Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SENI BUDAYA

Guru pembimbing : Rati Purwasih S.pd


Disusun Oleh :
1. Cindy Bulan Wijiandri
2. Delia
3. Riski Karwati
4. Yepi Sapitri
5. Ariski
6. Mursal

SMA NEGERI 7 PRABUMULIH


TAHUN AJARAN 2019-2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang terkenal akan keaneka ragaman budayanya, salah satunya
adalah alat musik tradisional. Alat musik tradisional di Indonesia memiliki nama dan
kegunaan yang unik di masing-masing daerah. Selain alat musik tradisional, Indonesia juga
terkenal akan rumah adat dan tarian daerahnya.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1) Kurangnya pengenalan alat musik tradisional khususnya suling kepada anak-anak usia
sekolah Menengah Atas.
2) Salah satu faktor anak-anak kurang meminati alat musik Tradisional karena tergeser oleh
alat musik yang lebih modern
3) Kurangnya media pembelajaran atau informasi tentang cara memainkan Alat Musik
Tradisional.

1.3 Fokus Masalah


Penulis akan memfokuskan masalah kepada perancangan media informasi mengenai
bagaimana cara memainkan alat musik Tradisional . Dengan memahami hal yang berkaitan
tentang Alat Musik Tradisional, dengan cara membuat media informasi tentang bagaimana
memainkan Alat Musik Tradisiobal.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Alat musik merupakan suatu instrumen yang dibuat atau dimodifikasi untuk tujuan
menghasilkan musik. Pada prinsipnya, segala sesuatu yang memproduksi suara, dan dengan
cara tertentu bisa diatur oleh musisi, dapat disebut sebagai alat musik. Walaupun demikian,
istilah ini umumnya diperuntukkan bagi alat yang khusus ditujukan untuk musik. Bidang
ilmu yang mempelajari alat musik disebut organologi.

2.2 Jenis-jenis Alat Musik Tradisional Dari Berbagai Daerah Di Indonesia


A. Jawa
Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia, ibu kotanya berada di Bandung. Berikut ini
daftar Alat Musik Tradisional daerah Provinsi Jawa Barat (Jabar): Angklung, Arumba,
Calung, Celempung, Degung, Jentreng, Kacapi, Karinding, Tarawangsa, Rebab, Suling.

1) Gong

Gong adalah sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Sangat
disayang, sekarang ini tidak banyak dijumpai lagi perajin Gong seperti ini.
Kabar lain menyebutkan, Gong merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Vietnam
dan berkembang di Indonesia.

Asal Mula Gong


Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional.

Gong (penyebutan orang jawa) atau yang memiliki nama lain Agong – gong berasal dari
Vietnam. Tahun 1930, bukti dari peninggalan asal usul gong ditemukan di daerah pinggiran
sungai Desa Ma provinsi Thanh Hoa, Vietnam Utara. Bukti yang ditemukan tersebut
berbentuk gendang perunggu (tutupnya berasal dari logam) yang dikisarkan berumur 500 –
100 SM. Penemuan gong dalam bentuk lain yaitu di Yunnan (Tiongkok) tahun 200 SM.
Orang tiongkok sudah memainkan sederet gendang perunggu.
Fungsi dari gong pada masyarakat Indonesia adalah sebagai bagian dari upacara keluarga,
masyarakat, kerajaan, dan keagamaan. Bahkan gong dulunya dianggap sebagai harta, mas
kawin, pusaka, lambang status pemilik, perangkat upacara, dan lainnya. Selain itu gong juga
sudah mulai dikenal sebagai alat musik.
Karena memiliki banyak fungsi dan kegunaan tidak sepenuhnya gong bisa di gunakan di
berbagai jenis acara. Misalnya saja di jawa, gong tidak di bolehkan untuk di bunyikan saat
acara kematian seseorang atau anggota kerajaa, tetapi di daerah lain bisa dimainkan sebagai
salah satu pengiring upacara kematian.
Setelah mengetahui asal mula dari gong, mari kita bahas sedikit mengenai cara pembuatan
dari gong.

2) Angklung
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang
dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu,
dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu)
sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam
setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan
Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat
musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-
pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk
menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan
Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.
Angklung adalah alat musik tradisional yang banyak berkembang di daratan Sunda (Jawa
Barat). Alat musik yang terbuat dari bambu ini dimainkan dengan cara digetarkan atau
digoyangkan.Suara dari Angklung dihasilkan dari benturan tabung bambu. Bunyinya khas
yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran.

Konon, kata Angklung berasal dari bahasa Sunda yaitu “angkleung-angkleungan” yang
menggambarkan gerak tubuh para pemain Angklung yang berayun seiring dengan iramanya.

Ada juga yang mengatakan kata Angklung berasal dari bunyi “klung” yang keluar dari
Angklung tersebut.
Pemujaan Dewi Sri
Angklung telah ada sebelum zaman Hindu ada di Indonesia. Pada zaman kerajaan Sunda
(abad ke-12 sampai abad ke-16), Angklung menjadi alat musik yang selalu di gunakan di
berbagai acara atau perayaan, khususnya acara adat dalam bercocok tanam.
Pada masa tersebut, Angklung dimainkan sebagai pemujaan kepada “Dewi Sri” yaitu Dewi
Padi atau Dewi Kesuburan agar diberikan berkah pada tanaman yang di tanamnya dan juga
kesejahteraan dalam kehidupan.
Tidak hanya itu, pada masa kerajaan Sunda, Angklung juga dijadikan sebagai pemicu
semangat berperang.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi
wulung) dan bambu ater (awi temen), yang jika mengering berwarna kuning keputihan.Tiap
nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap
ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar. Tiap ukuran bambu tersebut memiliki tinggi nada
berbeda.

B. Bali
Bali merupakan daerah yang memiliki budaya mistis dan nuansa hindu budha yang kental,
selain itu alat musik tradisional yang digunakan di daerah ini pun masih terbilang sangatlah
asli dan langka.
3) Ceng-Ceng
Alat musik ceng-ceng merupakan unsur penting dari perangkat gamelan Bali. Dalam berbagai
unsur musik gamelan, ceng-ceng memegang peran yang sangat penting diantara alat musik
tradisional Bali yang lainnya.
Ceng-ceng dimainkan dengan cara dipukul pada bagian tembaga yang bundar dibagian atas
dan akan menghasilkan suara “ceng-ceng-ceng” sesuai namanya. Untuk menghasilkan
suara yang keras anda cukup memegang kedua bagian yang atas dengan menggunakan kedua
tangan.
Di Bali, Ceng-ceng biasanya digunakan pada barungan gamelan, gong gede, semar
pegulingan, barongan, gong gebyar, pelegongan, dan lain-lain. Ada juga acara yang cukup
terkenal disana yang disebut Tari Barong Batubulan Bali, dengan membayar tiket masuk
anda bisa menikmati acara tersebut.
Kayu nangka dan tembaga adalah bahan dasar untuk membuat alat musik tradisoinal ceng-
ceng. Teridi dari 6 buah logam bundar di bagian bawah dan 2 buah logam bundar di bagian
atas. Tali yang ada pada bagian atas perunggu Ceng Ceng, berfungsi untuk memegang alat
musik tersebut, Ceng-Ceng mirip seperti sebuah simbal.

C. Kalimantan
Kalimantan selatan merupakan sebuah Provinsi yang terletak di pulau Kalimantan yang
memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa, tentu kita tahu bahwa hasil alam di pulau
Kalimantan didominasi batu bara, di samping minyak bumi, emas, intan, serta batuan lainnya.
Kalimantan memiliki kondisi alam yang sangatlah indah, jika anda sedang berkunjung kesana
di kawasan dataran rendah banyak sekali lahan gambut hingga rawa-rawa yang masih asli
dari alam sehingga kaya akan keanekaragaman hayati, di kawasan dataran tingginya-pun tak
kalah indah dengan masih sejuknya pemandangan hijau hutan tropis alami yang telah
dilindungi oleh pemerintah.
4) Kalang Kupak

Kalang kupak adalah alat musik tradisional Kalimantan Selatan atau lebih tepatnya dari Suku
Bukit. Masyarakat Dayak Maanyan memanggil alat musik ini dengan sebutan “Salung”
yang fungsinya untuk menghibur petani dan mengusir binatang.
Kalang Kupak terbuat dari bambu, namun bambu yang digunakan-pun tidak sembarangan
dan hanya jenis bambu tipis yang digunakan untuk menghasilkan Kalang Kupak terbaik.
Kalang Kupak terdiri dari 8 ruas bambu yang tiap-tiapnya dipotong setengah dan meruncing
pada bagian ujungnya.
Kalang Kupak biasanya digunakan juga untuk mengiringi upacara ada Balian
Ruas-ruas tadi disatukan dengan serat rotan hingga bentuknya mirip dengan alat musik
tradisionalCalung dari Jawa Barat. Peran Kalang Kupak dalam sebuah pentas kesenian adalah
sebagai pengiring melodi dan semakin baik jika dimainkan dengan alat musik gong, gendang
dan kecapi.

D. Sumatra
5) Aramba
Aramba berasal dari Pulau Nias, Sumatera Utara yang mempunyai jenis bunyi Ideofon, yaitu
bunyi yang berasal dari bahan dasarnya. Cara menggunakan Aramba adalah dengan dipukul
dengan menggunakan pemukul seperti stik.
Aramba adalah salah satu alat musik yang terbuat dari tembaga, kuningan, suasa dan nikel.
Alat ini dimainkan oleh satu orang saja.
Fungsi aramba berperan sebagai pembawa pola irama. Selain aramba ada juga beberapa alat
musik tradisional dari Suku Nias antara lain Gondra, doli-doli, fondrahi, lagia dan rici-
rici.Meskipun Aramba merupakan alat musik tradisional dari Nias, tetapi sebenarnya alat ini
tidak benar-benar dibuat oleh masyarakat Nias lo.
Berdasarkan sejarah, alat musik Aramba ini adalah hasil kerajinan dari Jawa yang dibawa ke
Nias dengan sistem barter seperti sistem zaman dulu.Aramba dimainkan dengan cara dipukul
pada bagian yang berbentuk bundar dan menonjol di bagian tengahnya, biasanya Aramba
digantungkan pada seutas tali, bentuk alat musik ini mudah dikenali karena adanya bentuk
bundar yang menonjol pada bagian atasnya.
Sejarah Alat Musik Aramba
Aramba ini memiliki nilai sejarah hingga menjadi alat musik yang memiliki nilai keramat, itu
sebabnya alat musik yang satu ini menjadi salah satu alat musik khas atau tradisional dari
daerah Nias.Namun jika ditilik dari sejarah alat musik Aramba, konon Aramba merupakan
alat musik hasil pertukaran atau barter dari Jawa, tidak heran jika alat musik ini memiliki
bentuk yang mirip dengan gong.Meskipun demikian, sejarah Aramba masih belum pasti.
E. Makassar
6) Gandrang

Gandrang, atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut gendang, adalah salah satu alat music
tradisional suku Makassar yang masih dapat bertahan dan didengarkan saat sekarang.
Gandrang selain berfungsi sebagai alat pengiring tarian tradisional, juga menjadi penanda
diadakannya upacara tradisional, diantaranya upacara pernikahan adat Makassar. Dentuman-
dentuman yang keluar dari alat music ini terbukti masih dapat menarik minat masyarakat
modern dan dinikmati berbagai kalangan.

Gandrang adalah salah satu alat musik yang telah dimainkan jauh sebelum masa
kemerdekaan Indonesia, yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan Gowa. Jika menilik
lekatnya penggunaan gandrang dalam pertunjukan tari pakarena yang diperkirakan telah
dipentaskan dan mencapai puncak perkembangannya pada abad ke-16, maka gandrang bisa
jadi telah digunakan pada masa itu dalam lingkup istana. Gandrang kemungkinan besar
dibawa masuk ke Sulewasi Selatan dalam proses interaksi dan perdagangan dengan
masyarakat luar di masanya. Meskipun tidak diketahui secara pasti kapan gandrang ini mulai
dijadikan instrumen irama oleh masyarakat suku Makassar, namun keberadaannya sudah
sedemikian melekat dalam kehidupan masyarakat pendukungnya
Terdapat suatu cerita rakyat yang mengisahkan awal keberadaan gandrang sebagai alat
hiburan pada masyarakat. Yaitu pada saat I Lolo Bajo Karaeng Sanrobone, generasi pertama
Sanrobone (Makassar) mengadakan sayembara barang siapa yang dapat membuat sesuatu
barang yang bermanfaat. Si pemenang sayembara menceritakan kepada beliau tentang sebuah
gandrang yang sangat besar, dibuat dari batang pohon mangga, dengan ditutup kulit kerbau.
Besarnya lubang gandrang dikatakan seorang manusia dewasa dapat duduk sila di atasnya.
Setiap kali gandrang besar ini dipukul, maka rakyat akan berdatangan. Terinspirasi dari cerita
tersebutlah maka I Lolo Bajo memerintahkan untuk menciptakan hiburan-hiburan dengan
menggunakan gandrang.
Gandrang dibedakan dalam tiga jenis yaitu Gandrang mangkasarak, gandrang pakarena, dan
gandrang pamancak. Gandrang mangkasarak adalah sebuah gendang yang berukuran cukup
besar, sehingga dinamakan pula dengan gandrang lompo (gendang besar). Gandrang ini
ditabuh pada saat upacara adat penyucian dan pemberkatan benda-benda pusaka kerajaan
yaitu kalompoang atau gaukang. Kalompoang dan gaukang adalah benda-benda pusaka milik
kerajaan-kerajaan lokal yang dikeramatkan dan dianggap memiliki tuah tersendiri. Benda-
benda pusaka tersebut dapat berupa keris, mahkota, atau bendera dan kehadirannya sangat
terkait dengan mitologi To Manurung pada kepercayaan Bugis Makassar. Karena fungsi
utamanya sebagai gendang dalam upacara adat tersebut, maka gandrang mangkasarak dikenal
pula dengan nama gandrang kalompoang dan gandrang gaukang.

Gandrang yang lebih kecil berdiameter kurang lebih 30–40cm merupakan alat musik yang
dipakai untuk mengiringi tari-tarian tradisional, termasuk tari pakarena (tari kipas). Gandrang
merupakan sumber bunyi utama di dalam pertunjukan tari pakarena. Dengan tabuhan yang
cukup keras terdengar mengiringi gerakan perempuan yang lembut dan gemulai, menjadi
simbolisasi dari karakter seorang laki-laki yang kuat dan energik. Gandrang dalam tarian
pakarena biasanya berjumlah 2 – 4 buah dengan tabuhan yang disesuaikan dengan keahlian
sang penabuh dan gerakan dari penari. Gandrang ini dikenal dengan sebutan gandrang
pakarena. Gandrang yang paling umum digunakan untuk keperluan pementasan adalah
gandrang jenis pakarena ini.
Gandrang akmancak merupakan jenis gandrang yang terkecil diantaranya, memiliki diameter
20 – 25 cm dan digunakan dalam pertunjukan seni bela diri Makassar yaitu akmancak.
Gandrang jenis ini ditabuh untuk memeriahkan suasana permainan silat, dengan
menggunakan paling sedikit dua buah gandrang yang dapat dimainkan dengan tangan
maupun memakai alat pukul gendang yang terbuat dari kayu atau rotan. Karena cukup ringan,
gandrang ini dapat dimainkan dengan cara duduk, berdiri, bahkan berjalan. Gandrang jenis
ini juga yang dipakai dalam arak-arakan pengantin. Tidak ada gebukan baku dalam
pertunjukan ini, tidak juga menyesuaikan dengan hentakan dan gerakan-gerakan pesilat,
hanya berdasar pada keahlian si penabuh gandrang saja. Bagian luar gandrangnya pada
umumnya dicat berwarna merah dan dapat dihias sesuai keinginan. Permintaan produksi
gandrang akmancak saat ini masih ada, terutama dari organisasi-organisasi kesenian dan
pencak silat. Pengrajin yang memproduksi gandrang ini dapat kita temukan di daerah
Kabupaten Gowa, tepatnya di wilayah Kec. Bontonompo dan Pallangga.
Gandrang dibuat dengan bahan dasar kayu nangka atau kayu cempaka. Kayu yang dipilih
untuk membuat gandrang tersebut dilubangi di bagian dalamnya, dan dihaluskan agar
diperoleh bunyi yang jernih. Pada bagian kayu yang berlubang kemudian ditutup dengan
menggunakan potongan kulit kambing. Kulit kambing tipis yang telah dijemur beberapa hari
diikat dengan rotan atau benang nilon dan diberi cincin penyelip yang biasanya terbuat dari
logam ataupun serat ijuk. Cincin ini berfungsi untuk mengatur kekencangan kulit sehingga
tidak mudah kendor saat dimainkkan. Untuk memudahkan dalam proses pemasangan,
sebaiknya kulit kambing tersebut direndam terlebih dahulu dengan air dingin selama 2 jam
lamanya. Terdapat perbedaan bunyi yang dihasilkan dari kulit kambing jantan dan betina,
yaitu bunyi “tak” pada kulit kambing jantan dan “dung” dari kulit betina. Karena
penggunaan kulit ini pula maka gandrang dikategorikan sebagai alat musik membranofon.
Alat pukul gendang dibuat dari tanduk kerbau yang diruncingkan sesuai keinginan penabuh
dan dinamakan dengan bahasa lokal yaitu bakbalak.
F. Papua
7) Triton

Triton adalah alat musik tradisional masyarakat Papua. Triton dimainkan dengan cara ditiup.
Alat musik ini terdapat di seluruh pantai, terutama di daerah Biak, Yapen, Waropen, Nabire,
Wondama, serta kepulauan Raja Amat. Awalnya, alat ini hanya digunakan untuk sarana
komunikasi atau sebagai alat panggil atau pemberi tanda. Saat ini, triton digunakan sebagai
alat musik tradisional pengiring tarian kedaerahan.
Indonesia memiliki 700-an suku dengan budayanya yang unik. Salah satu produk budaya
adalah alat musik tradisional. Seperti di Papua misalnya, di wilayah ini dikenal terdapat
banyak alat musik tradisional yang berbeda dengan instrumen-instrumen yang dimiliki suku
lain di Nusantara. Masyarakat di wilayah Papua dikenal memiliki sifat ekspresif. Mereka
mengisi setiap kejadian penting dalam kehidupannya, dengan tradisi kesenian. Selain
berekspresi dengan seni ukirannya yang khas, mereka juga suka menari dan mendengarkan
suara musik dari alat musik tradisional Papua. Meskipun masih banyak alat musik Papua
yang masih digunakan hingga saat ini, tetapi mungkin masih banyak jenis alat musik lain
yang belum dikenal, atau malah telah mengalami kepunahan dalam keberadaannya. Selain
karena makin kurangnya minat generasi muda untuk melestarikannya, juga mungkin karena
pengaruh masuknya budaya seni modern ke dalam kehidupan masyarakat Papua. Selain alat
musik Triton, daerah Papua juga masih memiliki jenis alat musik lain, seperti, Tifa dan
terompet bamboo, yang penggunaannya belum tentu dapat dimainkan oleh orang dari daerah
lain.
Alat musik tradisional Papua, yang bernama Triton merupakan jenis alat musik, yang
memiliki fungsi yang sama dengan alat musik Yi. Hal yang membedakannya adalah, Yi
merupakan alat musik yang dibuat dari kayu, Triton justru dibuat dari kerang terompet dan
dimainkan dengan cara ditiup. Lebih dari itu, perbedaan lain yang terdapat pada kedua alat
musik ini adalah, jika Triton digunakan sebagai sarana berkomunikasi, sedangkan Yi
merupakan alat musik yang digunakan, selain untuk sarana untuk memanggil penduduk, alat
musik ini juga untuk mengiringi acara tari-tarian.
Alat musik ini, mungkin dinamakan Triton, karena sesuai nama daerah asalnya, yaitu teluk
triton di wilayah Papua. Teluk Teluk Triton memiliki potensi wisata yang patut
diperhitungkan, sebagai tujuan ekowisata populer baru di Indonesia. Teluk Triton
menawarkan berbagai jenis hal-hal untuk dilihat dan dilakukan, dari peninggalan sejarah
untuk pertunjukan budaya ke tempat-tempat menyelam yang indah.
8) Tifa
Alat musik tradisional Papua Tifa dimainkan dengan cara dipukul, memang seperti gendang
karena teknik memainkannya pun hampir sama. Tifa terbuat dari batang kayu yaang
dikosongi atau diambil isinya, lalu salah satu sisinya diberikan kulit rusa yang telah
dikeringkan untuk menghasilkan suara.
Kulit rusa hanyalah salah satu pilihan untuk membuat bagian yang dipukul, mereka mungkin
bisa saja menggantinya dengan menggunakan kulit hewan lainnya. Tifa juga alat musik yang
memiliki cerita legenda, salah satunya adalah cerita tentang “Biwar sang penakluk naga“
Tifa juga memiliki berbagai macam jenis, diantaranya: Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong,
Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas. Tifa digunakan sebagai iring-iringan lagu, berdansa disertai
api unggun dan lainnya, namun pada jaman dulu Tifa merupakan penyemangat perang.

Sejarah Tifa
Sejarah tifa ini pun beragam tergantung persepsi tiap daerah masing-masing. Tetapi yang
terkenal bagi masyarakat papua adalah tifa dari daerah Biak. Masyarakat pedalaman
mayoritas tentunya masi erat dengan cerita-cerita mitos yang ada. Konon di suatu daerah di
Biak hidup dua bersaudara laki-laki yang bernama Fraimun dan Sarenbeyar. Nama mereka
pun memiliki arti yang membuat mereka sangat dekat, Fraimun yang atinya perangkat perang
yang gagangnya dapat membunuh.

Sedangkan Saren artinya busur sedangkan Beyar adalah tari busur yang bermakna anak panah
yang terpasang pada busur. Kedua Kakak Adik ini pergi dari desanya Maryendi karena
desanya sudah tenggelam. Mereka berpetualang dan menemukan daerah Wampember yang
berada di Biak Utara serta menetap di sana. Ketika mereka sedang berburu di malam hari,
mereka menemukan pohon opsur. Opsur sendiri artinya adalah pohon atau kayu yang
mengeluarkan suara di tengah hutan. Karena sudah malam, mereka memutuskan untuk
pulang ke rumah dan kembali esok hari.
Keesokan harinya mereka kembali mendatangi pohon tersebut. Pohon itu ditinggali oleh
lebah madu, soa-soa serta biawak dan binatang-binatang kecil lainnya. Mereka penasaran
dengan pohon tersebut dan akhirnya memutuskan untuk menebangnya. Setelah itu mereka
mengeruk dan mengosongkan bagian tengah kayu sehingga menyerupai pipa dengan
peralatan seadanya yaitu memakai nibong.
Nibong adalah sebuah besi panjang yang ujungnya sangat tajam. Tidak lupa mereka
membakar bagian tengah kayu tersebut agar lebih apik. Saat ingin menutupi salah satu isinya
mereka berniat untuk memakai kulit paha sang Kakak. Setelah dipertimbangkan, rasanya
akan sangat menyakitkan bagi sang Kakak. Akhirnya setelah berunding, mereka memutuskan
untuk memakai kulit soa-soa.

Penangkapan soa-soa ini pun tidak sembarangan. Mereka memanggil hewan tersebut “Hei,
napiri Bo..” secara terus menerus menggunakan bahasa Biak ini. Akhirnya soa-soa ini pun
mengerti dan seolah-olah mau menyerahkan dirinya. Akhirnya mereka menguliti soa-soa ini
dan dipakai untuk menutupi salah satu sisi kayu yang berbentuk pipa itu. Hasil yang mereka
kerjakan tersebut adalah alat musik seperti yang kita kenal sekarang sebagai alat musik tifa.

G. Sulawesi
9) Suling Lembang

Suling Lembang merupakan alat musik dari Tana Toraja Sulawesi Selatan. Pa‘suling
merupakan sebutan pada instrumen jenis suling di Tana Toraja (termasuk suling deata, suling
bonde,dll). Suling Lembang terbuat dari bambu bulo. Bulo merupakan jenis bambu yang tipis
dengan ketebalan 2-3 mm. Panjang suling kurang lebih sekitar 80-100 cm dengan diameter
2cm. Mempunyai enam lubang yang berfungsi sebagai jarak antar nada. Namun demikian
pa’suling/Suling Lembang juga didapati mempunyai lima lubang saja. Hal itu dikarenakan
lubang ke dua dari bawah jarang sekali berfungsi sehingga dalam perkembangannya tidak
dilubangi/sengaja dihilangkan.
Suling Lembang merupakan suling vertikal yang cara peniupannya melalui sinto. Sinto
adalah bagian atas suling berbentuk seperti cincin yang berfungsi sebagai pengumpul dan
perantara udara dari mulut sampai lubang masuk udara pada suling. Sinto apabila dalam
suling jawa sering disebut dengan jamang. Bahan sinto terbuat dari penjalin dengan atau daun
lontar.
Peran Suling Lembang sangat dominan pada beberapa jenis musik di Tanah Toraja. Salah
satunya dalam Suling Deata sebagai ungkapan persembahan pada Dewa. Dewa di Tanah
Toraja disebut dengan kata Deata. Beberapa Deata tersebut antara lain Deata tanggana langit
(Deata yang menyangga langit), Deata bumi (Deata kepanaganna) isi Bumi (Deata tanggana
padang). Hal ini merupakan salah satu pengaruh hindu budha yang masih mengakar hingga
sekarang.
Analisa bentuk penyajian Suling Lembang pada Suling Deata berdasarkan pendengaran
sebagai berikut. Penyajiannya bersama-sama dengan beberapa nada dasar. Dimainkan oleh
tiga instrumen suling atau lebih. Peran dari dua Suling Lembang menjadi salah satu tiang
nada yang hanya memainkan satu nada saja. Peran salah satu dari suling lembang memainkan
melodi yang pola permainannya berangkat dari nada dasar sesuai dengan dua instrumen
suling lain yang kemudian kembali pada nada dasar awal. Setelah berulang kali instrumen-
instrumen tersebut mengganti nada dasarnya bersama-sama dengan perhitungan harmoni
yang tepat.
Tana Toraja pengungkapan kesedihan sangat kuat. Beberapa diantaranya diekspresikan
melalui instrumen berupa pa‘suling (suling lembang), gendang kecil (kamaru / garapung),
geso-geso/kesok-kesok, gendang besar (gendang boro). Ungkapan kesedihan tersebut bisa
berlangsung berjam-jam hingga berhari-hari. Selain hal tersebut persembahan berupa hewan
kurban yang biasanya babi atau kerbau juga diwajibkan dalam suatu upacara itu. Sesuai
dengan tingkatan kasta yang masih berlaku dalam adat tersebut. Semakin tinggi kastanya
akan terlihat jelas jenis kemegahan dalam kepercayaan mengantarkan arwah ke tempat
peristirahatan terakhir.
Suling Lembang sendiri sebenarnya merupakan instrumen yang biasanya dimainkan tidak
bersama-sama dalam arti bermain solo. Namun demikian dalam beberapa upacara tertentu
Suling Lembang berkolaborasi dengan vokal dan suling yang serupa. Bentuk dari kolaborasi
tersebut mempunyai sebutan nama yang berbeda. Salah satunya kolaborasi dengan vokal dan
tarian disebut dengan Ma‘marakka, Ma’bondensan sedangkan kolaborasi beberapa Suling
Lembang tersebut disebut dengan suling Deata. Suling Deata sendiri di Tana Toraja
mempunyai jenis yang berbeda-beda. Ada yang bentuk dan wujudnya seperti selompret yang
terbuat dari daun kelapa serta ada yang berupa Pa‘Suling. Namun demikian penyebutan
Deata disini intinya merupakan persembahan pada Dewa.

Nada–nada yang terdapat pada Suling Lembang merupakan nada pentatonis bukan nada
diatonis. Nada-nada tersebut digolongkan berdasarkan rasa musikal yang disajikan di Tana
Toraja. Salah satu suling yang penggunaan nada-nadanya diatonis adalah suling bulatta.
Sedangkan Suling Lembang nada yang digunakan merupakan nada pentatonis Toraja.
Suling Lembang merupakan instrumen yang keberadaannya masih lokal dan belum
menasional. Hal itu dikarenakan peran serta suling tersebut dalam musik digunakan sebagai
upacara. Selain itu nada-nadanya menunjukan kedaerahan khas suku Toraja sehingga dalam
perkembangannya hanya terdapat di Tanah Toraja.
H. Aceh
10) Arbab

Arbab merupakan salah satu alat musik yang berasal dari provisi Aceh yang berada dalam
Daerah Indonesia baigan bat. Instrumen ini terdiri dari 2 bagian yaitu Arbabnya sendiri
(instrumen induknya) dan penggeseknya (stryk stock) dalam bahasa daerah disebut : Go
Arab. Instrumen ini memakai bahan : tempurung kelapa, kulit kambing, kayu dan dawai.
Musik Arbab pernah berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Arbab ini
dipertunjukkan pada acara-acara keramaian rakyat, seperti hiburan rakyat, pasar malam dsb.
Sekarang ini tidak pernah dijumpai kesenian ini, diperkirakan sudah mulai punah. Terakhir
kesenian ini dapat dilihat pada zaman pemerintahan Belanda dan pendudukan Jepang.
Arbab menggunakan busur dan dimainkan layaknya biola. Namun, ada perbedaan yang besar
pada sikap pemain saat memainkannya. Kalau biola diletakkan di bahu dam lengan, Arbab
dimainkan dengan meletakkannya pada posisi bersender 45 derajat, dan kaki pemain
menahan Arbab. Dengan demikian si pemain harus duduk di lantai. Pada umumnya Arbab
dimainkan dalam ensambel musik kecil yang dilengkapi tiga musisi lain yang memainkan
husapi (sejenis alat musik dawai) dan Odap (gendang kecil) serta piring yang berfungsi
sebagai perkusi; sekaligus sebagai metronom bagi permainan Arbab. Arbab juga merupakan
alat musik tradisional yang penggunaannya masuk dalam area ritual, yang menuntut
konsentrasi penuh dan penghayatan dalam permainannya.
Alat musik Arbab pada zamannya biasa dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu tradisional,
bersama Geundrang/Rapai dan sejumlah alat musik trandisional lainnya, di mana Arbab
berperan sebagai instrumen utama pembawa lagu. Dalam tradisinya, musik Arbab biasa
dimainkan dalam acara-acara keramaian rakyat, seperti hiburan rakyat dan pasar malam.
Musik Arbab disajikan ke tengah penontonnya oleh dua kelompok, yakni pemusik dan
penyanyi. Kelompok penyanyi terdiri dari dua orang lelaki, di mana salah seorang di antara
mereka memerankan tokoh wanita, lengkap dengan busana dan dandanan seperti wanita.
Penyanyi yang memerankan perempuan tersebut dikenal dengan sebutan Fatimah Abi. Pada
umumnya, mereka membawakan lagu-lagu hikayat dan lagu-lagu yang mengandung muatan
humor. Di antara lagu-lagu hikayat yang pernah dibawakan dalam pertunjukan musik Arbab,
tercatat salah satunya berjudul Hikayat Indra Bangsawan. Beberapa literature menyebutkan
bahwa alat musik Arbab pernah hidup dan berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh
Barat. Dewasa ini, kesenian Arbab sangat jarang dijumpai, dan diperkirakan mulai
kehilangan tempatnya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Alat Musik Tradisional jangan pernah di tinggalkan karena musik tradisional adalah warisan
nenek moyang suatu bangsa yang di turunkan secara turun temurun. Alat Musik Tradisional
ini merupakan suatu cirikhas sebuah bangsa, maka menjaga, memelihara dan melestarikan
budaya dengan alat alat musik tradisional merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan
kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap
suku bangsa. Alat Musik tradisional juga dapat di kolaborasikan dengan musik moderen yang
tidak kala menarik untuk di saksikan.

Anda mungkin juga menyukai