PEMBAHASAN
1. Suku Bangsa di Maluku
Maluku adalah provinsi yang meliputi bagian selatan Kepulauan Maluku. Alam Maluku
masih sangat indah, banyak objek wisata alam yang menarik untuk dikunjungi. Seperti pantai,
karang yang indah, serta pulau – pulau kecil di sekitarnya. Ternyata, Maluku tidak hanya kaya
akan keindahan alam saja. Maluku pun memiliki berbagai suku yang hingga kini masih hidup.
Berdampingan satu sama lain, dengan keberagaman yang indah. Dan pada artikel kali ini, akan
dibahas mengenai suku – suku yang ada di Maluku.
Suku Ambon
Suku Ambon sendiri merupakan campuran Austronesia Papua yang berasal dari Pulau
Ambon, Saparua, Nusalaut, Haruku, dan Seram Barat. Dengan mayoritas suku menganut
adama Kristen Protestan dan Islam.
Masyarakat Suku Ambon dalam kesehariannya menggunakan bahasa Ambon dalam
berkomunikasi. Bahasa Ambon sendiri masih termasuk dalam dialek bahasa Melayu,
namun hanya digunakan di wilayah Provinsi Maluku.
Suku Kei
Suku Kei menyebut dirinya sebagai Evav. Mayoritas masyarakat Suku Kei telah
memeluk agama, seperti Islam dan Kristen. Namun, sebagian dari mereka masih ada
yang menganut kepercayaan terhadap roh dan kekuatan ghaib. Menurut penganut
kepercayaan ini, mereka percaya bahwa roh dapat mendatangkan kebahagiaan dan
kesusahan. Oleh karena itu, setelah mereka melakukan upacara kecil di lingkungan
keluarga, biasanya dilanjutkan upacara besar. Dengan tujuan membersihkan negeri
secara massal.
Dalam garis keturunan, Suku Kei menganut garis keturunan patrilineal. Dan dalam
hubungan kekerabatan, mereka menganut azas primogenitur. Yang mana hak anak
sulung atau golongan senior diutamakan.
Suku Nuaulu
Suku Nuaulu mendiami bagian selatan tengah Pulau Seram, Maluku. Suku ini juga
disebut sebagai Noaulu atau Naulu. Dimana, kata “noa” memiliki arti sungai, sementara
“ulu” berarti hulu. Jadi jika diartikan, Suku Noaulu adalah masyarakat yang mendiami
hulu sungai Noa.
Masyarakat Suku Noaulu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok selatan dan
utara. Kelompok selatan mendiami enam desa di pantai selatan dan pedalaman
Kabupaten Amahai. Serta untuk kelompok utara menghuni dua desa di pantai utara
Pulau Seram Tengah.
Suku Noaulu menganut agama nenek moyang, yang disebut dengan agama Noaulu atau
Nurus. Mereka menyebut Tuhan mereka dengan Upuku Anahatana. Dalam sistem
kepercayaannya, Suku Noaulu berhubungan dengan Tuhan secara tidak langsung,
melainkan dengan perantara.
Mereka pun masih melakukan ritual – ritual seperti pataheri dan pinamou. Pataheri
adalah ritual untuk laki – laki Suku Naoulu yang dianggap telah dewasa. Sedangkan
Pinamou adalah ritual menuju dewasa baik laki – laki maupun perempuan.
Suku Tanimbar
Suku Tanimbar biasa menyebut diri mereka sebagai Orang Numbar. Sebagian besar
Suku Tanimbar memeluk agama Katolik, sisanya adalah Kristen dan Islam. Dan bahasa
yang digunakan untuk komunikasi sehari – hari adalah bahasa Melayu Ambon, bahasa
Kei, dan bahasa Fordata.
Budaya yang kental dijalankan oleh Suku Tanimbar adalah budaya Duan – Lolat.
Budaya ini berhubungan dengan status sosial dari hubungan perkawinan. Dimana, dalam
budaya Duan – Lolat, perkawinan menjadi dasar dalam menentukan status sosial.
Sejarah Maluku sebagai satu kesatuan dimulai dari pembentukan tiga kegubernuran
oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda pada abad ke-18, yaitu Ambon, Kepulauan Banda,
dan Ternate yang disatukan oleh Belanda pada awal abad ke-19 dalam satu nama, yaitu Maluku.
Setelah masa penjajahan, Maluku tetap dipertahankan seutuhnya
sebagai provinsi sebelum Maluku Utara dimekarkan menjadi provinsi sendiri pada akhir abad
ke-20.
Dengan penduduk sebesar 1.533.506 jiwa pada sensus 2010, tumbuh menjadi 1.831.880
menurut proyeksi 2020, Maluku merupakan provinsi terbesar ke-29 di Indonesia. Kawasan
Ambon-Maluku Tengah mencakup hampir setengah dari seluruh penduduk provinsi dengan ibu
kota, Ambon, sendiri mencakup hampir sepertiga. Kepadatan penduduk Maluku merupakan
salah satu yang terendah dengan 36 jiwa per kilometer persegi. Umur harapan hidup Maluku
mencapai 65,82 tahun, terendah ketiga. Angka kesuburan Maluku sebesar 3,20 anak lahir tiap
wanita merupakan salah satu yang tertinggi di negara.
Prasejarah
Kepulauan Maluku mulai terbentuk antara 150 hingga satu juta tahun yang lalu, antara
zaman Kehidupan Tengah dan zaman Es. Kepulauan Maluku tergabung dalam
rangkaian Dangkalan Sahul yang terhubung dengan Australia. Kepulauan Maluku pertama kali
diduduki sekitar 30.000 tahun yang lalu oleh bangsa Austronesia-Melanesia yang terdiri
dari Negrito dan Wedda, kemudian dilanjutkan oleh kedatangan bangsa Melayu Tua, Melayu
Muda, kemudian Mongoloid, mengingat letak Maluku sebagai daerah lintas perpindahan
penduduk Asia Tenggara ke Melanesia dan Mikronesia. Meskipun demikian, Austronesia-
Melanesia dan kebudayaannya tetap menjadi yang terbesar di Maluku. Pulau
Seram sebagai nusa ina (pulau ibu) memegang kunci sebagai pusat penyebaran penduduk ke
seluruh penjuru Kepulauan Maluku.
Budaya prasejarah Maluku dimulai oleh budaya Batu Tua, didukung oleh peninggalan
berupa kapak genggam, meskipun manusia pendukung kebudayaan tersebut beserta peninggalan
kebudayaan lainnya belum ditemukan. Sementara itu, peninggalan kebudayaan Batu
Tengah berupa gua-gua beserta bekas-bekasnya yang dapat ditemukan di Seram dan Kei. Gua-
gua di Maluku memiliki lukisan yang menyerupai lukisan gua Papua yang tidak hanya berupa
lukisan telapak tangan layaknya gua-gua di Sulawesi, melainkan juga lukisan kehidupan
manusia dan hewan. Kebudayaan dilanjutkan oleh kebudayaan Batu Baru dengan budaya
bercocok tanam, seiring ditemukannya kapak dan cangkul, yang menjadi dasar perkembangan
kebudayaan Maluku hingga saat ini. Selanjutnya, kebudayaan perunggu dan besi
meninggalkan nekara, kapak perunggu, gelang, dan patung yang hingga kini dipelihara
penduduk setempat sebagai benda pusaka dan lambang kebesaran suku. Sebagian besar nekara
yang berada di Maluku merupakan hasil perdagangan dengan daratan Asia Tenggara, Tiongkok
Selatan, dan Tonkin sekitar abad pertama masehi. Berbeda dengan daerah lainnya di Asia
Tenggara, Batu Besar hanya meninggalkan sedikit peninggalan, yakni punden berundak dan
batu pemali (dolmen) yang biasanya diletakaan di atas bukit atau di dekat baileo.
Prapenjajahan
Maluku menjadi salah satu tempat terpenting dalam perdagangan dunia karena hasil
buminya berupa rempah, terutama pala dan cengkih, yang ramai dicari pedagang dari Barat.
Perdagangan dunia konon terbagi menjadi dua jalur, yakni jalur sutra dan jalur rempah di mana
keduanya melalui Maluku. Karenanya, Maluku ramai dikunjungi para pedagang asing seperti
dari Arab, Persia, Gujarat, dan Tiongkok. Pada abad ke-7, pedagang dari Tiongkok menguasai
perdagangan rempah Maluku, kemudian perdagangan dikuasai oleh para pedagang Arab dan
Persia pada abad-abad setelahnya. Meskipun demikian, pedagang Arab dan Persia telah tercatat
beramai-ramai memasarkan rempah dari Maluku seperti cengkih ke Eropa sejak abad ke-
7 Pedagang Arab pun mengenalkan abjad Arab yang berkembang menjadi abjad Jawi kepada
masyarakat Maluku serta angka Arab yang digunakan dalam segala pembayaran dalam
perdagangan di Maluku. Sriwijaya menguasai Maluku pada abad ke-12,
kemudian Majapahit pada abad ke-14. Pada masa ini, pedagang Jawa mengambil alih kuasa
dagang Maluku. Pada masa yang sama pula Islam mulai disebarkan kepada penduduk Maluku—
sebelumnya Islam hanya dipeluk oleh kalangan musafir dan pedagang—melalui hubungan
dagang dengan Timur Tengah serta mubalig Jawa dan Melaka.
Uli Lima dan Uli Siwa sebelum Perjanjian Saragosa.
Selain perdagangan rempah, sejarah Maluku tidak bisa lepas dari empat kerajaan
besar Maluku Utara, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo yang telah ada sejak abad ke-13.
Penguasa kerajaan-kerajaan tersebut bergelar kolano (kelana), kemudian diubah menjadi sultan
sejak para kolano memeluk Islam pada abad ke-15. Meskipun keempatnya merupakan kerajaan
besar, hanya Ternate dan Tidorelah yang memiliki kedudukan penting. Ternate yang membidik
barat memperluas wilayahnya hingga Ambon dan barat Seram, terutama pada masa Sultan
Khairun dan Sultan Baabullah pada abad ke-16. Sementara itu, Tidore yang membidik timur
berhasil menguasai timur Seram. Persaingan antarkedua kerajaan yang sudah menjadi
kesultanan tersebut membuat keduanya sering bertikai seperti dalam persaingan untuk bekerja
sama dengan mitra asing, khususnya Barat, memicu kekuasaan Barat di Maluku di kemudian
hari. Wilayah kekuasaan Ternate disebut sebagai Uli Lima atau persekutuan lima negeri,
sedangkan wilayah kekuasaan Tidore disebut sebagai Uli Siwa atau persekutuan sembilan
negeri.
Masa penjajahan
Sejak itu, Ambon menjadi pusat VOC di Nusantara sebelum pindah ke Batavia pada
1619. VOC sempat mengizinkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon pada 1920 karena
urusan diplomatik, meski Inggris harus meninggalkan Maluku pada 1623 setelah Pembantaian
Amboyna terjadi. Monopoli VOC menimbulkan perlawanan dari penghasil setempat dalam
bentuk penyelundupan. Hal inilah yang menyebabkan Pembantaian Banda oleh VOC pada 1621
dan kekerasan VOC terhadap Ambon-Lease yang berakhir menjadi Perang Ambon pada 1624–
1658 di mana banyak rakyat Maluku dijadikan budak.
Pecahnya Perang Pasifik tanggal 7 Desember 1941 sebagai bagian dari Perang Dunia II
mencatat era baru dalam sejarah penjajahan di Indonesia. Gubernur Jenderal Belanda A.W.L.
Tjarda van Starkenborgh, melalui radio, menyatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda dalam
keadaan perang dengan Jepang.
4. Bahasa
Bahasa Indonesia yang berperan sebagai bahasa resmi digunakan secara luas bersama-
sama dengan bahasa Ambon (juga dikenal sebagai bahasa Melayu Ambon atau Melayu Maluku)
sebagai bahasa pengantar provinsi. Hingga 2020, Maluku tercatat memiliki 62 bahasa
daerah. Meskipun demikian, Maluku merupakan salah satu pusat kepunahan bahasa di
Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir, bahasa daerah yang punah di Indonesia berjumlah 11
bahasa dengan 8 di antaranya merupakan bahasa daerah Maluku. Kepunahan bahasa daerah
disebabkan salah satunya oleh pengaruh bahasa Ambon yang dulunya merupakan bahasa kedua
(bahasa pengantar) bagi sebagian besar penduduk Maluku, kini menjadi bahasa ibu,
menggantikan bahasa daerah sebagai bahasa ibu di hampir seluruh wilayah Provinsi Maluku.
5. Sistem Teknologi
Karena masyarakat Maluku adalah nelayan dan pelaut, mereka juga menguasai
pertukangan terutama untuk perkapalan, di samping pembuatan rumah. Perahu khas Banda
adalah kora-kora. Selain untuk menangkap ikan, pada acara-acara peringatan kora-kora juga
dipertandingkan. Pada Sail Banda bulan Agustus 2010, pada saat itu dilakukan juga perlombaan
perahu kora-kora, baik dari masyarakat desa adat setempat atau umum.
Orang-orang Ambon pada umumnya mayoritas mereka bertani di ladang. Dalam hal ini,
sekelompok orang membuka sebidang tanah di hutan, dengan cara menebang pohon – pohon di
hutan dan dengan membakar batang – batangnya serta dahan yang telah kering. Ladang yang
dibuka dengan cara ini hanya diolah dengan tongkat, kemudian ditanami tanpa irigasi kemudian
ditanami kacang-kacangan dan ubi ubian.
Makanan mayoritas orang Ambon adalah sagu, tapi zaman sekarang beras sudah biasa
mereka makan, tetapi belum menggantikan sagu seluruhnya. Pohon sagu tidak perlu ditanam
dan dipelihara karena pohon sagu telah berkembang dan hidup di pulau pulau Maluku serta di
rawa rawa juga sangat banyak. Di daerah lereng lereng gunung orang juga menanam kentang
walaupun hasilnya tidak banyak, kebiasaan menanam kentang itu berasal dari orang orang
Belanda, tanaman pengaruh orang Belanda adalah kopi yang banyak tumbuh di Lisaba, Amahai,
dan Manipa.
Di samping pertanian, orang Ambon juga memburu rusa, babi hutan, dan burung
kasuari. Mereka menggunakan lembing yang dilontarkan dengan jebakan dan dengan cara
memburu secara langsung menguunakan panah atau senjata api. Penduduk di daerah pantai
mayoritas mereka adalah nelayan dan menangkap ikan. Perahu mereka dibuat dengan satu
batang kayu dan dilengkapi dengan cadik, perahu ini dinamakan dengan perahu semah. Perahu
yang baik adalah perahu yang terbuat dari papan dan dibuat oleh orang Ternate, dinamakan
pakatora. Perahu perahu besar untuk berdagang dinamakan jungku atau orambi.
Pertanian
Bidang pertanian khususnya tanaman pangan yang memiliki rata-rata produksi paling
besar adalah ubi kayu. Komoditi ini dominan di Kab. Seram Bagian Barat dengan jumlah
produksi mencapai 25.950 Ton/thn. Sedangkan untuk Kab. Maluku Tengah, padi sawah
merupakan komoditi tanaman pangan yang dominan dengan jumlah produksi sebesar 20.160
Ton/thn.
Peternakan
Usaha peternakan yang ada saat ini umumnya merupakan peternakan rakyat dan masih
bersifat tradisional. Populasi ternak yang banyak adalah kelompok unggas, sapi, babi dan
kambing. Dari rata-rata produksi yang yang dimiliki, ketersediaan lahan sangatlah luas, maka
perlu adanya suatu upaya pengelolaan secara optimal dan profesional guna terciptanya
peningkatan pendapatan.
Perkebunan
Salah satu potensi yang memiliki nilai yang strategis/mengikuti trend saat ini ialah
kelapa dengan luas tanam sebesar 20.547,63 Ha dan jumlah produksi 23.490,55 ton/thn dimana
dari bahan ini dapat dimanfaatkan menjadi biodisel dan bioetanol yang berfungsi sebagai bahan
pengganti bahan bakar yang berasal dari fosil. Beberapa komoditi perkebunan yang ada di
wilayah KAPET Seram selain memiliki keunggulan produktivitas, juga yang telah lama dikenal
memiliki keunggulan kualitas. Rendemen minyak kelapa dalam maupun hibrida tergolong
tinggi. Tanaman cengkih yang sejak dulu telah menjadi tanaman rakyat masyarakat Maluku juga
memiliki nilai kualitas tinggi karena memiliki kadar eugenol yang tinggi.
7. Organisasi Sosial
Desa adat suku Ambon dibangun sepanjang jalan utama antara satu desa dengan desa
yang lain saling berdekatan, atau bisa juga dalam bentuk kelompok yang terdiri dari rumah-
rumah yang dipisahkan oleh tanah pertanian. Bentuk kelompok kecil rumahrumah itu disebut
”Soa”. Rumah asli Ambon, sama seperti di Nias, Mentawai, Bugis Toraja, dan suku lainnya
di Indonesia, dibangun dengan tiang kayu yang tinggi. Beberapa “Soa” yang letaknya
berdekatan satu dengan yang lain dalam sebuah kampung yang disebut dengan ”Aman”.
Kumpulan dari beberapa ”Aman” disebut dengan ”Desa” yang juga disebut dengan ”Negari”
dan dipimpin oleh seorang ”Raja” yang diangkat dari klen-klen tertentu yang memerintah
secara turun-temurun, dan kekuasaan di dalam negari dibagi-bagi untuk seluruh klen dalam
komunitas negeri. Pusat dari sebuah Negari dapat dilihat dengan adanya balai pertemuan,
rumah raja, gereja, masjid, rumah alim ulama, toko, dan kandang berbagai hewan peliharaan.
Gotong Royong
Gotong royong merupakan bentuk kerjasama, misalnya membuat gereja, masjid, balieu,
atau tempat tinggal. Gotong royong dilakukan oleh para penduduk suku asal dengan para
pendatang. Pola hubungan Anak Negeri dengan Orang Dagang dipererat oleh kepentingan
ekonomi dari masing-masing kelompok. Yang menjadi perekat hubungan sosial antar kedua
kelompok ini bukan agama, tetapi transaksi ekonomi. Hal ini terjadi karena umumnya Orang
Dagang yang terbanyak berasal dari Buton, mendiami dan menggarap lahan milik petuanan
Negeri Serani. Sedangkan Orang Dagang asal negeri lain, pada umumnya pola hubungan sosial
dengan Anak Negeri direkatkan oleh kekerabatan karena perkawinan atau pekerjaan sosial lain.
Pada daerah pedesaan Maluku Tengah, terdapat tiga pengelompokan masyarakat, yaitu
Anak Negeri Serani, Anak Negeri Salam, dan Orang Dagang. Orang Dagang dari luar Maluku
yang dominan adalah etnis Buton. Mereka menetap, berbaur dengan anak negeri maupun
membentuk kelompok sendiri dalam Petuanan Negeri. Orang Dagang yang berasal dari
keturunan Arab atau Cina, datang dan mendiami sebuah negeri dalam jumlah yang kecil, hanya
satu atau beberapa keluarga. Mereka hadir sebagai pedagang yang tidak membentuk kelompok
yang terpisah dari Anak Negeri, tetapi berbaur dalam komunitas Anak Negeri.
Perekat sosial antar satu kelompok dengan kelompok yang lain berbeda-beda. Perekat
sosial antara Anak Negeri dengan Orang Dagang lebih didominasi oleh kepentingan ekonomi.
Perekat sosial yang mengikat hubungan sosial antara Anak Negeri Serani dengan Anak Negeri
Salam antara lain terlihat dalam sifat kegotongroyongan dalam hal pembangunan rumah ibadah,
anak Negeri Serani merasa wajib untuk menyiapkan bahan bangunan (biasanya kayu) dan
bersama-sama membangun masjid. Demikian pula sebaliknya Anak Negeri Salam merasa wajib
untuk menyiapkan bahan bangunan dan bersama-sama membangun gereja.
Sistem Kekerabatan
Di samping kesatuan kekerabatan yang bersifat unilineal itu ada kesatuan lain yang bersifat
bilateral, yaitu family atau kindred. Family merupakan kesatuan kekerabatan di sekeliling
individu, yang terdiri dari warga yang masih hidup dari matarumah asli, ialah semua keturunan
dari keempat nenek moyang.
Terkait dengan pengaturan tanah, dalam sistem adat masyarakat Ambon dikenal tiga
jenis tipe kepemilikan tanah yaitu:
Dati
Ada pendapat bahwa dati adalah kesatuan wajib kerja. Dati tersebut pada mulanya
adalah laki-laki dewasa yang tangguh, yang diambil dari setiap rumah tangga dan secara pribadi
dibebani pekerjaan untuk turut dalam pelayaran hongi. Anak laki-laki tersebut turut pula
melakukan tugas hongi, baik atas perintah penguasanya karena sudah waktunya ataupun
menggantikan bapak mereka yang sakit atau tidak kuat lagi bekerja. Oleh karena keturunan para
dati cukup banyak, maka tugas itu dapat mereka kerjakan secara bergiliran. Akhirnya tugas itu
dikerjakan oleh kelompok keluarga dari para dati.
Hongi
Adalah armada perang dari rakyat Maluku jaman dahulu kala, terdiri atas kora-kora dan
digunakan untuk memerangi musuh. Tugas hongi sudah ada sebelum Belanda masuk dan
menjadi tugas para dati untuk menjadi para pelaut hongi. Hongi dan kuarto adalah tugas yang
tertua. Tugas hongi saat ini telah dihapus.
Pada jaman VOC, hongi, nama jenis perahu di Maluku yang bentuknya panjang dipakai
untuk patroli laut Belanda yang didayung oleh penduduk setempat yang dilakukan secara paksa,
menjadi armada yang digunakan untuk mengamankan kepentingan politik monopolinya dalam
perdagangan rempah-rempah. Belanda memperoleh monopoli perdagangan di Indonesia dengan
cara melakukan pelayaran hongi untuk memberantas penyelundupan. Tindakan yang dilakukan
VOC adalah dengan merampas setiap kapal penduduk yang menjual langsung rempah-rempah
kepada pedagang asing seperti Inggris, Perancis, Denmark. Hal ini banyak dijumpai di
pelabuhan bebas Makasar.
8. Sistem Pengetahuan
Kondisi geografis wilayah Maluku yang merupakan kepulauan memberi dampak yang
cukup signifikan dalam menentukan sistem pengetahuan dan teknologi. Wilayah yang
berbentuk kepulauan ini mengharuskan suku Ambon yang tinggal di Maluku untuk
menguasai sistem pelayaran, dan juga sistem pembacaan arah melalui letak gugus bintang
tertentu. Sehingga masyarakat Suku Ambon harus menguasai pengetahuan astronomi.
9. Kesenian
Rumah Adat
Makanan
1) Makanan Adat
Jaha atau Pali-pali adalah sejenis nasi yang dimasak di dalam seruas bambu atau
dibungkus dengan daun rumbia (daun pohon sagu) yang dibentuk memanjang kurang
lebih 40 cm dengan garis tengah 3 cm, sebanyak 10 potong diletakkan di atas sebuah
piring / tempat menyerupai perahu pelambang laut (Heku / laki-laki).
Dada (Kukusan) adalah nasi tumpeng yang diletakkan di atas sebuah piring dan
dibentuk menyerupai sebuah gunung, pelambang daratan (Cim/perempuan)
2) Makanan Khas
Sagu adalah salah satu makanan pokok di Ambon. Juga sebagai bahan dasar untuk
membuat kue khas Ambon seperti kue arobe dan kue baksona. Papeda adalah bubur yang
dibuat dari sagu, dimakan bersama ikan kuah kuning. Colo-colo adalah sambal khas Ambon
yang terdiri dari racikan irisan bawang merah, cabe rawit, tomat dan air perasan jeruk lemon
atau jeruk nipis, ditambah kecap manis. Biasa untuk makan ikan bakar, tahu goreng, atau
telur dadar.
Seni Suara
Dalam bidang kesenian, seni suara di daerah Maluku sangat menonjol, baik vokal
maupun instrumental. Hampir di setiap desa terdapat grup paduan suara. Di bidang musik
Maluku terkenal dengan suling bambu yang terdapat di setiap desa. Orkes suling ini
dipergunakan dalam kebaktian di gereja, maupun untuk meramaikan upacara-upacara
lainnya. Selain itu terdapat pula orkes kulit bia atau kulit siput yang sangat unik.
Terdapat juga alat musik petik yaitu Ukulele dan Hawaiian, seperti yang terdapat
dalam kebudayaan Hawaii di Amerika Serikat. Musik-musik Maluku masih memiliki ciri
khas di mana terdapat penggunaan alat musik Hawaiian, baik pada lagu-lagu pop maupun
dalam mengiringi tarian tradisional seperti Katreji.
Musik lainnya adalah Sawat, yaitu perpaduan antara budaya Maluku dan budaya
Timur Tengah.
Di Maluku banyak bentuk-bentuk pantun yang dihapal dan dipergunakan pada saat
badendang atau anakona, yaitu bernyanyi bersama sambil berpantun. Di kalangan rakyat
berkembang pula cerita rakyat yang dituturkan turun temurun, misalnya Cerita
Seni Tari
Alat Musik
Masing-masingi alat musik Tifa Totobuang ini memilki fungsi yang berbeda-beda dan
saling mendukung satu sama lain sehingga melahirkan warna musik yang khas. Totobuang
merupakan serangkaian gong-gong kecil.
Seni pahat dan ukir terdapat banyak di Maluku Tenggara yang nampak pada patung-
patung pemujaan. Seorang anggota keluarga yang meninggal selalu dibuat patungnya sesuai
dengan muka dan sifat-sifat orang itu. Seni kerajinan yang lain adalah pembuatan tempat air
minum, tempat bunga dan lain-lain yang terbuat dari tanah yang dibakar dengan pelepah
sagu.
Kerajinan
Senjata
Senjata tradisional yang terkenal adalah parang salawaku. Panjang parang adalah 90-
100 cm, sedangkan salawaku (perisainya) dihiasi dengan motif-motif yang melambangkan
keberanian.
Busana Tradisional
Ada beberapa contoh busana yang pada jaman dahulu pernah menjadi busana sehari-
hari yang digunakan untuk bekerja atau di rumah. Celana kes atau hansop, yakni celana anak-
anak yang dibuat dari beraneka macam kain. Kebaya manampal, yaitu kebaya cita berlengan
hingga siku-siku yang dijahit dengan cara menambal beberapa potong kain yang telah diatur
dan disusun sedemikian rupa hingga terlihat manis.
Kaum wanita pendatang dari kepulauan Lease dan telah menetap di Ambon, mereka
biasa menggunakan baju cele yakni sejenis kebaya berlengan pendek, bagian leher ke arah
dada terbelah sepanjang 15 cm tanpa kancing. Untuk di kebun, baju cele tersebut dijahit
dengan panjang lengan hingga siku, masyarakat menyebutnya baju cele lengan sepanggal.
Sementara itu para pria Ambon mengenakan busana yang terdiri atas baju kurung
lengan pendek dan tidak berkancing, dilengkapi dengan celana kartou, yakni celana yang
pada bagian atasnya terdapat tali yang dapat ditarik dan diikatkan.
Wisata
Antar Sotong, Para nelayan berkumpul menggunakan perahu dan lentera untuk
mengundang cumi-cumi dari dasar laut mengikuti cahaya lentera mereka.
Pukul Manyapu, Acara adat tahunan yang dilakukan di desa Mamala-Morella,
biasanya dilakukan pada hari ke-7 setelah Idul Fitri. Asal mula tradisi ini adalah
berawal dari perang Kapahaha yang terjadi pada tanggal 27 Oktober 1646, di pantai
Sawatelu, Negeri Hausihu, nama lama dari Negeri Morella. Perang berawal dari
pengepungan Benteng Kapahaha milik warga Maluku dan pendirian markas VOC di
Teluk Sawatelu pada tahun 1646.
Lari Obor Patimura, Setiap tanggal 15 Mei, pemerintah bersama rakyat setempat
melakukan prosesi adat dan kebangsaan dalam memperingati hari Pattimura. Yang
paling terkenal adalah lari obor dari Pulau Saparua menyeberang lautan menuju Pulau
Ambon, untuk selanjutnya diarak sepanjang 25 km menuju kota Ambon.
Prosesi ini diawali dengan menyalakan api obor secara alam di puncak Gunung Saniri
di Pulau Saparua. Ini adalah salah satu ritus sejarah perjuangan Pattimura karena di
tempat itulah awal dari perang rakyat Maluku melawan Belanda pada tahun 1817.
10. Agama dan Sistem Religi
Orang Ambon umumnya mengenal Upacara Cuci Negeri yang mungkin dapat
disamakan dengan Upacara Bersih Desa di Jawa. Di Ambon yang penduduknya beragama
Islam terlihat ada dua golongan yang dapat disamakan dengan penganut Islam di Jawa yaitu
Abangan dan Santri, misalnya di Negeri Kailolo, di Pulau Haruku.
Pada umumnya penduduk Maluku Tengah beragama Nasrani dan minoritas beragama
Islam, walaupun mereka telah memeluk agama Islam dan Nasrani tapi mereka masih nampak
sisa sisa religi sebelum agama Islam dan Nasrani muncul. Mereka masih percaya akan adanya
roh roh yang harus dihormati dan diberi makan, minum dan tempat tinggal agar mereka tidak
mengganggu bagi orang yang masih hidup di dunia ini. Untuk masuk baileu misalnya mereka
harus melakukan upacara lebih dahulu untuk meminta izin kepada roh nenek moyang yang
ada di Baileu. Adapun orang yang ikut dalam upacara tersebut adalah tuan negeri atau
sesepuh. Orang yang masuk baileu harus memakai pakaian hitam serta kalung warna merah
yang dikalungkan ke bahu. Zaman sekarang orang Ambon telah meninggalkan upacara
memanggil roh nenek moyang, kurban kurban yang dipersembahkan kepada roh nenek
moyang serta pemujaan roh nenek moyang.
Orang Ambon mengenal upacara cuci negeri yang pada umumnya sama dengan
upacara bersih desa yang dilakukan orang di pulau Jawa. Semua penduduk desa harus
membersihkan sesuatu dengan cara yang baik dan benar. Bangunan bangunan yang harus
dibersihkan adalah Baileu, rumah rumah warga dan pekarangan, bila tidak dilakukan dengan
benar maka akan ada sangsinya yaitu mereka akan jatuh sakit. Seluruh warga desa akan
terkena wabah penyakit atau panennya gagal.
Orang Maluku Tengah pada umumnya mengenal upacara pembayaran kain berkat,
yang dilakukan oleh klen penganten laki laki, kepada kepala adat dari desa penganten
perempuan, pembayaran itu berupa kain putih serta minuman keras atau tuak, kalau hal ini
dilupakan keluarga muda ini akan menjadi sakit dan mati. Di desa desa Ambon yang
beragama islam kita melihat adanya dua golongan penganut yang disamakan dengan Islam di
Jawa yaitu misalnya abangan atau santri. Di negeri Kailolo mayoritas penduduknya adalah
santri, bulan puasa di beritahukan oleh imam atau disebut saniri negeri. Demikian pula
dengan lebaran haji setelah kepala negeri atau saniri negeri mengetahuinya, maka imam
imam negeri tersebut harus menyampaikan kepada umat Islam di sana.