Nama
ini di ambil dari sebuah legenda rakyat tentang seorang putri raja Sumbawa yang tidak
mendapatkan restu dari raja untuk perkawinannya dengan seorang pemuda berasal dari Ujung
Pandang yang telah menyembuhkan penyakit misteriusnya. Di akhir cerita, Daeng Ujung Pandang
menuju ke tanjung untuk kembali ke daerah asalnya dengan kecewa, dan sang putri menyusul
Daeng Ujung Pandang ke Tanjung tersebut. Saat putri Datu Samawa tiba di ujung tanjung,, saat itu
pula Daeng Ujung Pandang baru saja menaiki sampannya. Atas kekuasaan Allah, Daeng Ujung
Pandang yang tua renta tersebut berubah menjadi pemuda yang tampan tiada taranya ketika telah
Melihat hal tersebut, putri Datu Samawa menangis, menyesali keputusan yang diambil ayahnya
serta menangisi betapa tersiksa rasanya ditinggal seseorang yang baru ia cintai, Daeng Ujung
Pandang. Sambil menangis, putri berlari menyusul sampan Daeng Ujung Pandang hingga tengah
laut tanpa menyadari ia mulai tenggelam. Hal ini menyebabkan Tuan Putri Datu Samawa meninggal
di tengah laut sambil menangis. Akhirnya, hingga kini tanjung tempat dimana putri dan Daeng Ujung
Pandang berpisah tersebut dinamakan Tanjung Menangis untuk mengenang kisah tragis antara
Tanjung menangis ya nan si singen tanjung pang ano siup semawa. Pang saman dunung ana,
anak dadara Datu Samawa ya kena leng penyakit ade nonda sopo- sopo tau pang Samawa ade
bau seterang na. Datu Samawa kamo lalo lako datu Dompu, datu Bima ya buya sandro
rea ade bau seterang anak na. sepida-pida mo bulan sakit, tapi no poda tau atawa sandro
ade bau seterang na. Sopo ano, Datu Samawa pina pasamada lako sarea tau pang Samawa luk
ya buya tau ade bau saterang penyakit anak na. sai-sai tau bau seterang anak na,
lamen soai ya senadi anak Datu, lamen selaki ya senadi nantu ya senika ke anak na. rungan
rea ta napat jangka Datu setoe let, Datu Ujung Pandang. Sepida-pida tau, sepida- pida sandro
datang lako pang Datu Samawa ya gita anak dadara Datu samawa tapi nopoda satau-tau ade
bau seterang na. Sopo ano, ada mo tau loka datang lako pang Datu Samawa. Tau ta ya sepan
diri datang kaleng Ujung Pandang, kamenong rungan luk anak dadara Datu Samawa ya kena
leng sakit keras. Kaleng diri datang sate ya roba medo anak Datu na kena roa ada berkat Nene
koasa. Kewa koasa Allah Ta'ala, ola ima ke pangeto Daeng Ujung Pandang ta, anak dadara
Datu Samawa bau sehat mara biasa.
Dapat mo masa ya tagi jangi Datuluk sai-sai tau bau saterang anak na, lamen selaki ya
sanika ke anak na. benru ya gita kebali Daeng Ujung Pandang nan, loka, rengko, no roa
ate Datu Samawa ya sanika ke anak na. Kaleng beling Datu ke Daeng Ujung
Pandang luk sate ya satukar hadia na. No dadi ya sanika ke anak na, tapi ya beang
harta meloe-loe ya sate. Daeng Ujung Pandang no roa, kaleng mole rebalik ko Ujung
Pandang kewa sampan ode belabu pang Tanjung Menangis. Anak dadara Datu Samawa, ya
lalo turet Daeng Ujung Pandang ko palabu kaleng ya gita Daeng loka,rengko nan benru entek
ko bao sampan teres beroba jadi tau teruna gera nonda jangka. Kaleng nangis anak dadara
Datu Samawa ya pedi diri kewa rasa ate lako daeng Ujung Pandang. rena nangis, berari ya
turet sampan Daeng Ujung Pandang jangka tenga let no pato diri nyelam, kaleng mate pang
tenga let rena nangis. Kaleng tuter ta, nan bua ya sa singin tanjung ta tanjung menangis.
Tanjung Menangis
Dahulu kala, di pulau Sumbawa bagian timur. Hiduplah seorang
putri raja cantik jelita bernama Putri Lala Mas Bulaeng. Kehidupan
istana kerajaan yang indah dan tenteram berubah menjadi suram
dan menyesakkan sejak sang putri menderita sakit misterius yang
sulit disembuhkan.
Datu Samawa, sang raja tentu tidak tinggal diam
menyaksikan penderitaan yang dialami putri kesayangannya
tersebut. Ia tak kenal lelah pergi ke berbagai tempat untuk mencari
tabib sakti yang dapat menyembuhkan putrinya tersebut. Ia pergi
menemui Datu Bima, sahabatnya. Ia juga tak segan meminta
pertolongan Datu Dompu, sahabatnya yang lain untuk meminta
pengobatan, namun hasilnya nol. Putri Lala Mas Bulaeng masih
menderita.
“Bersabarlah anakku, besok Ayahanda akan membuka
sayembara yang akan kita sebar ke seluruh pelosok negeri agar
tabib-tabib sakti bisa hadir kemari dan menyembuhkan
dirimu,”hibur raja pada putrinya. Putri Lala Mas Bulaeng
mengangguk takjub. Betapa besar cinta sang ayahanda hingga
segala cara ia tempuh demi kesembuhan dirinya.
Keesokan harinya, para prajurit kerajaan menyebar ke
pengumuman ke berbagai tempat. Barang siapa yang bisa
menyembuhkan sang putri akan mendapat hadiah luar biasa. Jika
perempuan akan dijadikan anak angkat raja namun jika laki-laki
maka akan dijadikan menantunya atau menjadi suami sang putri.
Pengumuman tersebut akhirnya menyebar hingga ke negeri
seberang. Salah satunya sampai ke telinga orang sakti yang
mengaku bernama Daeng Ujung Pandang yang berasal dari pulau
Sulawesi. Ia adalah tabib tua yang berjalan dengan terbungkuk-
bungkuk. Sekilas cukup menyedihkan melihat kondisinya
tersebut.
“Saya akan coba menyembuhkan sang putri. Jika Tuhan
mengijinkan mudah-mudahan ia bisa sembuh seperti sedia
kala,”ucap Daeng Ujung Pandang seraya memohon ijin pada raja
untuk mulai bekerja menyembuhkan sang putri. Raja dengan
senang hati mempersilahkan. Untuk beberapa lama ia harus sabar
menunggu apakah usaha tersebut berhasil atau tidak.
Ternyata putri berhasil disembuhkan. Maka Datu Samawa
harus menepati janjinya untuk menikahkan putrinya tersebut
dengan Daeng Ujung Pandang. Namun tiba-tiba saja pikirannya
berubah. Ia merasa tidak rela untuk menikahkan putrinya yang
masih muda dan cantik jelita itu dengan orang tua seperti Daeng
Ujung Pandang.
“Kau tidak jadi aku nikahkan dengan putriku, Tuan. Tapi
kau boleh meminta harta benda sebanyak yang kau mau. Aku
akan siap menyediakan,”jelas Datu Samawa tanpa rasa bersalah.
“Maafkan saya Baginda. Saya tidak membutuhkan harta
benda apapun. Saya hanya ingin menikahi tuan putri sesuai janji
paduka dulu. Itulah tujuan utama saya mengikuti sayembara ini.
Jadi saya minta maaf tidak bisa menerima hadiah dari
paduka,”jawab Daeng Ujung Pandang sambil pamit pulang kembali
ke negerinya.
Ia lalu pergi menuju ke sebuah tanjung, tempat sampan
kecil miliknya bersandar di pelabuhan. Ternyata di kejauhan sana,
Putri Lala Mas Bulaeng berlari mengejar dirinya. Sang putri
rupanya tidak tega melihat kekecewaan kakek tersebut yang tidak
diijinkan ayahnya menikahi dirinya. Namun ia sedikit terlambat
karena ketika tiba Daeng Ujung Pandang telah mengayuh
sampannya ke laut lepas untuk kembali ke negeri tempat
tinggalnya.
Namun Sang putri sempat menyaksikan bagaimana sosok tua
renta itu tiba-tiba berubah menjadi seorang pemuda yang sangat
tampan ketika ia menginjakan kakinya di dalam sampan. Sekarang
putri jadi tahu bahwa ayahnya telah salah mengambil keputusan.
Ia hanya melihat seseorang dari sosok luarnya saja. Padahal Daeng
Ujung Pandang adalah seorang pemuda yang tampan dan baik
hati.
Putri Lala Mas Bulaeng lalu mencoba untuk menyusul Daeng
Ujung Pandang yang telah pergi menjauh ke tengah laut. Air mata
bercucuran membasahi pipinya yang halus hingga tidak terasa ia
tergulung ombak dan meninggal di tempat itu. Untuk mengenang
peristiwa tersebut, tanjung tempat berpisah keduanya itu diberi
nama Tanjung Menangis.
Bahasa Sumbawa
Lala Bunte
Terima kasih
Bahasa Indonesia