Anda di halaman 1dari 111

2 BAB – 2

KAJIAN LITERATUR

2.1 Peraturan dan dasar hukum


2.1.1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Bab I ketentuan Umum
pasal 1 :

 Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri dari atas angkutan di perairan, kepelabuhan,
keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritim.
 Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan
untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang
dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat daerah dengan tetap
memperhatikan tata ruang wilayah.
 Tatanan Kepelabuhan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi,
jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan lokasi pelabuhan serta
keterpaduan intra dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.
 Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas – batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa
terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran dan kegiatan peninjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan
antarmoda transportasi.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 1
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.1 Definisi UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 2
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.1.2 Keputusan Menteri Perhubungan No. 901 tahun 2016 Tentang Rencana
Induk Pelabuhan Nasional
Berikut diuraikan kriteria hirarki pelabuhan Indonesia Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.
901 tahun 2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional

1. Pelabuhan utama

Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan
sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antar provinsi.

Kriterianya adalah sebagai berikut :

a. Kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional.


b. Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil dan jalur pelayaran nasional ± 50
mil.
c. Memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil.
d. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
e. Kedalaman kolam pelabuhan minimal -9 mLWS.
f. Berperan sebagai tempat alih muat peti kemas/curah/general cargo/penumpang internasional.
g. Memiliki dermaga peti kemas/curah/general cargo minimal 1 (satu) tambatan, peralatan bongkar
muat petikemas/curah/general cargo serta lapangan penumpukan/gudang penyimpanan yang
memadai.
h. Berperan sebagai pusat destribusi peti kemas/curah/general cargo/penumpang di tingkat
nasional dan pelayanan angkutan peti kemas internasional.
2. Pelabuhan pengumpul

Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
antarprovinsi.

Kriterianya adalah sebagai berikut :

a. Kebijakan pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan


pertumbuhan wilayah.
b. Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpul lainnya setidaknya 50 mil.
c. Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50 mil.
d. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
e. Berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan pertumbuhan
nasional.
f. Kedalaman minimal pelabuhan -7 MLWS.
g. Memiliki dermaga multipurpose minimal 1 tambatan dan peralatan bongkar muat.
h. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.
3. Pelabuhan pengumpan

Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan
bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang danj
atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 3
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Pengumpan Regional, kriterianya adalah sebagai berikut :

a. Berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antar provinsi.
b. Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan
pembangunan kabupaten/kota.
c. Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi.
d. Berperan sebagai pengumpan terhadap pelabuhan pengumpul dan pelabuhan utama.
e. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke pelabuhan pengumpul
dan/atau pelabuhan pengumpan lainnya.
f. Berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota kabupaten dalam propinsi.
g. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
h. Melayani luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
i. Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan dalam 1 (satu)
provinsi.
j. Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25 mil.
k. Kedalaman maksimal pelabuhan -7 m LWS.

1. Memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 m.

2. Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya 20 – 50 mil.

Pengumpan Lokal, kriterianya adalah sebagai berikut :

a. Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta peningkatan
pembangunan kabupaten/kota.
b. Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota.
c. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang.
d. Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan dalam 1 (satu)
kabupaten/kota.
e. Berperan sebagai pengumpan terhadap pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau
pelabuhan pengumpan regional.
f. Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan,
daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi laut.
g. Berperan sebagai tempat pelayananmoda transportasi laut untuk mendukung kehidupan
masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang
juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat di sekitarnya.
h. Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut regular kecuali keperintisan.
i. Kedalaman maksimal pelabuhan -4 m LWS
j. Memiliki fasilitas tambat atau dermaga dengan panjang maksimal 70 m.
k. Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpan lokal lainnya 5 – 20 mil.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 4
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Tabel 2.1 Kriteria hierarki pelabuhan.

Menurut Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan KP
No. 901 Tahun 2016, hierarki dari Pelabuhan adalah sebagai Pelabuhan Regional (PR) dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2030, Hirarki tersebut dapat dilihat pada dokumen dibawah ini.

Tabel 2.2 Hirarki Pelabuhan berdasarkan KP 901 tahun 2016.

NO KABUPATEN/ NAMA HIERARKHI PELABUHAN/TERMINAL

KOTA PELABUHAN 2011 2015 2020 2030

1 Asahan Tanjung Balai Asahan PP PP PP PP

2 Batubara Kuala Tanjung PP PU PU PU

3 Batubara Pangkalan Dodek PR PR PR PR

4 Batubara Perupuk PL PL PL PL

5 Batubara Tanjung Tiram PR PR PR PR

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 5
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
6 Batubara Teluk Nibung PR PR PR PR

7 Medan Belawan PU PU PU PU

8 Deli Serdang Pantai Labu PL PL PL PL

9 Deli Serdang Percut PL PL PL PL

10 Deli Serdang Rantau Panjang PR PR PR PR

11 Deli Serdang Tanjung Beringin PR PR PR PR

2.1.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 Tentang


Kepelabuhanan
Peraturan Pemerintah Republik ndonesia Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Bab I ketentuan
Umum pasal 1 :

 Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah
besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang danjatau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
 Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat
asal tujuan penumpang danjatau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan
pelayanan antarprovinsi.
 Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan
pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang danj atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam
provinsi.
 Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut
dan/ atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
 Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai
dan danau yang terletak di sungai dan danau.

Sedangkan peran, fungsi, jenis dan hierarki pelabuhan pasal 4 pelabuhan memiliki peran sebagai:

1. Simpul dalam jaringan transportasi sesual dengan hierarkinya


2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian;
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi;
4. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan
5. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan ataubarang; dan

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 6
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
6. Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.

2.1.4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang


Kenavigasian
Peraturan Pemerintah Republik ndonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Bab I ketentuan
Umum pasal 1 :

 Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana Bantu Navigasi-Pelayaran,
Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan
reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan pekerjaanbawah air untuk
kepentingan keselamatan pelayaran kapal.
 Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada diluar kapal yang
didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal
dan/atau lalu lintas kapal.
 Buku Petunjuk Pelayaran adalah buku kepanduan bahari yang berisi petunjuk atau keterangan
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi para awak kapal agar dapat berlayar dengan selamat.
 Fasilitas Alur-Pelayaran adalah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kelancaran lalu lintas
kapal, antara lain Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Vessel Traffic Services, dan Stasiun Radio
Pantai.

Pasal 3 :

Kenavigasian diselenggarakan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran, mendorong


kelancaran kegiatan perekonomian, menandai batas wilayah dalam rangka menjaga kedaulatan,
memantapkan pertahanan dan keamanan negara serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa
dalam kerangka wawasan nusantara.

2.1.5 Peraturan Menteri Perhubungan No 68 Tahun 2011 Tentang Alur Pelayaran


di Laut
Definisi pelabuhan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 68 tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut
pasal 1 ketentuan umum disebutkan :

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas darata dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, naik turun penumpang,dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh
kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antar moda transportasi.

Adapun beberapa definis lainnya tercantum pada Bab I ketentuan Umum pasal 1:

 Alur-Pelayaran di Laut adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan bebas hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal angkutan laut.
 Perlintasan adalah suatu perairan dimana terdapat satu atau lebih jalur lalu lintas yang saling
berpotongan dengan satu atau lebih jalur utama lainnya.
 Sistem Rute adalah suatu system dari satu atau lebih dan atau menentukan jalur yang diarahkan
agar mengurangi resiko korban kecelakaan.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 7
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
 Bagan pemisah lalu lintas (Traffic Separation Scheme) adalah skema penjaluran yang
dimaksudkan untuk memisahkan lalu lintas kapal arah berlawanan dengan tata cara yang tepat
dan dengan pengadaan jalur lalu lintas.
 Rute Dua Arah (Two-way Route) adalah suatu lajur dengan diberikan batas-batas didalamnya
dimana ditetapkan lalu lintas dua arah, bertujuan menyediakan lintas aman bagi kapal-kapal
melalui perairan dimana bernavigasi sulit dan berbahaya.
 Jalur yang direkomendasikan (Recommended Track) adalah suatu lajur yang mana telah diuji
khususnya untuk memastikan sejauh mungkin bahwa itu adalah bebas dari bahaya disepanjang
yang mana kapal-kapal disarankan melintasinya.
 Area yang harus dihindari (Area to be Avoide) adalah suatu lalu lintas terdiri dari area dengan
diberi batas-batas di dalamnya yang mana salah satu sisi Navigasi amat serius berbahaya atau
pengecualian penting untuk menghindari bahaya kecelakaan dan yang mana harus dihindari oleh
semua kapal-kapal atau Ukuran-ukuran kapal tertentu.
 Daerah Lintas Pantai (Inshore Traffic Zone) adalah suatu lalu lintas terdiri dari suatu area tertentu
diantara batas arah menuju darat dari suatu bagan pemisah lalu lintas dan berdekatan pantai.
 Daerah Putaran (roundabout) adalah suatu jalur tertentu terdiri dari sebuah titik pemisah atau
edaran bagan pemisah dan edaran jalur lalu lintas dalam batas-batas ditentukan. Lalu lintas
dalam Roundabout adalah dibatasi oleh gerakan dalam berlawanan arah jarum jam sekitar titik
batas pemisah atau area.
 Daerah kewaspadaan (Precautionary Area) adalah suatu lalu lintas terdiri dari area dengan diberi
batas-batas dimana kapal-kapal harus bernavigasi dengan perhatian utama sekali dan dimana
didalam arah arus lalu lintas telah dianjurkan.
 Rute air dalam (Deep Water Route) adalah suatu lajur dengan diberikan batas- batas yang mana
telah disurvey dengan akurat untuk jarak batas dari dasar laut dan rintangan-rintangan bawah air
sebagai yang digambarkan dipeta laut.

Pasal 2, Alur Pelayaran Dilaut terdiri dari :

1. Alur pelayaran umum dan perlintasan.


2. Alur pelayaran masuk pelabuhan.

Untuk penyelenggaraan alur pelayaran dilaut sebagaimana pasal 2, menteri wajib menetapkan :

1. Alur pelayaran dilaut


2. Sistem rute
3. Tata cara berlalu-lintas.
4. Daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya

2.1.6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2012 tentang Alur


Pelayaran Sungai dan Danau
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2012 tentang Alur Pelayaran Sungai dan Danau Bab I
ketentuan Umum pasal 1:

 Alur-Pelayaran Sungai dan Danau adalah perairan sungai dan danau, muara sungai, alur yang
menghubungkan 2 (dual atau lebih antar muara sungai yang merupakan satu kesatuan
alurpelayaran sungai dan danau yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 8
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
 Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
sungai dan danau yang terletak di sungai atau danau.
 Fasilitas Alur-Pelayaran Sungai dan Danau adalah sarana dan prasarana yang wajib dilengkapi
untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan
pada suatu alur-pelayaran.
 Buku Petunjuk Pelayaran di Sungai dan Danau adalah buku panduan yang berisi petunjuk atau
keterangan yang dipergunakan sebagai pedoman bagi para awak kapal sungai dan danau dalam
berlayar dengan selamat.
 Rambu adalah fasilitas berupa tanda-tanda dalam bentuk tertentu yang memuat lambang, huruf,
angka, danjatau perpaduan diantaranya yang dapat berupa papan berwarna atau pelampung
dan atau isyarat sinar yang digunakan untuk memberikan larangan, perintah, petunjuk, dan
peringatan bagi pemakai alur-pelayaran sungai dan danau.

2.1.7 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2011 tentang Sarana


Bantu Navigasi Pelayaran
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Bab I
ketentuan Umum pasal 1:

 Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang
didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal
dan/atau lalu lintas kapal.
 Menara suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak
tampak sama atau lebih 20 (dua puluh ) mil laut yang dapat membantu para navigator dalam
menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukan arah daratan dan adanya pelabuhan
serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara.
 Rambu suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak
tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut yang dapat membantu para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, airdangkal, gosong, dan ahaya terpencil serta
menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah
negara
 Pelampung suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran apung yang bersuar dan mempunyai
jarak tampak sama atau lebih 4 (empat) mil laut yang dapat membantu para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal dan/atau
untuk menunjukan perairan aman serta pemisah alur, dan dapat dipergunakan sebagai tanda
batas wilayah negara.
 Tanda Siang (Day Mark) adalah Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran berupa anak pelampung
dan/atau rambu siang yang dapat membantu para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi
antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal dan menunjukan perairan yang aman
serta pemisah alur yang hanya dapat dipergunakan pada siang hari.
 Rambu Radio (Radio Beacon) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang menggunakan
gelombang radio untukmembantu para navigator dalam menentukan arah baringan dan/atau
posisi kapal.
 Rambu Radar (Radar Beacon) adalah Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran yang dapat membantu
para navigator untuk menentukan posisi kapal dengan menggunakan radar.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 9
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
 Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS) adalah peralatan yang
beroperasi secara otomatis dan terus menerus dalam rentang frekwensi sangat tinggi VHF
maritim bergerak, yang memancarkan data spesifik kapal maupun Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran.

2.1.8 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan


dan Reklamasi.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi Bab I
ketentuan Umum pasal 1:

 Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasarperairan untuk mencapai kedalaman dan
lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk
keperluan tertentu.
 Reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai danj
atau kontur kedalaman perairan.
 Kapal Keruk adalah kapal dengan jenis apapun yang dilengkapi dengan alat bantu, yang khusus
digunakan untuk melakukan pekerjaan pengerukan danjatau reklamasi.
 Daerah Buang adalah lokasi yang digunakan untuk tempat penimbunan hasil kerja keruk.

Pasal 2, pekerjaan pengerukan dilakukan untuk :

1. Membangun alur-pelayaran dan/atau kolam pelabuhan laut.


2. Membangun alur-pelayaran dan/atau kolam terminal khusus.
3. Membangun alur-pelayaran dan/atau kolam pelabuhan laut.
4. Memelihara alur-pelayaran dan/atau kolam terminal khusus.
5. Pembangunan pelabuhan laut.
6. Pembangunan penahan gelombang.
7. Penambangan, dan/atau
8. Membangun, memindahkan dan/atau membongkar bangunan.

2.2 Alur pelayaran4,5)


Alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang dapat digunakan oleh kapal untuk berlalu lintas secara
aman, lancar dan mudah, alur tersebut mempunyai batasan pada lebar, kedalaman air dan ruang udara
bebas. Gangguan dapat terjadi pada lalu lintas kapal akibat adanya alur yang sempir, dangkal, prasarana
seperti kabel, pipa dan jembatan yang melintang diatas alur atau gangguan alam lainnya. Untuk
kelancaran dan keselamatan pelayaran kriteria alur pelayaran didasarkan pada hal-hal sebagai berikut :

1. Dimensi/ukuran kapal.
2. Lalu lintas kapal.
3. Besaran tempat putar kapal dan lokasinya.
4. Bentuk alur.
5. Arah angin dan arah serta kecepatan arus.
6. Arah kapal pada saat merapat.

4)
Sumber : Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan, Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan
dan Pengerukan, Lampiran Keputusan Dirjen Hubla Nomor : PP.001/2/19DJPL-14 Tanggal 5 Agustus 2014.
5)
Sumber : Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: HK.103/4/13/DJPL-15 Tentang Pedoman Teknis Pengerukan
Alur Pelayaran di Laut dan Kolam Pelabuhan

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 10
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Sedangkan perairan secara umum dapat dibedakan dalam 2 (dua) kategori. Kategori pertama sudah
tersedia secara alamiah, yaitu meliputi laut, sungai, danau dan daerah genangan atau daerah pasang
surut seperti rawa. Kategori kedua adalah buatan manusia, dapat berupa terusan, saluran, anjir, waduk
dan danau buatan. Kriteria alur pelayaran disungai yaitu alur pelayaran yang menggunakan saluran
pengairan yang berada dalam sistem tata air. Kriteria teknis pada perencanaan saluran untuk
pungsi/keperluan sebagai alur pelayaran transportasi air, meliputi :

 Dimensi (lebar dan kedalaman)


 Ruang bebas udara/clearance
 Ketinggian air yang tersedia
 Konstruksi tanggul saluran

Untuk alur pelayaran di sungai dan di anjir, kriteria teknis dalam perencanaan alur pelayaran perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

 Lebar dan kedalaman.


 Ruang bebas udara/clearance.
 Pasang/surut.
 Kecepatan dan arah arus.
 Hambatan pelayaran

Sebagai bahan acuan perencanaan alur pelayaran di suatu saluran/kanal/sungai, ada beberapa
parameter yang digunakan yaitu: kedalaman, lebar, turning basin, kedalaman, dan ruang bebas udara.

2.2.1 Tata Letak Alur Pelayaran


Tata letak alur pelayaran masuk pelabuhan banyak ditentukan oleh kondisi hidrografi dan kondisi alam
perairan, dengan aspek-aspek yang harus diperhitungkan adalah sebagai berikut:

a. Alur pelayaran sedapat mungkin menghindari adanya tikungan-tikungan; Bila tikungan tidak
dapat dihindari dan terdapat beberapa tikungan, maka jarak antara tikungan minimal 10 L (L =
panjang kapal);
b. Sudut sumbu pertemuan tikungan tidak boleh lebih dari 300, atau bila lebih dari 300 maka garis
tengah tikungan harus membentuk busur dengan jari-jari lengkung minimal 10 L, atau untuk
kondisi tertentu dapat > 5 L dengan penambahan lebar alur.
c. Tambat labuh darurat harus disediakan sepanjang alur.

2.2.2 Lebar Alur Pelayaran


Lebar alur pelayaran harus dipertimbangkan terhadap faktor-faktor sebagai berikut :

 Alur pelayaran (standar);


 Alur pelayaran 2 arah tergantung pada panjang alur pelayaran dan kondisi navigasi (lihat tabel).

Formula perencanaan lebar alur pelayaran4) adalah sebagai berikut:

A = W X L = luas areal alur

W = lebar alur = 4B + 30 meter (kapal sering berpapasan)

L = panjang alur pemanduan dan penundaan

B = lebar kapal maksimum

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 11
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Sedangkan untuk perhitungan lebar alur pelayaran di sekitar pelabuhan dapat dihitung5) menggunakan
tabel dibawah ini.

Tabel 2.3 Perhitungan lebar alur pelayaran berdasarkan kondisi navigasi4).

No Panjang Alur Kondisi navigasi Lebar Alur


1 Alur yang relatif Kapal dengan frekuensi tinggi 2L
panjang Kapal dengan frekuensi rendah 1,5L
2 Alur yang relatif Kapal dengan frekuensi tinggi 1,5L
pendek Kapal dengan frekuensi rendah L

Tabel 2.4 Perhitungan lebar alur pelayaran disekitar pelabuhan 5).

2.2.3 Kedalaman Alur Pelayaran


Kedalaman alur pelayaran diisyaratkan tidak boleh kurang dari full load draft dan perlu dipertimbangkan
terhadap goncangan kapal akibat kondisi alur seperti angin, gelombang, pasang surut dan oleh gerak
kapal.

Penentuan dalam alur :

a) Alur didalam pelabuhan:

d = 1,10 . D

d = Kedalaman alur

D = Full load draft

b) Alur diluar pelabuhan4)

d = D + D’ + ½ (3/10 - ½) H

d = Kedalaman alur

D = Full load draft

D’ = Clearence for ship squat and trim

H = Tinggi gelombang diluar pelabuhan

Alur diluar pelabuhan5)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 12
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Kedalaman alur dapat diperoleh dengan rumus, sebagai berikut :

H = d + Σt = d + ( t1 + t2 + t3 + t4 + t5 )

Dimana :

h = Kedalaman perairan

d = Full draft kapal

t1 = Angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal yang diakibatkan oleh keadaan tanah dasar

t2 = Angka keamanan yang disebabkan adanya gelombang = 0,3H-t1

Jika t2 = negatif, maka t2 dianggap nol

t3 = Angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal= k3.v

k1 = Koefisien yang tergantung dari keadaan tanah dasar

t4 = Angka keamanan dari periode pengerukannya = berkisar + 0,4

t5 = Angka keamanan yang tergantung dari tipe kapal keruk = k5.v

Tabel 2.5 Klasifikasi berdasarkan LOA.

Klasifikasi LOA (meter)


I > 185
II > 185 - 125
< 86
III
125 - 86
IV

Tabel 2.6 Angka keamanan navigasi (t1) dibawah lunas kapal akibat keadaan tanah dasar.

KLASIFIKASI
JENIS TANAH I II III

Campuran Pasir 0,20 0,20 0,20


Pasir 0,30 0,25 0,20
Padat 0,45 0,30 0,20
Padas 0,60 0,45 0,20

Tabel 2.7 Koefisien angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal (t3).

KLASIFIKASI I II III IV
KAPAL
Koefisien 0,033 0,027 0,022 0,017
c) Keperluan keadaan darurat, Faktor yang perlu diperhatikan : kecelakaan kapal, kebakaran kapal,
kapal kandas dan lain-lain.
d) Pengembangan pelabuhan jangka panjang disesuaikan dengan lay out plan pada master plan
pelabuhan.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 13
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
e) Kegiatan pindah labuh kapal, faktor yang perlu diperhatikan : kunjungan kapal, ukuran dan draft
kapal rencana yang berkunjung, draft yang dibutuhkan untuk labuh.
f) Penempatan kapal mati, faktor yang perlu diperhatikan : jumlah kapal, ukuran kapal
g) Percobaan berlayar, faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal rencana.
h) Perairan wajib pandu, faktor yang perlu diperhatikan : kondisi alur, ukuran kapal rencana dan
kunjungan kapal.
i) Fasilitas pembangunan dan pemeliharaan, faktor yang perlu diperhatikan : ukuran kapal
maksimum yang dibangun/diperbaiki.

2.3 Kolam pelabuhan


2.3.1 Labuh Kapal
Perairan Tempat Labuh Kapal Perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Jumlah kapal maksimum yang berlabuh per hari;


b) Dimensi/ukuran kapal maksimum yang berlabuh;
c) Kedalaman perairan tempat labuh minimal sama dengan tinggi full load draft kapal rencana
ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan (referensi LWS);
d) Areal perairan yang dibutuhkan untuk tempat labuh persatu kapal diasumsikan berbentuk lingkaran;
e) Rumus pendekatan4) :

Areal tempat berlabuh dihitung untuk masing-masing jenis kapal dan kegiatan yang dilayani di
pelabuhan. Perhitungan kebutuhan area labuh akan tergantung pada dimensi kapal yang direncanakan,
estimasi rata-rata jumlah kapal yang menunggu di area labuh, dan ketersediaan lahan perairan untuk
lokasi labuh kapal. Estimasi jumlah kapal yang menunggu dapat dihitung dengan menggunakan
pendekatan metode antrian, model simulasi, dan lain-lain.

R = L + 6D + 30 meter

Luas areal berlabuh = jumlah kapal x  x R2 Dimana:

R = Jari-jari areal untuk labuh per kapal

L = Panjang kapal yang berlabuh

D = Kedalaman air berdasarkan referensi LWS

2.3.2 Alih Muat


Perairan untuk tempat alih muat antar kapal perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Jumlah kapal maksimum yang melakukan alih muat antar kapal per hari;Jumlah kapal maksimum
yang berlabuh per hari;
b) Perkiraan ukuran kapal rencana maksimum yang melakukan alih muat;
c) Kedalaman perairan tempat alih muat minimal sama dengan tinggi full load draft kapal rencana
ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan (referensi LWS).;
d) Areal perairan yang dibutuhkan diasumsikan berbentuk lingkaran;
e) Rumus pendekatan4) :

Areal alih muat kapal harus dihitung untuk pelabuhan yang membutuhkan kegiatan alih muat antar kapal
dan memiliki perairan yang memungkinkan kegiatan alih muat antar kapal.

Kebutuhan ruang alih muat kapal dihitung dengan menggunakan rumus :

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 14
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
R = L + 6D + 30 meter

Luas areal alih muat Kapal = jumlah kapal x  x R2

Dimana:

R = Jari-jari areal untuk alih muat per kapal

L = Panjang kapal yang melakukan alih muat antar kapal

D = Kedalaman air berdasarkan referensi LWS

2.3.3 Sandar
Perairan/kolam untuk tempat sandar kapal perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Panjang dermaga;
b) Ukuran kapal rencana yang berkunjung;
c) Jumlah kapal maksimum yang sandar di dermaga per hari;
d) Jarak antar kapal untuk olah gerak kapal
e) Rumus Pendekatan4):

A = (1,5 s/d 1,8) L X (1,2 s/d 1,5) L m2

A = Luas perairan untuk tempat sandar kapal;

L = Panjang kapal (LOA)

2.3.4 Kolam Putar


Perairan untuk kolam putar (turning basin) perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Panjang kapal rencana (LOA)


b) Kedalaman kolam putar minimal sama dengan tinggi full load draft kapal rencana ditambah 1
meter untuk faktor keselamatan;
c) Referensi LWS;
d) Jumlah kolam putar;
e) Kolam putar diasumsikan berbentuklingkaran;
f) Rumus Pendekatan4):

Turning basin atau kolam putar diperlukan agar kapal dapat mudah berbalik arah. Luas area untuk
perputaran kapal sangat dipengaruhi oleh ukuran kapal, sistem operasi dan jenis kapal. Radius kolam
putar diperkirakan sebesar 2 kali ukuran panjang kapal maksimum sehingga luas kolam putar menjadi :

D = 2L

Luas areal Kolam Putar = jumlah kapal x ( x D2)/4

Dimana:

D = diameter areal kolam putar

L = Panjang kapal maksimum (LOA)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 15
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.4 Pekerjaan Pengerukan
Pengerukan merupakan proses pemindahan tanah dengan menggunakan suatu peralatan atau alat berat
dengan cara mekanis dan/atau hidraulis dari suat tempat ke tempat lain (misalnya dari suatu dasar
sungai atau laut ke tempat lain).

Tujuan pekerjaan pengerukan adalah untuk berbagai keperluan diantaranya (Rochmandi, 1992):

1. Memperdalam dasar sungai/laut.


2. Memperbesar penampang sungai
3. Mengambil material laut untuk keperluan urugan/fill untuk keperluan bangunan ataupun reklamasi
tanah.
4. Mengambil material/tanah/lumpur di dasar sungai untuk keperluan penambangan.
5. Keperluan Navigasi.
6. Pengendalian banjir/pengambilan material di muara sungai delta)
7. Rekayasa konstruksi dan reklamasi.
8. Pemeliharaan pesisir/pantai.
9. Instalasi dan perawatan pipa bawah laut (pipeline)
10. Pembuangan limbah/polutan.
Skema lingkup pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan dapat disajikan pada gambar
dibawah ini.

6)
sumber : Dredging Navigation, a handbook for port and waterways authorities
Gambar 2.2 Skema lingkup pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan.

2.4.1 Berdasarkan Keperluannya


Berdasarkan keperluannya, pekerjaan pengerukan 5) dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis pekerjaan
yaitu:

2.4.1.1 Pengerukan Awal (Capital Dredging)


Pekerjaan pengerukan awal sangat diperlukan dalam membangun kolam/alur pelayaran baru guna
mempermudah manuver bagi kapal-kapal yang berada di wilayah perairan, membuat pelabuhan baru
(termasuk alur pelayarannya).

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 16
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.4.1.2 Pekerjaan Perawatan (Maintenance dredging)
Maintenance dregging adalah pekerjaan spesial yang termasuk pada pengangkatan soil, umumnya soil
yang dikeruk belum lama mengendap di dasar perairan. Sehingga pada pekerjaan ini biasanya lapisan
dasar perairan yang dikeruk tidak terlalu tebal dan keras. Maintenance dredging merupakan pekerjaan
yang dilakukan berkesinambungan pada jangka waktu tertentu. Biaya untuk melakukan pekerjaan ini
salah satunya bergantung pada besar siltation yang terjadi. Siltation terbentuk akibat adanya
sedimentasi yang dikeruk, sehingga sedimentasi disisi lainnya yang tidak dikeruk cenderung mengikuti
gravitasi bumi

2.4.1.3 Pengerukan Batu (Rock dredging)


Pekerjaan pengerukan ini sangat mahal, hal ini disebabkan oleh material yang dikeruk berupa batu keras,
sehingga diperlukan perencanaan yang baik dalam memutuskan apakah pekerjaan pengerukan ini layak
untuk dilakukan.

2.4.1.4 Reklamasi (Reclamation)


Dalam perencanaan pekerjaan reklamasi, karakteristik soil di area yang akan direklamasi dan
karakteristik material yang diperoleh dari pekerjaan pengerukan harus diperhatikan. Beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan pengerukan untuk reklamasi antara lain : ukuran butiran
material / sedimen, karakteristik sedimen, efek dari gabungan sedimen yang dibentuk karena terdapat
perbedaan karakteristik soil.

2.4.2 Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 52 Tahun 2011 Tentang Pengerukan


Dan Reklamasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 52 Tahun 2011 tentang pengerukan dan reklamasi pasal 1 ,
ketentuan umum disebutkan reklamasi adalah pekerjaan timbunan diperairan atau pesisir yang
mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan. Sedangkan persyaratan teknis pasal 15
poin 4 meliputi :

1. Kesesuaian dengan Rencana Induk Pelabuhan bagi pekerjaan reklamasi yang lokasinya berada di
dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan atau rencan umum
tata ruang wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan bagi kegiatan pembangunan terminal khusus.
2. Keselamatan dan keamanan berlayar.
3. Kelestarian lingkungan, dan
4. Desain teknis.
2.4.3 Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor:
HK.103/4/13/DJPL-15 Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Pengerukan
Alur Pelayaran di Laut dan Kolam Pelabuhan 5)
Kegiatan pengerukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor:
HK.103/4/13/DJPL-15 Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Pengerukan Alur Pelayaran di Laut dan
Kolam Pelabuhan, perencanaan pengerukan tersebut adalah meliputi :

2.4.3.1 Keselamatan Pelayaran Dalam Pengerukan


Perencanaan pengerukan wajib memperhatikan keselamatan pelayaran yaitu perlindungan keselamatan
pelayaran dalam hal lebar yang cukup dan kedalaman perairan yang aman bagi gerakan angkutan

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 17
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
perairan (navigable depth) yang harus diperhitungkan terhadap gerakan-gerakan kapal yaitu gerakan
vertikal dan gerakan horizontal yang disebabkan oleh gelombang atau arus.

2.4.3.2 Klasifikasi Pengerukan


1. Berdasarkan pemanfaatan material keruk, dibagi atas :
a. Pekerjaan pengerukan yang hasil material keruknya tidak dimanfaatkan atau dibuang, sesuai
rekomendasi dari syahbandar dan penyelenggara pelabuhan terdekat;
b. Pekerjaan pengerukan yang hasil material keruknya dapat dimanfaatkan, dimana hasil
pemanfaatannya harus mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang.
2. Berdasarkan jenis kegiatan, dibagi atas :
a. Kegiatan pembangunan atau pengerukan awal (Capital Dredging);
b. Kegiatan pengerukan pemeliharaan (Maintenance Dredging).

Gambar 2.3 Komponen proses pengerukan.

1. Metode pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan dengan pengerukan sistemhidraulik (Kapal


Keruk Hopper dan Kapal Keruk Cutter), pengerukan dengan cakram, pengerukan dengan timba
dan pengerukan denagn sistem lainnya.
2. Untuk material keruk yang keras, semisal karang, pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan
dengan cara penggalian material karang dengan metode mekanikal kemudian pemindahan
material keruk dengan sistem pengerukan yang normal, penggalian material karang denagan
metode peledakan karanngkemudian pemindahan material keruk dengan sistem pengerukan yang
normaldan sistem lainnya seperti penggalian material karang dengan metode pemecahan karang
melalui gelombang pendek atau microwave, pemotongankarang dengan menggunakan peralatan
tekanan tinggi atau sistem lainnya. Penggalian material keruk/karang dengan metode peledakan ini
harus mendapat rekomendasi dari institusi yang berwenang
3. Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya tidak dimanfaatkan, adalah kegiatan pekerjaan
pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan atau untuk keperluan lainnya,

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 18
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
antara lain adalah :pembangunan pelabuhan/dermaga, penahan gelombang, saluran air masuk
untuk sistem pendinginan (Water intake), pendalaman galangan kapal dan lain-lain.
4. Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya dimanfaatkan adalah kegiatan pekerjaan
pengerukan untuk pengurugan atau reklamasi dan pekerjaan pengerukan untuk penambangan

2.4.3.3 Kegiatan Perencanaan Pengerukan


Perencanaan pengerukan sekurang-kurangnya terdiri dari kegiatan survei pendahuluan, survei hidrografi,
survei penyelidikan tanah, dan desain alur atau kolam.
2.4.3.4 Desain Alur Pelayaran Dan Kolam Pelabuhan
Kapasitas keruk mempunyai jenis-jenis kapal seperti berikut ini.

1. Desain alur pelayaran atau kolam pelabuhan yang akan dikeruk harus memperhatikan parameter
sebagai berikut:
a. Rencana Induk Pelabuhan (RIP);
b. Peta Bathimetri laut;
c. Kondisi angin di perairan;
d. Arah dan tinggi gelombang pada perairan;
e. Arah dan kecepatan arus di perairan;
f. Ukuran kapal rencana dan rencana manuver yang diperbolehkan;
g. Jumlah lintasan kapal yang melalui alur pelayaran;
h. Alinyemen alur pelayaran dan stabilitas bahan dasar perairan;
i. Navigasi yang mudah dan aman;
j. Koordinasi dengan instansi terkait.
2. Alinyemen alur pelayaran, lengkungan pada alur sedapat mungkin dihindari, bila terdapat lengkungan
diusahakan bentuk geometris, di mana alur yang melengkung tersebut membentuk sudut tidak lebih
dari tiga puluh derajat (30°), sedangkan jarijari kurva lengkungan minimal empat kali dari panjang
kapal. (tetap)
3. Lebar Alur dihitung berdasarkan lebar kapal atau panjang kapal. Lebar alur ideal untuk satu arah
adalah dihitung dua kali lebar kapal ditambah tiga puluh meter dan lebar alur untuk dua arah
sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 2.8 Perhitungan lebar alur pelayaran5).

4. Kedalaman alur ditentukan berdasakan draft kapal dengan memperhatikan adanya gerakan
goncangan kapal akibat kondisi alam seperti gelombang, angin pasang surut dan olengan kapal.
5. Kedalaman Alur di dalam Pelabuhan , kecepatan kapal kurang dari 6 (enam) knot, penentuan
kedalaman alur ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

dimana :
d = Kedalaman alur

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 19
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
D = Draft kapal (Full Loaded)

6. Kedalaman Alur di luar pelabuhan (modifikasi penulisan) Kedalaman alur dapat diperoleh dengan
rumus, sebagai berikut di bawah ini. H = D + ∑t = D + (t 1+ t2+t3+t4+t5)
dimana:
H = Kedalaman perairan
D = Draft kapal (Full Loaded)
t1 = Angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal yang diakibatkan oleh keadaan tanah dasar.
Tabel 2.9 Klasifikasi panjang kapal.

Tabel 2.10 Klasifikasi jenis tanah.

t2 = Angka keamanan yang disebabkan adanya gelombang. 0,3H-t1,


H = Tinggi gelombang Jika t2 negatif, maka t2 dianggap nol
t3 = Angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal
= k.v
k = Koefisien vans tergantung dari keadaan tanah dasar.
Tabel 2.11 Klasifikasi kapal berdasar koefisien vans dari keadaan tanah dasar.

V = Kecepatan kapal (5-13 knot)


t4 = Angka keamanan dari priode pengerukannya
= berkisar ± 0,40
t5 = Angka keamanan yang tergantung dari tipe kapal keruk
= k.v

7. Kemiringan alur (slope)


Kemiringan alur ditentukan berdasarkan jenis material atau nilai N yang menunjukkan kekerasan
tanah, dengan ketentuan sebagai berikut di bawah ini.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 20
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Tabel 2.12 Klasifikasi kemiringan alur (slope) berdasar jenis material.

8. Luas Kolam Pelabuhan


Untuk perencanaan kebutuhan luas kolam, kemudahan manuver kapal menjadi salah satu faktor
yang perlu diperhatikan. Mengingat hal tersebut, maka perlu disediakan area kolam untuk dapat
menampung kegiatan yang dilakukan oleh kapal mulai dari kedatangan sampai berangkat dengan
membuat perencanaan kolam sebagai berikut:
- perlu disediakan kolam putar untuk manuver kapal;
- perlu adanya area bongkar muat kapal;
- perlu disediakan area tambat terpisah dengan area bongkar. Kebutuhan luas kolam pelabuhan
dihitung dengan rumus :
A = ATR+AB+AT
dimana:
ATR = luas kolam putar (turning basin) (m)
AB = luas area bongkar muat (m)
AT = luas area tambat (m2)

9. Luas Kolam Putar


Kolam putar (turning basin) diperlukan agar kapal dapat mudah berbalik arah. Luas area untuk
perputaran kapal sangat dipengaruhi oleh ukuran kapal, sistem operasi, dan jenis kapal. Radius
kolam putar adalah sebesar 1,5 kali ukuran panjang kapal maksimum. Sehingga luas kolam putar
menjadi:
ATR= π (1.5.L)2
dimana:
ATR = luas kolam putar (m²)
π = 3.14159265358979
L = panjang kapal maksimum yang akan berlabuh di pelabuhan (m).

10. Luas Area Bongkar Muat


Area labuh atau bongkar muat merupakan salah satu kegiatan operasi yang rutin dilakukan di
pelabuhan dalam aktivitas bongkar muat barang, penumpang, dan lain lain. Luas area bongkar muat
dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
AB= Anetto x F1 x F2
dimana :
AB = Luas area bongkar muat (kolam labuh) yang dibutuhkan (m)
Anetto = Luas netto area berlabuh (ha)
= n x � x R2 (m2)
n = Jumlah kapal berlabuh di pelabuhan
R = Diameter area labuh perkapal (m)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 21
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
= Loa + 6D + 30 m
Loa = Panjang kapal rata-rata (m)
F1 = Faktor aksesibilitas (1,1)
F2 = Faktor broken (1,5)

11. Luas Area Tambat


Area tambat diperlukan dalam pelabuhan, yang berfungsi sebagai bertambatnya kapal sebelum
berlabuh agar tidak mengganggu kapal yang sedang melakukan aktivitas bongkar muat. Luas area
tambat dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
AT = Lp1 x B1
Lp1 = 25 + Loa + 25 m
B1 = B + 25 m
dimana :
AT = Luas kolam tambat (m2)
Loa = Panjang kapal maksimal (m)
B = Lebar kapal maksimal (m)
2.4.3.5 Metode Pengerukan
Kapasitas keruk mempunyai jenis-jenis kapal seperti berikut ini.

1. Pekerjaan pengerukan secara garis besar dapat dibagi dalam tiga proses utama, yakni : penggalian,
pengangkutan, dan pembuangan.
2. Metode pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan dengan jenis kapal keruk hopper dan kapal keruk
non hopper.
3. Untuk material keruk yang keras, semisal karang, pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan dengan
beberapa cara, yaitu :
a. penggalian material karang dengan metode mekanikal kemudian pemindahan material keruk
dengan sistem pengerukan yang normal,
b. penggalian material karang dengan metode peledakan karang kemudian pemindahan material
keruk dengan sistem pengerukan yang normal, dan
c. penggalian material karang dengan metode pemecahan karang melalui gelombang pendek atau
microwave, dan
d. pemotongan karang dengan menggunakan peralatan tekanan tinggi.
4. Penggalian material keruk karang dengan metode peledakan harus mendapat izin dari instansi yang
berwenang.

2.4.3.6 Pemilihan Jenis Alat Keruk


1. Pemilihan jenis kapal keruk sangat penting selain untuk meningkatkan hasil yang lebih efisien dan
lebih ekonomis, optimalisasi pengerukan, dan untuk mengurangi dampak dari sedimentasi.
(tambahan)
2. Jenis alat keruk berdasar penggeraknya dibedakan atas memiliki alat penggerak sendiri dan tanpa
alat penggerak sendiri, dimana masing-masing jenis alat keruk memiliki kinerja berbeda untuk
berbagai keadaan cuaca dan material tanah dasarnya.
3. Pemilihan jenis dan kapasitas kapal keruk ditentukan oleh :
a. maksud dan tujuan dilakukan pengerukan (pemeliharaan kedalaman alur/kolam pelabuhan dan
pembuatan alur/kolam pelabuhan);
b. kedalaman awal alur atau kolam;
c. lokasi pekerjaan;
d. jenis material keruk (pasir, lumpur, tanah liat/clay dan karang);
e. volume keruk;
f. jarak area pembuangan (dumping area).

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 22
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
4. Pemilihan alat keruk harus disesuaikan dengan jenis material dasar yang dikeruk sebagaimana tabel
di bawah ini:

Tabel 2.13 Jenis alat keruk berdasar jenis tanah.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 23
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
5. Pemilihan alat keruk disesuaikan dengan kemampuan alat keruk sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 2.14 Pemilihan alat keruk berdasar kemampuan alat.

6. Pemilihan alat keruk untuk pengerukan pemeliharaan perlu disesuaikan dengan jenis pengerukan,
pengerukan karang dan pertimbangan operasional sebagaimana tabel – tabel di bawah ini.
Tabel 2.15 Pertimbangan pemilihan alat keruk untuk pengerukan pemeliharaan.

Keterangan:

1 = sesuai (suitable); 2 = bisa (acceptable); 3 = masih bisa (marginal); N = biasanya tidak cocok (not
usually suitable)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 24
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Catatan : Faktor lain yang tidak disebut dapat mempengaruhi pilihan kapal keruk. Tabel hanya
menyediakan panduan umum

Sumber : British Standard (BS 6349-5:1991, Part 5)

Tabel 2.16 Pertimbangan pemilihan alat keruk untuk pengerukan awal.

Keterangan:

1 = sesuai (suitable); 2 = bisa (acceptable); 3 = masih bisa (marginal); N = biasanya tidak cocok (not
usually suitable)

Catatan : Faktor lain yang tidak disebut dapat mempengaruhi pilihan kapal keruk. Tabel hanya
menyediakan panduan umum

Sumber : British Standard (BS 6349-5:1991, Part 5)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 25
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Tabel 2.17 Pertimbangan pemilihan alat keruk untuk penanganan awal (pretreatment) dan pengerukan
batu/karang.

Tabel 2.18 Pertimbangan operasional pemilihan alat keruk.

NOTE 1 Kemampuan menghancurkan karang maksimum sangat tergantung pada kualitas karang.

NOTE 2 Selain arus lintas (cross currents), angka minimum berlaku untuk jenis alat keruk terkecil
dan angka maksimum berlaku untuk jenis alat keruk terbeNOTE 3 Tak satu pun dari angka batas
adalah mutlak , tetapi operasi di luar parameter ini tidak biasa dan mungkin sulit

NA = Biasanya tidak cocok (not usually applicable)

Sumber : British Standard (BS 6349-5:1991, Part 5)

7. Pemilihan alat keruk juga perlu mempertimbangkan tingkat akurasi vertikal dan akurasi horisontal
dari masing-masing jenis alat keruk, yaitu sebagai berikut di bawah ini.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 26
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Tabel 2.19 Pemilihan alat keruk berdasarkan tingkat akurasi vertikal pada berbagai kondisi.

NOTE 1 Kemampuan menghancurkan karang maksimum sangat tergantung pada kualitas karang.

NOTE 2 Selain arus lintas (cross currents), angka minimum berlaku untuk jenis alat keruk terkecil
dan angka maksimum berlaku untuk jenis alat keruk terbeNOTE 3 Tak satu pun dari angka batas
adalah mutlak , tetapi operasi di luar parameter ini tidak biasa dan mungkin sulit

NA = Biasanya tidak cocok (not usually applicable)

Sumber : British Standard (BS 6349-5:1991, Part 5)

8. Jarak aman kegiatan pengerukan dengan bangunan – bangunan penting (Dermaga dan
Breakwater) sekurang-kurangnya diberikan jarak dua kali besaran tingkat akurasi horizontal dan
vertikal alat-alat pengerukan.

2.4.3.7 Kelestarian Lingkungan


Kegiatan pengerukan wajib memperhatikan kelestarian lingkungan yaitu kelestarian fisik, kimia, sosial,
budaya dan biologi yang berdampak pada kelestarian lingkungan dengan adanya kegiatan pengerukan
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: PM 05 Tahun 2012, Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, sebagai berikut:

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 27
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Tabel 2.20 Kegiatan pengerukan yang wajib memiliki AMDAL

2.4.3.8 Zona Rencana Pengerukan


Kegiatan pengerukan dapat dilaksanakan di beberapa perairan, yaitu meliputi : alur laut bebas, alur
angkutan perairan, alur pelayaran, alur masuk pelabuhan, anjir atau terusan, dan kanal.

Pekerjaan pengerukan harus memperhatikan zona-zona yang ada antara lain : zona keselamatan (safety
zone), zona Traffic Separation Scheme (TSS) , zona Ship To Ship transfer (STS), zona tempat labuh
jangkar (anchorage area), zona kabel laut, zona pipa instalasi bawah air, zon pengeboran lepas pantai
(off shore drilling), zona pengambilan barang-barang berharga, zona keamanan sarana bantu navigasi
(SBNP), dan zona-zona lainnya yang diatur oleh ketentuan Internasional maupun instalasi Pemerintah
terkait.

2.4.3.9 Perhitungan Rencana Volume Keruk


1. Perhitungan rencana volume keruk didapatkan dari kegiatan pemeruman yang telah dilakukan,
berdasarkan desain alur dan kolam pelabuhan untuk mendapatkan volume keruk dan potongan
melintang.
2. Penggunaan perangkat lunak Auto CAD dan Microsoft Office (Excel) diwajibkan dalam penentuan
jumlah volume keruk.

2.4.3.10 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya


1. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pengerukan dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut, yaitu:
a. Waktu Pelaksanaan Pekerjaan;

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 28
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
b. Sewa Peralatan Keruk;
c. Jarak buang material keruk (dumping area);
d. Operasional pengerukan, antara lain BBM, pelumas, dan air tawar;
e. Pemeruman (Sounding);
f. Biaya Mobilisasi / Demobilisasi;
g. Sewa Boat Service;
h. Keuntungan dan Overhead yang dianggap wajar;
i. Pelaporan;
j. Biaya supervisi.
2. Perhitungan waktu pelaksanaan pekerjaan dipengaruhi hal-hal sebagai berikut :
a. Pekerjaan persiapan;
b. Volume keruk;
c. Jenis material keruk;
d. Jenis dan kapasitas peralatan keruk;
e. Jarak buang material keruk (dumping area);
f. Pemeruman (sounding);
g. Bunker dan perawatan (maintenance).

2.5 Keselamatan pelayaran dalam pengerukan


Keselamatan pelayaran adalah hal yang paling diutamakan. Alur pelayaran di pelabuhan tidak dapat
terlepas dari pekerjaan pengerukan. Oleh karena itu, panjang, lebar dan kedalaman alur pelayaran
menjadi salah satu persyaratan navigasi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik alam (kondisi laut, iklim
dan karakteristik dasar laut). Agar alur pelayaran dapat berfungsi dengan baik dan sesuai desain awal
kedalaman pelabuhan yang telah dibuat, maka diperlukan pekerjaan pengerukan untuk dapat
memelihara kedalaman alur pelayaran. sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk alur pelayaran di
pelabuhan. Sebalum dilakukan pekerjaan pengerukan diperlukan studi kelayakan atau survei investigasi
desain pengerukan. Berikut uraian berkaitan dengan keselamatan Pelayaran dalam pengerukan :

1. Keselamatan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam pedoman ini adalah perlindungan


keselamatan pelayaran dalam hal lebar yang cukup dankedalaman perairan yang aman bagi
gerakan angkutan perairan (navigable depth) yang harus diperhitungkan terhadap gerakan-
gerakan kapal yaitugerakan vertikal : heaving, pitching dan roolling maupun gerakan horizontal
yaitu : swaying, surgeing, jawing maupun gerakan-gerakan lainnya yangdisebabkan oleh
gelombang atau arus.
2. Keselamatan pelayaran sebagaimana dijelaskan di atas ini adalah perlindungan lingkungan
maritim, termasuk adanya bangunan fasilitas di sisi air di DLKr dan DLKp yang dapat
mengganggu keselamatan pelayaran dalam halterbatasnya ruang gerak angkutan perairan.
Fasilitas bangunan di sisi air,meliputi dermaga, bagan-bagan penangkap ikan, bangunan di atas
perairanyang merubah garis pantai, ponton, bangunan perlindungan pantai yangmenjorok ke
perairan, adanya penjemuran ikan di pesisir perairan, pemecahgelombang, groin dan bangunan
sejenis harus mendapat izin dari Menteridalam hal ini adalah Direktur Jenderal Perhubungan
Laut.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 29
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.6 Kajian literatur permasalahan sedimentasi pada lokasi pelabuhan
Lokasi Pelabuhan Pangkalan Dodek yang terletak di muara sungai, mempunyai kerentanan dalam hal
sedimentasi. Ilustrasi permasalahan yang ada di Pelabuhan Pangkalan Dodek dapat dilihat pada
Gambar 2.4. adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

1. Parameter utama dalam sebuah sistem persungaian adalah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS ini
meliputi luas daerah tangkapan hujan, jenis tutupan lahan pada tata guna lahan serta curah
hujan juga iklim.
2. Pada saat hujan, sumber-sumber atau materi pembentuk sedimen terbawa dari lahan menuju
sungai sehingga sedimentasi ini disebut sedimen dari lahan dan sungai.
3. Debit sungai dengan alirannya, membawa air hujan beserta material sedimen ke tempat yang
lebih rendah, sampai pada suati lokasi dimana aliran sungai ini bertemu dengan laut. Letak lokasi
peristiwa ini adalah di lokasi muara sungai (hilir DAS).
4. Laut, mempunyai parameter utama yang menjadi pembentuk karakteristik fenomana laut yaitu:
angin, pasang surut, arus dimana angin akan menyebabkan gelombang. Karakteristik fenomena
laut tersebut pada akhirnya akan membawa material sedimen dan mengendap di daerah pesisir,
antara lain di muara sungai.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 30
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.4 Ilustrasi proses sedimentasi di alur pelayaran Pelabuhan .

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 31
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.7 Sedimentasi dari laut
Sedimentasi yang terjadi dari arah laut lepas dipengaruhi dari berbagai faktor, antara lain :

a. Pasang surut
b. Gelombang
c. Arus

Penjelasan lebih lanjut mengenai faktor tersebut di atas akan dibahas pada sub bab berikut ini.

2.7.1 Pasang Surut


Menurut Nontji (2002)7) pasut adalah gerakan naik turunnya muka laut secara berirama yang disebabkan
oleh gaya tarik bulan dan matahari. Arus pasut ini berperan terhadap proses-proses di pantai seperti
penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pasang naik akan menyebarkan sedimen ke dekat pantai,
sedangkan bila surut akan menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut lepas. Arus pasut umumnya
tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat mengangkut sedimen yang berukuran besar. Pengaruh pasang
surut laut dalam dinamika pantai tidak terlalu besar namun juga tidak dapat diabaikan. Karena pasang
surut merupakan gerak naik dan turunnya muka air laut secara berirama. Sehingga pada saat pasut
terjadi akan menimbulkan arus pasut meski tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan arus yang terjadi
di laut lepas. Namun arus pasut ini juga dapat menjadi media transport bagi sedimen-sedimen berukuran
kecil seperti pasir halus dan lempung seperti yang biasa ditemui di muara-muara sungai. Pada saat
pasang, arus pasut akan membawa sedimen mendekat ke arah pantai atau sedimentasi dan sebaliknya
pada saat surut arus pasut akan membawa material menjauh dari pantai atau abrasi.

Terkait dengan perubahan garis pantai, beberapa hal yang perlu diketahui terkait dengan pasang surut di
sekitar pantai atau wilayah pesisir adalah jenis pasut, seberapa tinggi tunggang pasutnya, bagaimana
kondisi geomorfologi dan topografinya, dan bagaimana kondisi pada saat pasang purnama. Sebab,
wilayah pesisir dengan tipe pasut yang bertipe harian ganda atau campuran cenderung ganda berpotensi
tinggi terjadinya perubahan garis pantai baik berupa abrasi maupun sedimentasi karena pergerakan arus
pasut juga akan lebih sering terjadi. Tunggang pasut yang tinggi, topografi yang landai, serta keberadaan
muara sungai menyebabkan transport sedimen semakin luas. Informasi mengenai kondisi pasang
purnama pun perlu diketahui karena dengan semakin tingginya muka air laut yang naik maka ancaman
abrasi pantai akan semakin tinggi.

Gross (1972) dalam Rifardi (2009)8), menekankan bahwa pasang surut mendominasi sirkulasi air di
sebagian besar muara sungai, sehingga suplai air di muara sungai bergantung pada peristiwa pasang
surut. Di perairan sempit dan semi tertutup seperti di muara sungai, pasang surut merupakan gaya
penggerak utama sirkulasi massa air. Pada saat pasang volume air di daerah muara sungai bertambah
dengan air yang berasal dari laut. Penambahan air laut ini akan menyebabkan konsentrasi

7)
Sumber : Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

8)
Rifardi. 2009. Padatan Tersuspensi di Perairan Muara Sungai Rokan, Provinsi Riau. Repository University of Riau, Riau.

sedimen tersuspensi di perairan berubah. Begitu juga pada saat surut, air akan berkurang sehingga
konsentrasi sedimen tersuspensi diperairan akan berubah lagi. Berdasarkan hal tersebut, pasang surut
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 32
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
merupakan parameter yang penting dalam proses pengangkutan sedimen di sekitar muara sungai,selain
itu pengaruh arus dan debit sungai dapat mengaduk sedimen yang ada di muara sungai yang mana
mempengaruhi konsentrasi sedimen tersuspensi yang ada di muara sungai.

Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan sedimentasi. Wilayah yang mengalami
peristiwa pasang surut harian ganda atau pasut surut tipe campuran condong ke ganda memiliki
pengaruh yang berbeda dengan wilayah yang hanya mengalami pasang surut harian tunggal, dimana
wilayah yang memiliki pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke ganda mengalami
proses transportasi sedimen yang lebih dinamis jika dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal.

Analisa pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air rencana bagi perencanaan fasilitas
laut (dermaga, jaringan pipa, revetment, dan breakwater), mengetahui tipe pasang surut yang terjadi dan
meramalkan fluktuasi muka air. Data masukan untuk analisa pasang surut ini adalah data hasil
pengamatan pasang surut di lapangan. Urutan analisa pasang surut adalah sebagai berikut:

1. Menguraikan komponen-komponen pasang surut.

2. Penentuan tipe pasang surut yang terjadi.

3. Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.

4. Menghitung elevasi muka air penting.

Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang
surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo
dan fasa setiap komponen. Metode yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen
pasang surut adalah metode admiralty dan least square. Pengamatan pasang surut dilakukan pada
lokasi yang representatif dengan lama pengamatan 15 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara
memasang alat duga muka air yang dibaca setiap jam. Elevasi hasil pengamatan muka air selanjutnya
diikatkanpada titik tetap yang ada (Bench Mark).

2.7.1.1 Komponen Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi sendiri dalam mengelilingi matahari dalam
waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi sendiri dalam mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan
dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser
terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.

Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk elliptis yang
disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptissebesar 66.50, sedangkan sudut
inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 50 9’.

Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut apogee (Gambar
2. 5). Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 33
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.5 Pergerakan bumi-bulan-matahari.

Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan air laut di bumi disesuaikan dengan gaya-gaya
yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari menyebabkan lapisan air
yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan
posisi bumi-bulan-matahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam
waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun kamariah, yaitu tahun yang
didasarkan pada peredaran bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan purnama) posisi
bumi- bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus (Gambar 2.6) sehingga gaya tarik bulan dan
matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama
(pasang besar, spring tide), di mana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang
lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tiga perempat revolusi bulan terhadap bumi)
di mana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 2.7) maka gaya
tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang
kecil, neap tide) di mana tinggi pasang surut kecil dibandingkan dengan hari- hari yang lain.

Gambar 2.6 Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari saat pasang purnama.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 34
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.7 Kedudukan bumi-bulan-matahari saat pasang perbani.

2.7.1.2 Komponen Pasang Surut


Guna memperkirakan keadaan pasang surut, maka terdapat banyak komponen- komponen yang
mempengaruhi pasang surut. Komponen utama adalah akibat gaya tarik bulan dan matahari (lunar
dan solar komponen). Komponen lainnya adalah komponen non astronomis.

Komponen pasang surut yang ada sebanyak 9 (sembilan). Penjabaran ke delapan komponen pasang
surut tersebut seperti pada Tabel 2.21. Hasil penguraian pasang surut adalah parameter amplitudo dan
beda fase masing-masing komponen pasang surut.

Tabel 2.21 Komponen pasang surut.

Periode
Komponen Simbol (jam) Keterangan

Utama bulan M2 12.4106


Utama matahari S2 12.0000 Pasang Surut Semi
Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi- N2 12.6592 Diurnal
bulan K2 11.9673
Matahari-bulan akibat perubahan sudut
deklinasi matahari-bulan

Matahari-bulan K1 23.9346
Utamabulan O1 25.8194
Utamamatahari P1 24.0658 Pasang Surut Diurnal

Utamabulan M4 6.2103
Matahari-bulan MS4 6.1033 Perairan Dangkal

2.7.1.3 Metode Peramalan Pasang Surut


Ada beberapa metoda yang biasa digunakan dalam peramalan pasang surut diantaranya adalah metoda
admiralty, metoda harmonik, dan metoda least square.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 35
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.7.1.4 Tipe Pasang Surut
Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan tipe pasang surut
yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan melakukan perhitungan Formzall (F) dengan persamaan
sebagai berikut:

AO 1+ AK 1
di mana: F=
AM 2+ AS 2
AO = amplitudo komponen O1

AK1 = amplitudo komponen K1

AM2 = amplitudo komponen M2

AS2 = amplitudo komponen S2

Macam tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat pada Tabel 2.22 berikut.

Tabel 2.22 Tipe pasang surut.

Bilangan
Formzall Tipe Pasang Surut Keterangan
(F)
Pasang harian Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
F < 0.25 ganda ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur.
(semidiurnal) Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
Campuran,
0.25 < F < Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
condong ke semi
1.5 ketinggian dan periode yang berbeda.
diurnal
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan
Campuran,
1.5<F<3.0 ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang
condong ke diurnal
dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu
Pasang harian Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode
F > 3.0
tunggal (diurnal) pasang surut adalah 24 jam 50 menit

2.7.1.5 Elevasi Muka Air Rencana


Penentuan muka air dilakukan dengan menggunakan komponen pasang surut yang telah dihasilkan.
Dari penentuan tersebut dapat ditentukan beberapa elevasi muka air penting seperti pada tabel dibawah
ini. Dari beberapa elevasi muka air tersebut, dipilih salah satu muka air yang akan digunakan sebagai
acuan dalam perencanaan yang disebut elevasi muka air rencana.

Tabel 2.23 Elevasi muka air.

Elevasi Muka Air Keterangan


HHWL(Highest High Water Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
MHWS(Mean
Level) High Water Spring) Rata-rata muka air tinggi saat purnama.
MHWL(Mean High Water Level) Rerata dari muka air tinggi selama periode19 tahun.
MSL(Mean Sea Level) Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah
MLWL(Mean Low Wate rLevel) rerata.
Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.
MLWS(Mean Low Water Spring) Rata-rata muka air rendah saat purnama.
LLWL(Lowest Low Water Level) Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 36
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.7.2 Gelombang
Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air yang dibentuk secara umum oleh hembusan
angin secara tegak lurus terhadap garis pantai. Dahuri, et al. (2001) 9) menyatakan bahwa gelombang
yang pecah di daerah pantai merupakan salah satu penyebab utama terjadinya proses erosi dan
sedimentasi di pantai. Dengan kata lain bahwa besar kecilnya energi gelombang yang terjadi di suatu
perairan bergantung pada seberapa besar faktor kecepatan dan arah angin yang terjadi disana. Oleh
karena itu, data meteorologi meski berupa peramalan sangatlah perlu untuk diperhitungkan karena
dengan begitu pola angin sebagai gaya pembangkit gelombang dan arus dapat terpantau.

Berdasarkan sifatnya, gelombang dibagi menjadi dua jenis, yakni yang bersifat merusak (destructive) dan
membangun (constructive). Destructive wave merupakan gelombang yang menyebabkan terjadinya
abrasi pantai karena memiliki tinggi dan kecepatan rambat gelombang yang sangat besar. Dan pecahnya
gelombang akan menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar dan dapat menggerakkan sedimen
dasar. Laju transport sedimen sepanjang pantai bergantung pada arah sudut datang gelombang, durasi,
dan besar energi gelombang yang datang. Apabila gelombang yang terjadi membentuk sudut terhadap
garis pantai, maka akan terjadi dua proses angkutan sedimen yang bekerja secara bersama, yakni
komponen tegak lurus (onshore-offshore transport) dan sejajar garis pantai (longshore transport). Suatu
pantai mengalami abrasi atau sedimentasi bergantung pada volume sedimen yang masuk dan juga
keluar dari pantai.

2.7.2.1 Umum
Gelombang merupakan salah satu fenomena proses fisik yang terjadi di pantai. Gelombang pada
perairan dapat didefinisikan sebagai perubahan elevasi perairan secara harmonik yang ditimbulkan oleh
beberapa gaya, yaitu gaya angin, gaya gempa di laut, kapal yang bergerak, dan lain-lain. Sketsa definisi
gelombang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.8 Sketsa komponen gelombang.

9)
Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 37
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Dari gambar di atas, dapat dilihat beberapa hal:

x = koordinat horizontal

z = koordinat vertikal

atau h = kedalaman dihitung dari SWL

SWL = Still Water Level (muka air rata-rata)

n( x, t) = a cos (kx-ωt) = elevasi muka air terhadap muka air rerata

a = amplitudo gelombang = (H/2)

H = tinggi gelombang = 2 a

L = panjang gelombang

T = periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikelkembali pada kedudukan
yang sama dengan kedudukan sebelumnya.

C = kecepatan rambat gelombang = L/T

k = angka gelombang = jumlah gelombang = (2π/L)

ω = frekuensi gelombang = (2π/T)

Beberapa karakteristik gelombang yang sering digunakan dalam berbagai analisagelombang adalah
perioda gelombang (T), tinggi gelombang (H), kecepatan gelombang (C), kecepatan sudut gelombang
(ω), bilangan gelombang (k), dan arah gelombang. Perioda gelombang selalu merupakan besaran yang
diketahui dan selalu tetap besarnya pada seluruh medan gelombang. Tinggi gelombang dapat diketahui
pada suatu posisi dan pada posisi lain adalah merupakan suatu besaran yang dicari melalui analisa
transformasi gelombang. Dengan diketahuinya perioda gelombang (T) dan kedalaman perairan (h),
dapat dicari karakteristik gelombang yang lainnya. Persamaan yangmenghubungkan antara T dan
k dinyatakan dalam suatu persamaan implisit yangdisebut dengan persamaan dispersi seperti di
bawah ini:

2
σ =gk tanh(kh)

Dimana:

g = percepatan gravitasi (m2/s)

h = kedalaman perairan. (m)

Dengan diketahuinya T dan h, maka k dapat dicari melalui persamaan dispersi di atas dengan bantuan
metoda iterasi. Selanjutnya panjang gelombang dapat dicari sebagai berikut:

2π 2π
k= dan σ = maka persamaan dispersi menjadi
L T
2
2π 2π 2π
( )
T
=g
L
tanh
L

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 38
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Bila panjang gelombang di laut dalam diketahui, maka panjang gelombang di kedalaman perairan
tertentu dapat ditentukan dengan bantuan tabel panjang gelombang yang dapat dilihat pada SPM Volume
1, 1984.

Dengan substitusi L = C x T ke persamaan panjang gelombang di atas, maka akan diperoleh:

2 πh
C= ¿ tanh
2π CT
Sementara itu kecepatan grup gelombang, Cg, dapat dicari dengan persamaan di bawah ini:

C g=
1
2 [ (
1+
2kh
sinh (2 kh)
C
)]
Di antara beberapa bentuk gelombang tersebut, yang paling dominan adalah gelombang angin
(gelombang yang dibangkitkan oleh gaya angin). Gelombang merupakan faktor penting di dalam
perencanaan pelabuhan. Gelombang mempunyai energi, maka semua bangunan dalam perencanaan
pelabuhan harus dapat memikul gaya gelombang tersebut. Fasilitas pelabuhan direncanakan
dengan menggunakan gaya perencanaan tersebut. Selain itu, gelombang juga bisa menimbulkan arus
dan transpor sedimen di sekitar daerah pantai. Layout pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga sedimentasi di pelabuhan dapat dihindarkan.

2.7.2.2 Klasifikasi Gelombang


Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L,
gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam seperti pada tabel.

Klasifikasi ini dilakukan untuk menyederhanakan rumus-rumus yang merepresentasikan karakteristik


gelombang.

Tabel 2.24 Klasifikasi gelombang menurut kedalaman relatif.

Klasifikasi d/L 2πd/L Tanh(2πd/L)

Laut dalam D/L >½ >π ≈1

Laut transisi 1/25 <d/L < ½ 1/4 sampai π Tanh (2πd/L)

Laut dangkal d/L <1/25 <¼ ≈ 2πd/L

2.7.2.3 Karakteristik Gelombang


Seperti pasang surut, angin dan fenomena proses fisik lainnya gelombang juga memiliki beberapa
karakteristik, seperti cepat rambat gelombang, panjang gelombang, kecepatan gelombang, percepatan
gelombang, dan lain-lain. Setiap karakteristik ini diwakili masing-masing oleh sebuah persamaan
matematik tertentu. Persamaan-persamaan tersebut didapat dari penurunan persamaan dispersi.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 39
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.7.2.4 Analisa Data Gelombang
2.7.2.4.1 Hindcasting
Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin. Prediksi
gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah lampau dan
forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan
keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data meteorologinya.

Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang dibangkitkan
oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan di
dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap
data angin. Data-data yang dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari:

1. Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA).
2. Panjang fetch efektif.

2.7.2.4.2 Penentuan Wind Stress Factor (UA)


Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor (UA). Adapun
koreksi tersebut meliputi:

1. Koreksi Elevasi

Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari permukaan tanah.
Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus dikoreksi dengan persamaan:

1
10
U 10=U z ( )z
7

di mana:

U10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s)

uz = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/s)

z = elevasi alat ukur (m)

2. Koreksi Durasi

Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan data hasil pengamatan
sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu berubah-ubah meskipun pada arah yang
sama. Untuk melakukan hindcasting, diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama
dalam durasi tersebut dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini
dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup yang diinginkan.

Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin rata-rata untuk suatu
durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut:

a. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan angin dengan durasi t
detik (ut).

1609
t1 = det
uf

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 40
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
b. Menghitung u3600.

uf
=c
u 3600

uf
u3600 =
c
Dengan:

45
t
(¿)
0,9 log ¿ untuk 1<tl<3600 detik
c=1,277+0,296 tanh ⁡¿

c=−0,15 log t 1 +1,5334 untuk 3600 ≤ t 1 <36000 detik

c. Menghitung Ut, t = durasi yang ditentukan

ut
=c
u 3600

ut
u3600 =
c
Dengan:

45
) (
t
0,9 log ¿ untuk 1<t 1<3600 detik
¿
¿
c=1,277+0,296 tanh¿

c=−0,15 log t 1 +1,5334 untuk 3600< t 1<36000 detik

Dimana,

uf = kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi(m/s)

ut = kecepatananginrata-ratauntukdurasi angin yangdiinginkan(m/s)

t = durasiwaktuyangdiinginkan(detik)

3. Koreksi Stabilitas

Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan angin efektif daoat
diperolah dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut:

u=u t . R t

Dimana:

Rt = rasio amplifikasi, diperoleh dari grafik pada Gambar __

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 41
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Ut = kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)

Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984 menyarankan pengumuman Rt =
1,1

Gambar 2.9 Kurva koreksi temperatur.

4. Koreksi Lokasi Pengamatan

Apabila pengukuran data angin dilakukan di atas daratan, maka perlu ada koreksi lokasi untuk
menjadikan data angin di atas daratan menjadi data angin hasil pengukuran di laut. Berikut ini adalah
persamaan yang digunakan:

u=u t . R L

Dimana:

RL = rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan, diperoleh dari grafik pada
Gambar 2.10

Ut = kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)

Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak perlu dilakukan (RL = 1)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 42
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.10 Kurva koreksi angin.

5. Koreksi Koefisien Seret

Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi diatas, maka data tersebut dikonversi menjadi wind
stress factor (UA) dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

1,23
U A =0,71U

Dimana:

U = Kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s)

UA = wind stress factor (m/s)

2.7.2.4.3 Daerah pembentukan Gelombang (Fetch Efektif)


Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki arah dan kecepatan angin
yang relatif konstan. Karakteristik gelombang yang ditimbulkan oleh angin ditentukan juga oleh panjang
fetch.

Fetch efektif di titik tertentu adalah area dalam radius perairan yang melingkupi titik tersebut dimana
dalam area tersebut angin bertiup dengan kecepatan konstan dari arah manapun menuju titik tersebut.

Penghitungan panjang fetchef ektif ini dilakukan dengan menggunakan bantuan peta topografi lokasi
dengan skala yang cukup besar,sehingga dapat terlihat pulau-pulau atau daratan yang mempengaruhi
pembentukan gelombang disuatu lokasi. Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam dari lokasi
perairan yang ditinjau. Ini karena gelombang yang dibangkitkan oleh angin terbentuk dilaut dalam suatu
perairan, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya dasar perairandi
dekat pantai.

Pada peramalan gelombang data yang digunakan adalah data-data besar kecepatan angin maksimum
harian berikut arahnya yang kemudian diproyeksi ke delapan arah mata angin utama.Selain itu juga
dibutuhkan informasi tentang panjang fetch efektif untuk delapan arah mata angin utama.

Untuk menghitung panjang fetch digunakan prosedur sebagai berikut:


Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 43
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
1. Tarik garis fetch untuk suatu arah

2. Tarik garis fetch dengan penyimpangan sebesar 50 dan -50 dari suatu arah sampai pada batas
areal yang lain. Pengambilan nilai 50 ini dilakukan mengingat adanya keadaan bahwa angin bertiup
dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan
interval 50. Tiapgaris pada akhirnyamemiliki 9 garis fetch.

3. Ukur panjang fetch tersebut sampai menyentuh daratan terdekat, kalikan dengan skala peta.

4. Panjang fetch efektif adalah:

∑ Fi cos ∝i
Feff = i=1k
∑ cos ∝i
i=1

Dimana:

Fi = panjang fetch ke-i

i = sudut pengukuran fetch ke-i

i = nomor pengukuran fetch

k = jumlah pengukuran fetch

2.7.2.5 Peramalan Tinggi dan Perioda Gelombang


Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang digunakan data hasil hindcasting yang
berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam tiga persamaan berikut sesuai
dengan prosedur peralaman gelombang dari SPM 1984:

2 1
0.0016 x U A gx F eff 2
H mo= ( 2
)
g UA
1
0.2857 x U A gx F eff 3
T p= ( 2
)
g UA
2
gxt gx F eff 3
=68.8 x( 2
) ≤7.15 x 10 4
UA UA

Dimana:

Hmo = tinggi geombang signifikan menurut energi spektral (m)

Tp = perioda puncak spektrum (detik)

g = percepatan gravitasi bumi (9,81 m/s2)

UA = wind stress factor (m/s)

Feff = panjang fetch efektif (m)

T = durasi angin yang bertiup (detik)


Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 44
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Adapun prosedur peramalan gelombang adalah sebagai berikut:

1. Analisan perbandingan pada persamaan diatas. Jika tidak memenuhi persamaan tersebut, maka
gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang sempurna.

Perhitungan tinggi dan perida gelombangnya menggunakan persamaan-persamaan berikut:

0.2433 x U A 2
H mo=
g

8.134 x U A
T P=
g
Jika hasil analisa perbandingan memenuhi persamaan diatas, maka gelombang yang terjadi merupakan
hasil pembentukan gelombang tidak sempurna. Pembentukan gelombang tidak sempurna ini ada 2(dua)
jenis, yaitu pembentukan gelombang terbatas fetch dan terbatas durasi. Untuk membedakan perlu
diketahui terlebih dahulu durasi kritis (tc), sebagai berikut:

2
68.8 x U A gx F eff 3
t c= ( 2
)
g UA

2. Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis (tc).

a. Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil pembentukan terbatas
fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan
perioda gelombangnya dilakukan dengan menggunakan persamaan diatas.

b. Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasol pembentukan terbatas
durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang bertiup tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan
perioda gelombangnya dilakukan dengan menggunakan persamaan __ dengan terlebih dahulu
mengganti panjang Feff dengan Fmin berikut ini:

2 2
UA gxt
Fmin= ( )3
g 68,6 x U A

2.7.3 Arus
Arus di suatu perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti angin, pasang surut, gradien tekanan,
kedalaman perairan, ataupun gaya coriolis. Besaran kontribusi masingmasing faktor terhadap kekuatan
dan arah arus tergantung dari tipe perairan dan kondisi geografis. Arus di perairan Pangkalan Dodek
termasuk arus yang cukup kompleks sebagai hasil interaksi berbagai arus yang terdiri dari dari arus tetap
musiman, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi arus seperti morfologi dasar perairan, situasi garis
pantai dan sebagainya.

Hutabarat dan Evans (1985) 10) menyatakan, arus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
pengangkutan sedimen di daerah pantai. Arus berfungsi sebagai media transpor sedimen dan sebagai
agen pengerosi yaitu arus yang dipengaruhi oleh hempasan gelombang. Gelombang yang datang
menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses
sedimentasi/ abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 45
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika gelombang datang membentuk sudut, maka
akan terbentuk arus susur pantai (longshore current) yaitu arus yang bergerak sejajar dengan garis
pantai akibat perbedaan tekanan hidrostatik (Pethick, 1997)11).

Gambar 2.11 Sketsa Longshore current sebagai salah satu penyebab abrasi dan akresi pantai.

10)
Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Djambatan.

11)
Pethick, J. 1997. An Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold London. 260 Halaman.

Seperti dijelaskan sebelumnya, dinamika pantai merupakan suatu proses pembentukan pantai yang
sangat dipengaruhi oleh litoral transport. Dimana dalam proses tersebut gerakan massa air membawa
material berupa sedimen-sedimen dengan berbagai bentuk menuju maupun menjauhi pantai. Dalam
proses litoral transport tersebut, faktor arus, gelombang, pasang-surut mempunyai peran yang sangat
signifikan.

Nontji (2002)7) mendefinisikan arus laut dengan gerakan massa air yang disebabkan oleh radiasi
matahari, tiupan angin, pasut air laut, hempasan gelombang, dan adanya perbedaan densitas laut.
Dalam proses pantai, arus berfungsi sebagai media transport sedimen. Akibat interaksi gelombang laut
dengan morfologi pantai akan menghasilkan arus laut seperti longshore current and rip current. Di
beberapa bagian badan pantai, area-area yang mengalami arus susur pantai seperti ditunjukkan oleh
lingkaran hitam, cenderung mengalami abrasi pantai karena sedimen disana bergerak akibat terbawa
oleh arus susur pantai.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 46
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.12 Abrasi dan sedimentasi akibat arus longshore current.

Selanjutnya, material yang terangkut oleh arus susur pantai akan dibawa ke suatu lokasi dimana
pengaruh arus susur pantai akan berkurang dan akhirnya hilang. Sehingga sedimen yang terbawa akan
terendapkan dan akan mengalami sedimentasi. Pada gambar diatas, lingkaran merah menunjukkan
lokasi sedimentasi yang berada diantara dua daratan dan daerah pengendapan tersebut dikenal dengan
nama tombolo. Pembentukan tombolo ini merupakan sebuah reaksi dari pertemuan dua arus susur
pantai yang saling bertemu yang disebut dengan rip current. Pada gambar diatas, lokasi rip current terjadi
diantara dua daratan seperti ditunjukkan oleh lingkaran merah.

Arus pada sungai dan daerah perairan yang semi tertutup lebih dominan di timbulkan oleh faktor pasang
surut. Karakteristik arus perairan mempengaruhi nilai sorting, dimana secara umum ada dua kelompok
utama sorting sedimen.

Thruman dalam Tampubolon (2010)12) menyatakan bahwa pergerakan sedimen dipengaruhi oleh
kecepatan arus dan ukuran butiran sedimen. Semakin besar ukuran butiran sedimen tersebut maka
kecepatan arus yang dibutuhkan juga akan semakin besar untuk mengangkut partikel sedimen tersebut.

Arus juga merupakan kekuatan yang menentukan arah dan sebaran sedimen. Kekuatan ini juga yang
menyebabkan karakteristik sedimen berbeda sehingga pada dasar perairan disusun oleh berbagai
kelompok populasi sedimen. Secara umum partikel berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang
tidak jauh dari sumbernya, sebaliknya jika halus akan lebih jauh dari sumbernya (Rifardi, 2008,
2012)13,14,15).

2.8 Sedimentasi dari sungai


Banyak faktor yang mempengaruhi sedimentasi yang terjadi di alur pelayaran Pelabuhan Pangkalan
Dodek. Letak Pelabuhan Pangkalan Dodek yang berada di muara, Sungai Pagurawan maka sedimentasi
yang terjadi di alur pelayaran Pelabuhan Pangkalan Dodek bisa bersumber dari sungai itu sendiri. Hulu
sungai yang rusak bisa menyebabkan sedimentasi yang berlebihan di muara sungai. Besarnya Daerah
Aliran Sungai (DAS) juga ikut berkonstribusi menghasilkan sedimen dalam jumlah besar. Selain itu, curah
hujan yang tinggi menyebabkan periode ulang debit banjir kedua sungai tersebut dapat mengakibatkan
periode ulang semakin cepat sehingga meningkat sedimentasi di muara sungai.

2.8.1 Karakteristik Daerah Aliran Sungai


Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 47
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi beberapa variable yang dapat diperoleh melalui
pengukuran langsung, data sekunder, peta dan dari data penginderaan jauh (remote sensing) (Seyhan,
1977)16) menyatakan bahwa karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) dikelompokkan menjadi dua
kategori, yaitu:

• Faktor lahan (ground factor), yang meliputi topografi, tanah, geologi, geomorfologi

• Faktor vegetasi dan penggunaan lahan.

2.8.2 Luas Daerah Aliran Sungai


Luas suatu DAS atau Sub DAS dapat diukur secara langsung kelapangan atau secara langsung di peta
citra satelit atau peta topografi (TOP)/peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan menggunakan alat ukur
luas (planimeter), atau dengan sistem Geographic Information System (GIS).

2.8.3 Bentuk DAS


Bentuk DAS mempunyai pola aliran dan ketajaman puncak debit banjir. Bentuk DAS sulit dinyatakan
secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin dapat dibuat suatu indeks yang
berdasarkan pada derajat kekadaran circulatydari DAS. Avery (1975) menyatakan indeks bentuk DAS
dengan rumus:

0.28 x keliling DAS( Km)


Indeks Bentuk =
√( Luas DAS ( Km2 ))1 /2
Apabila DAS berbentuk lingkaran maka indeks bentuk DAS akan mendekati 1 (satu).
12)
Sumber :Tampubolon, S. 2010. Sedimen di Muara Aek Tolang Pandan Sumatra Utara. Skripsi Ilmu Kelautan UNRI Pekanbaru: tidak
diterbitkan

13)
Sumber :Rifardi. 2008. Tekstur Sedimen-Sampling dan Analisis. Pekanbaru: UNRI Press

14)
Sumber : Rifardi. 2008. Ukuran Butir Sedimen Perairan Pantai Dumai Selat Rupat Bagian Timur Sumatra. Jurnal Ilmu Lingkungan. 1978-5283,
2, (2), 12-21.

15)
Sumber : Rifardi. 2012. Ekologi Sedimen Laut Modern Edisi Revisi. Pekanbaru: UNRI Press

16)
Sumber : Seyhan, E., 1977. Dasar-dasar Hidrologi, Gadjah Mada University Press.

2.8.4 Pemodelan DAS


2.8.4.1 Routing Debit
Persamaan aliran yang digunakan dalam perhitungan routing debit adalah sebagai berikut:

�Q �A
+ =q
�x �t

1 ∂Q 1 ∂ Q2
+
A ∂t A ∂t A
+g
∂y
∂x ( )
−g ( S o−S f ) =0

(Kinematic Wave)

(Difusion Wave)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 48
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
(Dynamic Wave)

Persamaan momentum terdiri dari beberapa ruas: percepatan lokal, percepatan konveksi, gaya tekan,
gaya gravitasi, dan gaya gesek. Kinematik Wave adalah bentuk bentuk paling sederhana, dimana suku
akselerasi lokal, akselerasi konvektif, dan gaya tekan diabaikan. Dengan demikian, persamaan
momentum yang digunakan dalam Metode Kinematic Wave adalah sebagai berikut:

So = Sf

Persamaan momentum dapat pula dituliskan sebagai berikut:

A = Q

Sebagai contoh, persamaan manning dimana So = Sf, dan R = A/P adalah sebagai berikut:

3/5
�nP 2/3 �
So1/2 5/3 A =� � 3/5
Q = 2/3 A �S 1/2 � Q
nP sehingga �o �

3/5
�nP 2/3 � �A ��Q �
a =�
�S 1/2 �
� +abQ b - 1 �
� � �=q
Dimana ; � o � ;  = 3/5 = 0,6 sehingga �t ��t �

Persamaan diatas dapat diselesaikan menggunakan backward difference sebagai berikut:

Gambar 2.13 Skema backward difference.

�Q QiJ+1=1 - QiJ =1 �Q QiJ+1=1 - QiJ =1


� �
�x Dx dan �t Dt

Untuk membentuk persamaan linear, harga Q pada ruas Q-1 didapatkan dari nilai rata-rata sebagai
berikut:

Q j +Q j +1
Q � i +1 i
2
Harga debit inflow lateral q juga didapatkan dari nilai rata-rata sebagai berikut:

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 49
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
q j +q j +1
q � i +1 i
2
Penerapan metode backward difference diatas pada persamaan routing debit akan menghasilkan
persamaan sebagai berikut:

b- 1
�Qi j++11 - Qi j +1 � �Qi +j 1 +Qi j +1 � � j +1 j � j +1 j
� �+ab � � �Qi +1 +Qi +1 �=qi +1 +qi +1
� Dx � � 2 � � Dt � 2
� � � � � �

2.8.4.2 Perhitungan Sedimentasi akibat Erosi dan Aliran Permukaan


Erosi adalah hilangnya lapisan tanah daru suatu tempat yang diangkut ke tempat lain oleh air atau angin.
Di daerah beriklim basah, erosi oleh air lebih dominan, sedangkan di daerah beriklim kering, seperti
daerah gurun, erosi oleh angin lebih dominan. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah bagian atas
yang subur, serta menyebabkan berkurangnya kemampuan inflitrasi tanah. Tanah yang terangkut
tersebut akan diendapkan di tempat lain, seperti di sungai, waduk, saluran irigasi, daerah pertanian, dan
lain-lain. Dampak erosi tanah di berbagai aspek disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.25 Dampak erosi tanah.

Bentuk Dampak Dampak di Tempat Kejadian Erosi Dampak di Luar Tempat Kejadian
Erosi
Langsung Kehilangan lapisan tanah yang bagi Pendangkalan waduk, sungai,
pertumbuhan tanaman saluran, dll
Kehilangan unsur hara dan kerusakan Tertimbunnya lahan pertanian,
struktur tanah jalan, dan bangunan lainnya
Peningkatan pernggunaan energi untuk Menurunnya kuantitas dan kualitas
produksi air tanah
Menurunnya produktivitas tanah Kerusakan ekosistem perairan
(tempat bertelur ikan, terumbu
karang, dll)
Penurunan pendapatan petani, penggarap Meningkatnya frekuensi kekeringan
lahan, dll
Tidak Langung Berkurangnya alternatif penggunaan tanah Meningkatnya frekuensi banjir
Timbulnya dorongan untuk membuka lahan Memperpendek usia guna waduk
baru

Erosi tidak hanya menyebabkan permasalahan di tempat Erosi tanah oleh air dapat terjadi akibat
tumbukan butiran tanah oleh air dan akibat aliran air permukaan. Terpisahnya butiran tanah akibat
tumbukan air hujan dapat dihitung menggunakan persamaan Meyer dan Wishmeier.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 50
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.14 Ilustrasi erosi akibat hujan dan limpasan.

DETR = k * CDR * SKDR * Ai * R2 dimana

k = koefisien

DETR = laju pemisahan butiran tanah akibat tumbukan air hujan (kg/min)

CDR = faktor cara penanaman dan manajemen lahan (C) berdasarkan USLE dan
Wishmeier & Smitth (1978)

SKDR = faktor erosivitas lahan (K) berdasarkan USLE

Ai = pertambahan luas (m2)

R = intensitas hujan (mm/min)

Sementara itu, pemisahan butiran tanah akibat aliran permukaan dihitung berdasarkan persamaan Meyer
dan Wischmeier (1969) yang dimodifikasi oleh Foster (1976) sebagai berikut:

DETF = k * CDR * SKDR * Ai * SL * Q dimana

k = koefisien

DETF = laju pemisahan butiran tanah akibat overland flow (kg/min)

SL = kemiringan lereng

Q = debit per satuan lebar (m2/min)

Kapasitas transport sedimen yang dapat digunakan antara lain adalah persamaan yang disusun oleh
Yalin (1963), Meyer dan Wischmeier (1969), Foster dan Meyer (1972), dan Curtis (1976), sbb.
Persamaan yang dapat digunakan adalah sbb:

TF = 161 * SL * Q5 (jika Q < 0.046 m2/min)

TF = 16320 * SL * Q2 (jika Q > 0.046 m2/min)

dimana

TF = laju transport sedimen potensial (kg/min.m)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 51
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.15 Grafik kapasitas transport.

2.8.4.3 Model Numerik


Model yang digunakan untuk perhitungan dan pemodelan debit dan sedimentasi akibat erosi oleh hujan
dan aliran permukaan adalah model yang dikembangkan sendiri dengan bantuan perangkat lunak
MATLAB. Berikut disajikan bagan alir pemograman:

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 52
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.16 Bagan alir pemrograman.

Data yang diperlukan adalah data elevasi lahan. Grid model dihasilkan dengan mengaplikasikan GIS.
Contohnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 53
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.17 Contoh aplikasi GIS dalam analisis untuk erosi dan sedimentasi lahan.

Gambar 2.18 Contoh grid model.

Pola aliran yang diperoleh berdasarkan analisis GIS dari grid yang telah dibuat memberikan komparasi
yang baik dengan data.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 54
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.19 Contoh Bird eye view dari Digital Elevation Model.

Gambar 2.20 Contoh identifikasi arah aliran.

Output model berupa debit dan konsentrasi sedimen akan diberikan untuk titik output di Sungai
Pagurawan. Pemodelan akan dilakukan dalam 2 tahap di mana tahap 1 dilakukan untuk mendapatkan
kurva hubungan antara debit aliran dan debit sedimen, sedangkan tahap 2 akan dilakukan untuk
mendapatkan hidrograf satuan Sungai Pagurawan.

Hasil pemodelan berupa hidrograf aliran dan sedimen dengan menggunakan input hujan sebesar 100
mm ditunjukkan pada contoh analisis seperti tergambar berikut ini.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 55
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.21 Contoh kurva debit sungai dan sedimen (Q-Qs).

Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh hubungan antara sedimen dengan debit aliran sebagai berikut:

Qs = 671.53e0.0008Q

Dimana Qs adalah debit sedimen (kg/menit) dan Q adalah debit aliran (m3/detik). Contoh hasil
pemodelan dengan menggunakan input hujan 1 mm berupa hidrograf satuan dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 2.22 Contoh suatu hidrograf satuan untuk analisa debit sungai.

Dengan menggunakan teori konvolusi hidrograf dan data hujan harian yang diperoleh dari data sekunder
maka didapatkan debit harian untuk sungai yang dianalisa seperti contoh pada gambar dibawah ini.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 56
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.23 Contoh konvulusi hidrograf pada suatu sungai dengan DAS tertentu.

Gambar 2.24 Contoh hasil pemodelan hidrograf untuk suatu debit harian sungai dan angkutan
sedimen.

2.9 Angkutan sedimen


2.9.1 Deskripsi Umum Sedimen
Sedimen merupakan material berupa partikel-partikel yang bergerak akibat aliran air (arus atau
gelombang). Secara umum angkutan sedimen dibagai menjadi 3 bagian yaitu:

• Bed Load – partikel besar (sliding, jumping, rolling)

• Suspended Load – partikel lebih kecil (meloncat ke dalam aliran)

• Wash Load – partikel sangat halus (tidak ada kontak dengan dasar)

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 57
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Sedimen dasar (bed load) merupakan bagian dari total angkutan sedimen baik sedikit atau banyak yang
secara terus menerus melakukan kontak dengan dasar perairan selama proses angkutan sedimen
tersebut. Pada umumnya angkutan sedimen jenis ini partikelnya melakukan gerakan menggelindung,
meluncur, dan melompat di dasar perairan.

Sedimen melayang (suspended load) merupakan bagian dari total angkutan sedimen yang bergerak
tanpa kontak terus menerus dengan dasar perairan sebagai hasil dari turbulensi fluida.

Sedimen sangat halus (washload) terdiri dari partikel yang sangat halus yang secara normal umumnya
tidak berada didasar perairan. Dalam perhitungan jumlah total sedimen,sedimen jenis washload ini
diabaikan (Fredsoe, 1995)18,19).

Proses ketiga jenis angkutan sedimen ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama-tama material yang
ditransportasikan berada dekat dasar yang disebut bottom transport atau bedload kemudian material
ditransportasikan pada lapisan atasnya disebut sebagai suspended transport atau suspended load.
Bedload mencakup partikel relatif besar yang bergerak sepanjang dasar. Bed load transport terjadi pada
lapisan tipis di atas dasar yang disebut bottom layer. Sebaliknya suspendedload biasanya terdiri atas
partikel yang lebih kecil yang berada tetap dalam sistem (fluida) karena gradien negatif dari konsentrasi
sedimen dan dorongan kebawah karena beratnya. Jadi suspended load hanya dipengaruhi oleh gesekan
dari butiran-butiran itu sendiri didalam air. Kecepatan angkutan sedimen didapatkan dengan
mengintegrasi perkalian dari kecepatan partikel (V) dengan konsentrasi sedimen(C) sepanjang
kedalaman air diukur dari atas bottom layer. Apakah yang terjadi hanya bedload atau suspendedload
terutama tergantung pada intensitas dari gerakan air. Ketika kecepatan telah melebihi kecepatan kritis,
pada awalnya hanya terjadi bottom transport. Pada tingkat ini bedform (ripples) terbentuk. Jika kecepatan
bertambah maka ukuran dari bedform bertambah. Selanjutnya butiran sedimen dibawa kedalam
suspension dan suspendedload akan segera terjadi

2.9.2 Sedimen Kohesif dan Non Kohesif


Berdasarkan sifat material dasarnya, sedimen dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sedimen kohesif
dan non kohesif. Sedimenko hesif merupakan butiran-butiran partikel lumpur (partikel yang ukurannya
sangat kecil seperti clay dan silt) yang berada didasar maupun dibadan air yang bila bergabung bersama
akan membentuk suatu unit yang lebih besar yang disebut floc. Proses pembentukan floc (flokulasi) ini
sangat bergantung pada konsentrasi sedimen. Flokulasi yang terjadi sangat bergantung pada
kecepatan jatuh sedimen.

Sedimen non kohesif merupakan sedimen dengan butiran-butiran partikel yang umumnya berasal
dari pasir. Pergerakan sedimen ini sangat bergantung pada besar kecilnya diameter partikel sedimen.
Berbeda dengan sedimen kohesif, sedimen non kohesif tidak pernah membentuk floc sehingga antara
satu partikel sedimen dengan partikel sedimen lainnya tidak akan pernah bergabung membentuk suatu
unit individu.
18)
Sumber : Pedersen C; Deigaard R; Fredsoe J; Hansen Ea Simulation Of Sand In Plunging Breakers Journal of waterway, port, coastal, and
ocean engineering, 121(2), 1995, pp. 77-87

19)
Sumber : Hansen Ea; Fredsoe J; Deigaard R, "Distribution Of Suspended Sediment Over Wave-Generated Ripples - Closure", Journal of
waterway, port, coastal, and ocean engineering, 121(2), 1995, pp. 153-153

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 58
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.9.3 Karakteristik Sedimen
Material sedimen pada umumnya merupakan campuran beberapa jenis material sehingga sulit
memberikan nama menurut jenisnya. Untuk itu diberikan deskripsi mengenai istilah dalam proses
sedimenasi agar diperoleh informasi yang obyektif sesuai hasil pengamatan di lapangan. Deskripsi dan
istilah tersebut antara lain:

 Ukuran partikel sedimen, yaitu menyatakan ukuran panjang diameter butiran sedimen dengan
menganggap bahwa butiran sedimen adalah bola.
 Berat spesifik, merupakan berat persatuan volume dan hubungannya dengan densitas (kerapatan).
 Porositas sedimen, didefinisikan sebagai harga perbandingan volume udara dalam suatu sampel
sedimen terhadap jumlah total volume sedimen.
 Kecepatan jatuh, adalah bentuk keseimbangan antara gaya gravitasi yang bekerja pada suatu partikel
yang kecil yang berbentuk bola (spheric) dalam suatu kolom fluida yang tak terhingga dengan daya
tahan dari suatu fluida.

2.9.3.1 Kecepatan Kritis


Kondisi kritis yang memicu pergerakan sedimen untuk sedimen non kohesif dijelaskan oleh gaya-gaya
yang bekerja pada partikel seperti berikut:

tan φ=F_t/F_n

Dimana Ft dan Fn adalah gaya-gaya yang bekerja secara paralel dan normal terhadap sudut diam .
Sudut diam  adalah sudut yang terbentuk oleh material dalam keadaan menjelang sliding.

Gambar 2.25 Gaya yang bekerja pada partikel sedimen.

Terlihat pada gambar bahwa kondisi untuk pergerakan sedimen adalah:

( w sin α+ F D ) >(W cosα + F L )


Dimana:

2
ρU b
F D =C D k 1 d 2
2

ρ ub2
F L =C L k 2
2

W =k 3 ( ρ3−ρ ) g d 3

Dengan,

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 59
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Ub : kecepatan aliran pada daerah dasar aliran

CD,C1 : koefisien drag dan koefisien lift

k1,k2,dan k3 : factor bentuk/permukaan material

s,  : densitas sedimen dan densitas flida

Dari hubungan diatas, maka kecepatan kritis diturunkan menjadi :

2
(u b) cr 2 k (tanφcosφ−sinφ)
= 3 =A'
ρs C D k 1+ C L k 2 tanφ
( )ρ−1
gd

Koefisien sedimen A’ merupakan fungsi dari properti sedimen seperti massa material sedimen, kekasaran
permukaan sedimen dan lain lain, dinamika aliran yang diwakili oleh CD dan CL, kemiringan saluran
serta sudut diam posisi partikel sedimen.

2.9.3.2 Tegangan Geser Kritis


Dengan menganggap distribusi kecepatan pada saluran terbuka dapat diwakili oleh:

u ( y) 1 y 1 y U ¿ k5
= ln + A= ln + f ( )
U ¿ k ks k k5 v

Dimaka k adalah konstanta Von Karman dan ks merupakan kekasaran permukaan dasar saluran.

Misalkan ks = d

1 U d
ln ∝¿ + f ( ¿ )
k v
ub−u ( y −∝¿ d )−U ¿ ¿

U ¿d
2 1
→u b−U ¿ [ ln α ¿ + f
k v( )]

Dengan mengacu kepada pengertian kecepatan tahanan:

U ¿ =√ τ 0 / ρ

Dan,

(ub )2cr
=A '
( ρs / ρ−1) gd

Maka didapatkan hubungan tegangan geser kritis sebagai berikut:

(τ 0 )cr U d
=∅ ( ¿cr )
( ρs− ρ ) gd v

2.9.3.3 Kecepatan Jatuh (Settling Velocity)


Misalkan gaya-gaya yang bekerja pada material sedimen pada kondisi steady seperti yang digambarkan
berikut :

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 60
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.26 Settling velocity.

Dengan mendefinisikan,

w s=
√ 8 τ ( ρs −ρ ) g
3 C D rho

Dan CD merupakan fungsi dari bilangan Reynold yang diberikan oleh hubungan,

2 ws τ
E=¿
v
R¿

Untuk kondisi bilangan Reynold kecil daari satu (Re < 1)

Koefisien Drag untuk kondisi ini diberikan oleh :

σ π v ρ ws

Yang ekivalen dengan

24
CD=
RE

Persaman diatas jika disubstitusikan kedalam persamaan akan menghasilkan hubungan sebagai berikut:

2 τ 2 ( ρ s− ρ ) g
w s=
9 ρv
• Untuk kondisi bilangan reynold besar dari satu ( Re > 1 )

Koefisien drag untuk kondisi ini diasumsikan sama dengan 0,5 sehingga memberikan hubungan,

8 τ ( ρ s−ρ ) g
w s=
3 C D rho

Untuk kasus dimana s = 2.65 

2.9.3.3.1 Teorama Stoke’s Law untuk Kecepatan Jatuh Partikel


Karena adanya pengaruh gaya gravitasi, material sedimen yang melayang terbawa aliran fluida akan
selalu cenderung bergerak kearah dasar saluran, gerakan ini akan berhenti jika terjadi keseimbangan
antara gaya gravitasi (Fg) dengan gaya apung (Fup) serta gaya tahanan material terhadap gesekan
dengan fluida (Fd). Kecepatan material sedimen pada saat ini disebut kecepatan jatuh sedimen atau fall
velocity atau terminal velocity yang dapat dituliskan sebagai berikut :
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 61
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Fd =F g −F up

Kalkulasi Stoke untuk material sedimen sangat kecil (d<0,1mm):

Misalkan gaya tahanan material terhadap gesekan dengan fluida yang bergerak untuk material bulat
diberikan oleh:

1
Fd = C d π r 2 ρ f V 2
2

Fd = frictional drag

r = diameter partikel

f = densitas fluida

V = kecepatan jatuh sedimen

Kemudian gaya gravitasi yang bekerja pada material diberikan oleh :

4
F g= π r 3 ρ s g
3

s = densitas sedimen

g = percepatan gravitasi

Gaya apung dari fluida diberikan oleh :

4
Fup= π r 3 ρf g
3

f = densitas fluida

Subsitusikan ketiga faktor gaya ini ke persamaan makan akan didapatkan:

1 4 4
C D π r 2 ρf V 2= π r 3 ρs g− π r 3 ρ f g
2 3 3
Persamaan ini dapat disederhana menjadi:

8 gr (ρs −ρf )
V 2=
3 C d ρf

Jika temperatur dan densitas fluida dianggap konstan dan densitas fluida serta diameter/kekasaran
material sedimen diketahui maka persamaan dapat disederhanakan lagi menjadi :

gr 2 ( ρs −ρf )
V=
18 μ
2
Atau V =Cr

Dimana C adalah konstanta yang diberikan oleh


( ρ s− ρf ) g . Pada 20oC, dalam air, dengan densitas
18 μ
4
material 2,65 g/cc, C = 3,59 x 10 .
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 62
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.9.3.3.2 Kecepatan Jatuh Group
Kecepatan jatuh kelompok partikel sedimen sejenis akan lebih besar daripada kecepatan jatuh material
sedimen yang terpisah. Untuk jenis sedimen dengan konsentrasi tinggi dimana material sedimen ini
biasanya terdispersi didalam fluida, kecepatan jatuh sedimen dalam hubungannya dengan konsentrasi
partikel sedimen di ekspresikan dalam persamaan berikut:

β
w s=w0 (1−C s )

Dimana Cs adalah konsentrasi volumetrik dan  adalah fungsi dari bilangan reynold dan bentuk partikel.

0.33
w s=w0 (1−2.15C s )(1−0.75 C s )

Kecepatan jatuh sedimen campuran (mixture) dengan diameter berbeda-beda diberikan oleh:

w=
∑ p i w pi
∑ pi
Dimana pi dan wpi adalah berat dan kecepatan jatuh sedimen ke-i. Kecepatan jatuh ini sama sekali tidak
bergantung kepada kecepatan jatuh dari masing-masing partikel sedimen yang tercampur didalamnya.

2.9.3.4 Penggumpalan (Floculation)


Material sedimen kohesif dialam sangat jarang ditemui dalam keadaan terpisah satu dengan lainnya,
tubrukan antara butiran sedimen terjadi karena disebabkan oleh perbedaan kecepatan jatuh, turbulensi,
gerak brown serta interaksi elektrokimia antar butiran sedimen.

Ketika terjadi tubrukan antar butiran sedimen kohesif, butiran-butiran ini cenderung untuk bersatu, proses
dimana butiran-butiran sedimen kohesif menjadi bersatu sewaktu jatuh disebut flokulasi. Flokulasi
menghasilkan sedimen dalam jumlah besar yang bergerak di sekitar daerah dasar saluran yang disebut
floc. Kecepatan jatuh dari gumpalan sedimen ini merupakan fungsi dari ukuran, bentuk dan densitas
relative dari material sedimen tersebut. Kecepatan jatuh floc biasanya lebih besar dari kecepatan jatuh
masing-masing butiran sedimen dalam keadaan terpisah, densitas dari floc lebih kecil daripada densitas
material sedimen dari mineral. Dibandingkan dengan partikel material sedimen clay (tanah liat),
kecepatan jatuh dari floc lebih kecil karena perbedaan densitas.

Tegangan geser : prinsip dari kelebihan tegangan geser dalam mekanisme angkutan sedimen juga
berlaku untuk sedimen kohesif, fenomena deposisi terjadi jika tegangan geser  lebih kecil dari pada
tegangan geser kritis s.

Persamaan Krone :

Persamaan Krone untuk deposisi Lumpur (Krone 196220), Mehta et al, 198921)) diberikan oleh hubungan
berikut:

dm (τ −τ)
=Cw s
dt τs

Dimana:

m = massa sedimen didasar saluran kg/m2)


Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 63
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
20)
Sumber : Krone, R.B. (1962). ″ Flume studies of the transport of sediments in estuarial shoaling processes.″ Final Rep., Hydraulic Engineering
Laboratory and Sanitary Engineering Research Laboratory, University of California, Berkeley.

21)
Sumber : Mehta, A., McAnally, W., Hayter, J., Teeter, A., Heltzel, S. and Carey W. (1989). ″ Cohesive sediment transport. II: Application. ″ J.
Hydr. Eng., 115 (8), ASCE, 1094-1112.

t = waktu (detik)

 = tegangan geser dasar (Pa)

s = tegangan geser kritis untuk deposisi (Pa)

C = Konsentrasi sedimen tersuspensi (kg/m3)

w = kecepatan jatuh floc (m/det)

2.9.4 Dasar Sedimen (bed load)


Ketika tegangan geser pada dasar suatu kanal melampaui nilai ambang batas untuk material dasar yang
diberikan, maka partikel-partikel pada dasar mulai bergerak mengikuti aliran. Biasanya untuk kemudahan
penggambaran, angkutan sedimen dibagi atas jenis bed load, saltation, dan suspension. Aturan praktis
untuk pembagian ini adalah sebagai berikut:

ws
2< <6 jenis bed load dengan : d > 2 mm
u

ws
0,6< <6 jenis saltation dengan : d  1 mm
u

ws
0< <6 jenis suspended load dengan : d  0,1 mm
u
Material sedimen bergerak di daerah sekitar dasar saluran dengan tipe gerakan berguling, loncatan,
menggelincir dan berputar. Beberapa formula dalam perhitungan angkutan sedimen jenis ini adalah
duBoys-Type, Shocklitsh-Type dan Formulasi Einstein.

2.9.4.1 Formulasi duBoys


Dalam saluran terbuka berlaku hukum keseimbangan energi sebagai berikut:

V2
H=z +h+∝ + h =Const
2g 1
Pada potongan vertikal saluran, ketinggian rata-rata muka air diberikan oleh:

V2
E=z +h+ ∝
2g
Diferensiasi dari kedua persamaan ini memberikan hubungan :

δz δh α δ V 2 δh α Q2 δ 1
I e=− ( + +
δx δx 2 g δx
=i− − ) ( )
δx 2 g δx A 2

Dimana kemiringan dasar saluran diberikan oleh:

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 64
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
−δh
i=
δx
Dan kemiringan permukaan air:

δh
I s=i−
δx
Dan gradien energi kinematik:

2
−∝ Q δ 1
I v=
2 g δx A2 ( )
is

Pada jarak dx, kehilangan energi sebesar (gAx)Iex sebanding dengan kerja yang dilakukan oleh gaya
geser di dekat dasar saluran. Oleh karena itu stress geser pada dasar saluran di berikan oleh hubungan:

A
τ 0 =ρ g I =ρ g R I e
P e

δh δV2
Pada aliran steady dan uniform, Ie = Iv = i karena =0 dan =0 . Maka hubungan stress geser
δx δx
akan menjadi :

τ 0 =ρ g R i

Ketika stres geser lebih besar dari nilai kritis (0)cr maka partikel sedimen di sekitar dasar saluran akan
mulai bergerak. DuBoys (1879) mengajukan model angkutan sedimen bedload dimana diasumsikan
bahwa angkutan sedimen bedload mengacu kepada gaya-gaya yang bekerja pada partikel tersebut
maka,

τ
(¿¿ 0)cr
τ 0−¿
q s=X τ 0 ¿

Dimana qs volume angkutan sedimen bed load persatuan lebar, sedangkan X adalah koefisien
karakteristik sedimen.

2.9.4.2 Formulasi Shocklitsh (1930)


Terpisah dari duBoys, Shocklitsh mengajukan hubungan angkutan sedimen berdasarkan penelitian
laboratorium sebagai berikut:

q s=X {I} rsub {e} rsup {k} (q- {q} rsub {cr}

Dimana X” merupakan karakteristik baru dari material sedimen. Kedua teori diatas (duBoys dan
Shocklitsh) sama-sama mengacu kepada transport sedimen dasar (bedload) yang diakibatkan oleh
kelebihan stress gesekan didasar saluran.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 65
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
τ
(¿¿ 0)cr
τ 0−¿
q s=X τ 0 ¿

Pada pengembangannya duBoys menyarankan stress gesekan kritis diberikan oleh:

(τ 0 )cr =ρ g I e hcr

Dimana hcr adalah kedalaman kritis dimana material sedimen mulai bergerak, maka hubungan diatas bisa
dibuat kembali ke dalam bentuk:

2
q s=X ( ρ g I e ) h(h−hcr )

Dengan qcr merupakan discharge kritis air pada saat material sedimen dasar mulai bergerak.

2.9.4.3 Formulasi Einstein


Formulasi Einstein didasari oleh hal berikut:

Nilai kritis sebagai inisial kondisi sewaktu sedimen mulai bergerak harus dihindari karena susah untuk
didefinisikan.

Lebih disarankan kalau angkutan sedimen dasar (bedload) dikaitkan dengan fluktuasi kecepatan
dibandingkan dengan kecepatan rata-rata. Untuk itu diperkenalkan konsep probabilitas dalam persamaan
angkutan sedimen dasar (bedload)

Aplikasi hubungan angkutan sedimen berdasarkan formulasi Einstein diberikan oleh formula:


qs ρ
ρ s g (ρ s−ρ)gd 3
p k k i
=( 1 3 )( s )¿
1−p k 2 ❑b i b

Harga dari komponen pada ruas kanan diberikan oleh :


qs ρ
Φ=
ρs g (ρs− ρ) gd3

Kuantisasi dari parameter diatas adalah disebut intensitas angkutan sedimen dasar (bedload), sehingga
persamaan bisa ditulis sebagai:

p ❑
1−p ❑❑ ( )
=A ¿ ❑ Φ=A ¿ Φ ¿

Dimana :

A* = konstanta yang didapatkan dari percobaan atau penelitian lapangan

Φ* = intensitas dari angkutan sedimen untuk masing-masing partikel sedimen

Hubungan Empiris dari formulasi Einstein:

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 66
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Probabilitas dari erosi bergantung kepada angkutan sedimen karena pengaruh hidrodinamika dan berat
partikel sedimen:

effective weight of particle


p=f ( )
hydrodynamic lift
Seperti contoh :

3
k 2 (ρs −ρ) gd
2
2 ρ ub
C L k1 d
2
p=f ¿

2.10 Tinjauan geologi pada sedimentasi


Proses sedimentasi yang terjadi di lingkungan khususnya lingkungan perairan laut akan merubah pola
interaksi antara faktor biotik dan abiotik, dan hal ini akan menciptakan kondisi alam berbeda dari sebelum
berlangsungnya proses tersebut.

Besarnya peranan sedimentologi terhadap perubahan ekosistem laut dan sebaliknya fenomena alam
yang mampu mempengaruhi karakteristik sedimen laut, maka pola saling mempengaruhi

antara sedimen dengan lingkungan di mana sedimen itu terbentuk, diusulkan untuk menggunakan istilah
”EKOLOGI SEDIMEN LAUT” terutama untuk semua penelitian sedimen yang berhubungan dengan
lingkungan laut. Hasil penelitian ekologi sedimen telah memberikan gambaran hubungan antara aktivitas
manusia dan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan pengendapannya.

2.10.1 Faktor Pembatas


Faktor pembatas adalah faktor-faktor fisika dan kimia (komponen abiotik) yang menentukan apakah
organisme (komponen biotik) dapat hidup dan berkembang dalam suatu ekosistem. Jadi istilah faktor
pembatas digunakan bagi organisme untuk menentukan daya adaptasinya terhadap faktor fisika dan
kimia lingkungan. Walaupun demikian dalam subbab ini istilah faktor pembatas juga digunakan untuk
sedimen meskipun sedimen merupakan salah satu komponan abiotik dalam lingkungan.

Faktor pembatas yang dimasud adalah semua kekuatan atau energi baik bersumber dari komponen
biotik maupun abitiok yang mempengaruhi dan menentukan keberadaan, karakteristik dan sebaran
sedimen pada suatu lingkungan. Ada dua sumber kekuatan utama yang dapat dianggap sebagai faktor
pembatas yaitu artifisial (antropogenik) dan alamiah. Sebaliknya sedimen yang terdapat pada lingkungan
tersebut dapat memberikan informasi tentang perubahan lingkungan yang digunakan untuk memahami
kekuatan-kekuatan antropogenik dan alamiah yang berperan dalam menyusun sedimen. Faktor-faktor
pembatas sedimen diuraikan dalam subbab berikut.

2.10.1.1 Sumber Sedimen


Asal partikel sedimen menentukan jenis-jenis partikel penyusun sedimen, berdasarkan jenisnya maka
partikel sedimen dapat berasal dari sumber-sumber berikut:

1) partikel-partikel yang dierosi sebagai partikel padat yang berasal dari daratan disebut partikel
terrigeneous,

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 67
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2) partikel-partikel piroklastik yang berasal dari letusan genung dan

3) partikel-partikel yang berkembang melalui proses biologi dan kimia pada dasar perairan (Friedman dan
Sander, 197822)).

Sumber partikel yang berbeda menyebabkan keberadaan, karakteristik dan sebaran sedimen akan
berbeda pula. Sedimen terrigeneous disusun oleh partikel-partikel organik dan anorganik, partikel
piroklastik meliputi fragmen batuan, Kristal tunggal, dan gelas vulkanik, dan partikel-partikel hasil proses
biologi dan kimia terdiri dari hasil sekresi organisme, degradasi cangkang, aktivitas mikroorganisme dan
peletisasi. Hubungan antara sumber/asal sedimen dengan karakteristik jenis dan komposisi sedimen
dasar perairan dibahas secara mendalam dalam subbab 2.11.

2.10.1.2 Morfologi Sedimen


Morfologi atau bentuk partikel sedimen mempengaruhi sebaran sedimen pada dasar perairan karena
bentuk yang berbeda akan diendapkan pada jarak yang berbeda dari sumbernya oleh kekuatan energi
transportasi yang sama. Dari hasil pengujian kerikil yang berbentuk bulat atau butiran pasir, dapat
diketahui sejarah proses transportasi seperti jarak yang dibutuhkan selama proses transportasi ini. Ada
dua bentuk utama partikel sedimen yaitu angular adalah urutan tingkatan yang menunjukkan suatu
partikel mendekati bentuk bola, dan roundness adalah bentuk partikel yang berhubungan dengan tingkat
katajaman dan lekukan dari sisi-sisi dan sudut partikel 22). Bentuk partikel-partikel mempengaruhi model
transportasi dalam air di mana bentuk iku menentukan apakah partikel-partikel tersebut ditransportasi
secara saltasi, traksi, rolling atau suspensi.

2.10.1.3 Arus dan Gelombang


Arus dan gelombang merupakan faktor kekuatan utama yang menentukan arah dan sebaran sedimen.
Kekuatan ini pula yang menyebabkan karakteristik sedimen berbeda sehingga pada dasar perairan
disusun oleh berbagai kelompok populasi sedimen. Oleh sebab itu berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa sedimen dasar perairan terdiri dari partikel-pertikel yang berbeda ukuran dan komposisi.
Perbedaan ukuran partikel sedimen pada dasar perairan dipengaruhi juga oleh perbedaan jarak dari
sumber sedimen tersebut. Secara umum partikel berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang
tidak jauh dari sumbernya, sebaliknya semakin halus partikel akan semakin jauh ditranspor oleh arus dan
gelombang, dan semakin jauh diendapkan dari sumbernya. Sebaran sedimen pantai atau transport
sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus.
Turbulensi dari gelombang pecah mengubah sedimen dasar (bed load) menjadi suspense (suspended
load). Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan
sedimen dasar.

2.10.1.4 Tekstur Sedimen


Berdasarkan kejadiannya, batuan sedimen dibedakan menjadi sedimen klastik dan non klastik. Batuan
sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hasil litifikasi material-material hasil
rombakan batuan yang telah ada sebelumnya. Sedangkan batuan sedimen nonklastik adalah batuan
sedimen yang terbentuk dari material-material hasil aktivitas kimia (termasuk biokimia) dan biologis.
Kedua mekanisme pembentukan batuan sedimen tersebut dikenal dengan istilah tekstur sedimen klastik
dan nonklastik. Penekanan pada batuan sedimen yang bertekstur klastik adalah ukuran butir dan bentuk

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 68
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
butir23). Bentuk butir (morfologi sedimen) sebagai faktor pembatas telah dijelaskan pada subbab
sebelumnya. Pada subbab ini akan dibahas ukuran butir sedimen sebagai faktor pembatas sebaran
sedimen di dasar perairan. Suatu endapan sedimen disusun dari berbagai ukuran partikel sedimen yang
berasal dari sumber yang berbeda-beda, dan percampuran ukuran ini disebut dengan istilah populasi.
Pergerakan udara dan air dapat memisahkan partikel berdasarkan ukuran mereka, menyebabkan
endapan terdiri dari berbagai ukuran. Ada tiga kelompok populasi sedimen yaitu:

1. Gravel (kerikil), terdiri dari partikel individual: boulder, cobble dan pebble

2. Sand (pasir), terdiri dari: pasir sangat kasar, kasar, medium, halus dan sangat halus.

3. Mud (lumpur), terdiri dari clay dan silt.

Perbedaan karakteristik dan sebaran sedimen dasar perairan, diantaranya disebabkan oleh perbedaan
ukuran dalam material induk. Selain itu ukuran partikel sedimen dapat menggambarkan:

1. perbedaan jenis,

2. ketahanan partikel terhadap weathering, erosi dan abrasi, dan

3. proses transportasi dan pengendapan22) .

Ukuran butir partikel sedimen adalah salah satu faktor yang mengontrol proses pengendapan sedimen di
perairan, semakin kecil ukuran butir semakin lama partikel tersebut dalam kolam air dan semakin jauh
diendapkan dari sumbernya, begitu juga sebaliknya

2.10.1.5 Kimia Air


Pembentukan sedimen dikontrol oleh pH dan Eh, dan berbagai proses kimia terjadi pada larutan dalam
sedimen khususnya proses yang mempengaruhi pH dan Eh. Proses proses kimia mempengaruhi proses
pengendapan (sedimentasi) di perairan. Perubahan pH perairan mempengaruhi proses pelarutan dan
presipitasi partikel-partikel sedimen.

Reaksi kimia dalam sedimen berhubungan dengan pH khususnya kalsium karbonat yang terjadi sebagai
partikel-partikel batuan dan semen. Reaksi kimia terjadi diantara partikel-partikel tersebut dengan air.
Dalam lingkungan sedimen, Eh dan pH saling tergantung satu sama lainnya. Hubungan antara proses
kimia dan pengendapan sedimen dibahas dalam subbab 2.12.

2.10.1.6 Fisika Air


Suhu, salinitas dan densitas perairan mempengaruhi kecepatan tenggelam partikel sedimen24), dan
densitas suatu perairan ditentukan oleh suhu dan salinitas perairan tersebut25). Perbedaan proses
sedimentasi antara satu tempat dengan lainnya di perairan disebabkan oleh karakteristik fisika dan kimia
perairan yang berbeda. Rifardi (2008a)26) menemukan proses deposisi sedimen di perairan laut dangkal
yaitu perairan Laut Paya pesisir Pulau Kundur Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau Indonesia,
dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan densitas perairan.

Densitas berperan dalam menentukan distribusi suhu dan salinitas, selain itu distribusi vertikal salinitas
mengontrol percampuran air laut secara vertikal. Oleh sebab itu, densitas berguna untuk menguji tipe
distribusi suhu dan salinitas. Perbedaan antara evaporasi dan presipitasi yang terjadi di perairan
mempengaruhi salinitas permukaan. Salinitas yang lebih tinggi dapat menyebabkan densitas lebih tinggi
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 69
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
ketika suhu perairan lebih dingin. Hubungan antara suhu dengan proses pengendapan sebagai berikut:
partikel dengan ukuran yang sama dideposisi lebih cepat pada suhu rendah dibandingkan dengan suhu
tinggi.

2.10.1.7 Mekanisme Transpor Sedimen


Mekanisme transpor sedimen mengontrol keberadaan, karakteristik dan sebaran sedimen pada suatu
lingkungan. Ada dua mekanisme transpor sedimen berlawanan yang di dasarkan atas dua jenis muatan
yaitu:

1. Muatan tersuspensi, pada mekanisme ini kekuatan arus dari air atau udara menyebarkan partikel-
partikel sedimen halus seperti lanau,n lempung dan ukuran pasir, kemudian memindahkannya dalam
aliran. Dengan kata lain partikel-partikel tersebut berada dalam kolom air.

2. Muatan pada lapisan dasar perairan atau muatan yang tidak secara terus menerus berada dalam
bentuk suspensi dalam kolom air, seperti partikel-partikel yang lebih besar dan berat (boulder, pebbles
dan gravel), dirollingkan (transport) sepanjang dasar perairan.

22)
Sumber : Friedman, G. M. dan Sanders, J. E. 1978. Principles of Sedimentology. John wiley & Sons, Inc, 792pp.

23)
Sumber : Universitas Gajah Mada. Pedoman Praktikum Geologi Fisik. Seksi Geologi fisik, laboratorium geodinamis, Fakultas Teknik
Universitas Gajah Mada, Yokyakarta. 124 hal.

2.10.2 Partikel Sedimen


Istilah partikel digunakan untuk semua material sedimen termasuk material yang ditransportasi secara
fisika sebagai material padat sebelum diendapkan. Dalam hal ini termasuk transportasi secara fisika
material-material yang berkembang/tumbuh secara biologi dan kimia di dasar perairan sampai pada
tempat pengendapan akhir.

Dalam penerapannya, kita menggunakan partikel-partikel sebagai pecahan padat dari endapan yang
lebih tua dan partikel yang bukan merupakan pecahan padat dari endapan yang lebih tua. Partikel-
partikel yang bukan merupakan pecahan padat dari endapan yang lebih tua adalah partikel-partikel yang
berasal dari letusan gunung berapi dan yang berasal dari proses biologi dan kimia dan akhirnya
ditransportasi secara fisika sebagai material padat22), dan partikel-partikel sedimen tersebut diuraikan
dalam beberapa sub bab dibawah ini.

2.10.2.1 Jenis-Jenis Partikel Sedimen


Partikel sedimen dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu:

2.10.2.1.1 Pecahan padat dari endapan yang lebih tua.


Semua partikel yang dierosi sebagai partikel padat yang berasal dari daratan disebut partikel
terrigeneous. Partikel terrigeneous terdiri dari dua kelompok yaitu:

1) material anorganik dan

2) material organik atau carbonaceous.

Partikel terrigeneous terlepas dari batuan induknya disebabkan oleh beberapa proses antara lain:
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 70
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
1) weathering,

2) terjadinya bencana yang menimbulkan kerusakan, dan

3) aktivitas glasial.

2.10.3 Partikel Terrigeneous Anorganik


Sedimen terrigeneous anorganik terdiri dari material batuan yang telah terlepas dan hasil perubahan
kedua mineral clay yang dibentuk selama proses weathering secara kimia. Sedimen terrigeneous
anorganik terdiri dari: fragmen batuan, kuarsa, felspar, mineral-mineral berat, dan lapisan silikat lattice.

Fragmen batuan merupakan partikel yang mempunyai ciri-ciri yang dapat dikenal dari endapan induknya
disebut. Kualifikasi ciri-ciri yang dapat dikenal ini penting karena dalam pengertian yang luas, sedimen
terrigeneous anorganik terdiri dari fragmen batuan sebelumnya. Tetapi sewaktu endapan induk hancur
menjadi individu-individu mineral, ciri-ciri tekstur endapan induk tidak dapat dikenal. Oleh karena itu
partikel-partikel yang terdiri dari individu mineral tidak digolongkan ke dalam fragmen batuan.

24)
Sumber : Lewis, D. W and McConchie, D. 1994. Analytical Sedimentology. Chapman and Hall. New York, London, 197pp.

25)
Sumber : Millero, F. J. and and Sohn, M. L. 1992. Chemical Oceanography. CRC Press, Inc., 531pp.

26)
Sumber : Rifardi. 2008a. Deposisi Sedimen di Perairan Laut Dangkal. Ilmu Kelautan. Indonesia Journal Of Marine Sciences 13(3)147-152.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan fragmen batuan antara lain: jenis batuan, ruangan yang
ada fragmen tersebut, jenis weathering, aktivitas selama proses transportasi, proses weathering pada
endapan, tekanan yang ditimbulkan selama proses sementasi. Beberapa fragmen batuan dapat
dibedakan dengan mudah dan dapat diidentifikasi melalui peninjauan lapangan. Sebaliknya ada fragmen
batuan yang tidak bisa diidentifikasi di lapangan, dan hanya bisa diidentifikasi dengan menggunakan
mikroskope binokuler.

Kuarsa merupakan mineral yang dominan dalam sedimen terrigeneous, hal ini disebabkan oleh hasil
proses weathering secara kimia. Selama proses weathering tersebut feldspar merupakan bagian yang
dominan dalam batuan beku dan metamorfose, dirubah menjadi mineral-mineral lempung (clay), dan
kuarsa terakumulasi dalam sisa proses weathering. Ukuran partikel-partikel kuarsa dalam batuan induk
berkisar 0,5-1,0 m, sedangkan dalam sedimen terrigeneous kecil dari 0,06 mm. Asal partikel kecil
tersebut tidak diketahui secara pasti karena partikel-partikel ini merupakan hasil grinding yang terjadi di
bawah glacier atau dalam batuan yang longsor. Partikel-partikel kuarsa yang berbentuk bulat
menggambarkan asal lingkungan pengendapan yang lebih tua. Partikel kuarsa yang mempunyai bentuk
lingkaran berasal dari tanah, batuan vulkanik dan dari felspar batuan metamorfik.

Feldspars tidak pernah dominan dalam endapan sedimen, dan diduga hanya 10-15% dari sedimen
terrigeneous modern. Meskipun feldspars membentuk kelompok dominan batuan pembuat mineral silikat,
dan dalam batuan induk. Proses weathering kimia yang intensif dapat menyebabkan hancurnya
feldspars. Oleh sebab itu, feldspars dalam sedimen terrigeneous dapat berfungsi sebagai indeks
komposisi kematangan.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 71
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Studi tentang mineral-mineral berat memerlukan berbagai macam teknik pemisahan, pembersihan, dan
bantalan. Mineral berat dapat dipisahkan dari mineral ringan dengan cara mendulang dalam air atau
dengan sistem tenggelam-apung dalam larutan, corong pemisah dan sentrifuge. Mineral berat terdiri dari
pasir dengan persentase berkisar 1-2% dari berat, tetapi dalam pasir dan diantara pasir yang berbeda,
proporsi mineral berat ke mineral ringan berubah-rubah. Ukuran partikel-partikel sedimen berkurang
sedangkan proporsi mineral berat bertambah. Pada beberapa pasir, mineral-mineral berat
dikonsentrasikan melalui berbagai proses mekanik untuk membentuk lapisan mulai dari beberapa
milimeter sampai puluhan sentimeter tebalnya di mana mereka terdiri dari 50% atau lebih dari total. Ada
kelompok mineral lain dari sedimen terrigeneous yang cendrung membentuk lapisan dengan berbagai
ukuran. Penelitian dengan sinar X menunjukkan bahwa lapisan-lapisan ini disebut lembaran pembentuk
kristal lattices.

2.10.4 Partikel Terrigeneous Organik


Partikel-partikel bahan organik padat terdiri dari dua jenis yaitu:

1) material padat yang mengandung bahan organic berasal dari formasi yang lebih tua dan
2) detritus tanaman modern.

Material padat yang mengandung bahan organik berasal dari formasi yang lebih tua meliputi:

1) hancuran batubara bitominous dan


2) anthracite.

Bitominous merupakan mineral yang mempunyai bitumen, dan bitumen adalah suatu istilah yang dipakai
untuk bahan-bahan yang mudah menyala tersusun dari campuran hidrokarbon dari proses oksigenasi.
Anthracite adalah batubara yang mempunyai tingkatan metamorfose yang tertinggi dan dicampur dengan
kandungan karbon antara 92-98%. Pada daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, tanaman-tanaman
modern membentuk suatu penutup yang kontinyu. Di daerah yang beriklim sedang, jumlah daun yang
gugur pada setiap musim banyak sekali. Umumnya tanaman tersebut menjadi lapisan humus, tetapi
banyak juga daun-daun yang gugur itu menjadi bagian dari endapan yang ada di kolam, rawa, danau,
sungai dan laut. Detritus tanaman lainnya meliputi ranting, batang, benih yang berukuran mikroskopis,
dan tepung sari.

2.10.4.1.1 Partikel yang bukan merupakan pecahan padat dari endapan yang lebih tua
Partikel-partikel ini meliputi:

1) partikel-partikel piroklastik yang berasal dari letusan genung dan


2) Partikel-partikel padat yang berkembang melalui proses biokimia dan kimia pada dasar perairan.

2.10.5 Partikel-Partikel Piroklastik


Partikel piroklastik yang berasal dari letusan gunung meliputi fragmen batuan, kristal tunggal, dan gelas
vulkanik. Partikel ini dikelompokkan bersama-sama dalam kelompok utama yaitu lithic, kristal dan vitric.
Fragmen batuan terdiri dari batuan vulkanik yang mengeras atau jenis batuan apa saja yang dilalui gas
vulkanik dan larva pada permukaannya. Kristal tumbuh/berkembang dalam magma, sedangkan partikel
gelas merupakan blebs larva yang mencair menjadi keras secepat ion mereka tidak membentuk kristal
lattice. Partikel-partikel piroklastik ditransportasi melalui tiga cara yaitu:

1. aliran partikel panas sepanjang tanah yang dilaluinya (aliran abu).


Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 72
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2. tersuspensi dalam atmosfera

3. tersuspensi dalam stratosphera

2.10.6 Partikel-Partikel Yang Tumbuh di Dasar Perairan Sebagai Hasil Sekresi


Biologi atau Precipitasi Kimia.
Partikel yang berkembang sebagai partikel padat pada lingkungan pengendapan merupakan suatu hasil
dari sekresi biologi atau presipitasi kimia. Partikel ini terdiri dari:

1) skeletal debris: material yang berasal dari organisme dan terdiri dari bagian yang keras hasil
sekresi organisme tersebut,
2) kalsium karbonat yang bukan cangkang (skeletal),
3) mineral-minaral yang menguap, ditransportasikan secara fisika,
4) glauconites: mineral hijau yang berhubungan erat dengan mika.

2.10.7 Skeletal Debris


Secara umum material dari skeletal hasil sekresi organisme hidup, disusun oleh: kalsium karbonat dan
silikat. Berdasarkan ukurannya skeletal kalsium karbonat dibedakan menjadi pasir atau kerikil dan
lumpur. Banyak skeletal debris karbonat termasuk skeleton kalsium karbonat yang disekresi organisme
seperti foraminifera, dan moluska serta juga bagian patahan yang keras disekresi oleh organisme ini atau
oragnisme lain.

Biasanya organisme yang telah mati memberikan kontribusi material skeletal mereka pada sedimen.
Meskipun telah mati, asal material tersebut dapat diketahui. Ostracoda dan Trilobites membuang
kerangka mereka selama proses molting. Foraminifera yang bersel satu dapat membuat cangkang
sepanjang hidupnya. Cangkang-cangkang inilah yang terdapat pada sedimen laut. Kadang-kadang
foraminifera yang telah mati cangkangnya tenggelam kedasar laut dan menjadi bagian dari sedimen
dasar laut.

Kelompok organisme lain yang memberikan kontribusi besar pada pasir-pasir skeletal, tanpa harus mati
dulu adalah terumbu karang. Banyak jenis ikan yang hidup di sekitar terumbu karang dan beberapa
spesies seperti Ikan Parrot dan Ikan Trigger mengambil terumbu tersebut sebagai makanannya. Ikan-ikan
predator ini menggigit terumbu karang, dan mencerna bahan organik, kemudian membuang bagian-
bagian partikel karbonat yang tidak dapat dicerna.

Banyak pasir skeletal tidak termasuk foraminifera dan terumbu karang, terakumulasi hanya setelah
organisme yang mensekresi skeletal tersebut mati, contohnya moluska dan branchiopoda, mensuplai
pasir skeletal non koral. Untuk mengambil bagian dalam yang lunak dari moluska, organisme predator
seperti gastropoda melubangi cangkang moluskatersebut. Setelah moluska mati, banyak organisme
pembor lainnya melubangi cangkang tersebut seperti sponge, algae dan fungi. Beberapa material
skeleton menjadi pasir tanpa melalui proses kerusakan secara biologi.

Beberapa bagian skeleton mudah dideteksi, dan yang mati biasanya tersebar pada daerah yang jauh dari
skeletal lainnya.

Organisme yang menberikan kontribusi paling besar partikel-partikel skeletal silikat adalah diatom dan
radiolaria, sedangkan sponge dan dinoflagellate hanya mengontribusi partikel ini dalam jumlah kecil.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 73
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Skeletal silikat menyusun 40% sedimen pada dasar laut, dan kelimpahan skeletal silikat dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu:

1) kecepatan produksi cangkang silikat,

2) proporsi cangkang ini dalam partikel terrigeneous dan karbonat,

3) pelarutan cangkang silikat pada dasar laut.

2.10.8 Partikel Padat Nonskeletal


Partikel-partikel padat nonskeletal tersusun dari kalsium karbonat meliputi: Pellet, peloids, oods,
grapestone, interclasts dan Pisolites. Partikel-partikel kalsium karbonat berukuran pasir yang berbentuk
bola dan elips disebut Pellet. Secara umum Pellet homogen dan tanpa struktur. Pellet dibentuk melalui
organisme pemakan endapan yang memakan lumpur. Mereka mencerna bahan organik lumpur dan
mengeluarkan kapur lumpur yang tidak tercerna dalam bentuk Fecal Pellet. Dalam sedimen karbonat
modern, Pellet umumnya berbentuk partikel tunggal. Hal ini disebabkan beberapa organisme dapat
mengeluarkan ribuan Pellet.

Istilah peloids dimasudkan untuk semua partikel yang mirip Pellet. Tidak semua partikel yang menyerupai
Pellet adalah Fecal asli, beberapa diantara mereka adalah kumpulan kapur lumpur yang asli ketika kapur
lumpur tersebut dikeringkan melalui pamanasan atmosfera. Sewaktu kapur lumpur dikeringkan, terjadi
proses pengeringan bentuk cracks (disebut dengan cracks lumpur), dan bagian kecil yang sumbing dari
pengeringan lumpur tersebut menjadi bulat dan menyerupai partikel berukuran pasir yang berbentuk
Pellet. Fecal Pellet dan kumpulan kapur yang berbentuk Pellet umumya sulit dibedakan. Nama umum
dari bagian-bagian lumpur yang hancur disebut intraclast. Banyak peloids berbentuk partikel yang
berukuran pasir dan interclasts bulat.

Nama ooids berasal dari bahasa Greek yang artinya telur atau menyerupai telur karena partikel ini mirip
dengan telur ikan dan ooids terdiri dari aroganite. Biasanya mereka berbentuk bola dan ellips. Ooids
hanya terbatas pada partikel-partkel yang berukuran lebih kecil dari 2 mm; jika lebih besar dan
mempunyai struktur internal yang sama maka partikel-partikel tersebut dikenal dengan nama Pisolites.
Umumnya ooids modern terjadi pada daerah intertidal di mana gelombang memecah. Banyak ahli
geologi menganggap bahwa dalam arus turbulent, lingkungan perairan dangkal, ooids terbentuk secara
inorganik. Diduga karbon dioksida dipindahkan dari kalsium karbonat dan kalsium karbonat ini
diendapkan sebagai satu lapisan dalam partikel yang ada.

Partikel-partikel yang dinamakan grapestonea (lumps) adalah kelompok partikel-partikel skeletal, ooids,
atau Pellet yang telah tersemen/terekat secara bersama. Istilah grapestones (batu anggur) berasal dari
hasil observasi partikel-partikel ini di bawah mikroskop binokuler, yang menunjukkan adanya ikatanikatan
berbentuk anggur. Grapestones terbentuk melalui pengendapan partike-partikel yang tersemen di daerah
di mana terjadinya pengadukan dasar perairan dalam periode singkat yang diikuti oleh diperpanjangnya
periode stabil dasar perairan, dan alga hijau-biru membantu pengendapan semen-semen ini.

Intraclasts adalah partikel-partikel yang berukuran pasir atau lebih besar, secara tekstur analog dengan
hancuran fragmen batuan dari material-material yang keras yang terakumulasi dalam daerah
pengendapan. Intra artinya adalah dasar, clasts artinya hancuran/patah. Intraclasts terdiri dari berbagai

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 74
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
ukuran dan bentuk, banyak yang berbentuk angular dan mempunyai diameter lebih dari 2 mm. Intraclasts
berukuran pasir yang berubah menjadi bulat dianggap sebagai peloids.

Partikel-partikel berbentuk bulatan dan ellips yang diameternya lebih 2 mm disebut Pisolites. Pemisahan
antara Pisolites dengan ooids adalah ukuran; ooids lebih kecil dari 2mm. Ada dua jenis Pisolites yang
umum dijumpai yaitu: a) pisolite algae dikenal dengan nama oncolite, dan b) pisolite caliche dikenal
dengan nama pisolite vadose.

Pisolite algae terdiri dari berbagai partikel, dan ketika partikel-pertikel tersebut (umumnya skeletal) rolling
di atas permukaan sedimen, algae hijau-biru menempel dan melapisi partikel-partikel ini dengan
concentric laminae. Pisolite algae dan pisolite vadose agak berbeda, di mana pisolite algae terdiri dari
kalsit magnesium tinggi, sedangkan pisolite vadose terdiri dari kalsit magnesium rendah.

2.10.8.1 Bentuk Partikel Sedimen


Friedman and Sander (1978)22) menjelaskan bahwa bentuk partikel sedimen adalah bentuk partikel
secara geometri dan bentuk ini dapat menggambarkan:

1) asal partikel,

2) sejarah pertikel, dan

3) struktur lattice internal partikel.

Partikel-partikel yang diendapkan oleh organisme, bentuknya bervariasi dan mulai dari bentuk yang
sederhana sampai pada yang paling komplek. Contoh cocolith mensekresi partikel yang berbentuk piring,
sedangkan fusulinids mensekresi partikel yang berbentuk kincir dan crinoid berbentuk kancing (tombol).
Beberapa cangkang terjadi sebagai partikel memiliki bentuk ordinat yang indah, sedangkan yang lain
berbentuk sederhana di mana ada yang berbentuk simetris dan asimetris. Partikel-partikel terrigeneous
yang dihasilkan oleh proses weathering lapisan batuan memiliki bentuk yang menggambarkan asal
mereka.

Bentuk-bentuk partikel seperti lemping-lemping batuan sedimen, pecahan-pecahan, joints atau bidang
datar, mengalami perubahan secara drastis selama proses transportasi. Selama proses transportasi,
partikel-partikel ini bertubrukan satu dengan lainnya sehingga sisi/sudut partikel menjadi rusak yang
akhirnya merubah bentuk dari siku-siku menjadi bulat. Dengan pengujian kerikil yang berbentuk bulat
atau butiran pasir, dapat diketahui sejarah proses tansportasi seperti jarak yang dibutuhkan selama
proses transportasi ini.

Kualitas informasi terhadap proses dapat diperoleh dari bentuk partikel-partikel ini. Kerikil yang
mengalami proses turbulensi tinggi pada daerah pantai mempunyai bentuk bulat. Ada beberapa faktor
yang menentukan perubahan partikel yang mengalami abrasi selama proses transportasi terjadi, yaitu:

1) bentuk awal sewaktu terlepas dari lapisan batuan,

2) komposisi; apakah satu partikel terdiri dari satu atau beberapa mineral atau fragmen batuan,

3) kekerasan dan kerapuhan partikel,

4) bagainbagian turunan seperti patahan, joints, pecahan,

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 75
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
5) ukuran,

6) sumber transportasi, dan

7) kekuatan transportasi, termasuk jarak dan energi dari sumber transportasi.

Komposisi partikel merupakan salah satu variabel yang dapat menentukan bentuk partikel. Fragmen
batuan hancur menjadi komponen-komponen, di mana partikel-partikel lunak berubah menjadi bentuk
bulat lebih cepat dari partikel keras, dan partikel-partikel yang mudah rusak manjadi pecah.
Partikelpartikel berkuran besar seperti pebble (kerakal) lebih kuat dan tahan terhadap abrasi selama
berlangsungnya proses transportasi dalam air dari pada partikel-partikel yang berukuran kecil. Pebble
pada pantai yang berenergi tinggi menjadi subjek yang mengalami erosi lebih tinggi dan oleh karenanya
terjadi perubahan bentuk, jika dibandingkan dengan Pebble yang terdapat pada pantai bernergi rendah.
Salah satu faktor yang termasuk dalam proses pembentukan partikel-partikel berukuran besar adalah
jarak perjalanan partikel tersebut dari asalnya. Partikel pebble yang mengalami benturan dengan batuan
keras dalam proses transportasi akan menghasilkan bentuk yang berbeda dengan partikel yang
berbenturan dengan batuan lunak.

Sebagian bentuk partikel-partikel mempengaruhi model transportasi dalam air di mana bentuk ikut
menentukan apakah partikel-partikel tersebut ditransportasi secara rolling atau tersuspensi. Selama
proses pengendapan melalui air, partikel berbentuk tongkat mengendap lebih cepat dari bentuk piring
walaupun mempunyai volume dan densitas sama. Ada dua konsep penting yang berhubungan dengan
bentuk yaitu:

1. sphericity

Sphericity adalah suatu urutan tingkatan yang menunjukkan suatu partikel mendekati bentuk bola.
Secara teoritis, Sphericity (Ψ) adalah perbandingan antara permukaan partikel (Ap) dengan permukaan
sphere (bulat) yang mempunyai volume (As).

Ap
Ψ=
As

Dalam prakteknya, permukaan partikel yang tidak beraturan hampir tidak mungkin untuk dapat diukur.
Oleh sebab itu cara yang lebih mudah untuk mengukur volumenya adalah dengan cara menenggelamkan
ke dalam air, kemudian mendefinisikannya sebagai Sphericity (Ψ 0) yaitu:


1
Vp Vp
Ψ 0=
3
( )
Vcs Vcs
3

Vp adalah volome partikel, Vcs adalah volume sphere terkecil yang paling dekat pada partikel tersebut.
Pengukuran spherecity harus mempertimbangkan tingkah laku hidraulik dari partikel-partikel tersebut.

2. Roundness

Roundness adalah bentuk partikel yang berhubungan dengan tingkat katajaman dan lekukan dari sisi-sisi
dan sudutnya. Roundness secara geometri adalah spherecity yang indenpenden. Roundness (P)
merupakan hubungan antara jari-jari individual sisi dan sudutnya (ri), jumlah sudut yang diukur (N), dan
jari-jari maksiumum dari lingkaran tempat pengukuran (R), untuk jelasnya lihat gambar berikut.
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 76
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.27 Sayatan/potongan melintang partikel sedimen menunjukkan jari-jari sudut (r1, 2,..), dan
Jari-jari maksimum (R), Krumbein dalam Friedman dan Sander (1978)22).

Roundness pebble ditunjukkan untuk perubahan yang terjadi pada hilir sungai, contoh pebble yang
berbentuk angular (bersiku-siku) pada daerah hulu sungai berubah menjadi bentuk round (bulat) pada
bagian hilir. Skala roundness berkisar 1 sampai 0, di mana semakin tinggi angka skala menunjukkan
semakin bulat partikel tersebut. Roundness partikel-partikel yang berukuran pasir sangat mudah diukur
yaitu dengan cara mencocokkan outline partikel yang akan diukur dengan dua set gambar standart
partikel pasir, seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.28 Sketsa tingkatan roundness dan spherecity partikel sedimen berukuran pasir (Power
dalam Friedman dan Sander, 1978)22).

Pada gambar diatas. dapat dilihat bahwa masing-masing pasangan mempunyai spherecity yang
berbeda, dan secara visual terdapat 6 kelas skala roundness yaitu:

1. Very angular

2. Angular

3. Sub angular

4. Sub rounded

5. Rounded

6. Well rounded

Angular adalah bentuk partikel-partikel sedimen yang menggambarkan tidak terjadinya abrasi atau abrasi
terjadi dengan kekuatan yang kecil sekali terhadap sisi dan sudut partikel tersebut. Roundness partikel
kuarsa yang berukuran pasir merupakan proses lambat yang tidak kelihatan; rounding berkurang dengan
berkurangnya ukuran. Partikel pasir halus dan lempung cenderung dalam bentuk angular. Hasil
perbandingan roudness pasir daerah pantai dan dune menunjukkan bahwa partikel di daerah dune lebih
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 77
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
roundness dari pantai. Perbedaan ini disebabkan oleh angin yang secara selektif memindahkan partikel
pasir yang lebih bulat jauh dari daerah pantai. Oleh sebab itu, adanya perbedaan roundness lebih
disebabkan oleh hasil sorting dari pada hasil abrasi.

2.10.9 Proses Sedimen


Sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen, termasuk semua aktivitas yang mempengaruhi dan
merubah sedimen menjadi batuan sedimen. Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari
akumulasi material hasil rombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun
organisme, yang diendapkan pada cekungan sedimentasi yang kemudian mengalami pembatuan 23).
Pengertian proses sedimentasi meliputi proses transportasi dan pengendapan sedimen, termasuk dalam
hal ini semua sumber energi yang mampu mentranspor dan mengendapkan seperti angin, air, es, dan
gravitasi.

Ada tiga proses yang mempengaruhi sedimen yaitu proses fisika, biologi dan kimia 22).

2.10.9.1 Proses Fisika


Proses fisika berperan dalam mentranspor dan mengendapkan sedimen, terutama hubungan antara
proses dan produk. Dengan dipahami proses ini diharapkan kita mempunyai dasar yang kuat untuk
menjelaskan kondisi-kondisi fisika di mana sedimen itu diendapkan. Salah satu karakteristik sedimen
yang digunakan untuk menerjemahkan lingkungan pengendapan adalah sebaran ukuran butir.

Transportasi dan pengendapan sedimen dipengaruhi oleh hukum-hukum fisika, terutama sekali peranan
fluida dalam transpor sedimen yaitu fluida mentransfer energi untuk partikel-partikel dan bagaimana
metode transpor, suspensi dan traksi sedimen. Untuk memindahkan partikel yang tertahan, fluida harus
mentransfer energi dalam jumlah yang cukup untuk memaksa partikel-partikel tersebut terlepas dan
perpindahan partikel ini bisa dalam bentuk traksi, saltasi, rolling dan sliding. Illustrasi cara transpor
sedimen dapat dilihat dari gambar berikut. Fluida dapat menggerakkan partikel secara langsung dengan
berbagai cara diantaranya:

1. fluida ”menciptakan kekuatan/energi”.

2. merubah tekanan dalam fluida dan memicu hubungan dengan gelombang.

3. dampak fluida

4. dukungan dari aliran dalam arus turbulen

Gambar 2.29 Ilustrasi mekanisme transpor sedimen23).

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 78
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Arus mentranspor sedimen secara fisika melalui dua mekanisme berlawanan yang di dasarkan atas dua
jenis muatan yaitu:

1. Muatan tersuspensi, kekuatan arus dari air atau udara menyebarkan partikel-partikel sedimen
halus seperti lanau dan lempung dan ukuran pasir, kemudian memindahkan dalam aliran.
2. Muatan pada lapisan dasar perairan atau muatan yang tidak secara terus menerus berada dalam
bentuk suspensi atau larutan, seperti partikel-partikel yang lebih besar dan berat (boulder, pebbles
dan gravel) dirollingkan sepanjang dasar perairan.

Kekuatan dasar untuk mentranspor muatan tersuspensi adalah aliran turbulensi. Transportasi padatan
tersuspensi terjadi dalam aliran dan arus air serta dalam atmosfer. Partikel tersuspensi dalam air disebut
dengan suspensi aqueous. Beberapa muatan tersuspensi aqueous secara aktif saling menukar muatan
(pasir halus, pasir sangat halus dan lempung kasar) dengan subtrat mereka. Kecepatan tenggelam pasir
halus air 4 cm/detik. Oleh sebab itu untuk menjaga agar pasir halus tetap berada dalam suspensi maka
kecepatan arus harus ± 50 cm/detik.

Suatu muatan tersuspensi yang bersifat turbulensi akan mengalami proses yang saling menukar antara
muatan tersebut dengan subtratnya. Sebagai akibatnya jumlah dan sebaran ukuran partikel dari muatan
tersebut akan berkurang menuju ke lapisan atas, suspensi ini disebut Suspensi Bertingkat (Graded
Suspension). Sebaliknya ada suspensi bebas di mana mereka tidak saling berinteraksi dan menukur
muatan dengan subtratnya, sehingga jumlah dan ukuran partikel hampir sama antara lapisan, suspensi
ini disebut Suspensi Seragam (Uniform Suspension). Perbedaan kedua suspensi ini dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 2.30 Suspensi bertingkat (A) dan suspensi seragam (B).

Muatan tersuspensi juga terjadi di atmosfer, dan suspense ini dapat dibedakan menjadi suspensi pada
ketinggian tinggi dan suspensi pada ketinggian rendah. Prinsip dasar yang mengatur suspensi partikel di
udara (Eolian Suspension) sama dengan suspensi aqueous yaitu sama-sama terdiri dari partikel halus.
Partikel yang tersuspensi dalam bentuk suspensi eolian tergolong dalam well sorted sediment, hal ini
disebabkan oleh viskositas udara rendah. Well sorted sediment adalah sebaran populasi partikel sedimen
yang mempunyai ukuran yang hamper sama, dan mengindikasikan sumber energi yang mentranspor
partikel tersebut kekuatannya hampir sama. Hasil analisis ukuran butir partikel sedimen yang tersuspensi
dalam hembusan angin menunjukkan partikel berbutiran halus dan poorly sorted sediment. Poorly sorted
sediment adalah sebaran populasi partikel sedimen yang mempunyai perbedaan ukuran yang mencolok,
dan mengindikasikan sumber energi yang mentranspor partikel tersebut kekuatannya tidak stabil.
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 79
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Sorting adalah pemilahan partikel sedimen yang menggambarkan tingkat keseragaman butiran, dan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Very well sorted (terpilah sangat baik): besar butir hampir sama

2. Well sorted (terpilah baik): besar butir relatif sama

3. Moderately well sorted (terpilah agak baik): besar butir agak berbeda

4. Moderately sorted (terpilah sedang): besar butir tidak begitu sama

5. Poorly sorted (terpilah buruk): perbedaan besar butir cukup mencolok

6. Very poorly sorted (terpilah sangat buruk): perbedaan besar butir sangat mencolok

7. Extremely sorted (terpilah amat sangat buruk): perbedaan besar butir amat sangat mencolok

Gambar 2.31 Klasifikasi sorting sedimen.

Suspensi eolian terjadi pada dua ketinggian yang berbeda yaitu :

1) suspensi pada ketinggian rendah

2) suspensi pada ketinggian tinggi.

Perbedaan kedua tipe suspensi ini adalah suspensi pada ketinggian rendah hanya terjadi pada
ketinggian 3-5 km, sedangkan suspensi pada ketinggian tinggi terjadi pada ketinggian 10-15 km seperti
pada gambar berikut. Dalam suspensi pada ketinggian rendah, material tersuspensi dihembus ke atas
oleh angin permukaan yang kuat dan awan yang timbulkan oleh letusan genung api. Suspensi tipe ini
dapat menggambarkan adanya hubungan yang jelas antara daerah asal partikel tersuspensi dan daerah
pengendapan.

Salah satu ciri-ciri endapannya, ketebalan lapisan dan diameter partikel sedimen menjadi lebih kecil
dibandingkan dari daerah asalnya.
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 80
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.32 Skema dua tipe suspensi yang berbeda yaitu suspensi pada ketinggian rendah dan
suspense pada ketinggian tinggi (Friedman dan Sander,1978) 22).

Suspensi pada ketinggian tinggi adalah suspensi eolion yang bergerak dalam arus jet, seperti percobaan
senjata nuklir dan letusan gunung yang hebat. Umumnya muatan tersuspensi ini mengandung partikel
sedimen yang berukuran pasir halus. Pada suspensi tipe ini, tidak menggambarkan adanya hubungan
yang jelas antara endapan dan daerah asalnya. Mekanisme transportasi partikel sedimen dilakukan
dengan berbagai cara antara lain traksi, saltasi, rolling, dan sliding seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Traksi adalah bentuk sistem transpor sedimen yang memindahkan partikel sedimen sebagai muatan
lapisan dasar perairan. Selain itu traksi juga terjadi di atmosfer. Sedangkan partikel yang berpindah dari
lapisan dasarnya secara melompat disebut saltasi.

2.10.9.2 Proses Biologi


Aktivitas biologi mempengaruhi proses sedimentasi karena aktivitas ini dapat memberikan kontribusi
pada lingkungan pengendapan dan menjadi bagian dari partikelpartikel sedimen. Beberapa aktivitas
biologi tersebut antara lain:

1. Aktivitas organisme mensekresi cangkang yang mengandung kalsium karbonat.

Cangkang pada organisme berfungsi sebagai pelindung dan pendukung bagian organ tubuh yang lunak.
Pada beberapa organisme ada cangkang bagian luar, umumnya terdiri dari kulit organisme tersebut, dan
cangkang yang sering diendapkan adalah cangkang bagian luar mengandung kalsium karbonat. Pada
laut dangkal, khususnya laut tropis, jumlah spesies dan genus organisme yang mampu mensekresi
cangkang ini banyak sekali seperti koral dan alga.

2. Penghancuran cangkang-cangkang tersebut oleh organisme predator dan proses penghancuran


lainnya untuk membentuk berbagai macam skeletal debris, termasuk pasir kapur dan lumpur kapur.

Hampir semua kalsium karbonat yang ditemukan di lautan berasal dari sekresi organisme yang hidup
pada perairan tersebut. Kalsium karbonat berfungsi sebagai cangkang dan merupakan baju pelindung
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 81
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
bagi organisme tersebut. Organ tubuh lunak yang dilindungi oleh cangkang merupakan makanan yang
penting bagi organisme lain. Oleh sebab itu organisme predator harus menghancurkan cangkang-
cangkang tersebut untuk memperoleh makanan. Dalam skala besar predator ini memainkan peranan
penting sebagai suplai sedimen dari hancuran cangkang-cangkang tersebut.

3. Organisme-organisme perangkap (trap) partikel-partikelsedimen

Faktor biologi lain yang penting dalam proses pengendapan sedimen adalah perangkapan (trap) dan
pengaturan partikel-partikel sedimen yang dibawa oleh berbagai mikroorganisme. Proses perangkapan
ini biasanya terjadi pada perairan dangkal seperti yang sering dilakukan oleh alga hijau-biru. Alga ini
mengeluarkan semacam alas yang mengandung bahan organik bergetah yang disebut dengan mucilage
(cairan pekat/getah). Ketika partikel-partikel berbutiran halus seperti kapur lumpur melalui alas ini, partikel
tersebut diperangkap dan proses ini berlangsung terus menerus sehingga terbentuk suatu lapisan tipis
yang menjadi bagian dari suatu endapan (sedimen). Jenis organisme tumbuhan seperti mangrove juga
berperan penting dalam proses sedimentasi. Akar mangrove berfungsi sebagai penahan untuk
menghalangi pergerakan padatan tersuspensi sehingga terbentuk lapisan atau tumpukan lumpur.

4. Proses peletisasi

Partikel-partikel kalsium karbonat berukuran pasir yang berbentuk bola dan elips disebut Pellet. Secara
umum Pellet homogen dan tanpa struktur. Pellet dibentuk melalui organisme pemakan endapan yang
memakan lumpur. Mereka mencerna bahan organik lumpur dan mengeluarkan kapur lumpur yang tidak
tercerna dalam bentuk Fecal Pellet. Dalam sedimen karbonat modern, Pellet umumnya berbentuk partikel
tunggal. Hal ini disebabkan beberapa organisme dapat mengeluarkan ribuan Pellet.

5. Proses pelubangan

Banyak organisme seperti cacing, moluska, krustasea dan insekta membuat lubang sedimen untuk
mencari makan atau berlindung. Proses pelubangan ini dapat mempercepat weathering di daratan dan
penghancuran struktur sedimen. Banyak sekali organisme yang melakukan pelubangan dalam spektrum
yang cukup luas sehingga pelubangan menjadi proses biologi yang penting mempengaruhi sedimen yang
diendapkan pada berbagai lingkungan baik di darat maupun di lautan. Pelubangan memberikan informasi
tentang tingkatan sejarah pengendapan, ketika pengendapan berjalan lambat, organisme-organisme
pelubang mampu mengaduk sedimen secara homogen sebaliknya ketika proses pengendapan cepat,
organisme tersebut dapat melakukan pengadukan. Oleh sebab itu aktivitas pelubangan ini berguna
sebagai indikator dari proses pengendapam, erosi dan waktu pelubangan. Pengadukan sedimen yang
dilakukan oleh organisme dikenal dengan istilah bioturbasi. Pada daerah pasang surut dan paparan
benua, udang merupakan salah satu pembor yang aktif. Udang mampu melubang sedimen sampai pada
ke dalaman 1 meter atau lebih dan memindahkan parikel-partikel di ke dalaman tersebut ke permukaan
sehingga dapat membentuk lapisan baru setebal 6-50 cm. Begitu juga halnya dengan cacing secara
terus menerus membalikkan tanah dan memindahkan tanah-tanah segar ke permukaan dengan rata-rata
kecepatan 0,5 cm/ tahun. Selain secara mekanikal, cacing mampu merubah tanah secara kimia melalui
proses pengunyahan dan pencernaan dalam tubuh.

6. Aktivitas mikroorganisme

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 82
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses sedimentasi adalah bakteri. Bakteri
mempengaruhi proses weathering pada batuan. Organisme lain yang berperan dalam proses weathering
adalah fungi, alga dan lumut (lichen).

2.10.9.3 Proses Kimia


Proses kimia mempengaruhi proses pengendapan (sedimentasi) di perairan, dan proses ini dapat
membentuk mineral-mineral yang akan menjadi bagian dalam endapan tersebut seperti gypsum, felspar
dan zeolites. Salah satu proses kimia yang dapat membentuk mineral adalah weathering. Berbagai
proses kimia terjadi pada larutan dalam sedimen khususnya proses yang mempengaruhi pH dan Eh.
Pembentukan sedimen dikontrol oleh pH, perubahan pH perairan mempengaruhi proses pelarutan dan
presipitasi partikel-partikel sedimen. Reaksi kimia dalam sedimen berhubungan dengan pH khususnya
kalsium karbonat yang terjadi sebagai partikel-partikel batuan dan semen. Selain itu proses perubahan
fisika kimia yang terjadi setelah sedimen itu mengendap menjadi lebih penting karena reaksi kimia terjadi
diantara partikel-partikel tersebut dengan air.

2.10.9.3.1 Pelarutan Kalsium Karbonat Sebagai Fungsi pH


Ketika pH perairan berkurang kalsium karbonat dilarutkan. Pada daerah panas, pH perairan laut dangkal
± 8,3, dalam kondisi ini hampir tidak terjadi proses pelarutan partikel-partikel sedimen aroganite dan
calcite.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Team Ekspedisi Challenger menunjukkan bahwa jumlah partikel
kalsium karbonat dalam sedimen dasar laut berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Pengurangan
ini terjadi dengan cepat pada ke dalaman 4.000-6.000 meter. Hal ini menggambarkan kalsium karbonat
dilarutkan karena konsentrasi CO2 bertambah dengan bertambahnya ke dalaman perairan. Konsentrasi
CO2 dipengaruhi oleh aktivitas biologi karena CO2 merupakan hasil oksidasi biologi ikatan karbon
organik.

Secara umum massa air pada perairan yang lebih dalam berasal dari daerah kutub, dengan suhu yang
lebih rendah dan kandungan CO2 terlarut lebih tinggi. Panambahan konsentrasi CO2 ini mengakibatkan
rendahnya pH dan sebagai akibatnya kalsium karbaonat dilarutkan. Ke dalaman perairan di mana
konsentrasi kalsium karbonat dalam sedimen berkurang sangat cepat sekali disebut dengan ke dalaman
kompensasi karbonat (Carbonate Compensation Depth: CCD). Dengan kata lain ke dalaman kompensasi
karbonat adalah suatu ke dalaman di mana kecepatan pelarutan kalsium karbonat sama dengan
kecepatan suplainya.

2.10.9.3.2 Presipitasi Kalsium Karbonat Sebagai Fungsi pH


Meskipun permukaan air laut jenuh akan kalsium karbonat, ikatan organik mampu mencegah presipitasi
kalsium karbonat karena ikatan organik ini dapat menjaga keseimbangan antara partikel-partikel karbonat
dan air laut. Tetapi ketika ikatan organik berpindah reaksi menjadi tidak seimbang dan pada saat itulah
kalsium karbonat dipresipitasikan. Ikatan organik dapat berpindah sewaktu pH perairan tinggi, dan oleh
karena itu presipitasi kalsium karbonat dikontrol oleh pH.

Proses biologi seperti proses fotosintesis mempengaruhi kesimbangan nilai pH di perairan karena proses
ini membutuhkan CO2 yang diambil dari perairan. Sebagai akibatnya pH perairan menjadi meningkat.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 83
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Meskipun peningkatan nilai pH disebabkan oleh proses biologi yang akhirnya mempengaruhi presipitasi
kalsium karbonat, presipitasi kalsium karbonat adalah suatu proses reaksi kimia anorganik.

Kalsit tidak larut dalam suasana alkali. Pada pH 9-10 hasil dari proses biologi, merupakan kondisi penting
untuk pelarutan silika dan presipitasi kalsium karbonat secara serentak dalam perairan laut.

2.10.9.3.3 Reduksi dan Oksidasi (Eh)


Jenis proses lain yang mampu memodifikasi sedimen dalam lingkungan adalah proses oksidasi dan
reduksi. Dalam lingkungan sedimen, Eh dan pH saling tergantung satu sama lainnya. Eh mengukur
konsentrasi elektron dalam larutan dan pH adalah gambaran tentang konsentrasi ion-ion hidrogen atau
proton. Banyak reaksi kimia di perairan tergantung dari Eh dan pH karena elektron menetralkan proton.
Nilai Eh tinggi menggambarkan rendahnya konsentrasi elektron, dan hal ini biasanya diikuti oleh
rendahnya nilai pH (konsentrasi proton tinggi). Sumber oksidasi yang terkuat dalam lingkungan sedimen
adalah oksigen di atmosfer.

2.10.9.3.4 Weathering
Weathering adalah proses yang komplek terjadi di permukaan endapan, dan hasil akhirnya dalam
bentuk:

1. Penghancuran secara mekanik batuan padat menjadi partikel-partikel lepas.

Weathering secara mekanik terbatas hanya pada daerah-daerah yang beriklim dingin, sedangkan
weathering kimia terjadi pada semua daerah, khusus pada daerah yang beriklim panas weathering kimia
terjadi lebih cepat dari pada daerah beriklim kering.

2. Perusakan secara kimia atau perubahan mineral termasuk pembentukan mineral-mineral baru.

Weathering kimia meliputi:

- Pelaraut dan larutan

- Hydrasi dan hydrolisis

Peranan weathering kimia tergantung pada komposisi perairan, suhu, ada tidaknya tanaman dan
mikroorganisme seperti bakteri. Tanpa weathering kimia, permukaan bumi mirip dengan permukaan
bulan dan tidak akan ada kehidupan. Kegiatan pertanian tidak mungkin bisa dilakukan tanpa adanya
weathering ini. Banyak sumber-sumber mineral penting seperti bauksit, besi, lempung dan berbagai
macam bahan keperluan hidup manusia adalah hasil dari weathering kimia.

2.10.10 Kecepatan Sedimentasi


Kecepatan sedimentasi adalah sedimen yang mengendap di dasar perairan selama periode waktu
tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan tebal pengendapan per waktu. Kecepatan sedimentasi (laju
pengendapan sedimen) dapat ditentukan dengan berbagai metode tergantung dari bentuk data yang
diinginkan. Ada dua bentuk kecepatan sedimentasi yaitu kecepatan sedimentasi relatif dan absolut.

Selain istilah kecepatan sedimentasi, ada istilah lain yang sering digunakan untuk menjelaskan jumlah
(volume dan berat) sedimen yang mengendap persatuan luas area per waktu, disebut dengan istilah
akumulasi sedimen. Secara umum metode dan peralatan penentuan tingkat akumulasi sedimen biasanya
dipakai Sediment Trap. English dan Baker (1994) 27) mendefinisikan bahwa Sediment Trap adalah
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 84
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
peralatan yang dipakai untuk menentukan kecepatan sedimentasi. Penulis berpendapat bahwa istilah
kecepatan sedimentasi yang dimaksud oleh English dan Baker sebenarnya adalah kecepatan akumulasi
sedimen, karena peralatan yang digunakan merupakan peralatan yang cocok untuk mengukur kecepatan
kumulasi sedimen.

Ada perbedaan prinsip antara kecepatan sedimentasi (relatif dan absolut) dan kecepatan akumulasi
sedimen, yaitu satuan kecepatan sedimentasi relatif adalah persen (%), satuan kecepatan sedimentasi
absolut adalah ketebalan pengendapan per waktu (mm/tahun) sedangkan satuan akumulasi adalah
satuan volume (ml/ volume sedimen trap /tahun) dan atau berat per waktu (mg/ volume sedimen
trap/tahun).

Begitu juga halnya dengan perbedaan antara kecepatan sedimentasi relatif dan absolut. Kecepatan
sedimentasi relatif tidak dapat menggambarkan tebal pengendapan sedimen pada suatu lokasi tetapi
hanya bisa menjelaskan dan membandingkan pengendapan sedimen mana yang cepat antara satu
lokasi dengan lokasi lainnya. Sebaliknya, kecepatan sedimentasi absolut selain dapat menjelaskan dan
membandingkan mana yang cepat pengendapan sedimen antara satu lokasi dengan lokasi lainnya, juga
dapat menentukan seberapa besar (tebal) kecepatan pengendapan sedimen tersebut.

Masing-masing metode penentuan kecepatan pengendapan sedimen di atas mempunyai tingkat


kesulitan yang berbeda terutama sekali dalam pengambilan sampel di lapangan, analisis sampel di
laboratorium dan analisis data. Selain itu, peralatan lapangan dan laboratorium yang digunakan untuk
pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel di laboratorium juga berbeda. Oleh sebab itu perlu
pertimbangan yang matang sebelum memutuskan tipe kecepatan sedimentasi yang akan diukur, dan hal
ini tentu harus disesuaikan dengan data yang diinginkan seperti yang dijelaskan di atas.

27)
Sumber : English, S. W. and Baker, V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Insititute of Marine Science, 368p.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 85
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2.10.10.1 Sedimen Relatif
Sedimen laut disusun oleh berbagai material baik organik maupun anorganik, jika salah satu komponen
penyusun sedimen tersebut dapat ditentukan kecepatan panambahannya (produksi), maka kecepatan
sedimentasi pada daerah yang bersangkutan dapat dihitung. Salah satu komponen penting sedimen laut
adalah benthik foraminifera, oleh sebab itu organisme ini dapat digunakan untuk menentukan kecepatan
sedimentasi jika jumlahnya dapat diketahui, (Rifardi, 2008c)28).

Selanjutnya Rifardi menjelaskan bahwa penentuan kecepatan sedimentasi relatif dengan menggunakan
benthik foraminifera pertama sekali diusulkan oleh Phleger (1951) 28) dengan cara membandingkan
jumlah spesies hidup (L) dengan total spesies (hidup + mati: T) yang ditemukan dalam sedimen
permukaan, dan metode ini dipakai oleh ahli lainnya seperti Uchio (1960) dan Matoba 29), mereka
memberikan nama metode ”NILAI L/T”. Kecepatan sedimentasi relatif

digunakan untuk membandingkan kecepatan sedimentasi antara stasiun sampling, dan metode ini hanya
bisa digunakan untuk menentukan kecepatan sedimentasi pada sedimen permukaan.

Jika hasil perhitungan didapat nilai L/T tinggi, maka kecepatan penambahan material penyusun sedimen
selain benthik foraminifera tinggi sehingga kecepatan sedimentasi tinggi. Sebaliknya nilai L/T rendah,
mengindikasikan bahwa kecepatan suplai material penyusun sedimen rendah.

Prosedur penentuan kecepatan sedimentasi dengan menggunakan metode tersebut menurut Phleger
(dalam Rifardi 2008c)28) sebagai berikut:

1. Sampel sedimen yang akan digunakan harus sampel yang mewakili daerah yang akan ditentukan
kecepatan sedimentasinya. Oleh sebab itu harus digunakan sampel yang representatif dengan
metode pengambilan sampel standar.
2. Identifikasi spesies benthik foraminifera hidup dan mati.
3. Populasi hidup merupakan bagian dari suplai cangkang organisme pada sedimen .
4. Total populasi (jumlah hidup dan mati) merupakan akumulasi cangkang benthik foraminifera dalam
sedimen selama waktu tertentu.
5. Perbandingan populasi hidup terhadap total populasi pada tempat tertentu adalah kecepatan
sedimentasi pada tempat tersebut, dan kecepatan sedimentasi ini dinyatakan dengan kecepatan
relatif dalam persen (%).

28)
Sumber : Rifardi. 2008c. Benthik Foraminifera: Sebaran pada Recent sediment. Unri Press, Pekanbaru, 154 hal.

29)
Sumber : Matoba, Y., Tomizawa, A., Murayama, T., Shiraishi, T., Aita, Y., and Okamoto, K. 1990. Neogene and Quaternary Sedimentary
Sequences in the Oga Peninsula. In Guidebook For Field Trips Organized on The Occasion of Fourth International Symposium of Benthic
Foraminifera Sendai, 1990, Fossil and Recent Benthic Foraminifera in Some Selected Regions of Japan, Tohoku Univ., p. B1-B62.

Pemakaian rumus L/T cukup sederhana, apabila hasil identifikasi organisme foraminifera bentik telah
diperoleh. Oleh sebab itu setelah Phleger (1951) 28) mengusulkan rumus ini, banyak ahli sedimentologist
dan foraminiferologis menghitung kecepatan sedimentasi relatif di berbagai perairan menggunakan

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 86
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
rumus ini seperti Scruton (1953)30) meneliti kecepatan sedimentasi relatif di perairan Delta Missisippi,
menyimpulkan bahwa metode penghitungan ini cukup realistis untuk membedakan daerah-daerah yang
mempunyai kecepatan pengendapan sedimen lambat dan cepat. Walton (1955) melakukan penelitian di
Teluk Todos Santos Baja California, menyimpulkan bahwa perbandingan populasi hidup dengan populasi
mati merupakan indek yang bagus untuk menentukan kecepatan sedimentasi relatif. Phleger (1960) 28)
meneliti kecepatan sedimentasi relatif di barat laut teluk Meksiko, menemukan bahwa perbandingan
populasi hidup dan mati menunjukkan kecepatan sedimentasi relatif tertinggi terjadi di bagian dalam
paparan benua (inner shelf) dan terendah ditemukan di bagaian luar paparan benua (outer shelf).
Kecepatan sedimentasi relatif terendah pada bagian luar paparan benua disebabkan oleh faktor-faktor
berikut ini:

1) sedimen yang disuplai tidak sampai pada bagian ini karena kecilnya suplai atau sedimen di
perangkap pada bagian dalam dan terjadi pengendapan pada bagian dalam paparanbenua; dan
2) sedimen melewati bagian ini karena adanya proses tertentu seperti gelombang dan arus kuat
yang menghambat terjadinya pengendapan sedimen.

Metode penentuan kecepatan sedimentasi relatif (%) juga telah digunakan para ahli di perairan sekitar
benua Asia diantaranya Matoba (1970)31), Oki (1989)32) dan Rifardi (1998)33,34).

Matoba menentukan kecepatan sedimentasi di perairan teluk Matsushima bagian utara Jepang.
Foraminifera bentik berasal dari sedimen permukaan dengan ketebalan 1 cm yang diambil dari sampel
sedimen corer di teluk Matsushima. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kecepatan sedimentasi relatif
lebih tinggi (L/T > 10%) ditemukan pada bagian dalam teluk, sebaliknya bahwa kecepatan sedimentasi
relatif rendah (L/T < 10%) ditemukan pada bagian luar teluk. Hal ini disebabkan oleh teluk bagian dalam
menerima suplai sedimen yang berasal dari daratan melalui sungai utama yaitu Sungai Takagi
merupakan penyumbang sedimen terbesar, kemudian beberapa kanal seperti Tona dan Teizan juga
mensuplai sedimen ke bagian ini.

Cara penghitungan Nilai L/T seperti contoh berikut ini: jika pada Stasiun A ditemukan populasi hidup (L)
sebanyak 238 individu dan mati sebanyak 612 individu, berarti sebanyak 850 individu ditemukan maka
kecepatan sedimentasi relatif (L/T) adalah: 238/850 x 100% = 28%. Jika pada Stasiun B ditemukan
pupolasi hidup (L) sebanyak 8 individu dan mati sebanyak 53 individu,berarti sebanyak 61 individu yang
ditemukan maka kecepatan sedimentasi relatif (L/T) adalah: 8/61 x 100% = 13%. Dengan demikian
kecepatan sedimentasi Stasiun A lebih cepat dari Stasiun B.

30)
Sumber : Davis, R., A. 1978. Coastal Sedimentary Environments. Springer-Verlag. 419pp.

Oki (1989)32) menyatakan ada beberapa kelemahan pada metode L/T ini sehingga dapat menyebabkan
biasnya nilai kecepatan sedimentasi, diantaranya adalah:

1. Tidak diketahuinya kecepatan produksi foraminifera bentik dan kecepatan produksi tersebut tidak
sama pada daerah yang berbeda.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 87
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
2. Nilai L/T pasti lebih rendah pada stasiun yang menerima organisme bentik mati dari luar
daerah/stasiun sampling yang dibawa oleh arus dasar.

Selanjutnya dijelaskan, untuk mengurangi biasnya hasil penghitungan kecepatan sedimentasi karena
beberapa kelemahan di atas, Oki (1989) 32) merevisi Nilai L/T menjadi Nilai L/Tl. Total individu (hidup +
mati: T) diganti dengan jumlah total individu organisme bentik yang mati dari

spesies yang sama (Tl) dengan spesies hidup (L). Lagi pula dengan membandingkan nilai L/TL dengan
nilai L/T akan didapat jumlah spesies bentik mati yang berasal dari luar daerah/stasiun

sampling.

Contoh: spesies foraminifera bentik hidup (L) adalah spesies A, B, C, D, F, G dan spesies mati (T) adalah
A, B, C, D, F, G, H, I dan J, maka L/Tl adalah jumlah total individu spesies A, B, C, D, F, G hidup (L) per
jumlah total individu spesies A, B, C, D, F, G mati (Tl). Sedangkan spesies H, I dan J yang mati adalah
spesies bentik mati yang berasal dari luar daerah/stasiun sampling. sebanyak 100 individu, maka
kecepatan sedimentasi relatif (L/Tl) adalah: 10/100 x 100% = 10%.

Cara penghitungan Nilai L/Tl sebagai berikut: jika pada Stasiun A ditemukan populasi hidup (L) sebanyak
10 individu dan yang mati dari spesies yang sama (Tl) dengan spesies hidup (L). Jika pada Stasiun B
ditemukan populasi hidup (L) sebanyak 6 individu dan yang mati dari spesies yang sama (Tl) dengan
spesies hidup (L) sebanyak 120 individu, maka kecepatan sedimentasi relatif (L/Tl) adalah: 6/120 x 100%
= 6,0%. Dengan demikian kecepatan sedimentasi Stasiun A lebih cepat dari Stasiun B, ringkasannya
dapat dilihat pada tabel berikut.

Gambar 2.33 Hasil perhitungan persentase kecepatan sedimentasi relatif (%).

31)
Sumber : Matoba, Y. 1970. Distribution of recent shallow water foraminifera of Matsushima Bay, Miyagi Prefecture, northeast Japan. Tohoku
University Science Reports, 2nd series (Geology), 42:1-85, pls. 1-8.

32)
Sumber : Oki, K. 1989. Ecological analysis of benthonic Foraminifera in Kagoshima Bay, South Kyushu, Japan. South Pacific Study. 10(1), 1-
191.

33)
Sumber : Rifardi, Oki, K. and Tomiyasu, T. 1998. Sedimentary Environments Based on Textures Surface Sediments and Sedimentation Rates in
the South Yatsushiro Kai (Sea), Southwest Kyushu, Japan. Jour. Sedimentol. Soc. Japan. (48): 67-84.

34)
Sumber : Rifardi and Oki, K. 1998. Relative Sedimentation Rates and L/Tl valuesof benthic foraminifers in the Taphonomy Inferred From The
Southern Yatsushiro Kai (Sea), Southwest Kyushu, Japan. Fossils, (65) 10-30.

Oki (1989)32) menghitung kecepatan sedimentasi relatif (%) di Teluk Kagoshima, Kyushu Jepang
menggunakan metode L/Tl. Nilai L/Tl diplotkan dalam peta wilayah studi, dan hasilnya menunjukkan
terdapat dua tipe sebaran nilai L/Tl yang berbeda yaitu nilai L/Tl tinggi dan rendah seperti pada gambar
berikut.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 88
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.34 Sebaran nilai L/Tl (Oki, 1989)32).

Pada gambar diatas dapat diidentifikasi bahwa ada lima daerah yang mempunyai kecepatan sedimentasi
tinggi yaitu :

1) bagian luar teluk,


2) daerah sekitar kota Ibusuki,
3) daerah perbatasan antara mulut dan pusat teluk,
4) daerah sepanjang pantai kota Kagoshima,
5) daerah sekeliling kepala teluk.

Kecepatan sedimentasi tinggi pada daerah sekitar mulut teluk disebabkan oleh arus dasar yang kuat
menjadi lambat karena ke dalaman bertambah pada daerah ini sehingga sedimen berukuran halus dalam
bentuk tersuspensi mengendap. Tingginya kecepatan sedimentasi pada daerah sekitar kota Ibusuki
disebabkan oleh adanya submarine terrace lebih dangkal dari 10 meter, yang mengalami erosi selama 30
tahun menyebabkan suplai sedimen berukuran kasar mengendap sekitar daerah ini.

Sedangkan tingginya kecepatan sedimentasi pada daerah sepanjang pantai kota Kagoshima disebabkan
oleh suplai sedimen dari sungai yang mempunyai daerah drainase luas, dan dari hasil reklamasi pantai
Kota Kagoshima. Erosi yang disebabkan oleh gelombang pada daerah sekeliling kepala teluk
mengakibatkan tingginya kecepatan sedimentasi.

Pada Gambar diatas juga dapat dilihat daerah-daerah yang mempunyai kecepatan sedimentasi rendah.
Hal ini disebabkan oleh arus permukaan yang kuat mencegah terjadinya pengendapan padatan
tersuspensi, dan sedikitnya jumlah sedimen yang di suplai ke daerah. Metode L/Tl juga

dipakai oleh Rifardi (1999)35) untuk menghitung kecepatan sedimentasi relatif (%) di Laut Yatsushiro,
Kyushu Jepang. Hasil penelitian ini menunjukkan pola kecepatan sedimentasi yang sama dengan yang
ditemukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti Scruton (1953) 30), Walton (1955), Phleger (1960)28),
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 89
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Matoba (1970)31), dan Oki (1989)32). Kecepatan sedimentasi tertinggi ditemukan pada perairan sekitar
muara sungai karena sungai merupakan penyuplai sedimen yang terbesar dibandingkan dengan sumber
lainnya, dan pada daerah pertemuan antara dua massa air karena pertemuan dua massa air yang
berbeda akan mengendapkan padatan tersuspensi yang dibawa oleh masing-masing massa air tersebut.
Hasil ini mengindikasikan bahwa penentuan kecepatan sedimentasi relatif (%) dengan menggunakan
metode L/Tl yang merupakan penyempurnaan dari metode L/T masih relevan digunakan sampai saat ini.

2.10.10.2 Kecepatan Sedimentasi Absolut


Jika tidak ada lapisan kunci pada suatu lingkungan pengendapan seperti lapisan endapan vulkanik, maka
akan sulit menentukan kecepatan sedimentasi absolut pada daerah tersebut. Banyak parameter fisika,
kimia dan biologi yang dapat dijadikan lapisan kunci pada daerah pengendapan. Oleh sebab itu, untuk
menentukan lapisan kunci, peneliti harus mengamati dengan teliti fenomena alam dan fenomena artifisial
(aktivitas manusia) yang dapat memberikan masukan parameter-pameter tersebut ke dalam lingkungan
pengendapan. Rifardi et al. (1998)33,34) menggunakan lapisan kunci dari salah satu parameter kimia yaitu
konsentrasi total merkuri dalam sedimen untuk menghitung kecepatan sedimentasi absolut di Laut
Yatsuhiro Jepang. Fenomena paling menonjol adalah semenjak ditemukan penyakit Minamata, Laut
Yatsuhiro telah menjadi salah satu daerah sasaran penelitian intensif berkaitan dengan polusi air,
sedimen dan biota laut.

Selanjutnya dijelaskan semenjak tahun 1946 methil merkuri dibuang ke Laut Yatsushiro melalui pipa
pembuangan dari perusahaan Shinnihon Chisso Hiryo Co. Ltd. Tomiyasu et al. (2000) 36) menjelaskan
bahwa bahan buangan terkontaminasi merkuri masuk ke Teluk Minamata dari industri kimia selama 20
tahun sampai tahun 1965, menyebabkan penyakit minamata. Sebagai salah satu teluk yang terdapat di
Laut Yatsuhiro, Teluk Minamata merupakan penghubung antara berbagai bahan buangan yang berasal
dari Kota Minamata dengan Laut Yatsuhiro. Oleh sebab itu, pencemaran yang terjadi di teluk ini akan
terdistribusi sampai ke Laut Yatsuhiro. Atas dasar inilah kecepatan sedimentasi absolut diteliti. Metoda
serta analisa secara lengkap untuk metoda sedimentasi absolut ini dapat dibaca di buku Ekologi Laut
Modern yang ditulis oleh Prof. Rifardi.

35)
Sumber : Rifardi. 1999. Ecological Analysis of Living Benthic Foraminifera in Surface Sediments from the South Yatsushiro Kai (Sea),
Southwest Kyushu, Japan. Disertasi. United Graduate SBakerol of Agriculture Science. Kagoshima University, Kagoshima (un publication)
36)
Sumber : Tomiyasu, T., Nagano, A., Sakamoto, H., Rifardi, Oki, K. and Akagi, H. 2000. Mercury Contamination in the Yatsushiro sea south-
western Japan: spatial variations of mercury in sediment. Journal of the science of the total environment 257: 121-132.

2.10.10.3 Akumulasi Sedimentasi


Seperti yang dijelaskan di atas bahwa kecepatan sedimentasi menurut English dan Baker (1994) 27)
sebenarnya adalah kecepatan akumulasi sedimen karena metode yang digunakan oleh English dan
Baker untuk mengukur laju sedimentasi adalah metode yang cocok untuk mengukur kecepatan
akumulasi sedimen.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 90
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Ada beberapa kelemahan yang mendasar jika data yang dipereloh dengan metode ini dianggap sebagai
kecepatan sedimentasi, yaitu:

1. Sedimen yang terperangkap dalam sediment trap tidak akan dipengaruhi oleh arus dan gelombang
sehingga peranan arus dan gelombang dalam proses sedimentasi teraibaikan. Pada hal dari
berbagai hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas arus adalah salah satu faktor utama yang
menentukan kecepatan sedimentasi.
2. Secara alamiah sedimen yang baru saja mengendap akan mengalami proses penyapuan dan
pengendapan yang berulang-ulang oleh berbagai energi seperti arus terutama arus dasar perairan
(bottom current), dan proses ini akan menentukan tebalnya pengendapan sedimen.
3. Sedimen yang terperangkap dalam sediment trap tidak akan mengalami proses pada poin 2
sehingga ketebalan pengendapan sedimen dalam sediment trap tidak menggambarkan kecepatan
sedimentasi yang sebenarnya.
4. Oleh sebab itu, untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas prinsip-prinsip akumulasi sedimen
lebih tepat digunakan untuk metode ini dengan cara mengabaikan faktor-faktor alamiah yang
mempengaruhinya.

Kecepatan akumulasi sedimen pada suatu perairan diukur menggunakan Sediment Trap dibuat oleh
penulis dengan memodifikasi rancangan English dan Baker (1994) 27) seperti pada gambar dibawah ini.
Prosedur pembuatan dan pengoperasioan Sediment Trap sebagai berikut:

 Sediment trap yang dipakai berdiameter 5 cm, panjang 11,5 cm dan terbuat dari pipa PVC
 Sediment trap diletakkan pada setiap stasiun sampling sebanyak 3 unit dengan jarak 20 cm dari
dasar perairan.
 Sediment trap diletakkan selama delapan minggu dan setiap dua minggu diangkat dan dihitung
jumlah sedimen yang terakumulasi.
 Hasil perhitungan akan didapat volume dan berat sedimen yang terakumulasi per waktu
akumulasi.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 91
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.35 Rancang bangun sediment trap.

Akumulasi sedimen yang dihitung adalah volume dan berat sedimen yang terendapkan persatuan volume
sedimen trap per waktu dengan prosedur sebagai berikut:

 Sampel sedimen yang tertahan dalam sedimen trap dipindahkan ke dalam plastik sampel
 Sampel tersebut dianalisis di laboratorium untuk menentukan volume dan beratnya
 Volume diukur dengan cara menyaring sedimen sampel dengan ayakan yang paling halus 0,063
mm untuk memisahkan lumpur dengan fraksi lainnya.
 Fraksi yang tertahan dalam ayakan tersebut dihitung volumenya (ml) , dan setelah itu dikeringkan
dan ditimbang beratnya (gram).
 Sedangkan sedimen yang lolos dari ayakan, dibiarkan selama 3 hari untuk diendapkan, setelah
itu diukur volume yang terendap (ml) dan ditimbang (gram).

Akumulasi sedimen yang dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:

KA = Kecepatan akumulasi (ml/cm3/hari) atau (ml/cm2/hari)

v = volume sedimen (ml)


Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 92
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
V = volume sedimen trap (cm3) atau luas sedimen trap (cm2)

t = waktu pemasangan sed. trap (hari).

Selain itu, akumulasi sedimen yang dihitung adalah berat sedimen yang terendapkan persatuan luas area
per waktu dengan perhitungan sebagai berikut:

KA = Kecepatan akumulasi (gram/ cm3/hari) atau (gram/cm2/hari)

W = berat kering sedimen (gram)

V = volume sedimen trap (cm3) atau luas sedimen trap (cm2)

t = waktu pemasangan sed. trap (hari).

English dan Baker (1994)27) menjelaskan penggunaan sediment trap untuk mengukur muatan sedimen di
perairan karang. Mereka tidak menjelaskan hasil penelitian yang mereka lakukan untuk melihat pengaruh
proses sedimentasi terhadap tingkat kelulushidupan dan pertumbuhan karang, tetapi lebih memfokuskan
pada prosedur penelitian mulai dari pembuatan, penempatan sediment trap pada dasar perairan sampai
pada penganggatan alat ini ke permukaan perrairan dan membawa sampel sedimen ke laboratorium.

Rifardi37) selama periode waktu 2 tahun (tahun 2004/2005 dan 2006/2007) memakai metode ini untuk
menghitung akumulasi sedimen di perairan sungai di mana sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut
telah terjadi perubahan fungsi lahan yang menyebabkan erosi. Hasil penelitian menunjukkan sediment
trap cukup efektif digunakan untuk menentukan besarnya pengendapan sedimen yang berasal dari
material tersuspensi akibat erosi. Kecepatan akumulasi pada penelitian ini dibedakan menjadi kecepatan
volume akumulasi (ml) dan berat akumulasi (gram) persatuan volume sedimen trap (cm3) selama waktu
tertentu (hari).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa akumulasi sedimen pada tahun 2006/2007 lebih tinggi
dibandingkan dengan akumulasi tahun 2004/2005. Perbedaan ini diduga karena berbedanya kecepatan
erosi daerah sekitar aliran sungai yang disebabkan oleh perbedaan curah hujan. Kondisi ini diperkuat
dengan jumlah partikel tersusupensi yang diukur pada tahun 2006/2007 juga lebih tinggi dari tahun
2004/2005 dan konsentrasinya telah melewati Kriteria Mutu Air Kelas II menurut PP No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu sebesar 50 mg/l. Hasil ini
mengindikasikan bahwa penentuan kecepatan akumulasi sedimen dengan menggunakan sediment trap
dapat memberikan data yang akurat tentang proses pengendapan sedimen.
37)
Sumber : Rifardi. 2006. Studi Muatan Tersuspensi di Perairan Laut Paya Pesisir Pulau Kundur Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan.
Journal Ilmu Kelautan Univ. Riau. 21 (VI) 62-71.

2.10.10.4 Jarak dan Waktu Deposisi Sedimen


Sampel sedimen permukaan dasar perairan dianalisis untuk memperoleh data ukuran butir sedimen, di
mana data ini dianalisis untuk menentukan parameter statistik sedimen (Mz=diamater rata-rata)
berdasarkan Folk dan Ward (1957). Hasil analisis ukuran butir tersebut digunakan untuk menentukan
kelas ukuran masing-masing sub populasi sedimen berdasarkan skala Wentworth (dalam Friedman dan
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 93
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Sanders, 1978)22) dan Lewis dan McConchie (1994) 38). Sub populasi sedimen diplotkan dalam peta
wilayah studi untuk melihat sebaran secara geografi, dengan menggunakan program Arc View 3. Hasil
analisis ukuran butir juga digunakan untuk menentukan tipe sedimen di daerah studi berdasarkan
Shepard Triangle (Shepard, 1954)39).

Kecepatan pengendapatan partikel sedimen dihitung dengan menggunakan prinsip-prinsip Hukum


Stokes (dalam Koesoemadinata 1980)40) sebagai berikut:

Keterangan :

V = kecepatan pengendapan partikel (m/det)

ρp = densitas partikel (g/cm3)

ρf = densitas medium (g/cm3)

r = jari-jari partikel (mm)

П = viskositas medium (kg/(ms))

g = gravitasi (m/dt2)

Nilai kecepatan pengendapan partikel di atas (V) digunakan untuk menentukan jarak dan waktu
pengendapan partikel sedimen dari sumbernya dengan penghitungan sebagai berikut:

Keterangan :

D = jarak pengendapan (m)

Va = kecepatan arus (m/dt)

V = kecepatan pengendapan partikel (m/dt)

t = waktu pengendapan (dt)

d = ke dalaman rata-rata perairan (m)


38)
Sumber : Lewis, D. W and McConchie, D. 1994. Analytical Sedimentology. Chapman and Hall. New York, London, 197pp.

39)
Sumber : Shepard, F. P. 1954. Nomenclature Based on Sand-Silt-Clay ratio. Jour. Sed. Pet., 24: 151-158.

40)
Sumber : Koesoemadinata. 1980. Prinsip-prinsip Sedimetasi. Depertemen Teknik Geologi. Institut Teknologi. Bandung. 124 hal.

2.11 Contoh Kasus Analisa Jarak dan Waktu Deposisi Sedimen


Contoh kasus untuk perhitungan jarak dan waktu deposisi sedimen dapat diperlihatkan sebagai berikut.
Menurut Selly (1976)41), mengatakan bahwa pergerakan partikel sedimen dalam air dapat dijelaskan
dengan menggunakan persamaan Reynolds, suatu persamaan yang berasal dari koefisien dimensi
bilangan Reynolds sebagai berikut:
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 94
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
R = bilangan Reynolds

U = kecepatan partikel

d = diameter partikel

p = densitas partikel

μ = viskositas fluida

Bilangan Reynolds dapat digunakan untuk membedakan dua tipe aliran yang berbeda yaitu tipe aliran
laminar, bilangan Reynolds rendah, dan tipe aliran turbulensi, bilangan Reynolds tinggi. Tipe aliran
laminar adalah aliran yang mengalir sejajar dengan permukaan perairan mulai dari lapisan atas sampai
bawah. Sedangkan tipe aliran turbulensi adalah aliran yang dapat menimbulkan arus eddi (turbulensi).

Ada beberapa mekanisme pergerakan partikel sedimen dalam aliran diantara suspensi, saltasi, traksi dan
rolling seperti yang dijelaskan dalam subbab 2.10.4. Partikel sedimen yang berukuran kasar dan berat
tidak pernah dipindahkan dengan cara terangkat dari lapisan dasar perairan. Mereka dipindahkan dengan
cara rolling oleh arus yang mengalir di dasar perairan.

Dengan kecepatan arus yang sama, partikel-partikel yang lebih ringan berpindah dengan cara
melambung sepanjang arus dasar, proses ini disebut saltasi. Sedangkan pada kecepatan arus yang
sama, partikel-partikel yang paling ringan berada dalam arus dan berpindah sesuai dengan pola arus
tersebut, dikenal dengan suspensi.

Dalam contoh ini transpor sedimen yang dibahas hanya terbatas pada partikel-partikel sedimen yang
ditranspor dalam bentuk suspensi berdasarkan hasil penelitian Prof. Rifardi 2006 37) di perairan laut
dangkal di Indonesia. Pembahasan akan terfokus pada mekanisme sebaran partikel sedimen meliputi
jarak dan waktu transpor. Kecepatan pengendapan partikel sedimen dihitung dengan menggunakan
prinsip-prinsip Hukum Stokes. Nilai kecepatan pengendapan partikel ini digunakan untuk menentukan
jarak dan waktu pengendapan partikel sedimen dari sumbernya. Penelitian ini dilakukan di Laut Paya dan
sekitarnya Pulau Kundur Propinsi Kepulauan Riau Indonesia.

41)
Sumber : Selley, R. C. 1976: An introduction to sedimentology. London, Academic Press. 408 p.

2.11.1 Contoh Penjelasan Gambaran Umum Perairan


Perairan Laut Paya terletak di Pesisir Pulau Kundur Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau
Indonesia, merupakan jalur pelayaran internasional dan nasional. Perairan ini terbentang diantara Pulau
Kundur, Karimun dan Pulau Mendol serta Rangsang. Perairan Laut Paya secara dominan dipengaruhi
pola oseanografi Selat Malaka dan suplai dari pesisir timur Pulau Sumatera khususnya pengaruh
pemasukan berbagai material dari Sungai Kampar, dapat dilihat pada gambar berikut.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 95
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.36 Perairan Laut Paya terletak di Pesisir Pulau Kundur Kabupaten Karimun Propinsi
Kepulauan Riau Indonesia (Rifardi 200637)).

Perairan ini dicirikan dengan potensi sumberdaya alam bernilai ekonomis tinggi yang tersebar di wilayah
pesisir dan lautan, diantaranya potensi mineral, gas dan minyak bumi, perikanan, dan pariwisata, tetapi
sejak tiga dekade yang lalu terjadi penurunan potensi sumberdaya perairan di wilayah pesisir dan lautan
propinsi ini, khususnya pada perairan Laut Paya Pesisir Pulau Kundur Kabupaten Karimun (Rifardi,
200637)).

Berbagai tekanan ekosistem terhadap perairan Laut Paya terjadi sebagai akibat dari kombinasi antara
tekanan yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan perubahan alami. Diantara aktivitas tersebut adalah
pemanfataan potensi sumberdaya alam yang dilakukan oleh stakeholders yang berkepentingan, salah
satunya adalah penambangan timah bawah air. Selain itu perubahan kualitas air dan karakteristik Selat
Malaka secara tidak langsung mempengaruhi kualitas perairan ini. Besarnya suplai massa air dari pesisir
pantai timur Pulau Sumatera dan karakteristik tipe geomorfologi pantai sekitar perairan Laut Paya juga
mempengaruhi kondisi laut. Fenomena- fenomena ini diduga dapat merubah pola proses sedimentasi
yang berlangsung sesuai dengan kuantitas dan kualitas tekanan ekosistem yang terjadi.

Perairan Laut Paya merupakan perairan yang kaya akan kandungan timah (Sn), oleh karena itu
dilakukanlah eksploitasi sumberdaya ini oleh perusahaan yang berskala ekspor. Kegiatan ini selain
memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional, juga menyebabkan terjadi dampak negatif
berupa rusaknya kualitas perairan seperti penurunan kualitas fisika, kimia dan biologi perairan.
Pengerukan dasar perairan sebagai upaya memperoleh potensi yang dikandungannya (timah)
mengakibat beberapa parameter fisika perairan menjadi tidak stabil seperti tingginya konsentrasi
padatan/muatan tersuspensi di perairan tersebut. Padatan tersuspensi sebagai dampak prime dari
aktivitas penambangan mengakibatkan dampak sekunder dan lanjutan terhadap parameter kimia dan
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 96
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
biologi perairan. Padatan tersuspensi yang dimaksud dalam buku ini mengacu kepada Glossary of
Geologi dari Bates and Jackson (1987) 42) yaitu kandungan sedimen yang terdapat dalam air selama
waktu tertentu yang terdiri dari silt, clay dan sand, di mana sedimen ini terlepas dan tidak berhubungan
dengan dasar perairan.

Ada dua tujuan utama pada penjelasan contoh analisa jarak dan waktu deposisi sedimen ini yaitu:

1) membahas hubungan antara sebaran padatan/muatan tersuspensi dengan aktivitas


penambangan bawah air dan karakteristik oseanografi,dan
2) hubungan antara sebaran sedimen, jarak dan waktu sedimentasi, dengan aktivitas penambangan
bawah air dan karakteristik oseonografi perairan Laut Paya Pesisir Pulau Kundur Kabupaten
Karimun.

Hasil ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk mengkaji penyebab penurunan kualitas
perairan dari sudut pandang parameter fisika, kimia dan biologi perairan, dan sebagai dasar untuk
pengelolaan proses sedimentasi dan abrasi yang terjadi di perairan.

2.11.2 Contoh Sebaran Sampling Sedimen


Penelitian dilakukan Maret-April 2001 pada perairan Laut Paya Pesisir Pulau Kundur Kabupaten Karimun
Propinsi Kepulauan Riau. Titik pengamatan (sampling points) ditentukan secara acak sesuai dengan
kondisi lapangan, dan berdasarkan hal tersebut terdapat 41 titik (stasiun), di mana sebarannya lebih
banyak diarahkan pada daerah aktivitas penambangan (daerah penambangan dan daerah damping) dan
perairan pantai. Posisi masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 2. 15. Dan Gambar 2. 36. Sampel
air diambil dari masing-masing stasiun dengan menggunakan bottle sampler dan dianalisis di
laboratorium dan kandungan padatan tersuspensi dihitung dengan

metode yang direkomendasikan dalam Buku APHA (1995) 43). Selain itu, sampel sedimen permukaan
dasar perairan diambil dari masing-masing stasiun dengan menggunakan Eckman Grab Sampler,
kemudian ukuran butir sedimen dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode mekanikal
(Rifardi, 2001c)44). Karakteristik oseanografi di perairan Laut Paya yang diukur adalah kecepatan dan
arah arus diukur dengan menggunakan current meter dan kompas, ke dalaman diukur dengan eBaker
sounding dan salinitas dengan refraktometer. Data tentang wilayah konsensi penambangan timah
diperoleh dari data sekunder berupa peta konsensi penambangan dan damping area (Rifardi 2006) 37).
42)
Sumber : Bates and Jackson, J. A. 1987. Glossary of Geology. (editors). American Geological Institute, Alexandria, Virginia

43)
Sumber : APHA. 1995. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association. 19th Edition.
American Public Health Association. Washington, D.C.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 97
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Tabel 2.26 Koordinat titik pengambilan sampel padatan tersuspensi dan dasar (Rifardi, 2006) 37).

2.11.3 Contoh Padatan Tersuspensi


Hasil analisis kandungan padatan tersuspensi pada perairan Laut Paya Pesisir Pulau Kundur ditampilkan
pada Tabel 2. 16.

Tabel 2.27 Kandungan padatan tersuspensi pada perairan Laut Paya Pesisir Pulau Kundur (Rifardi,
200637)).

44)
Sumber : Rifardi. 2001c. Penuntun Praktikum Sedimentologi Laut. Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau, Pekanbaru, 62 hal.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 98
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.37 Stasiun pengambilan sampel padatan tersuspensi dan dasar (Rifardi, 2006 37)).

Secara umum kandungan sedimen tersuspensi pada perairan Laut Paya berkisar 44,4-360,6 mg/l, di
mana kandungan terendah ditemukan pada stasiun 9 dan tertinggi pada stasiun 17 (Tabel 2. 16).
Padatan tersuspensi akan mempengaruhi tingkat kekeruhan air dan intensitas cahaya matahari yang
masuk ke perairan. Konsentrasi sedimen yang tinggi ini di perairan menghalangi penetrasi cahaya
matahari sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas fotosintesis dari fitoplankton dan algae. Kondisi
inilah yang menyebabkan menurunnya produktivitas perairan karena fitoplankton dan algae sebagai
produser primer terganggu perkembangannya, selain itu juga mengakibatkan lapisan produktif perairan
menjadi tipis. Menurut Odum (1971), tipisnya lapisan produktif ini disebabkan oleh energi matahari yang
tersedia untuk proses fotosintesis rendah, walaupun unsur haranya berlimpah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
(sedimen tersuspensi = 20 mg/l untuk habitat koral dan lamun , dan 80 mg/l untuk mangrove), kualitas
perairan wilayah studi tidak sesuai untuk kehidupan biota air, kecuali untuk mangrove pada beberapa
stasiun sampling masih di bawah ambang batas. Kondisi inilah yang menyebabkan menurunnya
produktivitas perairan seperti yang telah dijelaskan.

Pola kecenderungan sebaran sedimen tersuspensi secara geografi pada perairan ini dapat dilihat pada
Gambar 2. 37. Pada Gambar 2. 37 terlihat bahwa kandungan padatan tersuspensi terendah ditemukan
pada bagian tenggara dari lokasi penambangan (ST-9) dan tertinggi pada bagian barat daya dari lokasi
penambangan dan bagian selatan dari damping area (ST-17).

Pola sebaran sedimen tersuspensi dipengaruhi oleh arah dan kecepatan arus. Pada waktu sampling
dilakukan kondisi arus perairan Laut Paya dalam keadaan pasang, di mana arus pasang mengalir dari
arah utara ke barat dengan kecepatan berkisar 0,12-0,75 m/detik, pola sebaran arus pasang dan surut
perairan studi dapat dilihat pada Gambar 2. 38.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 99
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Tingginya konsentrasi padatan tersuspensi pada daerah bagian selatan dari damping area atau bagian
barat lokasi penambangan disebabkan oleh arus pasang yang mengalir dari arah utara menuju lokasi ini
dengan kecepatan 0,23-0,75 m/detik mentranspor padatan tersuspensi yang berasal dari damping area
dan daerah operasi penambangan. Asal dari padatan tersuspensi didukung oleh sebaran tingkat
kekeruhan yang tinggi di daerah ini berkisar 74,85-165,32 NTU (berdasarkan penelitian pendahuluan
yang dilakukan oleh Tim PKSPL-Faperika UNRI, 2001). Selain disebabkan oleh kegiatan penambangan
timah, tingginya konsentrasi padatan tersuspensi pada lokasi ini diduga juga disebabkan oleh tingkat
abrasi pantai Pulau Rangsang yang tinggi dan suplai sedimen dari sungai-sungai yang terdapat di Pulau
Sumatera dan mengalir ke lokasi ini. Pantai Pulau Rangsang secara dominan disusun oleh sedimen
lunak sehingga sangat mudah terabrasi dan hasilnya menyebabkan meningkatnya padatan tersuspensi
di perairan. Analog dengan penelitian ini, Brahmawanto et al. (2000)45), gerusan tebing pantai oleh
gelombang menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan dan padatan tersuspensi pada perairan sekitar
pantai tersebut.

Pada Gambar 2. 37 juga terlihat bahwa kandungan padatan tersuspensi terendah ditemukan pada
bagian tenggara dari lokasi penambangan (ST-9) dan bagian lainnya selain bagian barat daya dari lokasi
penambangan atau bagian selatan dari damping area. Apabila dibandingkan dengan sebaran kecepatan
arus pasang (Gambar 2. 38), jelas terlihat bahwa perairan dengan kandungan padatan tersuspensi
rendah dicirikan oleh kecepatan arus pasang yang lambat yaitu berkisar 0,14-0,23 m/detik (bagian
tenggara damping area dan penambangan) dan 0,12-0,23 m/detik (selain bagian barat daya dari lokasi
penambangan atau bagian selatan dari damping area).

Menurut Rifardi dan Ujiee (1993) 46); Rifardi (1994)47); Rifardi dan Oki (1998) 33) dan Rifardi, Oki dan
Tomiyasu (1998)34), secara umum perairan dengan arus yang lambat dicirikan oleh sedimen permukaan
yang mempunyai ukuran butiran halus, dan temuan ini relevan dengan hasil studi di perairan Laut Paya
karena pola sebaran padatan tersuspensi akan menggambarkan pola sebaran sedimen permukaan.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 100
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.38 Sebaran padatan tersuspensi (Rifardi, 2006)37).

45)
Sumber : Bramawanto, R., Rifardi, dan Ghalib, M. 2000. Karakteristik gelombang dan sedimen di Pelabuhan Stasiun Kelautan Universitas Riau
dan sekitarnya, Selat Rupat Pantai Timur Sumatera. Jour. Perikanan dan Kelautan Univ. Riau. 5 (13) 25-38.

46)
Sumber : Rifardi and Ujiee, H. 1993. Sedimentological Aspects of the Oura River Estuary and its Environs on the East Coast of Northern
Okinawa Island. Bull. Coll. Sci., Univ. Ryukyus, 56, 145-163.

47)
Sumber : Rifardi, 1994. Analisa Ukuran Butir Sedimen di Perairan Estuary, Sungai Oura dan Sekitarnya, Pulau Okinawa,Jepang Selatan.
Terubuk XX (58): 60-71.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 101
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.39 Pola arus pasang surut (Rifardi, 2006)37).

Hal ini juga telah dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Rifardi (2001b) 48), menemukan
kecepatan dan arah arus menentukan kandungan dan pola sebaran padatan

tersuspensi di perairan. Selain oleh lemahnya arus baik pasang maupun surut, karakteristik pantai sekitar
Pulau Kundur terdiri dari sedimen yang lebih keras dibandingkan dengan Pulau Rangsang, di mana
berdasarkan pengamatan secara visul saat sampling dilakukan perairan pantai sekitar Pulau Kundur
didominasi oleh batuan. Karakteristik ini merupakan salah satu penyebab kandungan padatan
tersuspensi sekitar daerah ini lebih rendah.

Berdasarkan hasil analisis data dan pola sebaran kandungan padatan tersuspensi dan hubungannya
dengan aktivitas penambangan bawah air (timah) dan karakteristik oseanografi perairan Laut paya, dapat
disimpulkan:

1. Secara dominan penyebab tinggi kandungan padatan tersuspensi di wilyah studi adalah berasal
areal/aktivitas penambangan. Kandungan padatan tersuspensi paling tinggi (150-361 mg/l)
tersebar pada daerah sekitar damping dan penambangan.
2. Arus merupakan faktor yang dominan menentukan arah dan pola sebaran padatan tersuspensi.
3. Sedimen hasil abrasi pantai Pulang Rangsang dan suplai sedimen dari sungai-sungai yang
mengalir ke perairan Laut Paya memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap
kandungan padatan tersuspensi.
48)
Sumber : Rifardi. 2001b. Study on Sedimentology from the Sungai Mesjid Estuary and its Environs in the Rupat Strait, the East Coast of
Sumatera Island. Journal of Coastal Development. Research Institute Diponegoro University. 4(2)87-97.

2.11.4 Contoh Perhitungan Jarak dan Waktu Deposisi Sedimen

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 102
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Hasil analisis ukuran butir sedimen disimpulkan dalam bentuk proporsi masing-masing sub populasi kelas
ukuran yaitu kerikil, pasir, lumpur, diameter rata-rata, katagori dan tipe sedimen, seperti pada Tabel 2.17.

Tabel 2.28 Karakteristik sedimen permukaan perairan Laut Paya Pesisir P. Kundur (Rifardi,
2008a)26).

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 103
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
*) MSd = Medium sand = pasir berukuran sedang

MSt = Medium Silt = lempung sedang

CSd = Coarse sand = pasir kasar

CSt = coarse silt = lempung kasar

FSd = Fine sand = pasir halus

FSt = fine silt = lempung halus

Vf.Sd = very fine sand = pasir sangat halus.

Secara umum sedimen permukaan daerah penelitian disusun oleh hampir semua subpopulasi kelas
ukuran kecuali subpopulasi kerikil (gravel) tidak dijumpai pada stasiun 3, 4, 6, 10 s.d. 16. Proporsi kerikil
yang terbesar dijumpai pada stasiun 19 sebesar 25,59%, hal ini disebabkan oleh letaknya berdekatan
dengan perairan pantai berbatu dan bekas terumbu. Sedangkan proporsi pasir berkisar 22,26-90,30%
dan lumpur berkisar 3,35-77,74%. Pola sebaran ketiga subpopulasi sedimen permukaan ini dipengaruhi
oleh karakteritik oseanografi dan tipe sedimenpenyusun pantai Pulau Rangsang, Kundur dan pulau-pulau
lainnya yang mengelilingi Laut Paya seperti Pulau Karimun Besar, Merak, Babi, Parit, Papan, Topang dan
Pulau Mendol. Pola sebaran subpopulasi ketiga kelas ukuran sedimen tersebutdapat dilihat pada
Gambar 2. 39.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 104
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.40 Sebaran fraksi kerikil, pasir dan lumpur (Rifardi, 2008a)26).

Pada Gambar 2.39. dapat dilihat sedimen yang berukuran pasir mendominasi daerah penelitian,
proporsinya melebihi 50% kecuali daerah bagian utara yang letaknya relatif jauh dari lokasi
penambangan didominasi sedimen lumpur. Apabila pola sebaran ini dibangdingkan dengan pola sebaran
kandungan total padatan tersuspensi di atas maka kedua sebaran mempunyai pola berlawanan. Kondisi
ini disebabkan oleh aktivitas penambangan bawah air menyebabkan terjadinya perubahan morfologi
dasar perairan. Selain itu, pola dan kecepatan arus pasang surut (Gambar 2.38) memberikan pengaruh
yang berbeda di mana arus ini sangat dominan mempengaruhi pola sebaran padatan tersuspensi,
sedangkan morfologi perairan juga dipengaruhi oleh arus dasar perairan.

Rifardi dan Oki (1998)33,34) menemukan bahwa pada perairan laut semi tertutup, pola arus dasar perairan
lebih dominan mempengaruhi tipe sedimen dibandingkan dengan pola arus permukaan. Proporsi pasir
lebih dari 75% tersebar pada stasiun 1, 5, 8, 11 dan 17 terletak sepanjang pantai Pulau Kundur, kecuali
stasiun 11 dan 17 terletak berdekatan dengan aktivitas penambangan. Sedimen yang menyusun perairan
pantai Pulau Kundur didominasi oleh sedimen berfraksi kasar yang berasal dari hasil abrasi dan lithifikasi
pantai berbatu dan bekas terumbu. Sesuai dengan prinsip pengendapan, sedimen yang berukuran kasar
akan diendapkan tidak jauh dari sumbernya,

dan karena alasan inilah sedimen yang terdapat di stasiun 11 dan 17 didominasi oleh sedimen bertipe
pasir (Tabel 2.17).

Sedimen berukuran lumpur dengan proporsi lebih kecil dari 30% tersebar pada bagian selatan daerah
damping dan penambangan. Hal ini terjadi diduga disebabkan oleh daerah bagian selatan dipengaruhi
oleh pemasukan sedimen dari Sungai Kampar yang terletak di Pulau Sumatera. Berbeda dengan daerah

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 105
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
bagian utara dari daerah damping dan penambangan yang dominan dipengaruhi karakteristik arus Selat
Malaka, distribusi sedimen lebih didominasi oleh sedimen lumpur dengan proporsi lebih dari 30%. Davis
(1978)30) memberikan ilustrasi proses sedimentasi di muara sungai sebagai berikut: sedimen halus akan
ditranspor menuju arah ke laut kecuali jika arus pasang surut mendominasi proses pemasukan dari aliran
sungai, dan sedimen-sedimen kasar akan mengendap pada daerah yang tidak jauh dari muara sungai.

Ukuran diameter rata-rata butiran sedimen (Mz Ø) menunjukkan kecendrungan pola sebaran yang
hampir sama dengan sebaran pasir dan lumpur. Karakter dasar perairan yang didominasi oleh ukuran
butir halus (Mz Ø: >3 Ø) pada bagian utara, selain disebabkan oleh hal yang telah dijelaskan, bisa juga
dipengaruhi oleh karakter dasar perairan yang berupa lumpur di sebelah utara Pulau Rangsang yang ke
dalamannya tidak lebih dari 5 meter.

2.11.4.1 Jarak dan Waktu Sedimentasi dari Daerah Dumping


Berdasarkan hasil analisis fraksi sedimen diperoleh gambaran bahwa sedimen permukaan di perairan
Laut Paya didominasi oleh dua jenis ukuran butir sedimen yaitu pasir dan lumpur. Oleh sebab itu dalam
bab ini yang dianalisis untuk menentukan proses sedimentasi adalah ukuran butir sedimen yang terdapat
pada stasiun 23 (sebagai daerah damping) dan stasiun 11 (sebagai daerah penambangan). Hasil analisis
ukuran butir sedimen dan karakteristik oseanografi pada stasiun 23 yang terletak di daerah damping
dapat dilihat pada Tabel 2.18.

Tabel 2.29 Ukuran butir sedimen dan karakteristikoseanografi pada stasiun 23 dan sekitarnya.

Berdasarkan data Tabel 2.29, maka dasar penghitungan waktu dan jarak pengendapan untuk ukuran
butir sedimen pasir sangat halus dari daerah damping pada saat pasang dan surut sebagai berikut:

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 106
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Berdasarkan hukum ini maka dapat dihitung jarak dan waktu pengendapan partikel sedimen dari
sumbernya sebagai berikut:

Pada Saat Pasang:

Pada Saat Pasang:

Hasil perhitungan matematis tersebut didapat bahwa pada saat pasang (kecepatan arus 0,22 m/dt)
sedimen pasir sangat halus (diameter 3,12Ø atau 0,115 mm), ditransportasikan dari daerah damping
menuju arah selatan sejauh 5.458,53 meter, dan waktu yang dibutuhkan untuk sampai sedimen ini
mengalami proses deposisi pada jarak tersebut adalah 25.993 detik setara dengan 7,22 jam. Sebaliknya
pada saat surut (kecepatan arus 0,14 m/dt) sedimen ini akan ditransportasikan ke arah barat laut sejauh
2.996,85 m dan waktu yang diperlukan untuk mengendap pada jarak ini adalah 21.406 dt setara dengan
5,95 jam. Arah transpor sedimen tersebut disebabkan oleh pola arus, seperti pada Gambar 2.37, pola

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 107
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
arus yang terjadi di perairan Laut Paya pesisir Pulau Kundur Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan
Riau cukup bervariasi, di mana pada saat pasang arus mengalir ke arah selatan dari daerah damping,
sebaliknya pada saat surut arus mengalir ke arah barat laut. Secara dominan proses sedimentasi
ditentukan oleh kekuatan arus yang membawa partikel sedimen tersebut, hal terlihat dari perbedaan jarak
dan waktu sedimentasi yang disebabkan oleh berbedanya kecepatan arus.

Selain itu, parameter fisika dan kimia perairan juga berperan penting dalam proses sedimentasi,
diantaranya suhu dan salinitas. Hasil pengukuran secara In situ, suhu perairan lokasi penelitian berkisar
28,6 - 30,5°C, salinitas berkisar 25- 32‰ dan pada suhu stasiun 23 suhu air 29,7 °C dan salinitas 29‰.
Suhu, salinitas dan densitas perairan mempengaruhi kecepatan tenggelam partikel sedimen
(Friedman,197822); Lewis and McConchie, 199424)), dan densitas suatu perairan ditentukan oleh suhu
dan salinitas perairan tersebut (Millero and Sohn, 1992) 49). Perbedaan proses sedimentasi antara stasiun
satu dengan lainnya di lokasi penelitian ini diduga juga disebabkan oleh karakteristik fisika dan kimia
perairan.

2.11.4.2 Jarak dan Waktu Sedimentasi dari Daerah Penambangan


Hasil analisis ukuran butir sedimen dan karakteristik oseanografi pada stasiun 11 dan sekitarnya yang
terletak di daerah penambangan dapat dilihat pada Tabel 2.30.

Tabel 2.30 Ukuran butir sedimen dan karakteristik oseanografi pada stasiun 11 dan sekitarnya.

Berdasarkan data pada Tabel 2.19 maka dasar penghitungan waktu dan jarak pengendapan untuk
ukuran butir sedimen pasir sangat halus dari daerah penambangan pada saat pasang dan surut sebagai
berikut:

Berdasarkan hukum ini maka dapat dihitung jarak dan waktu pengendapan partikel sedimen dari
sumbernya sebagai berikut:

Pada Saat Pasang:


49)
Sumber :. Millero, F. J. and and Sohn, M. L. 1992. Chemical Oceanography. CRC Press, Inc., 531pp.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 108
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Pada Saat Surut :

Sedimen yang tergolong pasir sangat halus pada saat arus pasang, ditransportasikan dari daerah
penambangan menuju arah selatan sejauh 14.944 m, dan waktu yang dibutuhkan untuk sampai sedimen
ini mengalami proses deposisi pada jarak tersebut adalah 46.701 detik setara dengan 12,79 jam.
Sebaliknya pada saat surut sedimen ini akan ditransportasikan menuju arah barat laut sejauh 5.644,95 m
dan waktu yang diperlukan untuk mengendap pada jarak ini adalah 40.321 dt setara dengan 11,2 jam.

Apabila hasil ini dibandingkan dengan hasil proses sedimentasi dari daerah damping, terdapat perbedaan
yang cukup mencolok baik pada saat pasang maupun surut. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bentuk
batimetri dan kecepatan arus, di mana pada daerah penambangan terjadi proses pendalaman dasar laut
dan arus daerah sekitarnya lebih kuat, sebaliknya pada daerah damping terjadi proses pendangkalan dan
arusnya lebih lemah.

Berdasarkan hubungan antara distribusi sedimen, jarak dan waktu sedimentasi, dengan aktivitas
penambangan bawah air dan karakteristik oseonografi perairan Laut Paya Pesisir Pulau Kundur
Kabupaten Karimun, dapat disimpulkan:

1. Secara umum bagian selatan dari daerah damping dan penambangan dipengaruhi oleh pemasukan
sedimen dari sungai-sungai yang berasal dari pulau Sumatera, sedangkan daerah bagian utara dari
daerah damping dan penambangan secara dominan dipengaruhi karakteristik arus Selat Malaka.
2. Perairan Laut Paya didominasi sedimen dari subpopulasi pasir (fraksi pasir) khususnya lokasi yang
berdekatan dengan daerah damping dan penambangan serta pantai. Sedangkan sedimen
subpopulasi lumpur (fraksi lumpur) secara dominan tersebar pada bagian utara jauh dari daerah
damping dan penambangan.
3. Arus dasar perairan dan perubahan tipe morfologi dasar perairan akibat penambangan bawah air
memainkan peranan penting dalam pola sebaran sedimen di lokasi penelitian ini.
4. Pada saat pasang, sedimen pasir sangat halus ditransportasikan dari daerah damping menuju arah
selatan sejauh 5.458,53 meter, dengan waktu deposisi 25.993 detik. Sebaliknya pada saat surut
Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 109
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
sedimen ini akan ditransportasikan ke arah barat laut sejauh 2.996,85 m dalam waktu 21.406 detik,
lihat Gambar 2.40.
5. Pada saat arus pasang, sedimen pasir sangat halus ditransportasikan dari daerah penambangan
menuju arah selatan sejauh 14.944 m, dengan waktu deposisi 46.701 detik. Sebaliknya pada saat
surut sedimen ini akan ditransportasikan menuju arah barat laut sejauh 5.644,95 m dalam waktu
40.321 detik, lihat Gambar 2.41.

Gambar 2.41 Arah dan jarak transpor sedimen dari daerah damping.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 110
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017
Gambar 2.42 Arah dan jarak transpor sedimen dari daerah penambangan.

Survei Investigasi dan Desain Pengerukan Alur Pelayaran/Kolam Pelabuhan Laporan Reconnaissance 111
Pangkalan Dodek Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2017

Anda mungkin juga menyukai