lalo

nyorong sanak e, na mu melong lako mudi, sateris gama palangan kami ta mana santung ling

kami dadi batu tenga lit, sateris mo palangan kami ta ma lema tu dapat katokal tu.

Balo Kuntung ya sateris mo palangan lako bale Dara Belang ke sarea inaq bapa sanak

sempu rowe beka ke sarea tawu ka nurit ya nan si sarea isi lit nan, dapat mo dalam palangan

Balo Kuntung ke sarea tawu ka lalo nyorong nan kena ling bala rea kabenar ya nan si toar ai

lit, ka sarea ade ka nurit dalam palangan nan sate ya remalik lako bale para no ya sateris

palangan. Beling Balo Kuntung lako inaq bapa sanak sempu rowe beka ke sarea tawu ka nurit

nan luk remalik mo lako desa darat tu, bantal mo jangi ta tu nyorong lako bale Dara Belang.

Benru ya balik mo bungkak sarea tawu nurit ka bawa gong, genang, rabana sakeco nan boe

dadi batu, nonda ka teda sarea boe dadi batu ya nan si ampo inak bapak sanak sempu rowe

beka Balo Kuntung ampo ta.

Ka menong rungan luk Balo Kuntung ke sarea inaq bapak dadi batu kareng Dara

Belang nangis ya bolang diri lako lit sambil kaserak rena nangisling nongka dapat ling rasate

bau ketemung ke Balo Kuntung ta.

Anda mungkin juga menyukai