Anda di halaman 1dari 19

TARIAN SULAWESI

Tari Maengket

Maengket adalah paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta
seni sastra yang terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah
pengamat kesenian bahkan
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera.
Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan
puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi
penyempurnaan.
Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal
pertanian terutama menanam padi di ladang. Kalau dulu nenek moyang
Minahasa,
maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakangerakan yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah
berkembang

teristimewa

bentuk

dan

tarinya

tanpa

meninggalkan

keasliannya terutama syair/sastra lagunya.


Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu :
-

Maowey Kamberu
Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara
pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil
pertanian

terutama

Marambak

adalah

tanaman
tarian

padi

dengan

yang

berlipat

semangat

ganda/banyak.

kegotong-royongan

(mapalus), rakyat Minahasa bantu membantu membuat rumah yang


baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru
atau dalam bahasa daerah disebut rumambak atau menguji kekuatan
rumah baru dan semua masyarakat kampung diundang dalam
-

pengucapan syukur.
Marambak Lalayaan. Lalayaan adalah tari yang dilakukan saat bulan
purnama Mahatambulelenen, para muda-mudi melangsungkan acara
Makariaan mencari teman hidup.

Tari Maselai

Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari
Provinsi Sulawesi Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud ini dahulu merupakan bagian dari
suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur kepada Genggona
Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam
Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring
dengan perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari
mesalai saat ini juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan
syukuran,

seperti:

khitanan,

perkawinan,

peresmian perahu baru dan lain sebagainya


GORONTALO
Tari Dana Dana

mendirikan

rumah

baru,

Salah satu warisan nenek moyang kita yang perlu dilestarikan yakni Seni
Tari. Olah gerak nan elok ini menampilkan serta menceritakan tentang
kehidupan masyarakat melalui gerakan tari. Selain Tari Saronde, Tari
Dana-danamerupakan salah satu dari seni budaya asli Gorontalo. Tari ini
menampilkan gerakan yang harus diikuti oleh seluruh anggota badan dan
menggambarkan pergaulan keakraban remaja. Salah satu tarian khas
gorontalo yang biasanya ditarikan pada saat hajatan berupa acara
perkawinan atau pesta rakyat dan pagelaran seni budaya. Keunikannya
tari ini didominasi oleh gerakan-gerakan yang dinamis mengikuti irama
musik

gambus

dan

rebana

serta

lagu

berisi

pantun

bertemakan

percintaan, atau nasehat nasehat yang berhubungan dengan pergaulan


remaja.
Ketatnya ajaran Islam dan norma adat-istiadat masyarakat Gorontalo pada
waktu itu, mengalami kendala untuk menampilkan tarian ini secara
berpasang-pasangan. Alasannya cukup masuk akal, tidak mengizinkan
pria dengan mudah menyentuh wanita yang bukan muhrimnya. Sehingga
tarian dana-dana yang diangkat dari salah satu tarian pergaulan mudamudi waktu itu ditampilkan hanya dilakoni oleh laki-laki saja dengan
jumlah 2 sampai 4 orang.
Tarian Dana-dana ini terus mengalami metamorfosis, di modifikasi dan di
sesuaikan dengan keadaan zaman. Hal ini dilakukan agar tarian danadana yang dimainkan sepasang muda-mudi itu mempunyai daya tarik
tersendiri bagi masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka di daerah gorontalo
terdapat tiga jenis tarian dana-dana, Tari Dana-Dana Asli yang merupakan

tarian

dana-dana

peninggalan

leluhur

yang

gerakannya

belum

terkontaminasi oleh zaman, Tari Dana-Dana Modern dan Tari dana-Dana


Kreasi, kedua tarian ini merupakan penjabaran dari tarian dana-dana asli.
Walaupun telah di modifikasi sedemikian rupa, tarian dana-dana modern
dan kreasi ini tidak bertentangan dengan syariat Islam, dimana khususnya
untuk pakaian penari wanita yang tetap di haruskan menggunakan
busana tertutup serta jilbab sebagai ciri khas seorang muslimah.
Tarian dana-dana yang mengalami modifikasi dari tarian asli nampak jelas
pada jumlah personil penari yang terdiri atas pasangan laki-laki dan
perempuan serta pakaian yang kini ditata dengan busanatakowa kiki,
memakai songkok dan berlilitkan sarung di pinggang. Meskipun telah di
modifikasi, akan tetapi hal itu tidak mengurangi nilai dari tarian danadana yang aslinya.
Tarian dana-dana modern dan klasik merupakan gabungan antara tari
dana-dana

yang

asli

dan

cha-cha.

Dengan

maksud

agar

banyak

peminatnya terutama para pemuda. Kenapa harus dilakukan modifikasi?


Hal ini tidak terlepas dari perkembangan zaman yang sudah semakin
maju sehingga para budayawan mencoba membuat tarian dana-dana
tetap menarik untuk ditampilkan dan dipelajari, terutama oleh generasi
muda Gorontalo.

Sulawesi tengah
Tari Dero

Kesenian tradisional Modero, tarian yang dibawakan oleh golongan tua


dan muda pada waktu pesta panen (vunja). Tarian ini ditarikan di tengah
sawah, biasanya sampai pagi hari. Tujuan dari tarian ini merupakan
ungkapan

rasa

terima

kasih

atas

keberhasilan

panen,

sekaligus

merupakan hiburan bagi para petani setelah bekerja keras.


Selanjutnya

untuk

Vaino,

merupakan

pembacaan

syair-syair

yang

dibawakan secara bersahut-sahutan. Biasanya dilakukan pada waktu


pesta kedukaan, yaitu di antara malam-malam dari hari ke- 3 sampai hari
ke- 40 setelah kematian.
Sedangkan Dadendate, dapat dikategorikan sebagai seni suara, berupa
nyanyian yang dilagukan semalam suntuk oleh seorang pria dan seorang
wanita secara bergantian dengan iringan alat musik gambus. Syair yang
dinyanyikan berisikan sindiran yang sifatnya membangun. Kesenian ini
pada umunmya digemari oleh semua lapisan umur dalam masyarakat.
Untuk

kesenian

tradisional

Kakula,

yaitu

sejenis

kesenian

yang

menggunakan seperangkat alat musik, terdiri dari 15 buah kakula, 2 buah


tambur, dan sebuah gong.
Untuk jenis tarian yang disuguhkan untuk menyambut tamu-tamu
terhormat, yang diakhiri dengan menaburkan bunga kepada para tamu
sering dinamai tarian . Lumense dan Peule Cinde
Mamosa, merupakan tarian perang yang dibawakan oleh seorang penari
pria dengan membawa parang dan perisai kayu, yang ditarikan dengan

gerakan melompat-lompat seperti menangkis serangan. Tarian ini diiringi


alat musik gendang dan gong.
Sedanngkan Morego, sejenis tarian untuk menyambut kepulangan para
pahlawan dari medan pertempuran dengan membawa kemenangan.
Sebelum tarian ini ditarikan, harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu seperti meminta restu kepada pemangku adat, kemudian
mencari wanita pasangan menari yang belum menikah.
Selanjutnya, Pajoge, merupakan tarian yang berasal dari lingkungan
istana, dan biasanya ditarikan pada waktu ada pesta pelantikan raja.
Tarian ini merupakan hasil pengaruh unsur kesenian dari kebudayaan
yang berkembang di Sulawesi Selatan. Para penarinya terdiri dari tujuh
penari wanita dan seorang penari pria.

Balia, merupakan sejenis tarian yang berkaitan dengan kepercayaan


animisme, yaitu pemujaan terhadap benda-benda keramat, khususnya
yang berhubungan dengan pengobatan tradisional terhadap seseorang
yang terkena pengaruh roh jahat.
Kalau dilihat dari kesenian tari, wilayah Sulawesi tengah akan kaya
dengan seni budayanya. Hanya saja, cara untuk melestarikan serta
mempertahankan serta mempromosikannya perlu mendapat perhatian
secara maksimal dari pemerintah daerah.

Tari Pamonte

Tari Pomonte adalah salah satu tari daerah yang telah merakyat di
Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan simbol dan refleksi gerak dari
salah satu kebiasaan gadis-gadis suku Kaili pada zaman dahulu dalam
menuai padi, yang mana mayoritas penduduk suku Kaili adalah hidup
bertani. Tari Pomonte telah dikenal sejak tahun 1957 yang di ciptakan oleh
seorang seniman besar, putra asli Sulawesi tengah yaitu (alm) Hasan. M.
Bahasyuan, beliau terinspirasi dari masyarakat Sulawesi Tengah yang
agraris. Tari Pomonte melambangkan sifat gotong-royong dan memiliki
daya

komunikasi

yang

tinggi,

hidup

dan

berkembang

ditengah

masyarakat yang telah menyatu dengan budaya masyarakat itu sendiri.


Kata POMONTE berasal dari bahasa Kaili Tara ; - PO artinya = Pelaksana MONTE artinya = Tuai (menuai) - POMONTE artinya = Penuai Tari Pomonte
menggambarkan suatu kebiasaan para gadis-gadis suku Kaili di Sulawesi
Tengah yang sedang menuai padi pada waktu panen tiba dengan penuh
suka cita, yang dimulai dari menuai padi sampai dengan upacara
kesyukuran terhadap sang Pencipta atas keberhasilan panen. Dan
sebelum menuai setiap pekerjaan didahului oleh seorang Penghulu yang
dalam bahasa Kaili disebut TADULAKO. TADULAKO pada tarian ini berperan
sebagai pengantar rekan-rekannya mulai dari menuai, membawa padi
kerumah, membawa padi ke lesung, menumbuk padi, menapis serta
membawa beras ke rumah yang kemudian disusul dengan upacara
selamatan yakni Norano, Vunja, Meaju dan Noraego mpae yang
merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan pada upacara panen suku
Kaili di provinsi Sulawesi Tengah. Tari Pomonte memiliki daya pikat yang

kuat

karena

dalam

penampilannya

mampu

menimbulkan

suasana

gembira terhadap penonton, baik dalam gerak maupun lagu yang


dinyanyikan dalam berhasa daerah yaitu bahasa Kaili, sehingga tari
Pomonte

dapat

dimengerti

langsung

oleh

yang

menyaksikannya

khususnya masyarakat di lembah Palu.

Sulawesi Tenggara
Tari Molulo

Tari Molulo sebenarnya adalah tari tradisional yang berasal dari daerah
Tolaki Sulawesi Tenggara (Indonesia). Daerah tolaki adalah bekas Kerajaan
Konawe dan Mekongga yakni Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Konawe
Selatan, Kota Kendari, dan sebagian Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara.
Di daerah-daerah tersebut menggunakan bahasa Tolaki namun dengan
dua dialek yang berbeda yakni Bahasa Tolaki Dialek Wawonii dan Bahasa
Tolaki Dialek Mekongga. Walaupun Tari Molulo ini berasal dari daerah/suku
tolaki, akan tetapi tarian ini diminati oleh seluruh masyarakat di Sulawesi
Tenggara bahkan Sulawesi Tengah. Molulo ini hampir sama dengan
modero, hanya saja kalau dalam modero lagu harus dibawakan oleh
peserta modero, akan tetapi dalam molulo lagu berasal dari kaset/pita
rekaman ataupun gong dan gendang.
Pada zaman dahulu, molulo selalu dilaksanakan dengan menggunakan
gong. Jadi dapat dikatakan ada kelompok penari dan kelompok penabuh

gendang dan pemukul gong. Namun sayangnya, di kabupaten muna, tari


molulo yang diikuti dengan gendang dan gong sudah tidak ada lagi, sebab
sudah berganti dengan menggunakan music dangdut yang berirama
disko, remix dan irama house. Selain menggunakan musik yang berasal
dari kaset/pita rekaman, saat ini juga molulo yang paling banyak digemari
adalah musik yang berasal dari grup band atau organ. Kadang-kadang
kalau menggunakan kaset/pita rekaman tidak banyak yang menyukainya,
akan tetapi jika menggunakan organ atau music band, banyak sekali yang
menggemarinya. Ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Muna tetapi merata
di Sulawesi Tenggara.

Tarian Modero

Tarian Rakyat Suku Mori di Sulawesi Tengah: Kesenian ini diselenggarakan


hampir disemua desa pada waktu musim panen sebagai tanda syukur dan
pada rangkaian acara pernikahan. Modero dijadikan pula ajang pertemuan
antara cewe dengan cowo, Menari bersama dalam beberapa lingkaran
bersusun bisa sampai 5 atau 10 atau lebih lingkaran, ditengahnya
dinyalakan api unggun, dan seorang memukul gendang yang berirama,
disiapkan pula tempat minuman biasanya minuman dari arak (Saguer)
dan daging dendeng bakar. Tarian Modero dimulai dari jam 9 malam
sampai pagi, sambil menari mendendangkan pantun khas daerah
tersebut, bagi yang kelelahan dapat beristrahat sambil baring di tengah2
lingkaran., siapa saja dapat ikut dan bargabung dalam tarian tersebut,
terkadang wisatawan manca negara pun ikut bergabung. Irama gerakan

Modero

mulai

bergandengan

dari

gerakan

tangan)

dasar

sampai

(gerakan
dengan

kekiri-kekanan
gerakan

irama

sambil
yang

tersulit/tingkat ke 9 (versi asli tarian molulo) dan semua beraturan. Kalau


tidak tau gerakannya, jangan khawatir, bergabung saja diantara gadis
gadis yang cantik, ia akan menggandeng tangan anda dan menuntun,
tidak peduli ia mempunyai pasangan atau tidak.. Kalau Anda hanya berdiri
dipinggiran lingkaran.., tunggu saja tidak lama kemudian anda dijemput
untuk bergabung.
Tari Honari Mosega

Indonesia tak hanya dianugerahi dengan kekayaan alam yang indah,


negeri ini juga di anugerahi dengan beragam kebudayaan yang unik dan
menarik. Salah satu kebudayaan yang bisa Anda nikmati hingga sekarang
adalah seni tari Honari Mosega.
Kesenian ini adalah tarian perang asli asal Liya, Kabupaten Wakatobi,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Kesenian Tari Tradisonal ini merupakan
kebanggaan masyarakat Liya yang mengisahkan tarian berani.
Dahulu kala seni tari Honari Mosega di atraksikan sebelum dan sesudah
perang. Tarian ini diadakan sebagai pengungkapan dan motivasi dari
semangat prajurit Liya ketika akan berperang mengusir musuh dan

kegembiraan mereka karena pulang dengan kemenangan keberhasilan


menaklukan musuh.
Tari ini dimainkan oleh beberapa laki-laki, terdiri dari 1 penari inti disebut
tompidhe dengan memegang tombak atau parang, dan dilengkapi dengan
1 atau 4 orang sebagai hulubalang yang disebut manu-manu moane
dengan memegang tombak dan janur kuning sebagai penghalau bisa atau
sihir. Kadang terdapat pula hulubalang wanita yang disebut manu-manu
wowine serta 1 orang pemukul gendang atau tamburu.
Penari Tompidhe dan Manu-manu Moane dilengkapi dengan untaian
gemerincing dan dalam gerakannya akan selalu menimbulkan bunyi.
Terdapat gerakan meloncat dan maju lalu mundur secara beraturan
sebagai gerakan silat Liya yang disebut Makanjara, yang dilakukan karena
kegembiraan atas kemenangan mereka dalam berperang.
Tari Honari Mosega selama masa kesultanan buton sering ditampilkan
pada acara-acara penyambutan tamu agung, maupun perangkatnya serta
acara-acara adat yang berlaku hanya dalam lingkup keturunan para
bangsawan Liya

Tarian Lulo

Tarian tradisional salah satu jenis kesenian, setiap suku di daerah ini
memiliki tarian tradisional masing-masing, yang merupakan kekayaan

budaya warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia khususnya di


daerah Sulawesi Tenggara. Di Kendari (sulawesi tenggara) terdapat
beberapa suku. Suku Tolaki sebagai salah satu suku yang berada di
daerah ini memiliki beberapa tarian tradisional , salah satu tarian
tradisional yang masih sering dilaksanakan hingga saat ini adalah tarian
persahabatan yang disebut tarian Lulo.
Jaman dulu, nenek moyang suku tolaki tarian ini dilakukan pada upacaraupacara adat seperti : pernikahan, pesta panen raya dan upacara
pelantikan raja, yang diiringi oleh alat musik pukul yaitu gong, gong yang
digunakan biasanya terdiri dari 2 macam yang berbeda ukuran dan jenis
suara. Saat sekarang utamanaya di daerah perkotaan , gong sebagai alat
musik pengiring tarian lulo telah digantikan dengan alat musik modern
yaitu Electone.
Adapun filosofi tarian lulo adalah persahabatan, yang biasa ditujukan
kepada muda-mudi suku Tolaki sebagai ajang perkenalan, mencari jodoh,
dan mempererat tali persaudaraan. Tarian ini dilakukan dengan posisi
saling bergandengan tangan dan membentuk sebuah lingkaran. Peserta
tarian ini tidak dibatasi oleh usia maupun golongan, siapa saja boleh turut
serta dalam tarian lulo, kaya miskin, tua, muda boleh bahkan jika anda
bukan suku tolaki atau dari Negara lain bisa bergabung dalam tarian ini,
yang penting adalah bisa mengikuti gerakan tarian ini. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah posisi tangan saat bergandengan tangan, untuk pria
posisi telapak tangan di bawah menopang tangan wanita. Posisi tangan ini
merupakan simbolisasi dari kedudukan, peran, etika pria dan wanita
dalam kehidupan ini.
Tetapi saat ini Tarian lulo telah mengalami proses adaptasi terutama
dalam hal variasi gerakan dan juga musik yang mengiringinya, jika dahulu
masyarakat suku tolaki menggunakan alat musik pukul yang dikenal
dengan sebutan Gong saat ini telah menggunakan alat musik elektronik
yaitu organ tunggal (electone) begitu juga dengan variasi gerakannya
mulai dari lulo yang lambat (santai) sampai gerakan yang cepat.

Yang terpenting dari semua itu adalah arti dari tarian Lulo sendiri, tarian
Lulo mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang
cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam
menjalani

kehidupannya.

diungkapkan

dalam

Seperti

bentuk

filosofi

pepatah

masyarakat

samaturu,

Tolaki

medulu

yang
ronga

mepokoaso yang berarti masyarakat Tolaki dalam menjalani perannya


masing-masing selalu bersatu, bekerja sama, saling tolong menolong dan
bantu-membantu.

SULAWESI BARAT
TARIAN MOTARO

Tarian Motaro adalah tarian rakyat yang diciptakan oleh masyarakat suku
Pamona sendiri tanpa mendapat pengaruh dari kebudayaan luar. Motaro
adalah tarian khas daerah poso (suku pamona) yang sejak dahulu kala
sampai sekarang tetap di pelihara dan di kembangkan oleh masyarakat
setempat. Hanya lagu/nyanyian yang dipakai sebagai pengiring pengantar
tari ini sudah banyak dimodernisasikan, sesuaikan dengan perkembangan
seni dalam era perputaran waktu.
Namun demikian, yang menjadi dasar atau inti tarian Motaro masih tetap
dipertahankan.

Pada

masa

dahulu

tarian

Motaro

dilakukan

untuk

menyambut para pahlawan yang baru kembali dari medan pertempuran


sebagai rasa syukur mereka kepada pencipta, atas kemenangan mereka.

Pada zaman dahulu sebelum penjajahan Belanda, para penari tarian


Motaro ini memakai pakian yang terbuat dari kulit kayu (dalam bahasa
pamona disebut inodo) yang di celup dalam larutan geta dari buah
sejenis mangga, yang di sebut buahpolo.
Adapun perlengkapan dalam membawakan tarian ini adalah:
1. Tinampa, Yaitu gelang tangan yang terbuat dari logam warna putih,
bersusun

sepanjang

hasta

(siku

sampai

kepergelangan

tangan)

jumlahnya kerang lebih 50 buah.


2. Langko, yaitu gelang kaki yang terbuat dari logam yang berwarna
putih, bersusun 2 sampai 10 buah di kaki penari
3. Daun Soi, semacam daun (jenis tumbuh-tumbuhan yang tahan panas
ataupun hujan) yang berwarna coklat tua, kadang berwarna merah,
yang

dipegang

oleh

tangan

kiri

para

penari,

melambangkan/menggambarkan keberanian, dan kehidupan abadi,


dan luhur
4. Pedang, yang melambangkan, jiwa kepahlawanan yang tinggi dan
bersemangat.
5. Gendang (karatu), yaitu 2 buah gendang sedang, dan sebuah gendang
besar yang ditabuh oleh pria/wanita, penabuh yang ahli dalam irama
dan gaya pukulan, sesuai dengan gerakan-gerakan dalam tarian ini.
Irama pukulan gendang yang tepat seolah-olah mengeluarkan suara
yang mengatakan Daku tende lipu sei artinya saya angkat kampung
ini. Menurut jiwa dan seninya, pukulan gendang tersebut bertujuan
menjujung tinggi/mempertahankan dan mengembangkan daerah ini
untuk lebih maju ke tingkat dan perkembangannya yang lebih tinggi.
6. Perisai (kanta), sebuah alat pelindung yang dipakai pada waktu
berperang,

melambangkan

besarnya

jiwa

kepahlawanan

untuk

menghadapi segala bentuk musuh. Alat(kanta) tersebut akan dipegang


oleh 2 orang pria yang pandai Mangaru (seperti cakalele) untuk
mengiringi para penari putri membawakan tarian Motaro.
Tarian Motaro adalah salah satu tarian di daerah/wilayah Pamona yang
menggambarkan:

1. besarnya jiwa kepahlawanan yang kokoh dan kuat untuk melawan dan
menghancurkan segala jenis dan bentuk

pengrusakan terhadap

kemanusiaa.
2. melambangkan kehalusan budi pekerti para putri-putri suku Pamona,
yang

dapat

menghargai

dan

menghormati

sesama

sudaranya,

sebangsanya, terutama penciptanya, dan orang tuannya.


3. keperacayaan yang teguh akan kekuatan gaib, dewa yang disembah,
agar supaya segala berkat serta kenikmatan hidup dan ketentraman
bermasyarakat akan diberikan dan dirasakan oleh setiap insan yang
mempercayainya.

SULAWESI SELATAN
Tari Pakarena

Tari Pakarena adalah tarian tradisional dari Sulawesi Selatan yang diiringi
oleh 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat
semacam suling (puik-puik). Selain tari pakarena yang selama ini
dimainkan oleh maestro tari pakarena Maccoppong Daeng Rannu (alm) di
kabupaten Gowa, juga ada jenis tari pakarena lain yang berasal dari
Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu Tari Pakarena Gantarang. Disebut
sebagai Tari Pakarena Gantarang karena tarian ini berasal dari sebuah
perkampungan yang merupakan pusat kerajaan di Pulau Selayar pada
masa lalu yaitu Gantarang Lalang Bata. Tarian yang dimainkan oleh empat
orang penari perempuan ini pertama kali ditampilkan pada abad ke 17
tepatnya tahun 1903 saat Pangali Patta Raja dinobatkan sebagai Raja di

Gantarang Lalang Bata. Tidak ada data yang menyebutkan sejak kapan
tarian ini ada dan siapa yang menciptakan Tari Pakarena Gantarang ini
namun masyarakat meyakini bahwa Tari Pakarena Gantarang berkaitan
dengan kemunculan Tumanurung. Tumanurung merupakan bidadari yang
turun dari langit untuk untuk memberikan petunjuk kepada manusia di
bumi. Petunjuk yang diberikan tersebut berupa symbol simbol berupa
gerakan kemudian di kenal sebagai Tari Pakarena Gantarang. Hal ini
hampir senada dengan apa yang dituturkan oleh salah seorang pemain
Tari Pakarena Makassar Munasih Nadjamuddin. Wanita yang sering disama
Mama Muna ini mengatakan bahwa Tari Pakarena berawal dari kisah
perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan) dengan penghuni
lino (bumi) zaman dahulu. Sebelum berpisah, botting langi mengajarkan
kepada penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam hingga
cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan
inilah yang kemudian menjadi tarian ritual ketika penduduk di bumi
menyampaikan rasa syukur pada penghuni langit. Tak mengherankan jika
gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus bahkan
sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Tarian ini terbagi dalam
12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi
pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti
arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara
gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan
mainnya,

seorang

penari

Pakarena

tidak

diperkenankan

membuka

matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh
diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang
memakan waktu sekitar dua jam. Tari Pakarena Gantarang diiringi alat
music berupa gendang, kannong-kannong, gong, kancing dan pui-pui.
Sedangkan kostum dari penarinya adalah, baju pahang (tenunan tangan),
lipa sabe (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-perhiasan
khas Kabupaten Selayar. Tahun 2007, Tari Pakarena Gantarang mewakili
Sulawesi Selatan dan Indonesia pada Acara Jembatan Budaya 2007
IndonesiaMalaysia di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC).

Tari Pajaga

Seperti kita maklumi bahwa sebelum agama Islam masuk kerajaan Luwu
(sebelum tahun 1604) maka yang dianut oleh masyarakat Luwu adalah
agama Animisme. Agama yang mempercayai banyak dewa. Menurut
kebudayaan bahwa seni lahir dari agama setelah pada satu tingkat
kebudayaan, manusia percaya pada adanya dewa-dewa.
Mereka

melakukan

kultus

sebagai

pernyataan

hubungan

dan

pengabdiannya kepada dewa-dewa itu, menggerakkan hati dewa-dewa


agar

dewa-dewa

tersebut

mengabulkan

permohonan-permohonan

mereka. Dan dilakukan tari-tarian untuk menyenangkan untuk mengambil


hati dewa-dewa. Tari lahir gerak keasikan pemujaan dan permohonan,
seterusnya agar tari tertentu dalam iramanya, ia diiringi dengan tabuhan
suara bunyi-bunyian, yang berkembang menjadi seni musik.
Demikianlah sejarah timbulnya Tari Pajaga semasa Batara Guru I menjadi
Pajung (Raja) di Luwu oleh beliau disuruhlah mencipta satu tarian sebagai
suatu pemujaan kepada dewa-dewa dalam memenuhi permohonan
manusia dan agar gerak itu mempunyai irama yang tetap maka gerak itu
diiringi oleh nyanyian dan tabuhan gendang.
Sampai pada saat ini seni tari Pajaga itu, demikian pula dengan alat yang
mengiringinya belum banyak mengalami perubahan atau dengan kata lain
masih mendekati keaslian. Tarian Sulawesi Selatan

Asal mulanya sehingga tari ini diberi nama Pajaga. Dalam peningkatan
kepercayaan rakyat Luwu dan setelah masuknya agama Islam di Luwu
sehingga agama Islam pada itu menjadi agama kerajaan Luwu (tahun
1604). Maka tari ini tidak lagi menjadi tari yang menjadi hiburan raja-raja
bahkan menjadi tari penghormatan kepada tamu-tamu raja yang datang
ditarikan pada saat tertentu, seperti pada upacara kerajaan. Oleh karena
tari tersebut sering

Tari Pajoge

Asal mulanya Pajoge, timbul semasa kerajaan Bone dahulu. Ada yang
mengatakan sejak abad ke VII, tetapi hal itu belum jelas, karena belum
ada diketemukan tulisan-tulisan yang dapat memberikan keterangan pasti
tentang hal itu, tetapi yang jelas bahwa raja Bone ke 31 Lapawawoi
Karaeng Sigeri sangat gemar akan tari Pajoge dan semua anaknya
memelihara tari Pajoge.
Jadi dengan demikian bahwa Pajoge lahir di istana raja untuk menghibur
raja dan keluarganya, juga untuk menghibur rakyat pada pesta-pesta.
Penari-penari pada umumnya diambil dari rakyat biasa saja. Perbedaan
dengan tari Pakarena dengan tari Pajoge yang biasa hidup diistana raja
yang penari-penarinya dipilih dari keturunan bangsawan atau anak

anggota adat. Tetapi Pajoge adalah merupakan tarian rakyat yang


dipertontonkan pada pesta raja dan umum. Tarian Sulawesi Selatan
Demikian Pajoge berfungsi sebagai tarian hiburan, juga merupakan alat
penghubung antara raja dan rakyat, untuk mendekatkan hubungan agar
supaya rakyat tetap cinta kepada rajanya dan sebaliknya.
Pajoge yang lahir di istana raja itu penari-penarinya dipilih yang cantikcantik saja serta mempunyai kelebihan-kelebihan agar supaya dapat
menarik perhatian para penonton, baik raja-raja maupun rakyat dengan
maksud disamping ia berfungsi sebagai hiburan juga dapat menarik
keuntungan atau hasil yang berupa materi, karena para penonton diberi
kesempatan untuk Mappasompe pada salah seorang Pajoge yang
diingininya. Dan telah menjadi ketentuan bahwa setiap laki-laki yang mau
Mappasompe harus menyediakan uang atau benda lain.
Macam-macam Tari Pajoge
-

Pajoge biasa (penari-penarinya dari wanita)


Pajoge Angkong (penari-penarinya orang-orang banci) tarian sulawesi
selatan

Anda mungkin juga menyukai