Anda di halaman 1dari 18

1.

SUKU SUNDA DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAANNYA

2.1 Sistem Religi dan Upacara Keagamaan Kebudayaan Sunda


Sebagain besar masyarakat suku Sunda menganut agama Islam, namun ada pula yang
beragama Kristen, Hindu, Budha, dll.  Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat, karena
bagi mereka kewajiban beribadah adalah prioritas utama.  Contohnya dalam menjalankan
ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu.  Mereka juga masih
mempercayai adanya kekuatan gaib. Terdapat juga adanya upacara-upacara yang
berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah, menanam
padi, dan lain-lainnya.
Suasana kehidupan sehari-hari, pendidikan dan kebudayaannya penuh dengan nilai-
nilai keislaman.   Masyarakat Sunda pada umumnya yang ada di pedesaan masih kuat
kepercayaannya pada mitos dan takhayul.  Mereka datang ke makam-makam suci sebagai
tanda kaul atau penyampaian permohonan atau meminta restu sebelum mengadakan suatu
usaha pesta atau perkawinan.
Dilihat dari sudut pelaksanaan dari kehidupan beragama, upacara selamatan
merupakan suatu upacara terpenting.  Aspek yang harus diperhatikan dalam upacara tersebut
yang pertama yaitu aspek waktu.  Bilamana selamatan itu diadakan, di Priangan biasanya
dilakukan pada kamis sore, malam Jumat.  Kemudian mengenai orang – orang yang
diundang  adalah segi yang lain yaitu para tetangga.  Biasanya undangan dilakukan secara
lisan dengan cara mendatangi rumah yang diundang.  Biasanya anggota kerabat laki-laki dari
keluarga itu yang datang.  Pada umumnya pakaian yang dikenakan adalah sarung dengan
menggunakan kopiah.  Selamatan hanya dapat berlangsung kalau ada orang yang dapat
menyampaikan doa atau sering disebut dengan modin.  Upacara dimulai dengan
mengucapkan Alfatihah dan diakhiri lagi dengan Alfatihah pula. 

2.2 Sistem Organisasi dan Kemasyarakat Masyarakat Sunda


Sistem merupakan kumpulan dari beberapa subsistem yang terakumulasi kedalam
sebuah kesepakatan bersama yang bersifat abstrak. Sistem tersebut mengandung nilai dan
kebutuhan yang kooperatif.  Masyarakat adalah kelompok manusia sebagai individu yang
hidup bersama di satu wilayah strategis berdasarkan pada nilai-nilai bersama untuk mencapai
tujuan bersama. Sistem organisasi masyarakat Sunda berarti kesepakatan abstrak yang
dimiliki oleh masyarakat Sunda.  Masyarakat Sunda terdiri atas kelompok-kelompok kecil
(individu). Pengorganisasian masyarakat Sunda ditentukan oleh sistem yang mengatur
masyarakat Sunda itu.
Secara natural, ia lahir sebagai makhluk yang tanpa daya upaya. Oleh karena itu,
sangatlah penting sebuah sistem dalam pergumulan kehidupan sosial umat manusia. Dalam
hal ini, masyarakat Sunda telah membuat sistem organisasi kemasyarakatannya secara
bersama, dan diakui serta dijalankan secara sukarela.  Akal, rasa, dan karsa yang merupakan
unsur kekuatan jiwa manusia dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat itu
sendiri.  Oleh karenanya, manusia hidup dalam kelompok yang menggunakan pola
pengaturan yang sistematis (sistem kemasyarakat).
Di daerah datar, jarak antara rumah makin besar, begitu juga pekarangannya. Pola
kampung seperti ini lebih diperlukan untuk menjaga tanaman pekarangan dari gangguan
binatang. Berdasarkan pengelompokan rumah-rumah dan sarana lainnya dihubungkan dengan
jalan raya, sungai dan lembah, pantai sebagai indikator, maka pola desa di Jawa Barat
(Sunda) dapat dibagi menjadi:

1. Desa linier; kampung desa yang berkelompok memanjang mengikuti alur jalan desa.
2. Desa radial; kampung desa yang berkelompok pada persimpangan jalan.
3. Desa di sekitar alun-alun atau lapangan terbuka, pola ini dianggap imitasi dalam
bentuk kecil dari kota kabupaten atau kota kecamatan.

Dalam pola desa yang menyebar, yang letaknya tersebar, biasanya penyediaan fasilitas
desa terpusat di sekitar bale desa. Hal ini mengakibatkan warga desa memerlukan waktu yang
cukup lama bila akan pergi ke sekolah, pasar, masjid, desa atau puskesmas. Selain itu,
biasanya letak rumah penduduk berjauhan sehingga hidup bertetangga agak terbatas pada
rumah yang saling berdekatan.

2.3 Sistem Pengetahuan Masyarakat Sunda


Fasilitas yang cukup memadai dalam bidang pengetahuan maupun informasi
memudahkan masyarakat dalam memilih institusi pendidikan yang akan mereka masuki
dalam berbagai jenjang. Seperti pada permulaan masa kemerdekaa di Jawa Barat terdapat
358.000 murid sekolah dasar, kemudian pada tahun 1965 bertambah menjadi 2.306.164
murid sekolah dasar. Jadi berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%. Pada saat ini pada era
ke- 20 disetiap ibukota kabupaten telah tersedia universitas-universitas, fakultas-fakultas, dan
cabang-cabang universitas.

2.4 Sistem Bahasa Masyarakat Sunda


Bahasa Sunda (Basa Sunda, dalam aksara Sunda Baku ditulis ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ) adalah
sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini
dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan penutur terbanyak kedua
di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Bahasa Sunda dituturkan di sebagian besar provinsi Jawa
Barat (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi di mana penutur
bahasa ini semakin berkurang), melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di
wilayah Brebes dan Majenang, Cilacap Jawa Tengah, dan di kawasan selatan
provinsi Banten.
2.5 Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Sunda
Jika dilihat dari segi letak goegrafis, masyarakat Sunda lebih banyak bermata
pencaharian berkebun, karena banyak daerah yang berudara dingin seperti Bandung dan
Bogor. Salah satu contoh yang dapat kami utarakan yaitu masyarakat di daerah Ciwidey,
mereka lebih memilih untuk membuat kebun Strawberry sendiri di halaman rumah mereka.
Begitu juga di salah satu kota kecil di Bandung yaitu Lembang, jika kita pergi kesana, kita
akan banyak menemukan banyak kebun teh yang terbentang luas.
Meskipun masyarakat Sunda banyak yang bermata pencaharian berkebun, tetapi ada
juga yang bermata pencaharian bertani seperti di Karawang. Di daerah tersebut masih banyak
lahan pertanian yang luas dan sebagian besar masyarakat di daerah karawang bekerja sebagai
petani.
Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda adalah
1. Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
2. Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran.
3. Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.

Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata
pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.  Sistem ekonomi modern masyarakat
Sunda. Jika kita pergi ke daerah Bandung kita akan banyak menemukan berbagai macam
toko busana seperti factory outlet, clothing, distro, butik-butik, dan lain-lain. Bisa dikatakan
Bandung adalah kota mode Indonesia yang dijuluki Paris Van Java. Kehidupan
perekonomian di daerah Jawa Barat sudah terlelu kompleks oleh berbagai macam aspek
kehidupan ekonomi, kota, desa, perkebunan dan sebagainya. Kota-kota di Jawa Barat
berfungsi sebagai pusat perdagangan transitor dari kota-kota ini abahan mentah diteruskan ke
kota-kota pelabuhan seperti : Jakarta, Cirebon, dan Cilacap kemudian dikirim keluar negeri,
sesuai dengan fungsi ini, kota menjadi pusat peredaran uang dalam volume relatif besar.

2.6 Sistem Teknologi Masyarakat Sunda


Hasil-hasil teknologi terkini sangat mudah didapatkan seperti alat-alat yang
digunakan untuk pertanian yang dasa jaman dulu masih menggunakan alat-alat tradisional,
kini sekarang telah berubah menggunakan alat-alat modern, seperti traktor dan mesin
penggiling padi. Disamping itu juga sudah terdapat alat-alat telekomunikasi dan barang
elektronik modern.
  
2.7  Sistem Kesenian Masyarakat Sunda
Budaya sunda memiliki banyak kesenian, diantaranya adalah:
 1. Seni tari : tari jaipong, tari merak, tari topeng
Adapun seni tari dalam suku sunda
a. TARI JAIPONGAN
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipongan
adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong
sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen karena merupakan modifikasi atau
pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu.

b. TARI MERAK
Merak yaitu binatang sebesar ayam, bulunya halus dan dikepalanya memiliki seperti
mahkota. Kehidupan merak yang selalu mengembangkan bulu ekornya agar menarik burung
merak wanita meninspirasikan R. Tjetje Somantri untuk membuat tari Merak ini.
Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian yang dipakai penarinya
memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna
bulu-bulu merak; hijau biru dan/atau hitam. Ditambah lagi sepasang sayapnya yang
melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Gambaran merak bakal jelas
dengan memakai mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya.

c. TARI TOPENG
Tari Topeng Priangan merupakan buah karya maestro tari Sunda Nugraha Soradiredja. 
Dalam Tari Topeng terdapat 5 karakter utama atau lebih terkenal dengan TOPENG 5 Watak
yaitu :
1)   Topeng Panji yang menceritakan awal kehidupan manusia, sehingga topeng yang dipakai
berwarna putih bersih dan gerakannya yang lebih halus dan lembut. Bahkan hampir tidak
ada gerakan berjalan.
2)   Topeng Samba atau Pamindo lebih lincah dalam gerakan karena lebih menampilkan kisah
masa kanak-kanak.
3)   Topeng Rumi yang merupakan tarian dengan pase manusia telah meningkat ke akhir
baligh sehingga gerakan yang lincah dan lembut berbaur menjadi satu.
4)   Topeng Patih atau Tumenggung menampilkan sosok manusia dewasa dengan gerakan
yang lebih tegas.
5)   Topeng Kelana atau Rahwana menggambarkan tentang amarah pada diri manusia
sehingga setiap gerakannya tegas dan memerlukan tenaga lebih besar dari watak yang
lainnya.
2. SUKU JAWA DAN UNSUR –UNSUR KEBUDAYAANNYA
Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan
ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata
lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku
bangsa.
Disini, saya mencoba untuk peduli dengan budaya dari mana kami berasal yaitu jawa.
Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan, kami mencoba merangkum berbagai tulisan
yang berkaitan dengan budaya Jawa dari berbagai sumber

A.   Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena
kesadaran bahwa ada makluk yang lebih dan Maha Kuasa. Sehubungan dengan agama yang
dianut, entah agama Islam, Kristen, Protestan, Hindu, dan Budha sikap keagamaan rata-rata
manusia Jawa boleh dikata nominal dalam arti, bahwa manusia Jawa tidak saleh sepenuhnya
dengan mengecualikan sudah tentu orang-orang yang memang benar-benar beriman.
 Bila para Muslim dan muslimat di jawa Tengah dan jawa Timur biasanya berkelompok
di sebuah kampung bernama Kauman yang berada di sekitar masjid. Maka orang-orang yang
beragama Protestan dan Katolik berkelompok sebagai jemaah dalam suatu organisasi yang
berhubungan dengan gereja mereka masing-masing.
Kenyataan bahwa sebelum agama Islam dan agama Kristen masuk di Indonesia telah
sampai lebih dahulu di negri ini yaitu agama Hindu dan agama Budha, maka bisa dimengerti
kalau penduduk pulau jawa telah terpengaruhi oleh agama Hindu dan agama Budha sebelum
belajar agama Islam, Protestan, dan Katolik. Agama Hindu dan agama Budha yang berasal
dari India itu berada di dalam tingkat terbawah dan tertua di dalam tumpukan lapisan agama
yang terdapat di jawa Tengah dan Jawa Timur.

B.   Sistem Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan, akan dibahas mengenai pelapisan sosial. Dalam sistem
kemasyarakatan Jawa, dikenal 4 tingkatan yaitu Priyayi, Ningrat atau Bendara, Santri dan
Wong Cilik.
1.      Ningrat
Ningrat atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa. Pada tingkatan ini
biasanya diisi oleh para anggota keraton, atau kerabat-kerabatnya, baik yang memiliki
hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat akibat pernikahan. Bendara pun memiliki
banyak tingkatan juga di dalamnya, mulai dari yang tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini
dapat dengan mudah dilihat dari gelar yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.

2.      Priyayi
Priyayi ini sendiri konon berasal dari dua kata bahas Jawa, yaitu “para” dan “yayi” atau yang
berarti para kaum terdidik. Dalam istilah kebudayaan Jawa, istilah priyayi ini mengacu
kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan masyarakat biasa setelah Bendara atau ningrat
karena memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya kaum priyayi ini
terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya.
3.      Santri
Yang ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak hanya merujuk kepada seluruh
masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih mengacu kepada para muslim
yang taat dengan beragama, yaitu para santri yang belajar di pondok-pondok yang memang
banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.
4.      wong cilik
wong cilik atau golongan masyarakat biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan
sosial. Biasanya golongan masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai petani atau
buruh. Golongan wong cilik pun dibagi lagi menjadi beberapa golongan kecil lain yaitu:
a. Wong Baku: golongan ini adalah golongan tertinggi dalam golongan wong cilik,
     biasanya mereka adalah orang-orang yang pertama mendiami suatu desa, dan   
     memiliki sawah, rumah, dan juga pekarangan.
b.      Kuli Gandok atau Lindung : masuk di dalam golongan ini adalah para lelaki yang telah
menikah, namun tidak memiliki tempat tinggal sendiri, sehingga ikut menetap di tempat
tinggal mertua.
c.       Joko, Sinoman, atau Bujangan : di dalam golongan ini adalah semua laki-laki yang belum
menikah dan masih tinggal bersama orang tua, atau tinggal bersama orang lain. Namun,
mereka masih dapat memiliki tanah pertanian dengan cara pembelian atau tanah warisan.

Selain pelapisan sosial masyarakat, dalam sistem kemasyarakatan ini kami akan
membahas tentang bentuk desa sebagai kesatuan masyarakat terkecil setelah rt dan rw yang
umum ditemui di masyarakat Jawa.
Desa-desa di Jawa umumnya dibagi-bagi menjadi bagian-bagian kecil yang disebut
dengan dukuh, dan setiap dukuh dipimpin oleh kepala dukuh. Di dalam melakukan tugasnya
sehari-hari, para pemimpin desa ini dibantu oleh para pembantu-pembantunya yang disebut
dengan nama Pamong Desa. Masing-masing pamong desa memiliki tugas dan perananya
masing-masing. Ada yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban desa,
sampai dengan mengurus masalah perairan bagi lahan pertanian warga.

C.   Sistem Pengetahuan

Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada hingga
saat ini adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa menurut kelompok
para ahli, adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan
oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya islam,
Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan sedikit adanya pengaruh budaya barat. Namun tetap
dipertahankan penggunaanya hingga saat ini. Walaupun penggunaanya yang cukup rumit,
tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena di dalamnya
berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari
(sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang kita
kenal saat ini, dan sistem pancawara yang mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan
kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, sultan agung, raja
kerajaan mataram, yang sedang berusaha menyebarkan agama Islam di pulau Jawa,
mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya menggunakan sistem kalender Hijriah,
namun angka tahun Hijriah tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat
itu adalah tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.

D.    Bahasa

Banyak orang yang beranggapan kalau bahasa Jawa hanya sebagai bahasa ibu dan
bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat suku Jawa. Tetapi ternyata di dalamnya pun dikenal
berbagai macam tingkatan dan undhak-undhuk basa. Sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu
asing, mengingat beberapa bahasa lain yang berada dalam rumpun austronesia pun dikenal
undhak-undhuk dalam berbahasa.

1.      Bahasa lisan.
Bahasa Jawa yang satu asal dengan bahasa di sekitar pulau Jawa, seperti Bahasa
Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Philipina, dan sebagainya. Menurut
penelitian para ahli bahasa, terutama yang dilakukan oleh Pater J.W. Smith sarjana asal
Autria, bahasa-bahasa di Indonesia telah berhasil Ia petakan.

Menurut Pater J.W. Smith Bahasa-bahasa di Indonesia dibedakan menurut  dua mata
angin. Bahasa-bahasa di sebelah barat dan di sebelah utara.
a.       Bahasa-bahasa di sebelah barat dan di sebelah utara meliputi:
1)      Di Jawa: Bahasa Jawa, Bahasa Sunda dan Bahasa Madura.
2)      Di Pulau Sumatra dan pulau-pulau di sekitarnya: Bahasa Melayu, Bahasa Batak, Bahasa
Aceh, Bahasa Lampung, Bahasa Nias, dan lain-lain.
3)      Di Kalimantan: Bahasa Dayak.
4)     Di Sulawesi: Bahasa Makasar, Bahasa Bugis, Bahasa Tombulu, Bahasa
    Tonse, Bahasa Tondano, dan lain-lain.
b.      Bahasa-bahasa di sebelah timur.
Adapun bahasa-bahasa di sebelah timur adalah bahasa-bahasa yang terdapat di pulau-
pulau kecil di sebelah timur Pulau Jawa hingga pulau-pulau di sekitar Kupang, dan
sebagainya. Bahasa-bahasa tersebut adalah:
1)      Bahasa Bali
2)      Bahasa Sasak
3)      Bahasa Sumba
4)      Bahasa Bima
5)      Bahasa Sumbawa
6)      Bahasa Rotai
7)      Bahasa timur, dan lain-lain
Bahasa-bahasa di Indonesia dan wilayah sekitarnya pada awalnya merupakan satu asal.
Jika kemudian terpecah-pecah menjadi berbagai macam-macam bahasa, terutama disebabkan
oleh karena Indonesia terdiri dari berbagai banyak pulau. Keadaan geografis tersebut
menyebabkan berkurangnya pengaruh bahasa satu dengan yang lain. Hal ini juga
menyebabkan bergeser dan berubahnya sebuah kata, pengertian dan maksudnya.
Bergeser  dan berubahnya ini juga menyebabkan perbedaan cara menyusun kata dan kalimat,
sehingga muncul bermacam-macam cengkok bahasa(dialeg). Sehingga sama-sama Bahasa
Jawa tempat tempat satu dengan yang lain cengkoknya tidak sama baik itu hal baiknya, kasar
atau halusnya. Menurut beberapa pendapat sampai saat ini, cengkok bahasa jawa yang
dianggap baik dan halus adalah:
a.       Cengkok Surakarta.
b.      Cengkok Ngayogyakarta.
Pendapat yang demikian itu sudah semestinya, karena di situ tempat orang-orang yang
mengolah keindahan bahasa sehingga pantaslah jika kedua tempat itu bahasanya masih
dianggap murni. Tentu saja semua bahasa harus benar cara menyusun kata, cengkok, dan
sususanan kalimatnya.
E.    Seni Kesenian
 Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia, manusia juga memerlukan sesuatu yang
dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
Sejak zaman prasejarah orang jawa telah mengenal seni. Pada mulanya orang jawa mulai
membuat seni seperti cincin, kalung, gelang, patung-patung kecil dan lain-lain. Awal
mulanya hasil karya yang dibuat oleh orang jawa dipakai untuk peralatan upacara
persembahan kepada yang gaib.
Selain dipakai untuk peralatan upacara persembahan kepada yang gaib orang jawa
membuat seni bertujuan untuk mengungkapkan rasa seni, rasa takut, rasa hormat, rasa
senang, rasa haru dan sebagainya. Kronologinya lahirnya seni ditengah-tengah orang jawa
sebagai berikut; dahulu pada waktu ada acara ritual penebangan pohon peserta upacara yang
bekerjasama melakukan penebangan pohon besar itu. Dalam pelaksanaan upacara
penebangan pohon tersebut para peserta menghias diri dengan mengoleskan warna-warna
alam pada badan dan lengan mereka. Tidak jarang peserta dalam upacara ritual penebangan
pohon tersebut mengenakan bulu-bulu dan daun-daun untuk menghias kepala serta tubuh
mereka.

F.    Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi

Aktivitas ekonomi tidak hanya tercemin dalam keagamaan tetapi juga dalam
kehidupan perdagangan. Prasasti-prasasti jawa Tengah180 yang berasal dari abad ke-10
kecuali menyebutkan adanya kelompok pedagang lokal, juga pedagang asing. Pedagang asing
tersebut pada umumnya berasal dari Asia Selatan, Asia Tenggara daratan seperti Benggala,
Karnataka, Sailan, dan Campa.
1.      Pada masa kerajaan Hindu-Budha
Pada abad ke-10 di daerah pesisir Jawa tengah mulai muncul bandar-bandar
internasional atau “Kota-kota pelabuhan” mulai tumbuh, salah satu tempat di Jawa Tengah
adalah di daerah Wurari, sedangkan di Jawa Timur di sekitar Tuban atau disekitar lembah
Sungai Brantas yang lebih dikenal dengan daerah Ujung Galuh (Rahardjo 1991 Schrieke
1957: 295-297)
Yang mengejutkan pedagang-pedagang asing pada umumnya memiliki statusnya yang
tinggi tetapi pada masa ini pedagang asing ternyata dinilai memiliki status yang rendah atau
sama dengan penduduk desa dan tidak disukai kehadiranya, karena status ini agaknya benar
kalau golongan dari pedagang asing ini tidak begitu diharapkan kehadirannya. Karena
pedagang asing ini dianggap memberikan pengaruh besar dalam aspek intelektualnya
sebagaimana tercermin dalam seni, arsitektur, agama, pemerintahan dan sastra (cf. Jones
1984 6-25)
2.      Pada masa kerajaan Islam
Islam adalah agama orang kota yang memilki aturan-aturan yang dirancang untuk
memenuhi tuntutan komonitas komersial. Tatanan pemukimanya juga mencerminkan
orientasi penduduknya yang memiliki semangat dagang yang tinggi. Dua titik pusat
kegiatannya di kota, adalah mesjid sebagai pusat kegiatan spiritual dan inteletual,  dan pasar
sebagai pusat komersial(Grunebaum 1955: 1-2)
Dengan masuknya agama Islam di tanah jawa menyebabkan perdagangan  kota-kota di
jawa mulai berkembang. Pusat kegiatan ekonomi yang paling menonjol di jawa terutama di
sepanjang pantai utara Jawa, khususnya di kota-kota Tuban, Gresik, Surabaya, Jepara dan
juga di Banten ujung barat.

G.   Sistem peralatan hidup atau teknologi

Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu
yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam
makhluk hidup yang lain. Sistem Sistem peralatan hidup atau teknologi ini terbagi menjadi 3
bagian: yaitu sistem bangunan, sistem transportasi, sistem logam.
1.      sistem bangunan
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan
hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat
yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka,
khususnya rumah tinggal. Ada beberapa  jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku
Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan,
adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah
yang dihunu oleh golongan rakyat jelata.

Salah satu seni bangunan yang terkenal dari kebudayaan Jawa adalah Candi
Borobudur. Bukti kecanggihan teknologi dan arsitektur Borobudur adalah candi yang
diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari
wangsa Syailendra. Borobudur merupakan bangunan candi yang memukau.

2.      Transportasi
a.       Kapal Jung
Kapal Jung Jawa adalah teknologi kapal raksasa buatan orang –orang jawa. Jauh
sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga
bola dunia.
b.      Andong
Andong merupakan salah satu alat transportasi tradisional di Solo dan Yogyakarta dan
daerah-daerah di sekitarnya, seperti Klaten, Karanganyar, Boyolali, Sragen, dan Sukoharjo.
Keberadaan Andong sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan ciri khas
kebudayaan tersendiri yang hingga kini masih terus dilestarikan, khususnya di Solo.
3.      Logam
Keris adalah kecanggihan teknologi penempaan logam Teknologi logam sudah lama
berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah mengenal berbagai kualitas
kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran
masyarakat di masa lampau. Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor.
3. SUKU BATAK DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN BATAK

A.      Kebudayaan Batak
Orang Batak dewasa ini untuk bagian terbesar mendiami wilayah Sumatra
Utara. Mulai dari perbatasan daerah istimewa Aceh di utara sampai perbatasan dengan
Riau dan Sumatra barat di sebelah Selatan. Selain daripada itu, orang Batak juga
mendiami tanah datar yang berada diantara pegunungan dengan pantai timur Sumatra
utara dan pantai barat Sumatra utara. Dengan demikian maka orang batak ini
mendiami dataran Tinggi karo,Langkat hulu, Deli hulu, Serdang hulu, Simalungun,
Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, dan Mandailing dan kabupaten tapanuli
Tengah.

B.      Unsur-unsur Kebudayaan Batak

1.  Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa
logat, ialah: (1) Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang
dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat
Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing. Di antara keempat logat
tersebut, dua yang paling jauh jaraknya satu dengan lain adalah logat Karo dan Toba.

       2.  Sistem Pengetahuan
            Sistem pengtahuan masyarakat Batak tampak pada perubahan-perubahan musim yang
diakibatkan oleh siklus alam, misalnya musim hujan dan musim kemarau. Perubahan dua
jenis musim tersebut dipelajari masyarakat Batak sebagai pengetahuan untuk keperluan
bercocok tanam.
     Selain pengetahuan tentang perubahan musim, masyarakat suku Batak juga
menguasai konsep pengetahuan yang berkaitan dengan jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar
mereka. Pengetahuan tersebut sangat penting artinya dalam membantu memudahkan
hidup mereka sehari-hari, seperti makan, minum, tidur, pengobatan, dan sebagainya.Jenis
tumbuhan bambu misalnya dimanfaatkan suku masyarakat Batak untuk membuat tabung
air, ranting-ranting kayu menjadi kayu bakar, sejenis batang kayu dimanfaatkan untuk
membuat lesung dan alu, yang kegunaannya untuk menumbuk padi.

3. Organisasi Sosial
  Sistem kekerabatan orang Batak adalah patrilineal, yaitu menurut garis keturunan
ayah.Dalam berhubungan antara yang satu dengan yang lain pada masyarakat Batak,
mereka harus mampu menempatkan dirinya dalam struktur  itu sehingga mereka selalu
dapat mencari kemungkinan hubungan kekerabatan di antara sesamanya dengan
caramartutur. Hubungan antara satu marga dengan marga lainnya sangat erat, setelah
terjadinya beberapa kelompok kecil yang diakibatkan sebuah perkawinan.

4.  Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi


     Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang
dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak
(tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-
sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit
(sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak),
podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang
merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
        Masyarakat Batak juga memiliki rumah adat Batak. Rumah Batak biasanya didirikan
di atas tiang kayu yang banyak, berdinding miring, beratap ijuk. Letaknya memanjang
kira kira 10 – 20 meter dari timur ke barat. Pintunya ada di sisi barat dan timur pada
rumah Karo dan Simanuwun, atau pada salah satu ujung lantai pada rumah Toba ( masuk
dari kolong). Pada bagian puncaknya yang menjulang ke atas di sebelah barat dan timur
dipasang tanduk kerbau atau arca muka manusia dan puncak yang melengkung
membentuk setengah lingkaran ( kecuali rumah empat ayo pada  Karo).

5. Sistem Mata Pencaharian Hidup


     Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi, tetapi masih banyak juga,
terutama diantara orang Karo, Simalungun dan Pakpak yang masih bercocok tanam di
ladang. Yang dibuka di hutan dengan cara di bakar dan menebang pohon.
     Pada sistem bercocok tanam di ladang , Huta atau Kutalah yang memegang hak Ulaya
tanah. Sedangkan hanya warga Huta atau Kuta yang berhak untuk memakai wilayah itu.
Mereka menggarap tanah itu seperti menggarap tanahnya sendiri, tetapi tak dapat
menjualnya tanpa persetujuan dari Huta yang diputuskan dengan musyawarah. Tanah
yang dimiliki individu juga ada. Pada orang batak toba misalnya ada tanah panjaenan,
tanah pauseang dan tanah parbagian.
      Didalam masyarakat orang Batak Karo dan Simalungun ada perbedaan antara
golongan yang merupakan keturunan dari para pendiri Huta, dengan golongan yang
merupakan keturunan dari penduduk Kuta yang datang kemudian. Golongan para pendiri
Kuta, ialah para Marga Taneh. Memiliki tanah yang paling luas sedangkan golongan
lainnya biasanya hanya memiliki tanah yang hanya sekedar hidup. Di daerah Dairi
disamping menanam padi , luas juga tanah yang di Tanami kopi. Dalam bercocok tanam
baik di ladang maupun di sawah , orang perempuan batak mengambil peranan yang amat
penting, terutama dalam tahap-tahap menanam.

6.  Sistem Religi


     Batak telah dipengaruhi oleh beberapa agama, yaitu agama Islam dan Kristen
Protestan yang masuk sejak permulaan abad ke-19. Agama Islam masuk di Minangkabau
sejak tahun 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar dari orang Batak selatan
(Mandailing dan Angkola). Sedangkan agama Kristen disiarkan ke daerah Toba dan
Simalungun oleh organisasi penyiar agama dari Jerman sejak tahun 1863 dan ke daerah
Karo oleh organisasi Belanda pada masa yang sama. Di samping itu juga ada agama-
agama lain dan agama pribumi.

7.  Kesenian
Seni pada masyarakat Batak umumnya meliputi, seni sastra, seni musik, seni tari, seni
bangunan, seni patung, dan seni kerajinan tangan.  Terdapat beberapa seni masyarakat
Batak, antara lain:

a.  Margondang
Upacara margondang diadakan untuk menyambut kelahiran anak mereka dan
sekaligus mengumumkan kepada warga kampung bahwa dia sudah mempunyai
anak. Kata margondang merupakan bentukan dari kata dasargondang (gendang)
yang mendapat awalan me- atau ber-. Margondangmenyatakan kata kerja yakni
bergendang atau memainkan alat musik gendang. 
b. Seni Tari (Tor-tor)
Tortor adalah tarian Batak yang selalu diiringi
dengan gondan (gendang).Tortor pada dasarnya adalah ibadat keagamaan dan
bersifat sakral, bukan semata-mata seni. Tortor dan gondang diadakan apabila
upacara pentingkehidupan masyarakat Batak, misalnya melaksanakan horja (kerja
adat)antara lain: mengawinkan anak, martutuaek memandikan atau memberi
namaanak), memasuki rumah baru, mengadakan pesta saring-saring (upacara
menggali kerangka jenazah), pesta bius (mangase Taon); upacara tahunan, dan
pesta edangedang (pesta sukaria).

c. Seni Patung
Dulu, biasanya para raja-raja memesan patung untuk makam. Kehadiran patung
pada suku Batak diduga sudah ada sejak lama sekali. Menurut sejarahnya patung
pada mulanya dibuat dari tumpukan –tumpukan batu yang berwujudkan nenek
moyang dengan dasar kepercayaan. Tumpukan-tumpukan batu itu dibuat menjadi
sakral yang kepentingannya erat sekali dengan kepentingan kepercayaan
masyarakat. Kemudian tumpukan batu itu berkembang terus dan berubah menjadi
sebuah bentuk patung. Sesuai dengan perkembangannya dari wujud sakral beralih
kepada bentuk yang simbolis memberi rupa wajah manusia atau binatang.

d. Kerajinan Tangan (Ulos)


Ulos adalah kain tenun khas suku Batak. Tak hanya sebatas hasil kerajinan seni
budaya saja, kain Ulos pun sarat dengan arti dan makna. Sebagian besar
masyarakat Tapanuli menganggap kain tenun Ulos adalah perlambang ikatan kasih
sayang, lambang kedudukan, dan lambang komunikasi dalam masyarakat adat
Batak. Oleh karena itu, kain tenun Ulos selalu digunakan dalam setiap upacara,
kegiatan dan berbagai acara dalam adat Suku Batak.  Misalnya, untuk perkawinan,
kelahiran anak, punya rumah baru, sampai acara kematian.
4. SUKU BADUY DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAANNYA

2.1 Mata Penceharian


Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan  menjual buah-buahan yang
mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa,
masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun
sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten.
Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan
penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya
berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka
berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan
kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

2.4 Bahasa
Bahasa Baduy adalah bahasa yang digunakan suku Baduy. Penuturnya tersebar
di gunung Kendeng, Rangkasbitung, Lebak; Pandeglang; dan Sukabumi. Dari segi linguistik,
bahasa Baduy bukan dialek dari bahasa Sunda, tapi dimasukkan ke dalam suatu  rumpun
bahasa Sunda, yang sendirinya merupakan kelompok dalam rumpun bahasa Melayu-
Sumbawa di cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.
Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa
Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang
Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan
cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
2.5 Kepercayaan
Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan
Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), namun semakin
berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha dan Hindu.
            Hanya ketua adat tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja yang dapat
mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu lumping yang dipercaya
apa bila  saat pemujaan batu tersebut terlihat penuh maka pertanda hujan akan banyak turun
dan panen akan berhasil, dan begitu juga sebaliknya, jika kering atau berair keruh pertanda
akan terjadi kegagalan pada panen.
2.6 Tarian
Tarian yang merupakan gambaran dari kebiasaan Suku Badui dalam menyambut
musim panen raya. Para penari menarikan tariannya dengan sangat menjiwai. Ditambah
dengan bau dupa yang menyengat, menambah aura mistik dan sakral tarian yang mereka
bawakan. Diawali dengan seorang penabuh bedug, datanglah seorang penari wanita
membawa sesaji, kemudian ditaruh pada sebuah nampan besar. Setelah itu didoakan dan
dibagikan secara simbolik. Di daerah Baduy, Banten setiap kali musim panen raya akan
diadakan upacara Serentanen, yang merupakan upacara adat sakral di daerah tersebut.
Macapada merupakan adaptasi dari upacara Serentanen suku Baduy,
Banten.Dalam  upacara tersebut suku Baduy luar akan memberikan persembahan kepada
suku Baduy Dalam. Persembahan tersebut nantinya akan didoakan sesuai adat Baduy dan
oleh Baduy Dalam nantinya akan di bawa ke kota untuk diserahkan kepada pihak pemerintah.
Sebagai perwakilan biasanya diterima oleh Bupati setempat. Upacara Serentanen ini berasal
dari suku Baduy asli.
5. SUKU MADURA DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAANNYA

2.1    Bahasa Suku Madura


            Bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia dengan manusia yang
lainnya, sehingga terjadi proses interaksi antara individu dengan individu, kelompok
dengan kelompok, dan kelompok dengan individu yang bertujuan menyampaikan pesan
atau informasi. Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa
Madura mempunyai penutur kurang lebih 14 juta orang, dan terpusat di Pulau Madura,
Ujung Timur Pulau Jawa atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang
dari Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi, Kepulauan Masalembo, hingga
Pulau Kalimantan. Bahasa Kangean, walau serumpun, dianggap bahasa tersendiri. Di
Pulau Kalimantan, masyarakat Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak,
Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah
mereka berkonsentrasi di daerah Kotawaringin Timur, Palangkaraya dan Kapuas.

2.2    Sistem Mata Pencaharian Suku Madura


            Orang Madura tipe pekerja keras. Hidup bagi orang Madura haruslah bermakna.
Sebab jika dalam hidup bermanfaat, akan mengangkat harga dirinya di hadapan orang
lain. Bekerja memang adalah sebuah tuntutan untuk bisa hidup. Sebab secara geografis,
alam Madura gersang dan sulit ditanami. Dengan kondisi alam seperti saat ini, sangat
sulit ekonomi masyarakat Madura berkembang.
            Masyarakat hidup dalam tingkat ekonomi yang cukup. Ini ditandai dengan
muncul nya industri garam. Juga dimulai dengan penanaman tembakau, khususnya
Madura di bagian timur,di era tahun 60-an sampai tahun 80-an. Namun andalan
komoditi lokal ini semakin lama semakin merosot. Harga garam anjlok. Industri garam
lesu. Kondisi ini semakin parah dalam beberapa tahun belakangan ini. Tidak berbeda
dengan tembakau. Beberapa tahun belakangan harga tembakau anjlok. Petani tembakau
banyak yang rugi. Bahkan pemerintah daerah seperti Pamekasan dan Sumenep,
berusaha mencari tanaman alternatif pengganti tembakau.

2.3    Sistem Pengetahuan Suku Madura


            Sistem pengetahuan Suku Madura sangat rendah, karena tingkat pendidikan
suku Madura tidak terlalu tinggi. Suku Madura cenderung melanjutkan ke pesantren
daripada ke jenjang lebih tinggi. Bahkan menurut Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) Muhammad Nuh menyatakan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan
di Madura masih sangat rendah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional.
Orang Madura lebih peduli mendengarkan dan mengikuti ucapan, nasehat atau petuah,
serta perilaku kyai sebagai pemimpin informal daripada petunjuk atau arahan pemimpin
formal, seperti kepala desa, camat, bupati, atau pejabat-pejabat pemerintahan lainnya.
            Karena mayoritas agama yang dianut suku Madura adalah agama islam. Secara
hierarkis, masyarakat Madura memiliki empat figur, yaitu buppa`, babbu, guru, ban rato
(bapak, ibu, guru, dan pemimpin pemerintahan). Figur-figur utama itulah kepatuhan
hierarkis orang-orang Madura menampakkan wujudnya dalam kehidupan sosial budaya
mereka.

2.4    Sistem Kesenian Suku Madura


            Madura kaya akan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan
bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materialisme dan
pragmatisme. Kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat
diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan
moralitas lokal. Berikut contoh keseniannya :
            
            1.  Tembang Macapat
            Tembang macapat adalah tembang yang dipakai sebagai media untuk
memuji Allah sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan
lembut dan membawa kesyahduan jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut,
juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran
untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakikat
kebenaran, serta membentuk manusia berkepribadian dan berbudaya. Melalui
tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami
makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia
dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta.
            
            2.  Duplang
            Tari duplang merupakan tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari
tarian ini disebabkan karena tarian ini merupakan sebuah penggambaran kehidupan
seorang wanita desa. Wanita yang berkerja keras sebagai petani yang selama ini
terlupakan. Dijalin dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-
lembut, dan lemah gemulai.
            
            3.  Karapan Sapi
            Sebuah perlombaan dengan menggunakan sapi sebagai media, akan tetapi
sekarang jarang dilakukan karena dianggap menyakiti hewan yang juga makhluk
hidup.

2.6    Sistem Religi Suku Madura


            Suku Madura mayoritas memeluk agama islam. Selain itu, juga ada yang
menganut agama kristen protestan dan katolik. Orang Madura merupakan salah satu
suku yang dikenal identik dengan tradisi islam yang sangat kuat. Islam begitu meresap
dan mewarnai pola kehidupan masyarakat Madura. Bagi masyarakat Suku Madura
betapa pentingnya nilai-nilai keagamaan yang terungkap dari ajaran abantal syahadat,
asapo’ angina, apajung Allah yang artinya suku Madura sangat religius. Suku Madura
merupakan salah satu pemeluk agama islam yang sangat taat, sehingga mereka akan
merasa aneh ataupun kurang simpati bahkan jika identitas kemaduraannya hilang
lingkungan sosial ‘akan menolak’ dan orang yang bersangkutan akan merasa
terasingkan dari akar Madura, apabila ada orang Madura yang tidak memeluk agama
islam. Namun, ada juga masyarakat Madura yang memeluk agama lain selain islam.
Bukan karena faktor bawaan dari lahir, melainkan faktor perkawinan silang dan
transmigrasi penduduk ke luar pulau Madura.
            Bagi orang Madura, naik haji mempunyai makna sosial. Di samping
mempunyai arti telah menunaikan rukun Islam yang ke lima, orang telah naik haji akan
dipanggil tuan, dan prestisnya akan naik sehingga akan memperoleh penghargaan dan
penghormatan oleh masyarakat lingkungannya. Tujuan hidup orang Madura yang
utama adalah menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
            Orang Madura umumnya sulit membedakan antara Islam dan (kebudayaan)
Madura. Hal ini tampak pada praktek kehidupan mereka sehari-hari yang tidak bisa
lepas dari dimensi agama islam. Selain shalat lima waktu, orang-orang Madura
melaksanakan pula kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan peringatan hari-hari
penting agama Islam. Misalnya, selama bulan Asyuro, mereka membuat selamatan
jenang suro, selama bulan Safar diadakanlah se lamatan jenang sapar, di bulan Maulud
mereka memperingati dengan selamatan Mauludan. Di bulan Ramadhan, mereka
menunaikan ibadah puasa kegiatan keagamaan, seperti mengaji, membayar zakat fitrah
dan sebagainya.
TUGAS BIOGRAFI
TENTANG SUKU-SUKU BANGSA YANG ADA DI INDONESIA

Disusun Oleh :

AHMAD SULTON

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 PRAYA


KELAS XI IPS 1

Anda mungkin juga menyukai