Anda di halaman 1dari 14

A.

Adat Istiadat Suku Manado Minahasa

Kebudayaan Suku Bangsa Manado ~ Suku Manado atau disebut


juga Suku Minahasa adalah suku asli yang bermukim di Sulawesi
Utara dan sebagian besar menghuni wilayah di Kota Manado.
Suku ini juga menyebut dirinya sebagai suku Kawanua. Dan
berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan tahun 2010 orang
Manado sebagian besar menganut Agama Kristen Protestan.
Sementara itu bahasa yang sering mereka gunakan sehari hari
ialah bahasa Melayu Manado dengan menggunakan logat yang
khas.

1. Adat istiadat Suku Manado

Adat dari Manado sangat terkenal adalah Monondeaga yang


menjadi sebuah upacara adat yang umumnya dilakukan oleh suku
Manado/Minahasa terutama yang bermukim di daerah Bolaang
Mongondow. Pelaksanaan upacara adat ini bertujuan
memperingati dan mengukuhkan seorang anak perempuan ketika
dia memasuki masa pubertas yang ditandai dengan adanya haid
pertama

Secara garis besar, upacara adat Manado dilakukan sebagai


ekspresi rasa syukur dan juga semacam uwar-uwar bahwa seorang
anak gadis dari seseorang yang melaksanakan upacara adat ini
telah menginjak ke masa pubertas. Oleh karena itu, agar
kecantikan dan sikap kedewasaan sang anak gadis lebih
mencorong, maka pada upacara adat ini sang gadis kecil itu daun
telinganya ditindik dan dipasangi anting-anting layaknya seorang
gadis yang mulai bersolek ria, kemudian giginya diratakan
(dikedawung) sebagai perlengkapan kecantikan dan suatu
pertanda bahwa yang bersangkutan sudah menginjak masa
dewasa.

2. Rumah Adat khas Suku Manado

Rumah-panggung-atau disebutwale. Rumah panggung atau wale


adalah tempat tinggal para anggota rumah tangga orang asli
Minahasa di tanah Manado, didalamnya digunakan untuk tempat
melakukan berbagai kegiatan. Rumah panggung zaman dahulu
bertujuan untuk menghindari serangan musuh secara mendadak
ataupun serangan binatang binatang buas. Sekalipun keadaannya
sekarang tidak sama lagi dengan keadaan zaman dahulu, tetapi
masih banyak penduduk yang tetap membangun rumah panggung
berdasarkan sistem konstruksi rumah modern.

3. Pakaian Adat Suku Manado

Pakaian adat yang mereka kenakan yaitu berupa sebuah baniang


atau kemeja yang lengannya panjang berkerah atau tanpa kerah
yang dihiasi semacam saku pada bagian pada bagian bawah di
sebelah kiri dan kanan juga bagian atas sebelah kiri kemeja
tersebut. Selain itu ditambahkan juga hiasan berupa sebuah
sulaman motif padi, kelapa dan juga ular naga pada bagian bawah
lengannya dan bagian depan kemeja itu. Pemakaian baniang ini
biasanya dipadukan dengan celana hitam yang polos tanpa hiasan
yang panjangnya hingga ke tumit, dengan tipe yang melebar di
bagian bawah makin kebawah akan makin lebar.

B. Bahasa minahasa
bahasa asli Minahasa terdapat perbedaan antara beberapa
kecamatan.

Di Minahasa terdapat tujuh bahasa sub. Etnis yang meliputi :

1. Dialek Tombulu

2. Dialek Tondano

3. Dialek Tonsea

4. Totemboan

5. Dialek Tonsawangan

6. Dialek Ratahan, Panosakan

7. Dialek Bantik, Bentenan

Contoh :

Bahasa Indonesia : Ubi jalar

Manado : Ubi maraya ,Batata

Tolour : Kapu maanap

Tombulu : Kapu karengan

Toutemboan : Wola'ang tana

Tonsea : Kapu madangow

UCAPAN BILANGAN/ MENGHITUNG (dipakai di semua daerah di


Minahasa) :

Satu : Esa

Dua : Rua(ruwa)
Tiga : Telu

Empat : epat(nepat)

Lima : Lima

Enam : Enem

Tujuh : Pitu

Delapan : ualu (walu)

Sembilan : Siuw

Sepuluh : Mapulu (sangapulu)

Sebelas : Mapulu Wo Esa

Duabelas : Mapulu Wo rua .Dst

Duapuluh : Ruangapulu

Seratus : Maatus

Seribu : Mariwu. Dst

Misalnya : Tujuh ribu lima ratus tiga puluh dua (7532) : Pitu nga
riwu wo Lima nga atus wo Telu nga pulu wo rua(7532)

Inilah kata/kalimat Makatana yg sering digunakan di Minahasa :

> PAKATUAN WO PAKALOWIREN

artinya Pakatuan = sampai tua

wo = dan/dgn
pakalowiren = selamat,sehat (terhindar dari yg jahat/yg jelek2)

jadi Pakatuan wo Pakalowiren = semoga umur panjang dan sehat


sensa/sehat walafiat ( terhindar dari yg tdk diinginkan).

> I YAYAT U SANTI

artinya I yayat = angkat tinggi

U = itu

Santi = Perisai,

ungkapan ini dipakai pada masa perang merupakan ajakan


perang,sekarang I yayat u santi = ajakan membangkitkan
semangat persatuan bg seluruh warga Minahasa.

> MINAHASA

kata dasar Esa (mahesa) artinya satu (menyatu,bersatu) yg


dulunya terbagi kelompok subetnik, sekarang Minahasa diartikan
Persatuan. Dahulu Minahasa disebut Tanah Malesung = tanah yg
berlembah dan bergelombang .

> KAWANUA

asal kata Wanua = wilayah pemukiman (desa,negara,daerah).Kata


Kawanua sering dipakai orang yg ada di luar daerah/negara yg
artinya teman satu kampung,satu daerah,satu keturunan.

> TONAAS

Kata asal Ta"as ( nama pohon kayu besar/tinggi ).Tonaas ini


dulunya menentukan diwilayah mana rumah itu dibangun dan
menjaga keamanan maupun urusan perang yg disebut
kepala/pemimpin adat /Pemerintahan

Tarian Kabasaran
"Jika umumnya tarian di Indonesia penuh dengan kelembutan dan
senyum, maka hal ini tidak akan ditemukan didalam tarian adat
Suku Minahasa yang ada di Sulawesi Utara".

Kabasaran adalah Tarian adat yang kebanyakan dibawakan oleh


pria lengkap dengan senjata tajam berupa pedang atau tombak
ini, sangat identik dengan gerakan yang meniru perkelahian ayam
jantan.

Menurut salah satu tokoh kebudayaan dari Minahasa, Jessy


Wenas, Tarian Kabasaran adalah tarian adat untuk perang atau
tarian untuk mengawal salah satu tokoh adat penting di Minahasa.

Dahulunya tarian ini hanya dikeluarkan saat perayaan upacara


upacara adat di Minahasa, namun sering dengan
perkembangannya, tarian sakral inipun kini bisa ditonton publik
untuk kegiatan pariwisata.

"Tarian ini sebenarnya adalah tarian sakral. Tarian ini ditarikan


secara turun temurun oleh generasi penari Kabasaran. Jika dalam
upacara adat Minahasa, Kabasaran adalah prajurit adat yang
memiliki otoritas penuh dalam jalannya sebuah upacara adat,
mereka dulunya bisa membunuh atau mengusir si jahat yang
mengganggu upacara," kata Jessy Wenas.

Tarian ini umumnya terdiri dari tiga babak yang terdiri dari

1. Cakalele

Yang berasal dari kata saka yang artinya berlaga, dan lele artinya
berkejaran melompat lompat.

Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi


berperang atau sekembalinya dari perang, babak ini menunjukkan
keganasan berperang mereka pada tamu agung, serta untuk
memberikan rasa aman pada tamu agung yang datang
berkunjung, dimana mereka bisa membuat setan takut
mengganggu tamu agung dari pengawalan penari Kabasaran.

2. Kumoyak

Yang berasal dari kata koyak artinya, mengayunkan senjata tajam


pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk
menenteramkan diri dari rasa amarah ketika berperang. Kata
koyak sendiri, bisa berarti membujuk roh dari pihak musuh atau
lawan yang telah dibunuh dalam peperangan.

3. Lalaya an

Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira


melepaskan diri dari rasa berang, dibabak ini para penari bisa
berekspresi riang, dibanding dua babak sebelumnya yang
mengaharuskan mereka berwajah garang tanpa senyum.

Umumnya, busana yang digunakan dalam tarian ini berwarna


merah, sementara hiasan kepala para penari ini terbuat dari kain
ikat kepala yag diberi hiasan bulu ayam jantan, bulu burung Taong
dan burung Cendrawasih.

Ada juga hiasan tangkai bunga kano-kano atau tiwoho. Hiasan


ornamen lainnya yang digunakan adalah lei-lei atau kalung-kalung
leher, wongkur penutup betis kaki, rerenge en atau giring-giring
lonceng yang terbuat dari kuningan.

Jadi jika Anda ingin melihat tarian ini, usahakan untuk melihat
jadwal kegiatan pesta adat di Minahasa.

Berikut adalah Gambar kelompok Penari Tarian Kabasaran yang


diperankan oleh Organisasi Sanggar Seni Tou Rinembok
Kecamatan Remboken
Proses pernikahan

Cheap Offers:
http://bit.ly/gadgets_cheap

Proses Pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah


Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan
perkembangan jaman. Misalnya ketika proses perawatan calon
pengantin serta acara "Posanan" (Pingitan) tidak lagi dilakukan
sebulan sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan
pada saat "Malam Gagaren" atau malam muda-mudi. Acara mandi
di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi, karena
tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat
dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu)
dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon
pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarang
ini, semua acara / upacara perkawinan dipadatkan dan
dilaksanakan dalam satu hari saja. Pagi hari memandikan
pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memakai
mahkota dan topi pengantin untuk upacara "maso minta" (toki
pintu). Siang hari kedua pengantin pergi ke catatan sipil atau
Departemen Agama dan melaksanakan pengesahan/pemberkatan
nikah (di Gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan resepsi
pernikahan. Pada acara in biasanya dilakukan upacara perkawinan
ada, diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara
bebas tari-tarian dengan iringan musik tradisional, seperti tarian
Maengket, Katrili, Polineis, diriringi Musik Bambu dan Musik
Kolintang. Adat pernikahan minahasa memiliki perbedaan dengan
adat pernikahan lainnya karena memiliki tata cara yang unik.
Namun, sayangnya seiring dengan perkembangan jaman dan
karena keadaan yang terjadi, maka kini sebagian tradisi tersebut
telah ditinggalkan atau hanya dilakukan sebagai simbolisasi saja.
Beberapa tradisi dari adat pernikahan tersebut antara lain adalah:
Posanan. Prosesi yang satu ini biasa kita sebut dengan pingitan.
Jika sebelumnya posanan ini dilakukan sejak sebulan sebelum hari
pernikahan tiba maka saat ini tradisi posanan hanya dilakukan
sehari sebelum pernikahan dilangsungkan. Malam gagaren atau
biasa disebut masyarakat setempat sebagai malam muda-mudi.
Tradisi ini merupakan tradisi mandi di bawah pancuran yang saat
ini tak banyak dijumpai dilakukan oleh masyarakat. Karena
permasalahan utamanya adalah saat ini tidak adanya pancuran
yang dapat digunakan. Lumelek. Ini merupakan tradisi mandi
menginjak batu yang dilakukan dalam pernikahan adat di
minahasa. Mandi lumelek dilakukan dengan mencampur Sembilan
jenis bebungaan yang berwarna putih yang memiliki bau yang
harum. Mandi Bacoho. Mandi bacoho merupakan mandi adat
yang saat ini dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara tradisi
lengkap maupun hanya secara simbolisasi saja. 5. Tradisi : Bahan-
bahan ramuan yang digunakan adalah parutan kulit lemong nipis
atau lemong bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai
pewangi; air lemong popontolen (citrus lemetta), fungsinya
sebagai pembersih lemak kulit kepala; daun pondang (pandan)
yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi, bunga manduru
(melati hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga melati yang
dihancurkan dengan tangan, dan berfungsi sebagai pewangi;
minyak buah kemiri untuk melemaskan rambut dicampur sedikit
perasan air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh bahan
ramuan harus berjumlah sembilan jenis tanaman, untuk
membasuh rambut. Sesudah itu dicuci lagi dengan air bersih lalu
rambut dikeringkan. 6. Simbolisasi : Semua bahan-bahan ramuan
tersebut dimasukkan ke dalam sehelai kain berbentuk kantong,
lalu dicelup ke dalam air hangat, lalu kantong tersebut diremas
dan airnya ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan
kerambut calon pengantin sekadar simbolisasi. 7. Lumele’ (Mandi
Adat): Pengantin disiram dengan air yang telah diberi bunga-
bungaan warna putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang
berbau wangi, dengan mamakai gayung sebanyak sembilan kali di
siram dari batas leher ke bawah. Secara simbolis dapat dilakukan
sekedar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri, kemudian
mengeringkannya dengan handuk yang bersih dan belum pernah
digunakan sebelumnya. Upacara Perkawinan Upacara perkawinan
adat Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin pria
ataupun wanita. Di Langowan-Tontemboan, upacara dilakukan
dirumah pihak pengantin pria, sedangkan di Tomohon-Tombulu di
rumah pihak pengantin wanita. Hal ini mempengaruhi prosesi
perjalanan pengantin. Misalnya pengantin pria ke rumah
pengantin wanita lalu ke Gereja dan kemudian ke tempat acara
resepsi. Karena resepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung baik
oleh pihak keluarga pria maupun keluarga wanita, maka pihak
yang menanggung biasanya yang akan memegang komando
pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang
dilaksanakan secara Mapalus dimana kedua pengantin dibantu
oleh mapalus warga desa, seperti di desa Tombuluan. Orang
Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai
kecenderungan mengganti acara pesta malam hari dengan acara
kebaktian dan makan malam. Orang Minahasa di kota-kota besar
seperti kota Manado, mempunyai kebiasaan yang sama dengan
orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut Kawanua. Pola
hidup masyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan
upacara adat perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses
upacara adat perkawinan yang dilaksanakan hanya dalam satu hari
(Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta, Prosesi Upacara Adat
di Pelaminan). Contoh proses upacara adat perkawinan yang
dilaksanakan dalam satu hari : Pukul 09.00 pagi, upacara Toki
Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa
antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan
beberapa helai kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria
memimpin rombongan pengantin pria, mengetuk pintu tiga kali.
Pertama : Tiga ketuk dan pintu akan dibuka dari dalam oleh wali
pihak wanita. Lalu dilakukan dialog dalam bahasa daerah
Minahasa. Kemudian pengantin pria mengetok pintu kamar
wanita. Setelah pengantin wanita keluar dari kamarnya, diadakan
jamuan makanan kecil dan bersiap untuk pergi ke Gereja. Pukul
11.00-14.00 : Melaksanakan perkawinan di Gereja yang sekaligus
dinikahkan oleh negara, (apabila petugas catatan sipil dapat
datang ke kantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak
lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di
Gereja. Pukul 19.00 : Acara resepsi kini jarang dilakukan di rumah
kedua pengantin, namun menggunakan gedung / hotel. Apabila
pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan prosesi upacara adat
perkawinan, ada sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang dapat
melaksanakannya. Dan prosesi upacara adat dapat dilaksanakan
dalam berbagai sub-etnis Minahasa, hal ini tergantung dari
keinginan atau asal keluarga pengantin. Misalnya dalam versi
Tonsea, Tombulu, Tontemboan ataupun sub-etnis Minahasa
lainnya. Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar
15 menit, dilanjutkan dengan kata sambutan, melempar bunga
tangan, potong kue pengantin , acara salaman, makan malam dan
sebagai acara terakhir (penutup) ialah dansa bebas yang dimulai
dengan Polineis. Prosesi Upacara Perkawinan di Pelaminan
Penelitian prosesi upacara perkawinan adat dilakukan oleh
Yayasan Kebudayaan Minahasa Jakarta pimpinan Ny. M. Tengker-
Rombot di tahun 1986 di Minahasa. Wilayah yang diteliti adalah
Tonsea, Tombulu, Tondano dan Tontemboan oleh Alfred Sundah,
Jessy Wenas, Bert Supit, dan Dof Runturambi. Ternyata keempat
wilayah sub-etnis tersebut mengenal upacara Pinang, upacara
Tawa’ang dan minum dari mangkuk bambu (kower). Sedangkan
upacara membelah kayu bakar hanya dikenal oleh sub-etnis
Tombulu dan Tontemboan. Tondano mengenal upacara membelah
setengah tiang jengkal kayu Lawang dan Tonsea-Maumbi
mengenal upacara membelah Kelapa. Setelah kedua pengantin
duduk di pelaminan, maka upacara adat dimulai dengan
memanjatkan doa oleh Walian disebut Sumempung (Tombulu)
atau Sumambo (Tontemboan). Kemudian dilakukan upacara
"Pinang Tatenge’en". Kemudian dilakukan upacara Tawa’ang
dimana kedua mempelai memegang setangkai pohon Tawa’ang
megucapkan ikrar dan janji. Acara berikutnya adalah membelah
kayu bakar, simbol sandang pangan. Tontemboan membelah tiga
potong kayu bakar, Tombulu membelah dua. Selanjutnya kedua
pengantin makan sedikit nasi dan ikan, kemudian minum dan
tempat minum terbuat dari ruas bambu muda yang masih hijau.
Sesudah itu, meja upacara adat yang tersedia didepan pengantin
diangkat dari pentas pelaminan. Seluruh rombongan adat mohon
diri meniggalkan pentas upacara. Nyanyian-nyanyian oleh
rombongan adat dinamakan Tambahan (Tonsea), Zumant
(Tombulu) yakni lagu dalam bahasa daerah. Bahasa upacara adat
perkawinan yang digunakan, berbentuk sastra bahasa sub-etnis
Tombulu, Tontemboan yang termasuk bahasa halus yang penuh
perumpamaan nasehat. Prosesi perkawinan adat versi Tombulu
menggunakan penari Kabasaran sebagai anak buah Walian
(pemimpin Upacara adat perkawinan). Hal ini disebabkan karena
penari Kabasaran di wilayah sub-etinis lainnya di Minahasa, belum
berkembang seperti halnya di wilayah Tombulu. Pemimpin prosesi
upacara adat perkawinan bebas melakukan improvisasi bahasa
upacara adat. Tapi simbolisasi benda upacara, seperti : Sirih-
pinang, Pohon Tawa’ang dan tempat minum dari ruas bambu
tetap sama maknanya.

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Anda mungkin juga menyukai