Anda di halaman 1dari 1

LEGENDA DAMPO AWANG

Pada zaman dahulu, sekitar pada tahun 1500-an di sebuah Desa Tasik Agung,
Rembang, Jawa Tengah hidup seorang ibu janda bernama Mai Lae yang memiliki 3 anak
laki-laki, anak sulung bernama Dampo Awang, anak kedua bernama Dampo Awung, dan
anak bontot bernama Dampo Awing. Mai Lae dan ketiga orang anaknya hidup dengan serba
kekurangan. Mai Lea bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan yang tak mentu,
dan dengan penuh usaha Mai Lea mendidik dan menghidupi ketiga anaknya karena, suami
dari Mai Lea sudah meninggal karena tenggelam saat berangkat berlayar.
Dalam mendidik ketiga putranya sangat disiplin namun penuh kasih saying sehingga
membentuk karakter ketiga anaknya, si sulung Dampo Awang memiliki karakter pekerja
keras dan sangat ambisius, Dampo Awung memiliki karakter penyayang, Dampo Awing
memiliki karakter kebijaksanaan. Dan ketiga saudara itu hidup dengan rukun.
Pada saat sudah dewasa ketiga anaknya sudah menentukan mau menjadi apa dan
Dampo Awang memilih merantau demi mewujudkan ambisinya menjadi orang kaya, Dampo
Awing memilih bekerja dirumah supaya bias merawat ibunya, dan Dampo Awing memilih
berjualan kue. Ketika Dampo Awang hendak pergi melaut berpamitan dengan ibunya Dampo
Awang
“Ibu doakan aku ya agar menjadi pelaut yang berhasil dan kaya raya, aku tidak
akan pulang sebelum bisa menjadi saudagar kaya” sang ibu menjawab “Iya nak doa ibu
selalu menyertaimu, ini aku berikan cincin emas satu-satunya milik ibu pemberian
ayahmu dulu untuk bekal mu   merantau”, “Terimakasih ibu aku tidak akan pernah
melupakan jasa-jasa mu dalam hidupku”  ujar Dampo Awang.
Beberapa saat berlalu, Dampo Awang pun menjadi seorang kaya raya dan kembali
ke desa Tasik Agung untuk memamerkan kekayaannya dan ibunya bangga akan hal itu,
kemudian Dampo Awang mendengar kesaktian Sunan Bonang lalu bertekad menjajal
kemampuan sunan Bonang.
Sampai akhirnya kapal Dampo Awang di arahkan ke Pantai Regol. Sampai di
tempat itu ia bertemu dengan sebuah rombongan berjalan. Tak disangka, orang itu adalah
Sunan Bonnag yang sedang berjalan bersama santri menuju kepadepokannya. Dampo
Awang memanggil Sunan Bonang teriak-teriak dengan sangat tidak sopan dan Sunan
Bonang berusaha untuk sabra walau dipanggil dengan kurang sopan.
Karena kesabaran Dampo Awang pun ada batasnya akhirnya beliau mencoba
untuk menghampiri Dampo Awang. Dan betapa terkejutnya bahwa Dampo Awang
adalah orang Asing yang mana dianggap tamu oleh Dampo Awang. Namun, karena sikap
Dampo Awang yang kurang sopan maka terjadilah pertarungan antara Dampo Awang
dan Sunan Bonang.
Setelah beberapa lama pertarungan antara keduaa orang tersebut akhirnya pertarungan
dimenangkan oleh Sunan Bonang. Kemudian, Sunan Bonang mengikat Dampo Awang di
tiang kapal dan ditendang Sunan Bonang ke lautan dan kapal berakhir berantakan
sehingga, konon katanya layarnya terdampar di daerah Bonang dan menjadi watu layar
sementara jangkarnya terdampar di Rembang. Tepatnya di Pantai Kartini yang kini
disebut juga sebagai Dampo Awang Beach.

Anda mungkin juga menyukai