Anda di halaman 1dari 19

1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak.

Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm,


panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang
digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu
gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah
tempat anak sumpitan.

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai
dari bambu atau kayu keras.
3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar
30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam
dijumpai tempat pegangan.
4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat.
Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran
biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi
dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau
Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena
dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar
pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu
Tengger, Batu Montalat.
5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya
terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala
suku, Demang, Basir

di ambil dari berbagai media / blogspot


1. Lagu Daerah Kalimantan Barat

Lagu daerah Kalimantan yang pertama kita ulas adalah dari Kalimantan Barat yang
cukup banyak memiliki lagu daerah yang indah. Beberapa lagu yang dimiliki oleh
Kalimantan Barat yang cukup dikenal diantaranya Bantelan, Alok Galing dan Antare
Kapuas. Selain itu lagu daerah yang lain ada Masjid Jami, Alon Alon, Aek Kapuas, dan
Cik Cik Periok.

2. Lagu Daerah Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah juga memiliki banyak sekali lagu daerah. Lagu daerah kepunyaan
Kalimantan Tengah diantaranya adalah Oh Indang Oh Apang, Naluya, Tumpi Layu,
Lewungku Utusku dan Manauk Manjala. Selain itu Kalayar ke Danau dan Isen Mulang
juga merupakan lagu daerah provinsi ini yang telah cukup dikenal.

3. Lagu Daerah Kalimantan Utara

Kalimantan Utara yang merupakan salah satu provinsi baru yang berbatasan langsung
dengan negara tetangga Malaysia. Lagu daerah yang dimiliki oleh provinsi Kalimantan
Utara ada Bebalon, Pinang Sendawar dan juga Tuyang. Berbeda dengan wilayah
provinsi di Kalimantan lainnya, Kalimantan Utara hanya memiliki sedikit lagu daerah.

4. Lagu Daerah Kalimantan Selatan

Berbeda dengan kabanyakan lagu daerah dari provinsi-provinsi di Kalimantan lainnya,


lagu daerah Kalimantan Selatan lebih akrab didengar. Seringkali lagu daerah dari
provinsi ini diperdengarkan di televisi yang menayangkan segala hal tentang Kalimantan
Selatan. Lagu daerah Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan ini diantaranya.

 Paris Barantai

Pencipta lagu ini adalah H. Anang Ardiansyah yang merupakan tokoh maestro lagu
Banjar. Ada cerita unik dari lagu ini yang mengisahkan seseorang yang konon sudah
lama tak berjumpa. Sangat lamanya sampai seorang tersebut terbawa oleh mimpi.

 Ampar-ampar Pisang

Ampar-ampar pisang mungkin sudah sering terdengar di telinga kita. Lagu ini bisa
dibilang sangat terkenal diantara lagu-lagu daerah lainnya di Kalimantan. Kalau melihat
cerita yang beredar dahulu lagu ini dinyanyikan oleh seorang yang sedang membuat
sebuah kue rimpi.

 Ampat Lima
 Baras Kuning
 Sapu Tangan Babuncu Ampat

5. Lagu Daerah Kalimantan Timur

Bahasa banjar merupakan sebuah bahasa yang juga banyak digunakan di wilayah
Kalimantan Timur. Adapun lagu daerah yang dimiliki oleh Kalimantan timur antara lain
Burung Enggang, Meharit, Sabarai, Anjat Manik dan Bebilin. Selain itu ada pula Andang
Sigurandang, Bedone, Ayen Sae, Sorangan dan Lamin Talunsur yang menjadi salah
satu kekayaan lagu daerah Kalimantan Timur.
1. Alat Musik Sapek

Sapek Alat Musik Dayak Kalimantan (gambar: hadisukirno.co.id)

Alat musik Sapek memiliki nama lain sampe / sempe / sape’. Jenis alat musik milik suku
Dayak ini merupakan jenis alat musik yang cara memainkannya dengan dipetik. Bentuk
dari Sapek ini seperti dawai. Jika anda kebetulan sedang berkunjung ke Kalimantan
maka alat ini banyak di jumpai di suku Dayak Kenyah dan Kayaan. Bahan yang ada di
alat musik Sapek serta aksesoris yang melengkapinya mengandung arti yang kuat.
Seperti pada bagian pangkal Sapek atau kepala, bentuk dari alat musik ini berupa
hewan yang di anggap keramat oleh warga Kalimantan. Mitos yang beredar bahwa hal
itu mengandung kekuatan untuk menolak bahkan mengalahkan sihir yang datang.
2. Alat Musik Agukng

Agukng Alat musik Dayak Kalimantan (gambar: wikipedia.org)

Bentuk dari alat musik Dayak Kalimantan yang satu ini menyerupai sebuah gong.
Agukng merupakan alat musik yang cara memainkannya dengan ditabuh menggunakan
setik dari batang kayu. Alat musik ini banyak yang menganggap begitu sakral. Di
seluruh pelosok suku Dayak agukng banyak ditemui. Apalagi saat upacara
penyambutan kedatangan roh. Karena memang untuk hal ini agukng sering dimainkan.
Kepercayaan masyarakat Dayak bahwa agunkng dapat mengusir roh jahat dan bisa
mendatang para roh leluhur mereka. Selain sebagai alat musik manfaat dari agukng
bisa untuk mas kawin. Hal lain agunkng bisa untuk alat pembayaran yang tentunya
khusus buat hukum adat yang berlaku di Kalimantan Barat.
3. Alat Musik Kangkuang

Kangkuang alat
musik Dayak Kalimantan

Alat musik Dayak Kalimantan jenis ini cara memainkannya juga dengan ditabuh /
dipukul. Bahan pembutannya dari kayu yang diukir berdasarkan motif ciri khas dari
Dayak Kalimantan. Di masyarakat daerah Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat
kangkuang biasanya dibuat.

4. Alat Musik Keledik

Keledik, alat musik Dayak Kalimantan (gambar: senentangnews.com)


Bahan pembuatannya alat musik Keledik ini berupa buah labu, benang dan juga bambu.
Proses pembuatannya dengan mengeluarkan isi dari buah labu. Pastikan labu yang
dibuat untuk Keledik telah berusia 5 sampai 6 bulan. Setelah semua isi dikeluarkan labu
ini di pendam ke dalam air kurang lebih selama 1 bulan. Setelah selesai direndam
tinggal dikeringkan. Untuk memainkannya cukup dengan menghisap atau meniupnya.

5. Alat Musik Entebong

Entebong, alat musik Dayak Kalimantan. (gambar: tradisikita.my.id)

Entebong dibuat oleh suku Dayak Mualang yang tinggal di daerah sekitar Kabupaten
Sekadau. Terbuat dari bahan dasar kayu dan kulit binatang, entebong ini sangat mirip
dengan gendang. Untuk memainkannya bisa dengan cara ditabuh.

Suku Dayak memiliki banyak sekali tradisi dan macam-macam hal menarik yang bisa
menjadi daya tarik wisatawan manca atau pun lokal untuk berkunjung. Sangat wajar
karena ketekunannya menjaga warisan leluhur.
MACAM-MACAM KESENIAN SUKU DAYAK
Kesenian Suku Dayak
Bentuk kesenian suku Dayak tidak bisa dilepaskan dari sejarah sosiologisnya. Berawal dari
masyarakat primitif yang menganut animisme-dinamisme, kebudayaan suku ini berakulturasi dengan
kebudayaan kaum pendatang seperti Jawa dan Tionghoa.
Agama yang dianggap lahir dari budaya setempat adalah Kaharingan. Pengaruh kuat agama Hindu
dalam proses akulturasi ini menyebabkan Kaharingan dikategorikan ke dalam cabang agama
tersebut. Dalam perkembangan berikutnya, ada akulturasi budaya Islam pengaruh Kesultanan Banjar
di pusat kebudayaan suku Dayak.
Meskipun begitu, sebagian masyarakat Dayak tergolong teguh memegang kepercayaan
dinamismenya. Untuk kelompok ini, sebagian besar memutuskan untuk memisahkan diri dan masuk
semakin jauh ke pedalaman.

Macam-macam Kesenian Suku Dayak


Kebudayaan suku Dayak yang khas membentuk estetika yang tercermin dalam budaya dan
keseniannya, meliputi seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa, dan sebagainya.

Seni Tari
Banyaknya suku dan subsuku Dayak menimbulkan beragamnya seni tari tradisional. Secara garis
besar, berdasarkan vocabuler tari, bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok.
Tarian dengan gerak enerjik, keras dan staccato, adalah ciri kelompok tari Kendayan, yang dimiliki
oleh suku Dayak Bukit, Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati, dan lain-lain, di sekitar Pontianak,
Landak, dan Bengkayang.Tarian dengan gerak tangan membuka, gerakan halus, adalah ciri vocabuler
tari Ribunic atau Bidayuh, yang berkembang di kalangan suku Dayak Dayak Ribun, Pandu,
Pompakang, Lintang, Pangkodatan, Jangkang, Kembayan, Simpakang, dan lain-lain, di sekitar
Sanggau Kapuas.Tarian dengan gerak pinggul yang dominan adalah ciri tari kelompok Ibanic yang
dimiliki suku Dayak Iban, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebaruk, dan sebagainya, di sekitar Sanggau,
Malenggang, Sekadau, Sintang, Kapuas, dan Serawak.Sedikit lebih halus adalah ciri kelompok
Banuaka, yang dimiliki oleh suku Dayak Taman, Tamambaloh, Kalis, dan sebagainya, di sekitar
Kapuas Hulu.
Sebagian besar tari Dayak adalah tari ritual upacara sesuai dengan agama Kaharingan. Misalnya, tari
Ajat Temuai Datai. Tarian ini populer di kalangan Dayak Mualang dan berfungsi sebagai upacara
penyambutan terhadap pahlawan yang pulang mengayau.
Di masa lalu, mengayau berarti pergi membunuh musuh, namun sekarang mengalami pergeseran
makna. Mengayau berarti ‘melindungi pertanian, mendapatkan tambahan daya jiwa, dan sebagai
daya tahan berdirinya suatu bangunan’.

Beberapa contoh tari yang lain, misalnya sebagai berikut.


1. Tari Gantar
Tarian ini menggambarkan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk
sedangkan bambu serta biji-bijian di dalamnya menggambarkan benih pada dan wadahnya. Tarian
ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya. Tarian ini
tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini
dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
2. Tari Kancet Papatai/Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya.
Tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penarinya.
Dalam tarian ini, penari mempergunakan pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan
peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tarian ini diiringi dengan lagu Sak Paku
dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
3. Tari Kancet Ledo/Tari Gong
Jika tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah,
sebaliknya tarian Kancet Ledo menggambarkan kelemah-lembutan seorang gadis bagaikan sebatang
padi yang meliuk-liuk lembut ditiup angin. Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai
pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dan pada kedua belah tangannya memegang rangkaian bulu-
bulu ekor burung Enggang. Tarian ini biasanya ditarikan di atas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo
disebut juga Tari Gong.
4. Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak
karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian
tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tarian Kancet Ledo,
namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari
banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh
tanah/lantai. Tarian ini lebih menekankan pada gerakan burung Enggang ketika terbang melayang
dan hinggap bertengger di dahan pohon.
5. Tari Serumpai
Ini merupakan tarian dari suku Dayak Benuaq yang dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan
mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian ini diiringi alat musik
Serumpai (sejenis seruling bambu).
6. Tarian Belian Bawo
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar
dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tarian ini sering disajikan pada acara-acara
kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian dari suku Dayak Benuaq.

7. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-
pohon besar dan tinggi agar tidak menggangu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.
8. Tarian Pecuk Kina
Trian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan
(Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.
9. Tarian Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10
hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak
Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas
kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.
10. Tari Ngerangkau
Tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan
alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga
menimbulkan irama tertentu.
11. Tarian Baraga’Bagantar
Awalnya Baraga’Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari
Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

Seni Musik
Tidak jauh beda dengan seni tari, seni musik suku Dayak didominasi musik-musik ritual. Musik itu
merupakan alat berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada roh-roh.
Beberapa jenis alat musik suku Dayak adalah prahi, gimar, tuukng tuat, pampong, genikng, glunikng,
jatung tutup, kadire, klentangan, dan lain-lain.
Masuknya Islam memberi pengaruh dalam seni musik Dayak, dengan dikenalnya musik tingkilan dan
hadrah. Musik Tingkilan menyerupai seni musik gambus dan lagu yang dinyanyikan disebut
betingkilan yang berarti ‘bersahut-sahutan’. Dibawakan oleh dua orang pria-wanita dengan isi lagu
berupa nasihat, pujian, atau sindiran.
Berikut adalah beberapa kesenian musik suku Dayak
1. Ngendau
Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan oleh para remaja baik laki-laki
ataupun perempuan secara bersaut-sautan.
2. Kalalai-lalai
Kalalai-lalai ialah nyanyian yang disertai tari-tarian Suku Dayak Mamadi daerah Kotawaringin.
3. Natum
Natum ialah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan.
4. Natum Pangpangal
Natum Pangpangal ialah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi kematian anggota keluarga yang
dilagukan.
5. Dodoi
Dodoi ialah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau dirakit.
6. Dondong
Dondong ialah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong padi.
7. Marung
Marung ialah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan meriah.
8. Ngandan
Ngandan ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh para lanjut usia yang ditujukan kepada generasi
muda sebagai pujian, sanjungan dan rasa kasih sayang.
9. Mansana Bandar
Mansana artinya cerita epik yang dilagukan. Bandar ialah nama seorang tokoh yang sangat dipuja
dizamannya. Bandar hidup di zaman lewu uju dan diyakini bahwa tokoh Bandar bukan hanya
sekedar mitos. Hingga saat ini orang-orang tertentu yang bernazar kepada tokoh Bandar. Keharuman
namanya karena pada kepribadiannya yang sangat simpatik dan menarik, disamping memiliki sifat
kepahlawanan dan kesaktian yang tiada duanya. Banyak sansana tercipta untuk memuji dan
mengagungkan tokoh Bandar ini, namun dengan versi yang berbeda-beda.
10. Karunya
Karunya ialah nyanyian yang diiringi suara musik sebagai pemujaan
kepada RanyingHatala.Dapat juga diadakan pada saat upacara
pengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambut
kedatangan tamu yang sangat dihormati.
11. Baratabe
Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan pada tamu.
12. Kandan
Kandan ialah pantun yang dilagukan dan dilantunkan saut menyaut baik oleh laki-laki atau
perempuan dalam suatu pesta perkawinan. Apabila pesta yang diadakan untuk menyambut tamu
yang dihormati maka kalimat-kalimat yang dilantunkan lebih bersifat kalimat pujian, sanjungan, doa
dan harapan mereka pada tamu yang dihormati tersebut. Tradisi ini biasa ditemukan pada Suku
Dayak Siang atau Murung di Kecamatan Siang dan Murung, Kabupaten Barito Hulu.
13. Dedeo atau Ngaloak
Dedeo atau Ngaloak sama dengan Kandan hanya istilahnya saja yangberbeda, karena Dedeo atau
Ngaloak adalah tradisi Suku Dayak DusunTengah didaerah Barito Tengah, Kalimantan Tengah.
14. Salengot
Salengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pesta
pernikahan, namun dalam upacara kematian Salengot terlarang oleh adat
untuk dilaksanakan. Salengot khusus dilakukan oleh laki-laki dalam
menceritakan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelai
tersebut.

Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalah
sebagai berikut :
1. Garantung
Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat dari tembaga.
2. Sarun
Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya lima
nada.
3. Salung
Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.
4. Kangkanung
Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran lebih kecil berjumlah lima biji, terbuat dari tembaga.
5. Gandang Mara
Gandang Mara ialah alat musik perkusi sejenis gendang dengan ukuran setengah sampai tiga per
empat meter. Bentuki silinder yang tewrbuat dari kayu dan pada ujung permukaan di tutup kulit rusa
yang telah di keringkan. Kemudian di ikat rotan agar kencang dan lebih kencang lagi diberi pasak.

Seni Drama
Drama tradisional ditemukan pada masyarakat Kutai dalam bentuk kesenian Mamanda. Drama ini
memainkan lakon kerajaan dan dimainkan dalam upacara adat seperti perkawinan atau khitanan.
Bentuk pementasannya menyerupai ludruk atau ketoprak.
Seni Rupa
Seni rupa Dayak terlihat pada seni pahat dan patung yang didominasi motif-motif hias setempat
yang banyak mengambil ciri alam dan roh dewa-dewa dan digunakan dalam upacara adat. Ada
macam-macam patung dengan ragam fungsi, di antaranya sebagai berikut.
Patung azimat yang dianggap berkhasiat mengobati penyakit.Patung kelengkapan upacara.Patung
blontang, semacam patung totem di masyarakat Indian. Selain itu, seni rupa Dayak terlihat pada seni
kriya tradisional seperti kelembit (perisai), ulap doyo (kain adat), anjat (tas anyaman), bening aban
(kain gendongan), seraong (topi), dan lain-lain. Kesenian suku Dayak adalah bagian dari kekayaan
budaya Nusantara yang layak dibanggakan.

Sistem Religi Suku Dayak


Berdasarkan religinya, penduduk propinsi Kalimantan Tengah (suku dayak) dapat dibagi menjadi
empat golongan, yaitu Islam, agama pribumi, Kristen, dan Katolik. Menurut laporan Perwakilan
Departemen Agama Propinsi Klimabtan Tengah, maka orang islam merupakan golongan terbesar.
Jumlah besar dari orang islam itu sudah tentu disebabkan karena di Propinsi Kalimantan Tengah
sekarang ini ada banyak orang pendatang. Di daerah hilir sungai-sungai besar banyak orang pribumi
atau orang dayak yang juga telah menjadi orang Islam sejak lebih dari satu abad lamanya, tetapi
sebelum zaman perang dunia ke II, mereka biasanya tidak mau dianggap orang dayak lagi karena
sebutan itu berarti orang udik, dan di dalam zaman itu dianggap merendahkan.
Agama asli penduduk pribumi adalah agama Kaharingan. Sebutan itu dipergunakan sesudah perang
dunia ke II, waktu diantara penduduk pribumi Kalimantan timbul suatu kesadaran akan kepribadian
budaya mereka sendiri dan suatu keinginan kuat untuk menghidupkan kembali kebudayaan Dayak
yang asli. Agama kristen mulai masuk mulai pertengahan abad yang lalu, dan aliran agama kristen
yang pada masa sekarang ini paling besar jumlah penganutnya adalah aliran Gereja Kalimantan
Evangelis. Agama katolik baru disebarkan di kalangan orang Dayak mulai pada zaman kemerdekaan.
Umat Kaharingan percaya bahwa alam sekitar hidupnya itu penuh dengan makhluk-makhluk halus
dan ruh-ruh yang menempati tiang rumah, batu-batu besar, pohon-pohon besar, hutan belukar, dan
air, pokoknya alam sekeliling tempat tinggal manusia. Ada dua golongan ruh-ruh, ada golongan ruh-
ruh yang baik dan golongan ruh jahat. Disamping itu ada pula makhluk halus yang mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kehidupan orang Dayak, ialah ruh nenek moyang. Menurut
kepercayaan suku Dayak, jiwa yang mati itu meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling
tempat tinggal manusia sebagai ruh nenek moyang. Lama kelamaan ruh nenek moyang itu akan
kembali kepada dewa tertinggi yang disebut “Ranying”, tetapi proses itu akan memakan waktu yang
lama dan melalui berbagai macam rintangan dan ujian hingga akhirnya masuk ke dunia ruh yang
bernama “Lewu Liau”dan menghadap Ranying.
Terwujudnya kepercayaan terhadap arwah nenek moyang dan makhluk halus lainnya terwujud
dalam upacara keagamaan. Ada suatu rangkaian upacara yang dilakukan prang pada peristiwa-
peristiwa penting selama hidupnya, seperti upacara menyambut kelahiran anak, upacara
memandikan bayi untuk pertamakalinya, upacara memotong rambut bayi, dan juga upacara
mengubur dan pembakaran mayat. Jika orang Dayak mati, mayatnya akan di letakkan di sebuah peti
kayu berbentuk perahu lesung dan kemudian di bakar secara besar-besaran yang disebut “Tiwah”.
Dan setelah proses pembakaran itu selesai, tulang belulang terutama tengkoraknya digali lagi dan
kemudian pihak keluarga memindahkannya ke pemakaman yang tetap, sebuah bangunan yang
berukiran indah, yang disebut “Sandung”.
Karena acara pemakaman itu dilakukan secara besar-besaran oleh sejumlah keluarga, maka acara
itu dapat berlangsung seminggu sampai tiga minggu berturut-turut. Karena banyaknya pengunjung
yang ingin menyaksikan upacara itu, maka dibutuhkan biaya yang sangat besar oleh karena itu
terpaksa upacara itu hanya bisa dilakukan sekali dalam tujuh atau delapan tahun sekali. Upacara itu
juga diisi dengan nyanyian-nyanyian yang amat panjang tanpa menggunakan teks dan juga
menampilkan tarian suci yang menarik.
Orang dayak juga mengenal upacara-upacara keagamaan yang dilakukan oleh beberapa keluarga,
yaitu upacara yang bersangkutan dengan pertanian di ladang, dengan maksud untuk menambah
kesuburan tanah, menolak hama, dan hasil bumi yang berlimpah. Dalam upacara tersebut, yang
dipimpin oleh seorang yang bernama “Balian”, sering tampak berbagai unsur ilmu gaib.

Dako Chandra di 21.43

Awal mula bahasa Dayak dari bahasa Austronesia yang masuk melalui bagian utara Kalimantan kemudian
menyebar kea rah timur hingga masuk ke pedalaman, serta pulau-pulau di Pasifik dan Selandia Baru. Sampai
saat ini, bahasa Dayak berkembang seiring beragam pengaruh. Kedatangan bangsa-bangsa ini membawa
pengaruh dan kebudayaan yang beragam. Biasanya penduduk suatu wilayah dibedakan antara “pribumi sejati”
yaitu orang Dayak yang memiliki animism dan orang Melayu yang Muslim, serta penetap Cina dan India yang
datang kemudian. Ciri-ciri budaya, bahasa dan agama menyebar tanpa mengindahkan asal suku dan melanggar
batas kebudayaan serta bahasa yang tadinya ada.

Beberapa sumber mengatakan bahwa bahasa di Kalimantan termasuk dari rumpun bahasa Austronesia. Namun
para ahli membedakan bahasa yang di pakai di Sabah dan Filipina, bahasa Melayu dari Sumatra dan
Semenanjung Melayu. Selain pengaruh bahasa dari luar, bahasa dan dialek juga dipengaruhi letak geografis
yang ditumbuhi hutan hujan trofis. Pada umumnya orang Dayak di Kalimantan Timur sudah dapat berbahasa
Indonesia, terutama kaum muda, karena mereka sudah cukup lama berinteraksi dengan masyarakat lainnya dan
juga mereka harus bisa berkomunikasi dengan suku Dayak lainnya yang memiliki perbedaan bahasa. Bahasa
perantara orang Dayak adalah bahasa Ot Danum atau Dohoi. Sedangkan bahasa tertua adalah Sangen atau
Sangiang yang dipakai dalam upacara adat. Pada saat ini, hanya sedikit orang Dayak yang mengetahui bahasa
Sangiang ini.

Orang Dayak di Kalimantan, terutama Kabupaten Kutai Kartanegara, memilki bahasa dan dialek masing-masing,
seperti Dayak Kenyah dan Dayak Kayan memiliki bahasa yang tidak jauh berbeda dan masih lebih banyak
persamaannya yang termasuk dalam rumpun Apau Kayan. Dayak Bahau sendiri sebenarnya termasuk suku
Kayan yang memiliki 2 dialek, Bahau Sa’ dan Bahau Busang. Dayak Modang juga menggunakan bahasa Bahau.
Dayak Benuaq dan Dayak Ngaju memiliki bahasa yang sama yaitu bahasa otrang Ma’anyan. Dayak Punan yang
memiliki 24 sub suku Punan, masing-masing memiliki bahasa dan dialek sendiri. Beberapa sub suku
menggunakan bahasa Punan dan Busang, ada juga bahasa Bekatan dan Lisum yang digunakan. Dayak Tunjung
memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Tunjung, ada 4 dialek yang mereka gunakan. Mereka juga menggunakan
bahasa Kutai, mereka juga mengerti bahasa Benuaq.

Penduduk Dayak memiliki dasar kepercayaan Kaharingan. Istilah Kaharingan diambil dari kata
Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Orang Dayak percaya bahwa di dunia ini banyak
terdapat roh-roh halus. Mereka percaya akan:

1. Sangiang (roh yang tinggal di tanah dan udara)

2. Timang (roh yang tinggal di batu keramat)

3. Tondoi (roh yang tinggal di bunga)

4. Kujang (roh yang tinggal di pohon)

5. Longit (roh yang tinggal di mandau-mandau). Roh nenek moyang Suku Dayak sangat
berpengaruh pada kehidupan. Beberapa istilah: roh nenek moyang = Liu dunia roh = Ewu
Liu (negeri kaya raya) Dewa tertinggi = Ranying

Proses bagi yang meninggal Upacara pembakaran mayat:

1. Tiwah: Ngaju

2. Ijambe: Ma‘anyan

3. Daro: Ot Danum

Peti mayat disebut lesung, yang merupakan kuburan sementara. Sandung / tambak : tempat
untuk menyimpan tengkorak yang tidak dibakar dan abu yang berasal dari yang dibakar

Tradisi Penguburan

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam
hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia
di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

1. Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.

2. Penguburan di dalam peti batu (dolmen)

3. Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem
penguburan yang terakhir berkembang.
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:

1. Penguburan tahap pertama (primer)

2. Penguburan tahap kedua (sekunder). Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di goa. Di hulu
sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kaltim, banyak
dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik.
Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang
ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari
terbit. Prosesi penguburan sekunder yakni:

a. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol
pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan
setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

b. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar
menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah

c. Wara

d. Marabia

e. mambatur (Dayak Maanyan)

f. kwangkai (Dayak Benuaq)

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :

1. Dikubur dalam tanah

2. Diletakkan di pohon besar

3. Dikremasi dalam upacara tiwah.

Anda mungkin juga menyukai