Ambon merupakan sebuah suku yang berada di sebagian besar kepulauan Maluku yang
mencakup pulau Maluku itu sendiri dan sekitarnya. Suku Ambon atau Orang Ambon menjadi
salah satu suku terbesar yang ada di Indonesia, mereka tersebar ke daerah-daerah lainnya
di Indonesia.
Rumah adat Suku Ambon dinamakan Baileo, dipakai untuk tempat pertemuan, musyawarah
dan upacara adat yang disebut seniri negeri. Rumah tersebut merupakan panggung dan
dikelilingi oleh serambi. ATapnya besar dan tinggi terbuat dari daun rumbia, sedangkan
dindingnya dari tangkai rumbia yang disebut gaba-gaba.
Prianya memakai pakaian adat berupa setelan jas berwarna merah dan hitam, baju dalam
yang berenda dan ikat pinggang. Sedangkan wanitanya memakai baju cele, semacam
kebaya pendek, dan berkanji yang disuji. Perhiasannya berupa anting-anting, kalung dan
cincin. Pakaian ini berdasarkan adat Ambon.
Tarian Bambu Gila merupakan tarian paling terkenal dari orang Ambon. Tarian ini juga
dikenal dengan nama Buluh Gila atau Bara Suwen. Untuk memulai pertunjukan ini sang
pawang membakar kemenyan di dalam tempurung kelapa sambil membaca mantra dalam
‘bahasa tanah’ yang merupakan salah satu bahasa tradisional Ambon.
Papeda merupakan makanan Tradisional Ambon. Makanan ini sudah menjadi turun temurun
bagi anak cucu orang ambon, orang ambon biasanya sebelum makan nasi terlebih dahulu
memakan papeda, selanjutnya baru makan nasi.
Sekarang orang Ambon sudah memeluk agama Islam atau Kristen. Jumlah pemeluk agama
Islam sedikit lebih banyak, dan mereka umumnya lebih terampil dalam bidang perdagangan
dan ekonomi umumnya. Sedangkan orang Ambon pemeluk agama Kristen lebih banyak
memilih pekerjaan sebagai pegawai negeri, guru, dan tentara. Namun kehidupannya
sehari-hari mereka masih menjalankan kegiatan adat tertentu dari kebudayaan lama, dan
menjadi salah satu identitas kesukubangsaan yang menonjol, seperti mengadakan upacara
Nae Baileu atau upacara Cuci Negeri yang merupakan warisan kepercayaan nenek moyang
mereka. Dalam menangani masalah kematian dan pelaksanaan upacaranya mereka
selesaikan lewat kesatuan sosial adat yang disebut mubabet.
KOMUNIKASI
Dalam berkomunikasi sehari-hari, masyarakat menggunakan bahasa Ambon. Selain
dituturkan di kalangan masyarakat Ambon, bahasa Ambon juga digunakan di hampir seluruh
wilayah Maluku, Kepulauan Lease, Pulau Seram, dan bahkan digunakan sebagai bahasa
perdagangan di wilayah Kei.
EKONOMI
Mata pencaharian orang Ambon pada umumnya adalah pertanian di ladang Umumnya
tanaman yang mereka tanam adalah kentang, kopi, dll.
Selain itu, orang Ambon juga sudah menanam padi dengan teknik persawahan Jawa
Hasil panen yang mereka dapati mereka konsumsi sendiri. Hasil panen yang berlebih dari
kebutuhan pokoknya, mereka jual kepasar guna mendapatkan uang demi kebutuhan pokok
yang lain
IPTEK
Sistem Teknologi Suku Ambon
“KALAWAI”
di syairkan dalam lagu "Bulan Pake Payong".
Kalawai merupakan salah satu senjata tajam khas daerah Maluku, bentuk kalawai adalah
hampir mirip seperti tombak namun bentuk kalawai sendiri biasanya pegangannya terbuat
dari bambu, yang lebih panjang dari tombak, ujung bambu tersebut kemudian di beri besi
tajam, besi tersebut harus lebih dari satu, dan di ikat melingkari bambu tersebut. biasanya
besi kalawai terdiri dari besi2 kecil ukuran 6 mili dan di asah sampai tajam.
Kata "Kalawai" berasal dari dua suku kata yakni KALA & WAI.
1. KALA artinya TIKAM
2. WAI artinya AIR
TRANSPORTASI
Suku ambon memiliki beragam budaya yang melimpah termasuk transportasinya, baik
transportasi darat maupun transportasi laut, ini dia transportasi- transportasi dari Suku
ambon yang diketahui
1. Gosepa
Gosepa. Dalam Bahasa Indonesia, Gosepa memiliki arti rakit. Bisa dikatakan kalau
Gosepa ini adalah alat transportasi tradisional pertama yang dimiliki masyarakat
Maluku. Jika umumnya rakit berbahan dasar dari bambu, di ambon kita bisa menjumpai rakit
berbahan dasar lainnya yang terbuat dari pohon sagu (Gaba-gaba).
2. Perahu Belang
Perahu Belang merupakan alat transportasi laut yang sejak dahulu dipakai untuk
menyeberang dari satu pulau ke pulau lainnya oleh masyarakat ambon .Berselang
kemudian, perahu ini mengalami perubahan fungsi dan dimodifikasi menjadi perahu
perlombaan antar desa. Perahu Belang bisa menampung 28 orang pendayung yang terdiri
dari pemukul tifa, penimba air dan penari.