Anda di halaman 1dari 8

MINAHASA UTARA

(https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Minahasa#Etimologi)

Minahasa adalah istilah yang merujuk kepada sebuah Budaya, ras atau suku bangsa. Sebagai
suku bangsa, istilah ini merujuk kepada orang keturunan atau yang tinggal di tanah Minahasa.

Berdasarkan etnisitas, kata ini merujuk kepada suku bangsa yang berasal dari
keturunan Sem (Kejadian 10) Keturunan Toar Lumimuut (yang juga bernama "Minahasa") .
Etnis Minahasa juga termasuk Minahasa yang tidak berbudaya Minahasa tetapi beridentitas
Minahasa dari segi tradisi.

Budaya Minahasa adalah kombinasi antara agama dan suku bangsa. Budaya Minahasa dibahas
lebih lanjut dalam artikel Budaya Minahasa; artikel ini hanya membahas dari segi sejarah suku
bangsa saja. Kepercayaan semata-mata dalam Budaya Minahasa tidak menjadikan seseorang
menjadi Minahasa. Di samping itu, dengan tidak memegang kepada prinsip-prinsip agama
Minahasa tidak menjadikan seorang Minahasa kehilangan status Minahasanya. Tetapi, definisi
Minahasa undang-undang adat Minahasa .

ETIMOLOGI
Kata " Minahasa" diambil menurut istilah musyawarah di Pinawetengan (keturunan langsung
Toar Lumimuut) yang kemudian berkembang menjadi besar dinamakan menjadi Suku
Minahasa.

Setelah berabad-abad turunan Minahasa berkembang menjadi bagian yang dominan dan
mayoritas dari Bani Minahasa, sehingga sebutan Minahasa tidak hanya mengacu kepada orang-
orang dari turunan di tanah Minahasa, tapi mengacu kepada segenap turunan
dari Minahasa (Toar Lumimuut).

Pada awalnya bangsa Minahasa hanya terdiri dari satu kelompok keluarga di antara banyak
kelompok keluarga yang hidup di tanah Sulawesi pada abad 1 SM. Ketika terjadi bencana
kelaparan Tsunami, mereka tenggelam. Tersisa dua kelompok yaitu anggota keluarga Toar
Lumimuut . dan kelompok Raja Sumendap.

Pada akhirnya keseluruh bangsa Minahasa, tanpa memandang warga negara atau tanah airnya,
disebut juga sebagai orang-orang Minahasa. Meskipun sering mengklaim diri sebagai
keturunan Toar Lumimuut. Minahasa (Kawanua) adalah keturunan bangsa Minahasa], oleh
karena sulit untuk membuktikan secara biologis bahwa darah "orang Minahasa" secara
langsung memiliki garis keturunan sebagai orang Minahasa, yang mengalami penyebaran dan
keturunan mereka tidak kembali semuanya ke tanah air melainkan berbaur di antara penduduk
bangsa-bangsa lain. Sementara orang Minahasa Malesung, yang beberapa kali mengalami
penyebaran di zaman Pinabetengan dan sesudahnya, telah berpencar ke berbagai bangsa
dengan mengggabungkan diri kepada suku-bangsa lainnya sehingga kehilangan identitas
sebagai orang Minahasa asli walaupun mereka pernah tinggal di tanah air mereka sejak
zaman Pinabetengan hingga zaman Kolonial Eropah Belanda. Sebab pada dasarnya siapapun
orang dari berbagai etnis dan latar belakang dapat menjadi orang Minahasa baru (proselit).

KELOMPOK MINAHASA
Dewasa ini ada sejumlah kelompok Minahasa utama:

1. Suku Tontemboan
2. Suku Tonsea
3. Suku Tombulu
4. Suku Tondano
5. Suku Pasan
6. Suku Ponosakan
7. Suku Toundangow Tombatu
8. Suku Tou Bantik
9. Suku TonBabontewu Manado Tua, Bunaken

Nama "Minahasa" sendiri baru digunakan belakangan. "Minahasa" umumnya diartikan "telah
menjadi satu". Palar mencatat, berdasarkan beberapa dokumen sejarah disebut bahwa pertama
kali yang menggunakan kata "minahasa" itu adalah J.D. Schierstein, ResidenManado, dalam
laporannya kepada Gubernur Maluku pada 8 Oktober 1789. "Minahasa" dalam laporan itu
diartikan sebagai Landraad atau "Dewan Negeri" (Dewan Negara) atau juga "Dewan Daerah".

Nama Minaesa pertama kali muncul pada perkumpulan para "Tonaas" di Watu
Pinawetengan (Batu Pinabetengan). Nama Minahasa yang dipopulerkan oleh orang Belanda
pertama kali muncul dalam laporan Residen J.D. Schierstein, tanggal 8 Oktober 1789, yaitu
tentang perdamaian yang telah dilakukan oleh kelompok sub-etnik Bantik dan Tombulu
(Tateli), peristiwa tersebut dikenang sebagai "Perang Tateli". Adapun suku Minahasa terdiri
dari berbagai anak suku atau Pakasaan yang artinya kesatuan: Tonsea (meliputi Kabupaten
Minahasa Utara, Kota Bitung, dan wilayah Tonsea Lama di Tondano), anak suku Toulour
(meliputi Tondano, Kakas, Remboken, Eris, Lembean Timur dan Kombi), anak suku
Tontemboan (meliputi Kabupaten Minahasa Selatan, dan sebagian Kabupaten Minahasa), anak
suku Tombulu (meliputi Kota Tomohon, sebagian Kabupaten Minahasa, dan Kota Manado),
anak suku Tonsawang (meliputi Tombatu dan Touluaan), anak suku Ponosakan
(meliputi Belang), dan Pasan (meliputi Ratahan). Satu-satunya anak suku yang mempunyai
wilayah yang tersebar adalah anak suku Bantik yang mendiami
negeri Maras, Molas, Bailang, TalawaanBantik, Bengkol, Buha, Singkil, Malalayang (Minan
ga), Kalasey, Tanamon dan Somoit (tersebar di perkampungan pantai utara dan barat Sulawesi
Utara). Masing-masing anak suku mempunyai bahasa, kosakata dan dialek yang berbeda-beda
namun satu dengan yang lain dapat memahami arti kosakata tertentu misalnya
kata kawanua yang artinya sama asal kampung.

ASAL USUL ORANG MINAHASA


Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh manusia
dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. [6] orang Austronesia awalnya dihuni China
selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan, dan ke
Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. [7]

Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya,
keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali tujuh),
Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka dikalikan
dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang. Tona'as pemimpin mereka
bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara tentang hal ini. Mereka bertemu
di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini). Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-nuwu
(membagi bahasa) atau Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa
keturunan dibagi menjadi tiga kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai
dengan kelompok yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung batu
peringatan yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian dibangun. Ini adalah
tujuan wisata favorit.

Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kemudian mendirikan wilayah


utama mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera beberapa
desa didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa dari
sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan provinsi masa kini.

Selanjutnya kelompok baru orang tiba di semenanjung Pulisan. Karena berbagai konflik di
daerah ini, mereka kemudian pindah ke pedalaman dan mendirikan desa-desa sekitar danau
besar. Orang-orang ini karena itu disebut Tondano, Toudano atau Toulour (artinya orang air).
Danau ini adalah danau Tondano sekarang. Minahasa Warriors.

Tahun-tahun berikutnya, kelompok lebih datang ke Minahasa. Ada: orang dari pulau Maju dan
Tidore yang mendarat di Atep. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Tonsawang
subethnic. orang dari Tomori Bay. Ini merupakan nenek moyang dari subethnic Pasam-Bangko
(Ratahan Dan pasan) orang dari Bolaang Mangondow yang merupakan nenek moyang
Ponosakan (Belang). orang-orang dari kepulauan Bacan dan Sangi, yang kemudian menduduki
Lembeh, Talisei Island, Manado Tua, Bunaken dan Mantehage. Ini adalah Bobentehu
subethnic (Bajo). Mereka mendarat di tempat yang sekarang disebut Sindulang. Mereka
kemudian mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Manado yang berakhir pada 1670 dan
menjadi walak Manado. orang dari Toli-toli, yang pada awal abad 18 mendarat pertama di
Panimburan dan kemudian pergi ke Bolaang Mongondow- dan akhirnya ke tempat Malalayang
sekarang berada. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Bantik subethnic.
Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni Maka-9:

Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan), Ponosakan,


Babontehu, Bantik.
Delapan dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang
Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang Mongondow
adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat desa Lilang), Gerungan,
Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan Worotikan
(dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan sebelumnya, Tarumetor (Opo
Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow di Mangket.

PRASEJARAH
Benda Purbakala temuan Arkeology Masa Prasejarah
Temuan benda purbakala di Sulawesi Utara di antaranya gua-gua purba di Talaud, Minahasa,
Bolaang Mongondow. Kubur batu Waruga yang bertebaran di Minahasa. Pada saat terjadi
pengesekan (zaman glacial) di muka bumi pada masa Plestosin, pernah terjadi migrasi fauna
dari daratan Asia ke Selatan melalui Filipina dan Sulawesi Utara. Oleh sebab itu di Filipina
dan di Sulawesi Utara terdapat peninggalan fosil-fosil binatang purba seperti gajah
purba (stegodon) dan fosil hewan lainnya. Di Desa Pintareng di Tabukan Selatandi Pulau
Sangihe, telah ditemukan adanya fosil-fosil gading dan geraham gajah purba tersebut. Menurut
para ahli dari Museum Geologi Bandung dan dari Pusat penelitian Arkeologi Nasional Jakarta,
fosil-fosil tersebut dinyatakan sebagai bagian dari fosil Stegodon yang pernah hidup di
Kepulauan Nusantara pada masa Plestosin sekitar 2 juta tahun lalu. Gajah purba ini selain di
Pintareng telah ditemukan fosil-fosilnya di Sangiran, di Kabupaten Sragen Jawa Tengah,
di Lembah Cabenge di Sulawesi Selatan dan di Lembah Besoa di Sulawesi
Tengah. Stegodon di dunia diperkirakan pernah hidup sejaman dengan binatang purba lainnya.
Di Indonesia stegodon hidup dengan binatang-binatang purba lainnya seperti Rinocheros
(badak purba) serta kerbau purba dan lain sebagainya. Dengan temuan fosil gajah purba di
Pintareng, Tabukan Selatan Sangihe tersebut, maka sebenarnya pada masa lalu gajah pernah
hidup di Pulau Sulawesi dan terutama di Sulawesi Utara.

Dengan ditemukannya sisa-sisa budaya yang mengenal pemakaian alat-alat batu muda
(neolitik) yang berupa beliung batu persegi di Liang Tuo Mane’e di Kabupaten Talaud dan di
daerah lain di Sulawesi Utara. Disamping itu ditemukan pula sisa-sisa budaya masa logam tua
(paleometalik) yang mengenal penggunaan tempayan kubur seperti yang ditemukan di Liang
Buiduane di Talaud dan di Bukit Kerang Passo di Minahasa, serta peninggalan budaya
megalitik (kebudayaan yang mengenal penggunaan batu-batu besar) tersebar di wilayah
kepulauan Sulawesi dan kepulauan Maluku Utara (Bellwood, 1978). Sehubungan dengan hal
itu wilayah ini menurut para pakar diperkirakan menjadi daerah kunci yang dapat memberi
jawaban atas permasalahan daerah asal (home land) dari suku bangsa yang berbahasa
Austronesia yang pada masa kemudian mendiami daerah-daerah antara Madagaskar di bagian
barat sampai dengan Easter Island di kepulauan Pasifik di bagian timur, serta Formosa Island
di bagian Utara (Solheim, 1966; Shuttler, 1975, Bellwood, 2001).

Pra Sejarah Minahasa


Budaya yang dibawa oleh suku bangsa penutur bahasa Austronesia meninggalkan warisan-
warisan budaya yang terdiri dari alat-alat batu neolitik beliung persegi, benda-benda yang
terbuat dari batu-batu besar (megalitik) dan penguburan dengan menggunakan tempayan tanah
liat. Warisan budaya semacam itu banyak ditemukan peninggalannya di Sulawesi Utara. Alat-
alat batu neolitik telah ditemukan di gua-gua di daerah Talaud, di Guaan Bolaang
Mongondow dan daerah Oluhuta yang sebelum pemekaran wilayah daerah itu termasuk ke
dalam wilayah Sulawesi Utara. Demikian juga benda-benda megalitik banyak ditemukan di
Sulawesi Utara dalam bentuk kubur batu waruga, batu bergores watu
pinabetengan, menhir ‘watu tumotowa’, kubur tebing batu Toraut dan lesung batu, yang
umunnya ditemukan di Tanah Minahasa dan Bolaang Mongondow. Sedangkan kubur
tempayan tanah liat ditemukan di beberapa daerah seperti di Bukit Kerang Passo di Kecamatan
Kakas Minahasa, di Liang Buiduane Salibabu, di Tara-tara, Kombi dan di beberapa daerah
lainnya.

Kapak Lonjong Kapak zaman ini disebut kapak lonjong karena penampangnya berbentuk
lonjong. Ukurannya ada yang besar ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk
menggarap tanah dan memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku,
Papua, dan Sulawesi Utara.
KABUPATEN MINAHASA UTARA
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Minahasa_Utara)

Kabupaten Minahasa Utara (sering disingkat Minut) dengan pusat pemerintahan dan ibukota
di Airmadidi, terletak di Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten ini memiliki lokasi yang strategis
karena berada di antara dua kota, yaitu Manado dan kota pelabuhan Bitung. Dengan jarak dari
pusat kota Manado ke Airmadidi sekitar 12 km yang dapat ditempuh dalam waktu 30 menit.
Sebagian dari kawasan Bandar Udara Sam Ratulangiterletak di wilayah Minahasa Utara.

EKONOMI
Sumber daya pertanian dan perkebunan dengan primadona tanaman kelapa yang adalah
terbesar di seluruh wilayah Minut sehingga merupakan usaha tani utama penduduk. Selain itu
tanaman cengkih serta buah-buahan antara lain buah Duku, Langsat, Manggis dan Rambutan
banyak dihasilkan oleh petani.

Sumber daya laut dan perikanan, yaitu perikanan air tawar berupa ikan Mas dan Ikan Mujair.
Perikanan air laut berupa Tambak Kerapu, Bandeng, Udang, Lobster dan pengembangbiakan
Rumput Laut serta Kerang Mutiara.

Sumber daya pertambangan merupakan sumber daya yang masih memiliki potensi yang
terpendam karena sampai saat ini belum diolah secara maksimal. Di mana Minahasa Utara juga
memiliki potensi kekayaan emas yang besar.

PARIWISATA
Daerah ini memiliki banyak potensi wisata antara lain:

 Wisata Budaya, yaitu cagar budaya Waruga atau kuburan batu moyang Minahasa di Desa
Sawangan Kecamatan Airmadidi, Batu bertumbuh di Desa Watutumou Kecamatan Kalawat dan
Karapan Sapi.
 Wisata Laut, yaitu Taman Laut di pulau Gangga, pulau Lihaga, pulau Nain dan pulau Talise.
 Makam pahlawan nasional Ibu Maria Walanda Maramis.
 Gunung tertinggi di Sulawesi Utara, yaitu Gunung Klabat atau Tamporok.
 Pasar tradisional di Airmadidi yang menjual berbagai makanan khas Tonsea.
 Serta objek wisata yang baru dibangun oleh pemerintah daerah, yaitu objek Wisata Religius Kaki
Dian dan Hutan Kenangan yang keduanya berlokasi di kaki gunung Klabat.
 Tanjung Tarabitan, yang merupakan titik paling utara dari pulau Sulawesi.
PROFIL KABUPATEN MINAHASA UTARA
(https://manado.antaranews.com/berita/12787/profil-kabupaten-minahasa-utara)

Kabupaten Minahasa Utara (Minut) dengan ibukota Airmadidi, adalah kabupaten pemekaran
dari Kabupaten Minahasa. Kabupaten ini memiliki lokasi yang strategis karena berada di antara
dua kota yaitu Manado dan kota pelabuhan Bitung. Batas wilayah Minut, utara : Kabupaten
Kepulauan Sangihe, Talaud dan Laut Sulawesi, selatan: Kabupaten Minahasa, barat : Kota
Manado, timur : Kota Bitung dan Laut Maluku.

Minut memiliki luas wilayah 955,32 Km², dengan jumlah penduduk 153.588 jiwa
berdasarkan sensus penduduk 2000. Minut memiliki delapan kecamatan.

SUMBER DAYA

Tanaman kelapa tersebar di seluruh wilayah Minut dan merupakan usaha tani utama
penduduk. Selain hasil perkebunan kelapa, kekayaan laut dan deposit emas juga terkandung
di wilayah Minut.

PARIWISATA

Daerah ini mudah diingat terkait dengan cagar budaya Waruga yaitu kuburan batu moyang
Minahasa,Batu bertumbuh di desa Watutumou, Taman Laut di (pulau gangga,pulau nain &
pulau Talise),makam pahlawan nasional Ibu Maria Walanda Maramis, lokasi gunung
tertinggi di Sulut yaitu Gunung Klabat atau Tamporok, pabrik tepung kelapa Poleko, serta
pasar kukis Bobengka dan kue khas dari Kenari Halua di Airmadidi.

SUKU

Penduduk Kabupaten Minahasa Utara sebagian besar adalah etnis Tonsea dan sebagian lagi
Sangir, yang memiliki marga antara lain : Nelwan, Sompie, Langelo, Wuisan, Dondokambey,
Doodoh, Rondonuwu, Wagiu, Wullur, Wantania, Katuuk, Koloay, Karundeng, Manua,
Sompotan, Sigarlaki, Sundah, Tuegeh, Tintingon, Tangkilisan, Ticoalu, Tangka, Sayangbati,
Tuwaidan, Umboh, Pangemanan, Panambunan, Peleh, Punuh, Pangau, Dumais, Bolang,
Mantiri,Bojoh,Mumbunan, Luntungan, Kulit, Dengah, Dotulong dan Unsulangi,Rooroh (asli
treman),Tingon,Waturandang.

Anda mungkin juga menyukai