1.1 Umum
Pembangkit utama gelombang adalah angin, oleh karena itu data angin dapat digunakan untuk
memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi kajian. Data angin diperlukan sebagai data
masukan dalam peramalan gelombang sehingga diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin
yang diperlukan adalah data angin setiap jam berikut informasi mengenai arahnya.
Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan
angin menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula tenang
akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin
bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan
terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar
gelombang yang terbentuk.
Angin yang berhembus mengakibatkan permukaan air laut yang mulanya tenang menjadi timbul
riak air atau gelombang kecil. Dengan bertambahnya kecepatan dan durasi hembusan maka riak
tersebut akan menjadi semakin besar kemudian membentuk gelombang. Pengukuran gelombang
dengan cara menganalisa data angin menggunakan data angin yang ada di laut, tetapi biasanya
data angin yang ada adalah data angin hasil pengukuran di darat. Oleh karena itu perlu diadakan
koreksi-koreksi antara data angin yang ada di darat dengan data angin yang ada laut. Koreksi
tersebut antara lain :
Dimana :
Nilai koreksi ini juga bisa diketahui dengan melihat Grafik RL seperti pada Gambar 4.
Laporan Hidro-Oseanografi 1
Gambar 1 Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat.
Laporan Hidro-Oseanografi 2
Gambar 2 Grafik Korelasi akibat Perbedaan Temperatur, RT (SPM, 1984).
Setelah nilai koreksi-koreksi tersebut didapatkan perhitungan kecepatan angin dihitung dengan
rumus :
dimana :
(U10)L = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter diatas permukaan tanah (m/s)
Hasil dari perhitungan kecepatan angin tersebut diatas kemudian dikonversikan menjadi faktor
tegangan angin (UA) dengan menggunakan rumus:
Laporan Hidro-Oseanografi 3
Gambar 3 Windrose berdasarkan data angin BMKG Sorong Tahun 1998- 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 4
Gambar 4 Windrose bulan Januari-April berdasarkan data angin BMKG Sorong Tahun 1998- 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 5
Gambar 5 Windrose bulan Mei-Agustus berdasarkan data angin BMKG Sorong Tahun 1998- 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 6
Gambar 6 Windrose bulan September-Desember berdasarkan data angin BMKG Sorong Tahun 1998-
2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 7
Tabel 1 Distribusi Total Angin BMKG Sorong Tahun 1998 - 2009.
Arah Jumlah Jam Persentase
2 <5 5-10 10-15 15-20 > 20 Total <5 5-10 10-15 15-20 > 20 Total
Utara 4672 5217 1036 178 24 11127 4.44 4.96 0.98 0.17 0.02 10.58
Timur Laut 1147 1642 1009 148 11 3957 1.09 1.56 0.96 0.14 0.01 3.76
Timur 1640 679 81 5 9 2414 1.56 0.65 0.08 0.00 0.01 2.29
Tenggara 1816 2460 494 56 8 4834 1.73 2.34 0.47 0.05 0.01 4.60
Selatan 5399 7976 3187 675 176 17413 5.13 7.58 3.03 0.64 0.17 16.55
Barat Daya 2198 2217 598 66 19 5098 2.09 2.11 0.57 0.06 0.02 4.85
Barat 1895 944 80 15 3 2937 1.80 0.90 0.08 0.01 0.00 2.79
Barat Laut 1997 1242 109 11 6 3365 1.90 1.18 0.10 0.01 0.01 3.20
Berangin = 51145 = 48.62
Tidak Berangin = 11690 = 11.11
Tidak Tercatat = 42357 = 40.27
Total = 105192 = 100.00
2 Kecepatan angin dalam knot.
Untuk lebih lengkapnya mengenai tabel distribusi arah dan kecepatan data angin bulanan dapat
dilihat pada Lampiran A.
o Analisis frekuensi data angin dengan metode yang digunakan terdiri dari beberapa distribusi
yaitu Normal, Log Normal, dan Gumbell. Analisis frekuensi adalah kejadian yang diharapkan
terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun.
Kejadian pada suatu kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan
tetapi terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10 tahunan.
o Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan nilai
gelombang rencana.
Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan.
1. Distribusi Normal
Distribusi normal disebut juga dengan Distribusi Gauss. Peubah acak (variabel random) pada
distribusi normal merupakan peubah acak yang kontinu. Fungsi kepadatan peluang distribusi
normal adalah sebagai berikut
Laporan Hidro-Oseanografi 8
2. Distribusi Log Normal
Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi probabilitas
denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).
1 ln x 2
f (x) exp ; 0x
x 2 22
Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu dan . Nilai dari parameter
dan adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang terdistribusi sebagai rata-rata
dan varian . Persamaan dari nilai rata-rata dan varian dari distribusi Log Normal adalah
sebagai berikut:
2
Ex exp
2
Var x exp 2 2 exp 2 1
3. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan merupakan fungsi
distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992)
x u
F( x ) P( X x ) exp
x u
f ( x ) 1 exp exp ; - x
dimana:
s 6
u x 0.5772
Laporan Hidro-Oseanografi 9
Tabel 2 Data Angin Terbesar di BMKG Sorong Tahun 1998 - 2009.
Kecepatan Tanggal Kejadian
No. Tahun Arah
Knot m/s Bulan Tanggal Jam
1 1998 25 12.86 170 Agu 8 18
2 1998 25 12.86 160 Agu 8 19
3 1998 25 12.86 160 Agu 8 20
4 1998 25 12.86 170 Agu 9 18
5 1998 25 12.86 160 Agu 9 19
6 1998 25 12.86 160 Agu 9 20
7 1999 30 15.43 330 Des 16 15
8 2000 18 09.26 180 Jul 21 5
9 2001 25 12.86 140 Sep 27 5
10 2002 26 13.38 160 Agu 17 0
11 2003 27 13.89 160 Agu 6 11
12 2003 27 13.89 160 Agu 6 12
13 2003 27 13.89 160 Agu 6 13
14 2004 32 16.46 150 Jun 22 20
15 2005 36 18.52 30 Nov 26 22
16 2006 36 18.52 40 Mar 25 2
17 2006 36 18.52 240 Mar 25 3
18 2007 27 13.89 140 Mei 14 11
19 2008 26 13.38 330 Feb 16 5
20 2009 26 13.38 150 Jul 29 10
30
Normal
25 Log Normal
Gumbel
20
Kecepatan Angin (knot)
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 7 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Utara.
Laporan Hidro-Oseanografi 10
40
35 Normal
Log Normal
Gumbel
30
Kecepatan Angin (knot)
25
20
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 8 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Timur Laut.
30
Normal
25 Log Normal
Gumbel
20
Kecepatan Angin (knot)
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 9 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Timur.
Laporan Hidro-Oseanografi 11
35
Normal
30
Log Normal
Gumbel
25
Kecepatan Angin (knot)
20
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 10 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Tenggara.
40
35 Normal
Log Normal
Gumbel
30
Kecepatan Angin (knot)
25
20
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 11 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Selatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 12
40
35 Normal
Log Normal
Gumbel
30
Kecepatan Angin (knot)
25
20
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 12 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Barat Daya.
30
Normal
25 Log Normal
Gumbel
20
Kecepatan Angin (knot)
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 13 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Barat.
Laporan Hidro-Oseanografi 13
35
Normal
30
Log Normal
Gumbel
25
Kecepatan Angin (knot)
20
15
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 14 Probabilitas Weibull untuk semua analisis frekuensi angin arah Barat Laut.
Laporan Hidro-Oseanografi 14
1.3 Peramalan Gelombang
Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah angin (Utara, Timur Laut, Timur,
Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut). Kecepatan angin disajikan dalam bentuk
satuan knot, dimana:
Data angin jangka panjang, minimum 10 tahun, memberikan data statistik yang lebih meyakinkan
untuk metode hindasting ini. Diagram proses hindasting ditampilkan pada gambar di bawah.
Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data angin
dan peta batimetri. Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang
(gelombang akibat angin atau wind induced wave). Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan
untuk menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang. Fetch adalah daerah
pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif
konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka
panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50.
Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus berikut:
Lfi
Lfi. cos i
cos i
dimana
Laporan Hidro-Oseanografi 15
i = sudut pengukuran fetch ke-i
Jumlah pengukuran “i” untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-pengukuran
dalam wilayah pengaruh fetch (22,50 searah jarum jam dan 22,50 berlawanan arah jarum jam).
Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-formula empiris yang diturunkan
dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore Protection Manual,
1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch terbatas (fetch limited
condition) maupun kondisi durasi terbatas (duration limited condition) sebagai berikut:
1
gHm gF 2
0
0.0016
UA
2 U 2
A
1
gTp gF 3
0.2857
UA
2 U 2
A
2
gt d gF 3
68.8
UA U 2
A
1.23
dalam persamaan tersebut, U A 0.71U10 adalah faktor tekanan angin, dimana Ua dan U10
dalam m/detik. Hubungan antara Tp dan Ts diberikan sebagai Ts = 0.95 Tp.
Persamaan tersebut di atas hanya berlaku hingga kondisi gelombang telah terbentuk penuh (fully
developed sea condition), sehingga tinggi dan perioda gelombang yang dihitung harus dibatasi
dengan persamaan empiris berikut :
gHm 0
2
0.243
UA
gTp
8.13
UA
gt d
7.15 10 4
UA
dimana:
Laporan Hidro-Oseanografi 16
Start
23 23
gF UA Ye s gt gF No
t c 68 .8 2 t (Non Fully 68 .8 2 7.15 x 10 4 (Fully
U g UA U
A Developed) A Developed)
No
(Duration Limited)
Ye s 32
gt UA
2
(Fetch Limited)
Fmin
68 .8 U A g
F Fm in
12
U
2
gF UA
2
H m0 0.0016 A H m 0 0.2433
g U 2 g
A
13
UA gF UA
T p 0.2857 T p 8.134
g U 2 g
A
Finish Finish
Laporan Hidro-Oseanografi 17
Gambar 16 Kawasan fetch untuk wilayah Yapen.
Laporan Hidro-Oseanografi 18
Tabel 4 Hasil Perhitungan Fetch Effektif di Yapen.
JARAK, F (m) F·cos
SUDUT (alpha) cos Fetch Effektif (m)
Yapen Yapen
340 -20 0.939693 0
345 -15 0.965926 0
350 -10 0.984808 0
355 -5 0.996195 0
0 0 1 0 0
5 5 0.996195 0
10 10 0.984808 0
15 15 0.965926 0
20 20 0.939693 0
25 -20 0.939693 0
30 -15 0.965926 0
35 -10 0.984808 0
40 -5 0.996195 0
45 0 1 0 0
50 5 0.996195 0
55 10 0.984808 0
60 15 0.965926 0
65 20 0.939693 0
70 -20 0.939693 0
75 -15 0.965926 0
80 -10 0.984808 0
85 -5 0.996195 0
90 33451 0 1 33451 20547
95 33677 5 0.996195 33549
100 35889 10 0.984808 35344
105 39247 15 0.965926 37910
110 42582 20 0.939693 40014
115 44514 -20 0.939693 41830
120 45285 -15 0.965926 43742
125 42247 -10 0.984808 41605
130 39292 -5 0.996195 39142
135 37258 0 1 37258 39210
140 36519 5 0.996195 36380
145 36079 10 0.984808 35531
150 35909 15 0.965926 34686
155 35994 20 0.939693 33823
160 35948 -20 0.939693 33780
165 35769 -15 0.965926 34550
170 35863 -10 0.984808 35319
175 36235 -5 0.996195 36097
180 37347 0 1 37347 38892
185 39532 5 0.996195 39381
190 42061 10 0.984808 41422
195 43042 15 0.965926 41575
200 44415 20 0.939693 41737
205 46244 -20 0.939693 43455
210 47654 -15 0.965926 46030
215 49055 -10 0.984808 48310
220 50888 -5 0.996195 50694
225 55129 0 1 55129 116370
230 200000 5 0.996195 199239
235 200000 10 0.984808 196962
240 200000 15 0.965926 193185
245 200000 20 0.939693 187939
250 200000 -20 0.939693 187939
255 200000 -15 0.965926 193185
260 200000 -10 0.984808 196962
265 200000 -5 0.996195 199239
270 16588 0 1 16588 90492
275 5 0.996195 0
280 10 0.984808 0
285 15 0.965926 0
290 20 0.939693 0
295 -20 0.939693 0
300 -15 0.965926 0
305 -10 0.984808 0
310 -5 0.996195 0
315 0 1 0 0
320 5 0.996195 0
325 10 0.984808 0
330 15 0.965926 0
335 20 0.939693 0
Laporan Hidro-Oseanografi 19
Tabel 5 Distribusi Total Gelombang di Yapen Tahun 1998 - 2009.
Tinggi Gelombang (m)
Arah
< 0.5 0.5-1.0 1.0-1.5 1.5-2.0 2.0-2.5 > 2.5 Total
Utara 11.724 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 11.72
Timur Laut 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.00
Timur 2.275 0.203 0.006 0.000 0.000 0.003 2.49
Tenggara 4.436 1.785 0.276 0.011 0.004 0.000 6.51
Selatan 6.735 6.934 3.860 0.623 0.131 0.000 18.28
Barat Daya 3.543 1.138 0.352 0.165 0.093 0.000 5.29
Barat 2.689 0.310 0.061 0.023 0.008 0.000 3.09
Barat Laut 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.00
Bergelombang = 47.39
Tidak Bergelombang (calm ) = 18.39
Tidak Tercatat = 34.22
Total = 100.00
Untuk lebih lengkapnya mengenai tabel distribusi tinggi dan arah gelombang bulanan dapat dilihat
pada Lampiran B.
Laporan Hidro-Oseanografi 20
Gambar 17 Waverose di Yapen berdasarkan data angin BMKG Sorong 1998 - 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 21
Gambar 18 Waverose bulan Januari – Juni berdasarkan data angin BMKG Sorong 1998 - 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 22
Gambar 19 Waverose bulan Mei – Agustus berdasarkan data angin BMKG Sorong 1998 - 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 23
Gambar 20 Waverose bulan September–Desember berdasarkan data angin BMKG Sorong 1998 - 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 24
1.3.2 Analisis Gelombang Rencana
Tinggi gelombang rencana yang diperlukan sebagai data input dalam analisis gelombang
selanjutnya diperoleh dengan cara sebagai berikut:
o Dari hasil pasca-kiraan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan
periodanya untuk tiap arah yang mendatangkan gelombang, tiap tahun.
o Dari tabel tersebut untuk tiap tahun diambil gelombang terbesar, tidak peduli arahnya. Hasil
inventarisasi gelombang terbesar selama 10 tahun ini disajikan dalam bentuk tabel dengan
informasi mengenai arah gelombang sudah hilang dalam analisis selanjutnya.
o Dilakukan analisis harga ekstrim berdasarkan data gelombang terbesar tahunan yang telah
tersusun dari langkah sebelumnya. Dengan cara analisis harga ekstrim yang didasarkan pada
tinggi gelombang ini, maka informasi mengenai perioda gelombang hilang dalam langkah
selanjutnya.
o Analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri dari beberapa
distribusi yaitu Generelized Extreme Value, Normal, Log Normal, dan Gumbell. Analisis
frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau dengan
perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada suatu kurun waktu tertentu tidak
berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi terdapat suatu kemungkinan dalam 1000
tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10 tahunan.
o Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan nilai
gelombang rencana.
Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan.
1. Distribusi Normal
Distribusi normal disebut juga dengan Distribusi Gauss. Peubah acak (variabel random) pada
distribusi normal merupakan peubah acak yang kontinu. Fungsi kepadatan peluang distribusi
normal adalah sebagai berikut
Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi probabilitas
denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).
1 ln x 2
f (x) exp ; 0x
x 2 22
Laporan Hidro-Oseanografi 25
Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu dan . Nilai dari parameter
dan adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang terdistribusi sebagai rata-rata
dan varian . Persamaan dari nilai rata-rata dan varian dari distribusi Log Normal adalah
sebagai berikut:
2
Ex exp
2
Var x exp 2 2 exp 2 1
3. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan merupakan fungsi
distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992)
x u
F( x ) P( X x ) exp
x u
f ( x ) 1 exp exp ; - x
dimana:
s 6
u x 0.5772
Laporan Hidro-Oseanografi 26
2.0
Data Gelombang
1.8
Normal
1.6
Log Normal
1.4 Gumbel
Tinggi Gelombang (m)
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 21 Probabilitas Weibull untuk semua analisis distribusi gelombang arah Timur.
2.5
Data Gelombang
2.3
Normal
2.1
Log Normal
1.9 Gumbel
Tinggi Gelombang (m)
1.7
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 22 Probabilitas Weibull untuk semua analisis distribusi gelombang arah Tenggara.
Laporan Hidro-Oseanografi 27
2.5
Data Gelombang
2.3
Normal
2.1
Log Normal
1.9 Gumbel
Tinggi Gelombang (m)
1.7
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 23 Probabilitas Weibull untuk semua analisis distribusi gelombang arah Selatan.
2.9
Data Gelombang
2.7
Normal
2.5
Log Normal
2.3
Gumbel
2.1
Tinggi Gelombang (m)
1.9
1.7
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 24 Probabilitas Weibull untuk semua analisis distribusi gelombang arah Barat Daya.
Laporan Hidro-Oseanografi 28
2.5
Data Gelombang
2.3
Normal
2.1
Log Normal
1.9 Gumbel
Tinggi Gelombang (m)
1.7
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probabilitas Weibull
Gambar 25 Probabilitas Weibull untuk semua analisis distribusi gelombang arah Barat.
5.0
4.0
Tinggi Gelombang Signifikan (meter)
3.0
y = 0.0465x2.0078
2.0
1.0
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perioda Gelombang Signifikan (detik)
Laporan Hidro-Oseanografi 29
Tabel 6 Tinggi dan Periode Gelombang Untuk Berbagai Periode Ulang di Yapen.
Data elevasi muka air penting perairan Yapen yang diperlukan sebagai syarat batas dalam
pemodelan hidrodinamika. Untuk saat ini data pasang surut yang akan digunakan adalah data
pasang surut yang diperoleh melalui pengukuran di lapangan selama 15 hari.
290
270
250
230
PALM LAPANGAN (CM)
210
190
MSL = 190.737 cm
150
Data Ramalan
130
110
90
70
50
10-Feb
11-Feb
12-Feb
13-Feb
14-Feb
15-Feb
16-Feb
17-Feb
18-Feb
19-Feb
20-Feb
21-Feb
22-Feb
23-Feb
24-Feb
TANGGAL PENGAMATAN
Laporan Hidro-Oseanografi 30
Tabel 7 Rekapitulasi Elevasi Penting Pasang Surut di Yapen.
Angin yang berhembus mengakibatkan permukaan air laut yang mulanya tenang menjadi timbul
riak air atau gelombang kecil. Dengan bertambahnya kecepatan dan durasi hembusan maka riak
tersebut akan menjadi semakin besar kemudian membentuk gelombang. Pengukuran gelombang
dengan cara menganalisa data angin menggunakan data angin yang ada di laut, tetapi biasanya
data angin yang ada adalah data angin hasil pengukuran di darat.
Laporan Hidro-Oseanografi 31
Tabel 9 Nilai Ekstrem Kecepatan Angin Periode Ulang.
Nilai Ekstrim Kecepatan Angin (Knot)
Perioda
Ulang Timur Barat Barat
Utara Timur Tenggara Selatan Barat
Laut Daya Laut
Gambar 28 Windrose berdasarkan data angin BMKG Sorong Tahun 1998- 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 32
2.2 Output Pemodelan
Laporan Hidro-Oseanografi 33
Gambar 30 Input peta batimetri yang disumperimposekan dengan peta Google Earth .
Laporan Hidro-Oseanografi 34
Gambar 31 Pemodelan elevasi muka air kondisi eksisting pada saat kondisi pasang.
Laporan Hidro-Oseanografi 35
Gambar 32 Pemodelan elevasi muka air kondisi eksisting pada saat kondisi surut.
Laporan Hidro-Oseanografi 36
Gambar 33 Pemodelan arus kondisi eksisting pada saat kondisi pasang.
Laporan Hidro-Oseanografi 37
Gambar 34 Pemodelan arus kondisi eksisting pada saat kondisi surut.
Laporan Hidro-Oseanografi 38
Titik Pengamatan Palem Pasut
X: 695934.50 X: 695860.61
Y: 9798011.18 Y: 9798150.65
3.50
Pasang Surut Pengukuran
Pasang Surut Pemodelan
3.00
2.50
Tinggi Muka Air (m)
2.00
1.50
1.00
0.50
2/10/2019 0:00 2/12/2019 0:00 2/14/2019 0:00 2/16/2019 0:00 2/18/2019 0:00 2/20/2019 0:00 2/22/2019 0:00 2/24/2019 0:00
Laporan Hidro-Oseanografi 39
Kesimpulan pemodelan arus dan elevasi muka air untuk kondisi eksisting adalah sebagai berikut:
1. Jenis pasang surut di lokasi adalah jenis pasang surut Mixed Type, yang artinya bahwa dalam
satu hari bisa terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda.
2. Kondisi pemodelan elevasi muka air dan arus dilakukan untuk 2 kondisi yaitu kondisi pasang
dan kondisi surut
3. Pemodelan elevasi muka air saat surut dan pasang menghasilkan elevasi muka air yang
seragam di titik pengamatan yaitu antara 2.00 m – 2.50 m.
4. Pemodelan kecepatan arus saat surut dan pasang menghasilkan kecepatan yang seragam di titik
pengamatan yaitu antara 0.10 m/s – 0.16 m/s.
Berikut ini akan ditampilkan pemodelan matematik yang meliputi pemodelan gelombang dan
refraksi difraksi. Pemodelan gelombang ini tidak dilakukan per arah namun hasilnya akan
menampilkan tinggi gelombang hasil arah dominan karena salah satu input yang dipakai adalah
data angin periode panjang selama 10 tahun. Beberapa parameter yang merupakan output dari hasil
pemodelan ini adalah:
A. Data Angin
Angin yang berhembus mengakibatkan permukaan air laut yang mulanya tenang menjadi timbul
riak air atau gelombang kecil. Dengan bertambahnya kecepatan dan durasi hembusan maka riak
tersebut akan menjadi semakin besar kemudian membentuk gelombang. Pengukuran gelombang
dengan cara menganalisa data angin menggunakan data angin yang ada di laut, tetapi biasanya
data angin yang ada adalah data angin hasil pengukuran di darat.
Laporan Hidro-Oseanografi 40
Tabel 10 Distribusi Total Angin BMKG Sorong Tahun 1998 - 2009.
Arah Jumlah Jam Persentase
2 <5 5-10 10-15 15-20 > 20 Total <5 5-10 10-15 15-20 > 20 Total
Utara 4672 5217 1036 178 24 11127 4.44 4.96 0.98 0.17 0.02 10.58
Timur Laut 1147 1642 1009 148 11 3957 1.09 1.56 0.96 0.14 0.01 3.76
Timur 1640 679 81 5 9 2414 1.56 0.65 0.08 0.00 0.01 2.29
Tenggara 1816 2460 494 56 8 4834 1.73 2.34 0.47 0.05 0.01 4.60
Selatan 5399 7976 3187 675 176 17413 5.13 7.58 3.03 0.64 0.17 16.55
Barat Daya 2198 2217 598 66 19 5098 2.09 2.11 0.57 0.06 0.02 4.85
Barat 1895 944 80 15 3 2937 1.80 0.90 0.08 0.01 0.00 2.79
Barat Laut 1997 1242 109 11 6 3365 1.90 1.18 0.10 0.01 0.01 3.20
Berangin = 51145 = 48.62
Tidak Berangin = 11690 = 11.11
Tidak Tercatat = 42357 = 40.27
Total = 105192 = 100.00
2 Kecepatan angin dalam knot.
Laporan Hidro-Oseanografi 41
Gambar 37 Windrose berdasarkan data angin BMKG Sorong Tahun 1998- 2009.
B. Data Gelombang
Laporan Hidro-Oseanografi 42
Tabel 13 Tinggi dan Periode Gelombang Untuk Berbagai Periode Ulang di Yapen.
Gambar 38 Waverose di Yapen berdasarkan data angin BMKG Sorong 1998 - 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 43
3.2 Output Pemodelan
Laporan Hidro-Oseanografi 44
Gambar 39 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 2 tahun arah Barat.
Laporan Hidro-Oseanografi 45
Gambar 40 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 50 tahun arah Barat.
Laporan Hidro-Oseanografi 46
Gambar 41 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 2 tahun arah Barat Daya.
Laporan Hidro-Oseanografi 47
Gambar 42 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 50 tahun arah Barat Daya.
Laporan Hidro-Oseanografi 48
Gambar 43 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 2 tahun arah Selatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 49
Gambar 44 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 50 tahun arah Selatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 50
Gambar 45 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 2 tahun arah Tenggara.
Laporan Hidro-Oseanografi 51
Gambar 46 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 50 tahun arah Tenggara.
Laporan Hidro-Oseanografi 52
Gambar 47 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 2 tahun arah Timur.
Laporan Hidro-Oseanografi 53
Gambar 48 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi gelombang periode ulang 50 tahun arah Timur.
Laporan Hidro-Oseanografi 54
Tabel 14 Rekapitulasi Hasil Pemodelan Perambatan Gelombang.
Kriteria-kriteria yang termasuk dalam aspek teknis penentuan layout dermaga adalah sebagai
berikut:
1. Perairan
Kondisi fisik perairan berkaitan dengan keselamatan pelayaran, waktu tempuh dan navigasi.
Kondisi yang menjadi pertimbangan adalah ketenangan perairan, kedalaman perairan dan
basin, sedimentasi, tanah dasar dan keperluan alat navigasi.
Dalamnya perairan penyeberangan menjadi tolak ukur yang penting dalam penentuan lokasi
suatu pelabuhan. Dengan adanya perairan yang relatif dalam, kapal dengan ukuran besar dapat
berlabuh dan merapat di dermaga sehingga pelabuhan dapat memberikan pelayanan yang lebih
optimal dibandingkan dengan wilayah perairan yang relatif dangkal. Kedalaman perairan yang
dimaksud adalah jarak ke kedalaman yang diinginkan, makin kecil jarak tersebut makin baik.
Profil topografis (curam/landai) juga diperhitungkan dalam indikator ini. Kedalaman
penyeberangan yang terlalu curam maupun yang terlalu landai mengandung beberapa
kendala dalam hubungannya dengan pelaksanaan konstruksi pelabuhan, selain faktor biaya
konstruksi yang tentu lebih besar.
2. Muara
Muara secara umum adalah lokasi yang dangkal, sehingga tidak terlalu baik untuk penempatan
suatu pelabuhan. Selain itu, penyeberangan juga kerap memberikan pengaruh akan arus yang
cukup signifikan. Analisis penilaian akan diberikan terhadap lokasi rencana pelabuhan
berkaitan dengan keberadaan penyeberangan-penyeberangan tersebut. Lokasi pelabuhan yang
ideal berada tidak di sekitar Muara.
Laporan Hidro-Oseanografi 55
3. Tanah Dasar
Tanah dasar dapat menjadi faktor penting dalam menentukan baik tidaknya konstruksi
dermaga dan infrastruktur lainnya.
4. Alur Pelayaran
Alur pelayaran berasosiasi dengan alat bantu navigasi dan keselamatan pelayaran, makin baik
alur pelayaran maka makin sedikit alat bantu navigasi yang diperlukan dan makin terjaminnya
keselamatan pelayaran.
6. Daratan
a. Aksesibilitas
Aksesibilitas berkaitan dengan sistem transportasi darat yang ada, kelengkapan sarana dan
prasarana transportasi serta jaraknya ke pusat pengembangan wilayah.
b. Lahan
Ketersediaan lahan berkaitan dengan status penggunaan lahan, status kepemilikannya serta
faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat kemudahan untuk mengakuisisi lahan
untuk areal dermaga dan terminal.
c. Kondisi Topografi
Pada umumnya kondisi topografi yang dikehendaki adalah datar, sehingga memudahkan
dalam perencanaan dan pelaksanaannya serta biaya konstruksinya rendah dibandingkan
dengan yang topografinya berbukit-bukit.
Laporan Hidro-Oseanografi 56
1. Kapal Cargo 25.000 DWT
a. Panjang LOA : 177 m
b. Lebar : 23.4 m
c. Draft : 10 m
2. Kapal Cargo 3.000 DWT
a. Panjang LOA : 92 m
b. Lebar : 14.2 m
c. Draft : 5.7 m
Berdasarkan tabel diatas maka dermaga Yapen akan ditempatkan di kedalaman 13 m untuk
mengantisipasi kedatangan kapal kargo 25.000 DWT.
= + 3.98 m ≈ 4.00 m
Laporan Hidro-Oseanografi 57
4.1.3 Panjang Dermaga
Apabila dermaga digunakan oleh lebih dari satu tambatan kapal, di antara dua kapal yang berjajar
diberi jarak sebesar 15 m dan untuk setiap ujung dermaga diberikan jarak minimal 25. Secara
matematis, panjang dermaga untuk beberapa tambatan dinyatakan dalam persamaan berikut:
Lp = n × Loa + (n - 1) × 15 + 50
Namun karena jenis kapal yang akan merapat tidak sama tapi cukup jauh perbedaannya (25.000
DWT dan 3.000 DWT), maka perhitungan panjang dermaganya akan memakai sketsa diatas,
sehingga panjang total dermaga menjadi:
Laporan Hidro-Oseanografi 58
4.2 Justifikasi Layout Dermaga
Dalam menentukan layout dermaga ada beberapa hal penting yang harus menjadi pertimbangan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil analisis data gelombang yang di analisis dengan menggunakan data angin
BMKG Sorong 1998-2009 (Tabel 17), dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Melihat lokasi dermaga yang ada, maka gelombang yang akan datang hanya meliputi arah
Barat, Barat Daya, Selatan, Tenggara dan Timur.
2. Dari semua arah tersebut gelombang dengan tinggi diatas 0.5 m datang dari arah Tenggara,
Selatan, Barat Daya dan Barat. Arah-arah gelombang inilah yang harus diwaspadai karena
berpotensi mengganggu aktivitas bongkar muat di dermaga.
3. Jumlah prosentase tinggi gelombang diatas 0.5 m adalah sebesar 5.61%. Hal ini berarti jika
dalam setahun kegiatan bongkar muat berlangsung selama 360 hari maka ada sejumlah 20 hari
dimana kegiatan bongkar muat di dermaga tidak bisa dilakukan atau jika dilakukan sudah
tergolong berbahaya.
4. Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun badai. Kolam
di depan dermaga harus tenang untuk memungkinkan penambatan selama 95%-97,5%
dari hari atau lebih dalam satu tahun.Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang
di kolam di depan fasilitas tambatan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi
bongkar muat, yang dapat disajikan dalam tabel berikut
Laporan Hidro-Oseanografi 59
Tabel 18 Tinggi Gelombang Kritis di Pelabuhan.
Gambar 50 Waverose di Yapen berdasarkan data angin BMKG Sorong 1998 - 2009.
Laporan Hidro-Oseanografi 60
5. Berdasarkan waverose dan nilai tabulasi tinggi gelombang maka untuk penentuan layout harus
diusahakan sebisa mungkin sejajar dengan arah gelombang ekstrem, yang dalam hal ini
gelombang ekstre datang dari arah Tenggara, Selatan, Barat Daya dan Barat. Namun tentunya
tidak mungkin bentuk layout dermaga harus mengakomondir semua arah gelombang ekstrem
yang terjadi, oleh karena itu bentuk layout akan diarahkan sejajar dengan kontur yang ada.
6. Jika bentuk layout disesuaikan sejajar dengan kontur maka gelombang dari Barat, dan Barat
Daya akan datang membentuk sudut yang kecil sehingga tidak akan terlalu menggangu
kegiatan bongkar muat dan kondisi dermaga dalam hal ini fender akan lebih awet.
7. Keuntungan lain dengan bentuk layout sejajar kontur ini juga bisa menghemat biaya konstruksi
karena semua tiang pancang akan terletak di kedalaman maksimal di kontur -13.0.
Laporan Hidro-Oseanografi 61
Timur
Barat
Selatan
Laporan Hidro-Oseanografi 62
4.3 Pemodelan Arus dan Elevasi Muka Air Kondisi Rencana
Laporan Hidro-Oseanografi 63
Gambar 54 Superimpose peta layout dengan peta Google Earth.
Laporan Hidro-Oseanografi 64
Gambar 55 Pemodelan elevasi muka air kondisi rencana pada saat pasang.
Laporan Hidro-Oseanografi 65
Gambar 56 Pemodelan elevasi muka air kondisi rencana pada saat surut.
Laporan Hidro-Oseanografi 66
Gambar 57 Pemodelan arus kondisi rencana pada saat pasang.
Laporan Hidro-Oseanografi 67
Gambar 58 Pemodelan arus kondisi rencana pada saat surut.
Laporan Hidro-Oseanografi 68
3.50
Pasang Surut Pengukuran
Pasang Surut Pemodelan
3.00
2.50
Tinggi Muka Air (m)
2.00
1.50
1.00
0.50
2/10/2019 0:00 2/12/2019 0:00 2/14/2019 0:00 2/16/2019 0:00 2/18/2019 0:00 2/20/2019 0:00 2/22/2019 0:00 2/24/2019 0:00
Laporan Hidro-Oseanografi 69
Point 3
X: 696149.07
Y: 9797938.89
Point 2
X: 695964.82
Point 1 Y: 9797880.07
X: 695797.93
Y: 9797831.87
Laporan Hidro-Oseanografi 70
Gambar 61 Nilai elevasi muka air di titik pengamatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 71
Gambar 62 Nilai kecepatan arus di titik pengamatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 72
Kesimpulan pemodelan arus dan elevasi muka air untuk kondisi rencana adalah sebagai berikut:
1. Jenis pasang surut di lokasi adalah jenis pasang surut Mixed Type, yang artinya bahwa dalam
satu hari bisa terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda.
2. Kondisi pemodelan elevasi muka air dan arus dilakukan untuk 2 kondisi yaitu kondisi pasang
dan kondisi surut
3. Pemodelan elevasi muka air saat surut dan pasang menghasilkan elevasi muka air yang
seragam di titik pengamatan yaitu antara 1.50 m – 2.50 m.
4. Pemodelan kecepatan arus saat surut dan pasang menghasilkan kecepatan yang seragam di titik
pengamatan yaitu antara 0.10 m/s – 0.15 m/s.
Berikut ini akan ditampilkan pemodelan matematik yang meliputi pemodelan gelombang dan
refraksi difraksi. Pemodelan gelombang ini tidak dilakukan per arah namun hasilnya akan
menampilkan tinggi gelombang hasil arah dominan karena salah satu input yang dipakai adalah
data angin periode panjang selama 10 tahun. Beberapa parameter yang merupakan output dari hasil
pemodelan ini adalah:
Laporan Hidro-Oseanografi 73
Gambar 63 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 2 tahun arah Barat.
Laporan Hidro-Oseanografi 74
Gambar 64 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 50 tahun arah Barat.
Laporan Hidro-Oseanografi 75
Gambar 65 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 2 tahun arah Barat Daya.
Laporan Hidro-Oseanografi 76
Gambar 66 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 50 tahun arah Barat Daya.
Laporan Hidro-Oseanografi 77
Gambar 67 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 2 tahun arah Selatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 78
Gambar 68 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 50 tahun arah Selatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 79
Gambar 69 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 2 tahun arah Tenggara.
Laporan Hidro-Oseanografi 80
Gambar 70 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 50 tahun arah Tenggara.
Laporan Hidro-Oseanografi 81
Gambar 71 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 2 tahun arah Timur.
Laporan Hidro-Oseanografi 82
Gambar 72 Pemodelan perambatan gelombang untuk kondisi rencana periode ulang 50 tahun arah Timur.
Laporan Hidro-Oseanografi 83
1.50
1.30
Point 1 (2 Tahun)
Point 2 (2 Tahun)
Point 3 (2 Tahun)
1.10
Point 1 (50 Tahun)
Point 2 (50 Tahun)
Tinggi Gelombang (m)
0.90
0.70
0.50
0.30
2/10/2019 0:00 2/10/2019 2:24 2/10/2019 4:48 2/10/2019 7:12 2/10/2019 9:36 2/10/2019 12:00 2/10/2019 14:24
Gambar 73 Nilai tinggi gelombang di titik pengamatan untuk kondisi rencana periode ulang 2 dan 50 tahun arah Barat.
Laporan Hidro-Oseanografi 84
3.80
3.30
1.80
1.30
0.80
0.30
2/10/2019 0:00 2/10/2019 2:24 2/10/2019 4:48 2/10/2019 7:12 2/10/2019 9:36 2/10/2019 12:00 2/10/2019 14:24
Gambar 74 Nilai tinggi gelombang di titik pengamatan untuk kondisi rencana periode ulang 2 dan 50 tahun arah Barat Daya.
Laporan Hidro-Oseanografi 85
3.30
2.80
Point 1 (2 Tahun)
2.30 Point 2 (2 Tahun)
Point 3 (2 Tahun)
Tinggi Gelombang (m)
1.30
0.80
0.30
2/10/2019 0:00 2/10/2019 2:24 2/10/2019 4:48 2/10/2019 7:12 2/10/2019 9:36 2/10/2019 12:00 2/10/2019 14:24
Gambar 75 Nilai tinggi gelombang di titik pengamatan untuk kondisi rencana periode ulang 2 dan 50 tahun arah Selatan.
Laporan Hidro-Oseanografi 86
3.30
2.80
2.30
Point 1 (2 Tahun)
Tinggi Gelombang (m)
Point 2 (2 Tahun)
Point 3 (2 Tahun)
1.80 Point 1 (50 Tahun)
Point 2 (50 Tahun)
Point 3 (50 Tahun)
1.30
0.80
0.30
2/10/2019 0:00 2/10/2019 2:24 2/10/2019 4:48 2/10/2019 7:12 2/10/2019 9:36 2/10/2019 12:00 2/10/2019 14:24
Gambar 76 Nilai tinggi gelombang di titik pengamatan untuk kondisi rencana periode ulang 2 dan 50 tahun arah Tenggara.
Laporan Hidro-Oseanografi 87
1.70
Point 1 (2 Tahun)
Point 2 (2 Tahun)
Point 3 (2 Tahun)
1.50
Point 1 (50 Tahun)
Point 2 (50 Tahun)
Point 3 (50 Tahun)
1.30
Tinggi Gelombang (m)
1.10
0.90
0.70
0.50
0.30
2/10/2019 0:00 2/10/2019 2:24 2/10/2019 4:48 2/10/2019 7:12 2/10/2019 9:36 2/10/2019 12:00 2/10/2019 14:24
Gambar 77 Nilai tinggi gelombang di titik pengamatan untuk kondisi rencana periode ulang 2 dan 50 tahun arah Timur.
Laporan Hidro-Oseanografi 88
LAMPIRAN A
Laporan Hidro-Oseanografi 89
Kejadian Angin di Yapen pada Bulan Januari 1998-2009
Laporan Hidro-Oseanografi 90
Kejadian Angin di Yapen pada Bulan April 1998-2009
Laporan Hidro-Oseanografi 91
Kejadian Angin di Yapen pada Bulan Juli 1998-2009
Laporan Hidro-Oseanografi 92
Kejadian Angin di Yapen pada Bulan Oktober 1998-2009
Laporan Hidro-Oseanografi 93
LAMPIRAN B
Laporan Hidro-Oseanografi 94
Persentase Kejadian Gelombang pada Bulan Januari 1998-2009
di Lepas Pantai Yapen
Laporan Hidro-Oseanografi 95
Persentase Kejadian Gelombang pada Bulan April 1998-2009
di Lepas Pantai Yapen
Laporan Hidro-Oseanografi 96
Persentase Kejadian Gelombang pada Bulan Juli 1998-2009
di Lepas Pantai Yapen
Laporan Hidro-Oseanografi 97
Persentase Kejadian Gelombang pada Bulan Oktober 1998-2009
di Lepas Pantai Yapen
Laporan Hidro-Oseanografi 98