Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN
1. Suku Bangsa di Maluku
Maluku adalah provinsi yang meliputi bagian selatan Kepulauan Maluku. Alam Maluku
masih sangat indah, banyak objek wisata alam yang menarik untuk dikunjungi. Seperti pantai,
karang yang indah, serta pulau – pulau kecil di sekitarnya. Ternyata, Maluku tidak hanya kaya
akan keindahan alam saja. Maluku pun memiliki berbagai suku yang hingga kini masih hidup.
Berdampingan satu sama lain, dengan keberagaman yang indah. Dan pada artikel kali ini, akan
dibahas mengenai suku – suku yang ada di Maluku.
 Suku Ambon
Suku Ambon sendiri merupakan campuran Austronesia Papua yang berasal dari Pulau
Ambon, Saparua, Nusalaut, Haruku, dan Seram Barat. Dengan mayoritas suku menganut
adama Kristen Protestan dan Islam.
Masyarakat Suku Ambon dalam kesehariannya menggunakan bahasa Ambon dalam
berkomunikasi. Bahasa Ambon sendiri masih termasuk dalam dialek bahasa Melayu,
namun hanya digunakan di wilayah Provinsi Maluku.
 Suku Kei
Suku Kei menyebut dirinya sebagai Evav. Mayoritas masyarakat Suku Kei telah
memeluk agama, seperti Islam dan Kristen. Namun, sebagian dari mereka masih ada
yang menganut kepercayaan terhadap roh dan kekuatan ghaib. Menurut penganut
kepercayaan ini, mereka percaya bahwa roh dapat mendatangkan kebahagiaan dan
kesusahan. Oleh karena itu, setelah mereka melakukan upacara kecil di lingkungan
keluarga, biasanya dilanjutkan upacara besar. Dengan tujuan membersihkan negeri
secara massal.
Dalam garis keturunan, Suku Kei menganut garis keturunan patrilineal. Dan dalam
hubungan kekerabatan, mereka menganut azas primogenitur. Yang mana hak anak
sulung atau golongan senior diutamakan.
 Suku Nuaulu
Suku Nuaulu mendiami bagian selatan tengah Pulau Seram, Maluku. Suku ini juga
disebut sebagai Noaulu atau Naulu. Dimana, kata “noa” memiliki arti sungai, sementara
“ulu” berarti hulu. Jadi jika diartikan, Suku Noaulu adalah masyarakat yang mendiami
hulu sungai Noa.
Masyarakat Suku Noaulu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok selatan dan
utara. Kelompok selatan mendiami enam desa di pantai selatan dan pedalaman
Kabupaten Amahai. Serta untuk kelompok utara menghuni dua desa di pantai utara
Pulau Seram Tengah.
Suku Noaulu menganut agama nenek moyang, yang disebut dengan agama Noaulu atau
Nurus. Mereka menyebut Tuhan mereka dengan Upuku Anahatana. Dalam sistem
kepercayaannya, Suku Noaulu berhubungan dengan Tuhan secara tidak langsung,
melainkan dengan perantara.
Mereka pun masih melakukan ritual – ritual seperti pataheri dan pinamou. Pataheri
adalah ritual untuk laki – laki Suku Naoulu yang dianggap telah dewasa. Sedangkan
Pinamou adalah ritual menuju dewasa baik laki – laki maupun perempuan.
 Suku Tanimbar
Suku Tanimbar biasa menyebut diri mereka sebagai Orang Numbar. Sebagian besar
Suku Tanimbar memeluk agama Katolik, sisanya adalah Kristen dan Islam. Dan bahasa
yang digunakan untuk komunikasi sehari – hari adalah bahasa Melayu Ambon, bahasa
Kei, dan bahasa Fordata.
 Budaya yang kental dijalankan oleh Suku Tanimbar adalah budaya Duan – Lolat.
Budaya ini berhubungan dengan status sosial dari hubungan perkawinan. Dimana, dalam
budaya Duan – Lolat, perkawinan menjadi dasar dalam menentukan status sosial.

2. Lokasi, Lingkungan, Alam dan Demografi

Maluku adalah sebuah provinsi yang meliputi bagian selatan Kepulauan Maluku,


Indonesia. Provinsi ini berbatasan dengan Laut Seram di Utara, Samudra Hindia dan Laut
Arafura di Selatan, Papua di timur, dan Sulawesi di Barat. Ibu kota dan kota terbesarnya ialah
kota Ambon. Provinsi Maluku berada di urutan ke-28 provinsi menurut jumlah penduduk di
Indonesia, dimana pada tahun 2020, populasi provinsi Maluku berjumlah 1.848.923 jiwa.

Sebelum masa penjajahan, Maluku menjadi poros perdagangan rempah dunia


dengan cengkih dan pala sebagai barang dagangan utama. Hal ini membuat Maluku dijuluki
sebagai "Kepulauan Rempah" hingga hari ini. Rakyat Maluku berdagang dengan para pedagang
dari berbagai daerah di Nusantara maupun mancanegara seperti pedagang-pedagang Tionghoa,
Arab, dan Eropa. Kekayaan rempah ini pun menjadi daya tarik bangsa-bangsa Eropa yang pada
akhirnya menguasai Maluku, dimulai oleh Portugis dan terakhir Belanda.

Sejarah Maluku sebagai satu kesatuan dimulai dari pembentukan tiga kegubernuran
oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda pada abad ke-18, yaitu Ambon, Kepulauan Banda,
dan Ternate yang disatukan oleh Belanda pada awal abad ke-19 dalam satu nama, yaitu Maluku.
Setelah masa penjajahan, Maluku tetap dipertahankan seutuhnya
sebagai provinsi sebelum Maluku Utara dimekarkan menjadi provinsi sendiri pada akhir abad
ke-20.

Dengan penduduk sebesar 1.533.506 jiwa pada sensus 2010, tumbuh menjadi 1.831.880
menurut proyeksi 2020, Maluku merupakan provinsi terbesar ke-29 di Indonesia. Kawasan
Ambon-Maluku Tengah mencakup hampir setengah dari seluruh penduduk provinsi dengan ibu
kota, Ambon, sendiri mencakup hampir sepertiga. Kepadatan penduduk Maluku merupakan
salah satu yang terendah dengan 36 jiwa per kilometer persegi. Umur harapan hidup Maluku
mencapai 65,82 tahun, terendah ketiga. Angka kesuburan Maluku sebesar 3,20 anak lahir tiap
wanita merupakan salah satu yang tertinggi di negara.

Sebagian besar penduduk Maluku merupakan penduduk asli Maluku yang terdiri dari


berbagai suku bangsa seperti suku-suku Alifuru, suku Ambon, Buru, dan Kei. Suku-suku
pendatang—sebagian besar mendiami Ambon dan Maluku Tengah— di
antaranya Bugis, Makassar, dan Buton serta suku-suku dari Jawa yang datang beriringan
dengan Majapahit.[91][92] Meskipun demikian, penduduk asli Maluku tercatat sejak dahulu kala
telah melakukan berbagai perkawinan campuran dengan suku-suku pendatang tersebut
serta Minahasa dan suku-suku dari Sumatra. Selain itu, mengingat peran Maluku dalam sejarah
perdagangan dunia, penduduk asli Maluku telah bercampur dengan bangsa Arab, India, dan
Eropa (umunya Belanda dan Portugis), dapat dilihat dari marga-marga asing yang masih
digunakan orang Maluku hingga kini. Hal ini pun menjadi salah satu penyebab mengapa
Maluku menjadi satu-satunya kawasan mestizo di Indonesia.

3. Asal Mula dan Sejarah

Prasejarah

Kepulauan Maluku mulai terbentuk antara 150 hingga satu juta tahun yang lalu, antara
zaman Kehidupan Tengah dan zaman Es. Kepulauan Maluku tergabung dalam
rangkaian Dangkalan Sahul yang terhubung dengan Australia. Kepulauan Maluku pertama kali
diduduki sekitar 30.000 tahun yang lalu oleh bangsa Austronesia-Melanesia yang terdiri
dari Negrito dan Wedda, kemudian dilanjutkan oleh kedatangan bangsa Melayu Tua, Melayu
Muda, kemudian Mongoloid, mengingat letak Maluku sebagai daerah lintas perpindahan
penduduk Asia Tenggara ke Melanesia dan Mikronesia. Meskipun demikian, Austronesia-
Melanesia dan kebudayaannya tetap menjadi yang terbesar di Maluku. Pulau
Seram sebagai nusa ina (pulau ibu) memegang kunci sebagai pusat penyebaran penduduk ke
seluruh penjuru Kepulauan Maluku.
Budaya prasejarah Maluku dimulai oleh budaya Batu Tua, didukung oleh peninggalan
berupa kapak genggam, meskipun manusia pendukung kebudayaan tersebut beserta peninggalan
kebudayaan lainnya belum ditemukan. Sementara itu, peninggalan kebudayaan Batu
Tengah berupa gua-gua beserta bekas-bekasnya yang dapat ditemukan di Seram dan Kei. Gua-
gua di Maluku memiliki lukisan yang menyerupai lukisan gua Papua yang tidak hanya berupa
lukisan telapak tangan layaknya gua-gua di Sulawesi, melainkan juga lukisan kehidupan
manusia dan hewan. Kebudayaan dilanjutkan oleh kebudayaan Batu Baru dengan budaya
bercocok tanam, seiring ditemukannya kapak dan cangkul, yang menjadi dasar perkembangan
kebudayaan Maluku hingga saat ini. Selanjutnya, kebudayaan perunggu dan besi
meninggalkan nekara, kapak perunggu, gelang, dan patung yang hingga kini dipelihara
penduduk setempat sebagai benda pusaka dan lambang kebesaran suku. Sebagian besar nekara
yang berada di Maluku merupakan hasil perdagangan dengan daratan Asia Tenggara, Tiongkok
Selatan, dan Tonkin sekitar abad pertama masehi. Berbeda dengan daerah lainnya di Asia
Tenggara, Batu Besar hanya meninggalkan sedikit peninggalan, yakni punden berundak dan
batu pemali (dolmen) yang biasanya diletakaan di atas bukit atau di dekat baileo.

Prapenjajahan

Maluku menjadi salah satu tempat terpenting dalam perdagangan dunia karena hasil
buminya berupa rempah, terutama pala dan cengkih, yang ramai dicari pedagang dari Barat.
Perdagangan dunia konon terbagi menjadi dua jalur, yakni jalur sutra dan jalur rempah di mana
keduanya melalui Maluku. Karenanya, Maluku ramai dikunjungi para pedagang asing seperti
dari Arab, Persia, Gujarat, dan Tiongkok. Pada abad ke-7, pedagang dari Tiongkok menguasai
perdagangan rempah Maluku, kemudian perdagangan dikuasai oleh para pedagang Arab dan
Persia pada abad-abad setelahnya. Meskipun demikian, pedagang Arab dan Persia telah tercatat
beramai-ramai memasarkan rempah dari Maluku seperti cengkih ke Eropa sejak abad ke-
7 Pedagang Arab pun mengenalkan abjad Arab yang berkembang menjadi abjad Jawi kepada
masyarakat Maluku serta angka Arab yang digunakan dalam segala pembayaran dalam
perdagangan di Maluku. Sriwijaya menguasai Maluku pada abad ke-12,
kemudian Majapahit pada abad ke-14. Pada masa ini, pedagang Jawa mengambil alih kuasa
dagang Maluku. Pada masa yang sama pula Islam mulai disebarkan kepada penduduk Maluku—
sebelumnya Islam hanya dipeluk oleh kalangan musafir dan pedagang—melalui hubungan
dagang dengan Timur Tengah serta mubalig Jawa dan Melaka.
Uli Lima dan Uli Siwa sebelum Perjanjian Saragosa.

Selain perdagangan rempah, sejarah Maluku tidak bisa lepas dari empat kerajaan
besar Maluku Utara, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo yang telah ada sejak abad ke-13.
Penguasa kerajaan-kerajaan tersebut bergelar kolano (kelana), kemudian diubah menjadi sultan
sejak para kolano memeluk Islam pada abad ke-15. Meskipun keempatnya merupakan kerajaan
besar, hanya Ternate dan Tidorelah yang memiliki kedudukan penting. Ternate yang membidik
barat memperluas wilayahnya hingga Ambon dan barat Seram, terutama pada masa Sultan
Khairun dan Sultan Baabullah pada abad ke-16. Sementara itu, Tidore yang membidik timur
berhasil menguasai timur Seram. Persaingan antarkedua kerajaan yang sudah menjadi
kesultanan tersebut membuat keduanya sering bertikai seperti dalam persaingan untuk bekerja
sama dengan mitra asing, khususnya Barat, memicu kekuasaan Barat di Maluku di kemudian
hari. Wilayah kekuasaan Ternate disebut sebagai Uli Lima atau persekutuan lima negeri,
sedangkan wilayah kekuasaan Tidore disebut sebagai Uli Siwa atau persekutuan sembilan
negeri.

Masa penjajahan

Setelah menaklukkan Melaka pada 1511, Portugis di bawah Francisco


Serrão mencari Kepulauan Maluku. Serrão yang pada awalnya berlabuh di Ambon berakhir
di Ternate sebagai sekutunya pada 1512. Sejak itu, Portugis berhasil menanamkan
kekuasaannya di Maluku. Portugis membangun beberapa loji dan benteng di
Ambon serta Banda di mana terjadi penginjilan dan perkawinan campur di permukiman yang
tumbuh di sekitarnya. Banda berperan sebagai pusat perdagangan, sementara Ambon menjadi
bandar. Kedudukan Portugis sempat terguncang oleh Spanyol yang tiba pada 1521. 

Kehadiran Spanyol yang bersekutu dengan Tidore menimbulkan pertikaian dengan


Portugis, meski dapat diakhiri dengan penandatanganan Perjanjian Saragosa pada 1529 yang
memaksa Spanyol untuk meninggalkan Maluku. Selama berkuasa di Maluku, Portugis
mengenalkan teknologi pembangunan Eropa dan tanaman-tanaman asing seperti ketela serta
merintis pendidikan barat di Maluku. Dua Sultan Ternate yang kala itu menguasai sebagian
besar Maluku tercatat secara resmi menyerahkan Maluku kepada Raja Portugal, pada 1545
oleh Tabariji dan setahun setelahnya oleh Khairun. Namun demikian, pusat kedudukan Portugis
berpindah dari Ternate ke Ambon sejak Portugis diusir oleh Baabullah pada 1575. Spanyol
sempat kembali lagi ke Maluku pascapembentukan Uni Iberia di bawah Mahkota Spanyol pada
1580 juga dengan bersekutu bersama Tidore.

Belanda dan Hitu menaklukkan Portugis di Ambon pada 1605.

Belanda pertama kali menginjakaan kakinya di Maluku pada 1599 di bawah


pimpinan Wybrand van Warwijck dengan mengunjungi Ambon dan Banda. Kedatangan
Belanda disusul Inggris yang datang di bawah pimpinan James Lancaster pada 1601. Mereka
membangun loji di Banda. Setahun setelahnya, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC)
dibentuk. Persaingan Inggris-Belanda pun terjadi pasca Inggris yang kini datang
sebagai Perusahaan Hindia Timur Inggris tiba kembali di Maluku pada 1604. Namun, setahun
setelahnya, Portugis menyerah tanpa perlawanan kepada Belanda di Ambon pada 1605 dan
segera meninggalkan Maluku. 

Sejak itu, Ambon menjadi pusat VOC di Nusantara sebelum pindah ke Batavia pada
1619. VOC sempat mengizinkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon pada 1920 karena
urusan diplomatik, meski Inggris harus meninggalkan Maluku pada 1623 setelah Pembantaian
Amboyna terjadi. Monopoli VOC menimbulkan perlawanan dari penghasil setempat dalam
bentuk penyelundupan. Hal inilah yang menyebabkan Pembantaian Banda oleh VOC pada 1621
dan kekerasan VOC terhadap Ambon-Lease yang berakhir menjadi Perang Ambon pada 1624–
1658 di mana banyak rakyat Maluku dijadikan budak.

VOC yang menerapkan kebijakan pelayaran hongi dan ekstirpasi membatasi penanaman


cengkih hanya di Ambon-Lease setelah Perang Huamual antara Huamual dan VOC-Ternate
berakhir pada 1658. VOC benar-benar menjadi kekuatan terdepan Eropa di Maluku setelah
Spanyol diusir dari Tidore dengan bantuan VOC pada 1663.

Sebagai jajahan VOC, Kepulauan Maluku terbagi menjadi tiga


kegubernuran: Ambon, Kepulauan Banda, dan Ternate.
Perang Dunia II

Pecahnya Perang Pasifik tanggal 7 Desember 1941 sebagai bagian dari Perang Dunia II
mencatat era baru dalam sejarah penjajahan di Indonesia. Gubernur Jenderal Belanda A.W.L.
Tjarda van Starkenborgh, melalui radio, menyatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda dalam
keadaan perang dengan Jepang.

Tentara Jepang tidak banyak kesulitan merebut kepulauan di Indonesia. Di Kepulauan


Maluku, pasukan Jepang masuk dari utara melalui pulau Morotai dan dari timur melalui pulau
Misool. Dalam waktu singkat seluruh Kepulauan Maluku dapat dikuasai Jepang. Perlu dicatat
bahwa dalam Perang Dunia II, tentara Australia sempat bertempur melawan tentara Jepang di
desa Tawiri. Dan untuk memperingatinya dibangun monumen Australia di negeri negeri
Tawiri (tidak jauh dari Bandara Pattimura).

Dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Maluku dinyatakan


sebagai salah satu provinsi Republik Indonesia. Namun pembentukan dan kedudukan Provinsi
Maluku saat itu terpaksa dilakukan di Jakarta, sebab segera setelah Jepang menyerah, Belanda
(NICA) langsung memasuki Maluku dan menghidupkan kembali sistem pemerintahan kolonial
di Maluku. Belanda terus berusaha menguasai daerah yang kaya dengan rempah-rempahnya ini,
bahkan hingga setelah keluarnya pengakuan kedaulatan pada tahun 1949 dengan mensponsori
terbentuknya Republik Maluku Selatan (RMS).

4. Bahasa

Bahasa Indonesia yang berperan sebagai bahasa resmi digunakan secara luas bersama-
sama dengan bahasa Ambon (juga dikenal sebagai bahasa Melayu Ambon atau Melayu Maluku)
sebagai bahasa pengantar provinsi. Hingga 2020, Maluku tercatat memiliki 62 bahasa
daerah. Meskipun demikian, Maluku merupakan salah satu pusat kepunahan bahasa di
Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir, bahasa daerah yang punah di Indonesia berjumlah 11
bahasa dengan 8 di antaranya merupakan bahasa daerah Maluku. Kepunahan bahasa daerah
disebabkan salah satunya oleh pengaruh bahasa Ambon yang dulunya merupakan bahasa kedua
(bahasa pengantar) bagi sebagian besar penduduk Maluku, kini menjadi bahasa ibu,
menggantikan bahasa daerah sebagai bahasa ibu di hampir seluruh wilayah Provinsi Maluku.

Bahasa Ambon yang sebenarnya merupakan salah satu dialek bahasa


Melayu berkembang pesat sejak masa VOC. Dimulai dari gereja, di kalangan masyarakat
Kristen terdidik, bahasa Melayu kian lama menggantikan bahasa tanah (bahasa daerah atau
bahasa asli). Setelah itu, pada masa Hindia Belanda, pemerintah melarang penggunaan bahasa
tanah dalam usaha menuntut masyarakat menggunakan bahasa Ambon. Kini, bahasa tanah
hanya bertahan di beberapa kampung Kristen terpencil dan kampung Islam. Penggunaan bahasa
Indonesia pun menjadi salah satu penyebab terancam punahnya bahasa tanah. Bahasa tanah
digunakan secara luas hanya oleh tokoh adat saat upacara adat dan dicap sebagai tuturan-tuturan
adat.

5. Sistem Teknologi

Karena masyarakat Maluku adalah nelayan dan pelaut, mereka juga menguasai
pertukangan terutama untuk perkapalan, di samping pembuatan rumah. Perahu khas Banda
adalah kora-kora. Selain untuk menangkap ikan, pada acara-acara peringatan kora-kora juga
dipertandingkan. Pada Sail Banda bulan Agustus 2010, pada saat itu dilakukan juga perlombaan
perahu kora-kora, baik dari masyarakat desa adat setempat atau umum.

6. Sistem Mata Pencaharian

Orang-orang Ambon pada umumnya mayoritas mereka bertani di ladang. Dalam hal ini,
sekelompok orang membuka sebidang tanah di hutan, dengan cara menebang pohon – pohon di
hutan dan dengan membakar batang – batangnya serta dahan yang telah kering. Ladang yang
dibuka dengan cara ini hanya diolah dengan tongkat, kemudian ditanami tanpa irigasi kemudian
ditanami kacang-kacangan dan ubi ubian. 

Makanan mayoritas orang Ambon adalah sagu, tapi zaman sekarang beras sudah biasa
mereka makan, tetapi belum menggantikan sagu seluruhnya. Pohon sagu tidak perlu ditanam
dan dipelihara karena pohon sagu telah berkembang dan hidup di pulau pulau Maluku serta di
rawa rawa juga sangat banyak. Di daerah lereng lereng gunung orang juga menanam kentang
walaupun hasilnya tidak banyak, kebiasaan menanam kentang itu berasal dari orang orang
Belanda, tanaman pengaruh orang Belanda adalah kopi yang banyak tumbuh di Lisaba, Amahai,
dan Manipa.

Banyak penduduk menanam tembakau untuk dipakai sendiri, mereka menanam di


pekarangan rumah, dibawah cucuran atap sehingga kalau turun hujan, air hujan tersebut
langsung menyiram tanaman tembakau tersebut, daun tembakau lebat dan kuat. Orang membuat
tembakau dengan memotong motong halus daun tembakau tersebut kemudian dijemur di terik
mentari supaya kering. Orang Ambon juga menanam tebu, singkong, jagung, dan kacang
kacangan.
Sedangkan buah buahan yang ditanam antara lain pisang, mangga, manggis, gandaria,
durian, cengkih juga ditanam oleh orang Ambon. Cengkih sangat mudah perawatannya tetapi
harganya cukup tinggi. Hasil bumi tersebut bila berlebih akan dijual kepada orang lain, dengan
demikian orang tersebut mendapat upah dari hasil penjualan, serta memperoleh uang untuk
membeli kebutuhan sehari hari, bayar pajak, membiayai sekolah anak anak mereka serta
membeli alat alat pertukangan.

Di samping pertanian, orang Ambon juga memburu rusa, babi hutan, dan burung
kasuari. Mereka menggunakan lembing yang dilontarkan dengan jebakan dan dengan cara
memburu secara langsung menguunakan panah atau senjata api. Penduduk di daerah pantai
mayoritas mereka adalah nelayan dan menangkap ikan. Perahu mereka dibuat dengan satu
batang kayu dan dilengkapi dengan cadik, perahu ini dinamakan dengan perahu semah. Perahu
yang baik adalah perahu yang terbuat dari papan dan dibuat oleh orang Ternate, dinamakan
pakatora. Perahu perahu besar untuk berdagang dinamakan jungku atau orambi.

Pertanian

Bidang pertanian khususnya tanaman pangan yang memiliki rata-rata produksi paling
besar adalah ubi kayu. Komoditi ini dominan di Kab. Seram Bagian Barat dengan jumlah
produksi mencapai 25.950 Ton/thn. Sedangkan untuk Kab. Maluku Tengah, padi sawah
merupakan komoditi tanaman pangan yang dominan dengan jumlah produksi sebesar 20.160
Ton/thn.

Peternakan

Usaha peternakan yang ada saat ini umumnya merupakan peternakan rakyat dan masih
bersifat tradisional. Populasi ternak yang banyak adalah kelompok unggas, sapi, babi dan
kambing. Dari rata-rata produksi yang yang dimiliki, ketersediaan lahan sangatlah luas, maka
perlu adanya suatu upaya pengelolaan secara optimal dan profesional guna terciptanya
peningkatan pendapatan. 

Perkebunan

Salah satu potensi yang memiliki nilai yang strategis/mengikuti trend saat ini ialah
kelapa dengan luas tanam sebesar 20.547,63 Ha dan jumlah produksi 23.490,55 ton/thn dimana
dari bahan ini dapat dimanfaatkan menjadi biodisel dan bioetanol yang berfungsi sebagai bahan
pengganti bahan bakar yang berasal dari fosil. Beberapa komoditi perkebunan yang ada di
wilayah KAPET Seram selain memiliki keunggulan produktivitas, juga yang telah lama dikenal
memiliki keunggulan kualitas. Rendemen minyak kelapa dalam maupun hibrida tergolong
tinggi. Tanaman cengkih yang sejak dulu telah menjadi tanaman rakyat masyarakat Maluku juga
memiliki nilai kualitas tinggi karena memiliki kadar eugenol yang tinggi.

7. Organisasi Sosial

Desa adat suku Ambon dibangun sepanjang jalan utama antara satu desa dengan desa
yang lain saling berdekatan, atau bisa juga dalam bentuk kelompok yang terdiri dari rumah-
rumah yang dipisahkan oleh tanah pertanian. Bentuk kelompok kecil rumahrumah itu disebut
”Soa”. Rumah asli Ambon, sama seperti di Nias, Mentawai, Bugis Toraja, dan suku lainnya
di Indonesia, dibangun dengan tiang kayu yang tinggi. Beberapa “Soa” yang letaknya
berdekatan satu dengan yang lain dalam sebuah kampung yang disebut dengan ”Aman”.
Kumpulan dari beberapa ”Aman” disebut dengan ”Desa” yang juga disebut dengan ”Negari”
dan dipimpin oleh seorang ”Raja” yang diangkat dari klen-klen tertentu yang memerintah
secara turun-temurun, dan kekuasaan di dalam negari dibagi-bagi untuk seluruh klen dalam
komunitas negeri. Pusat dari sebuah Negari dapat dilihat dengan adanya balai pertemuan,
rumah raja, gereja, masjid, rumah alim ulama, toko, dan kandang berbagai hewan peliharaan.

Dalam proses sosio-historis, ”negari-negari” ini mengelompok dalam komunitas


agama tertentu, sehingga timbul dua kelompok masyarakat yang berbasis agama, yang
kemudian dikenal dengan sebutan Ambon Sarani dan Ambon Salam. Pembentukan negeri
seperti in memperlihatkan adanya suatu totalitas kosmos yang mengentalkan solidaritas
kelompok, namun pada dasarnya rentan terhadap kemungkinan konflik. Oleh sebab itu,
dikembangkanlah suatu pola manajemen konflik tradisional sebagai pencerminan kearifan
pengetahuan lokal guna mengatasi kerentanan konflik seperti Pela, Gandong; yang diyakini
mempunyai kekuatan supranatural yang sangat mempengaruhi perilaku sosial kedua
kelompok masyarakat ini; dan hubungan kekerabatan lainnya.
Organisasi dalam masyarakat, yaitu:

 Jojaro : Organisasi kemasyarakatan yang terdiri dari pemuda-pemudi dewasa yang


belum kawin. Bila ada seorang anggota jojaro kawin dengan pemuda di luar desa, maka
jojaro dapat menghalangi jalan ke luar mereka dari desa dan menuntut dari pengantin
laki-laki pembayaran berupa sehelai kain putih. Kalau tuntutan mereka belum dibayar,
pengantin perempuan tidak diijinkan meninggalkan desa
 Ngurare : Organisasi pemuda-pemuda yang belum kawin Ngungare membantu jojaro
dan mengawasi pembayaran tuntutan mereka. Terutama di Seram Barat pemuda-pemudi
di bawah kepala jojaro mendapat kebebasan yang cukup berarti dalam kehidupan desa,
misalnya saja mereka boleh menerima tamu dalam perayaan-perayaan memakai pakaian
yang indah-indah. Mereka juga dapat bertamasya bersama-sama dengan ngungare
mereka yang mereka namakan makan petita.
 Muhabet : Organisasi yang mengurusi kegiatan yang berkaitan dengan Kematian.
Anggotanya ialah kerabat dan warga satu desa.

Gotong Royong

Gotong royong merupakan bentuk kerjasama, misalnya membuat gereja, masjid, balieu,
atau tempat tinggal. Gotong royong dilakukan oleh para penduduk suku asal dengan para
pendatang. Pola hubungan Anak Negeri dengan Orang Dagang dipererat oleh kepentingan
ekonomi dari masing-masing kelompok. Yang menjadi perekat hubungan sosial antar kedua
kelompok ini bukan agama, tetapi transaksi ekonomi. Hal ini terjadi karena umumnya Orang
Dagang yang terbanyak berasal dari Buton, mendiami dan menggarap lahan milik petuanan
Negeri Serani. Sedangkan Orang Dagang asal negeri lain, pada umumnya pola hubungan sosial
dengan Anak Negeri direkatkan oleh kekerabatan karena perkawinan atau pekerjaan sosial lain.

Pada daerah pedesaan Maluku Tengah, terdapat tiga pengelompokan masyarakat, yaitu
Anak Negeri Serani, Anak Negeri Salam, dan Orang Dagang. Orang Dagang dari luar Maluku
yang dominan adalah etnis Buton. Mereka menetap, berbaur dengan anak negeri maupun
membentuk kelompok sendiri dalam Petuanan Negeri. Orang Dagang yang berasal dari
keturunan Arab atau Cina, datang dan mendiami sebuah negeri dalam jumlah yang kecil, hanya
satu atau beberapa keluarga. Mereka hadir sebagai pedagang yang tidak membentuk kelompok
yang terpisah dari Anak Negeri, tetapi berbaur dalam komunitas Anak Negeri.

Perekat sosial antar satu kelompok dengan kelompok yang lain berbeda-beda. Perekat
sosial antara Anak Negeri dengan Orang Dagang lebih didominasi oleh kepentingan ekonomi.
Perekat sosial yang mengikat hubungan sosial antara Anak Negeri Serani dengan Anak Negeri
Salam antara lain terlihat dalam sifat kegotongroyongan dalam hal pembangunan rumah ibadah,
anak Negeri Serani merasa wajib untuk menyiapkan bahan bangunan (biasanya kayu) dan
bersama-sama membangun masjid. Demikian pula sebaliknya Anak Negeri Salam merasa wajib
untuk menyiapkan bahan bangunan dan bersama-sama membangun gereja.

Sistem Organisasi Sosial


Meskipun masyarakat daerah ini mencerminkan karakteristik yang multikultur, tetapi
pada dasarnya mempunyai kesamaan nilai budaya sebagai representasi kolektif. Salah satunya
adalah filosofi Siwalima yang selama ini telah melembaga sebagai cara pandang masyarakat
tentang kehidupan bersama dalam pelbagai hal. Dalam filosofi ini terkandung berbagai pranata
yang memiliki nilai umum dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Maluku.

Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan orang Ambon berdasarkan hubungan patrilineal, yang diiringi


dengan pola menetap patrilokal. Kesatuan kekerabatan yang lebih besar dari keluarga batih
adalah matarumah atau fam. Matarumah merupakan kesatuan laki-laki dan wanita yang belum
kawin dan para isteri dari laki-laki yang telah kawin. Dengan kata lain matarumah merupakan
satu klen-kecil patrilineal. Matarumah penting dalam mengatur perkawinan warganya secara
exogami dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah dati yaitu tanah milik kerabat
patrilineal.

Di samping kesatuan kekerabatan yang bersifat unilineal itu ada kesatuan lain yang bersifat
bilateral, yaitu family atau kindred. Family merupakan kesatuan kekerabatan di sekeliling
individu, yang terdiri dari warga yang masih hidup dari matarumah asli, ialah semua keturunan
dari keempat nenek moyang.

Terkait dengan pengaturan tanah, dalam sistem adat masyarakat Ambon dikenal tiga
jenis tipe kepemilikan tanah yaitu:

 Tanah yang dimiliki oleh negeri yaitu tanah negeri


 Tanah yang dimiliki oleh klen dan sub-klen atau matarumah yaitu tanah dati
 Tanah yang dimiliki secara individu oleh pewaris dalam keluarga yaitu tanah pusaka

Dati 

Ada pendapat bahwa dati adalah kesatuan wajib kerja. Dati tersebut pada mulanya
adalah laki-laki dewasa yang tangguh, yang diambil dari setiap rumah tangga dan secara pribadi
dibebani pekerjaan untuk turut dalam pelayaran hongi. Anak laki-laki tersebut turut pula
melakukan tugas hongi, baik atas perintah penguasanya karena sudah waktunya ataupun
menggantikan bapak mereka yang sakit atau tidak kuat lagi bekerja. Oleh karena keturunan para
dati cukup banyak, maka tugas itu dapat mereka kerjakan secara bergiliran. Akhirnya tugas itu
dikerjakan oleh kelompok keluarga dari para dati.
Hongi 

Adalah armada perang dari rakyat Maluku jaman dahulu kala, terdiri atas kora-kora dan
digunakan untuk memerangi musuh. Tugas hongi sudah ada sebelum Belanda masuk dan
menjadi tugas para dati untuk menjadi para pelaut hongi. Hongi dan kuarto adalah tugas yang
tertua. Tugas hongi saat ini telah dihapus.

Pada jaman VOC, hongi, nama jenis perahu di Maluku yang bentuknya panjang dipakai
untuk patroli laut Belanda yang didayung oleh penduduk setempat yang dilakukan secara paksa,
menjadi armada yang digunakan untuk mengamankan kepentingan politik monopolinya dalam
perdagangan rempah-rempah. Belanda memperoleh monopoli perdagangan di Indonesia dengan
cara melakukan pelayaran hongi untuk memberantas penyelundupan. Tindakan yang dilakukan
VOC adalah dengan merampas setiap kapal penduduk yang menjual langsung rempah-rempah
kepada pedagang asing seperti Inggris, Perancis, Denmark. Hal ini banyak dijumpai di
pelabuhan bebas Makasar.
8. Sistem Pengetahuan
Kondisi geografis wilayah Maluku yang merupakan kepulauan memberi dampak yang
cukup signifikan dalam menentukan sistem pengetahuan dan teknologi. Wilayah yang
berbentuk kepulauan ini mengharuskan suku Ambon yang tinggal di Maluku untuk
menguasai sistem pelayaran, dan juga sistem pembacaan arah melalui letak gugus bintang
tertentu. Sehingga masyarakat Suku Ambon harus menguasai pengetahuan astronomi.

9. Kesenian

Rumah Adat

Bangunan tersebut biasanya sekaligus merupakan marka utama (landmark) kampung


atau desa yang bersangkutan, selain masjid dan gereja. Berfungsi sebagai tempat
penyimpanan benda suci, tempat upacara adat, tempat warga berkumpul membahas masalah.
Rumah adat ini disebut baileo, berarti balai.

Makanan

1) Makanan Adat
 Jaha atau Pali-pali adalah sejenis nasi yang dimasak di dalam seruas bambu atau
dibungkus dengan daun rumbia (daun pohon sagu) yang dibentuk memanjang kurang
lebih 40 cm dengan garis tengah 3 cm, sebanyak 10 potong diletakkan di atas sebuah
piring / tempat menyerupai perahu pelambang laut (Heku / laki-laki).
 Dada (Kukusan) adalah nasi tumpeng yang diletakkan di atas sebuah piring dan
dibentuk menyerupai sebuah gunung, pelambang daratan (Cim/perempuan)

2) Makanan Khas

Sagu adalah salah satu makanan pokok di Ambon. Juga sebagai bahan dasar untuk
membuat kue khas Ambon seperti kue arobe dan kue baksona. Papeda adalah bubur yang
dibuat dari sagu, dimakan bersama ikan kuah kuning. Colo-colo adalah sambal khas Ambon
yang terdiri dari racikan irisan bawang merah, cabe rawit, tomat dan air perasan jeruk lemon
atau jeruk nipis, ditambah kecap manis. Biasa untuk makan ikan bakar, tahu goreng, atau
telur dadar.

Seni Suara
Dalam bidang kesenian, seni suara di daerah Maluku sangat menonjol, baik vokal
maupun instrumental. Hampir di setiap desa terdapat grup paduan suara. Di bidang musik
Maluku terkenal dengan suling bambu yang terdapat di setiap desa. Orkes suling ini
dipergunakan dalam kebaktian di gereja, maupun untuk meramaikan upacara-upacara
lainnya. Selain itu terdapat pula orkes kulit bia atau kulit siput yang sangat unik.

Terdapat juga alat musik petik yaitu Ukulele dan Hawaiian, seperti yang terdapat
dalam kebudayaan Hawaii di Amerika Serikat. Musik-musik Maluku masih memiliki ciri
khas di mana terdapat penggunaan alat musik Hawaiian, baik pada lagu-lagu pop maupun
dalam mengiringi tarian tradisional seperti Katreji.

Musik lainnya adalah Sawat, yaitu perpaduan antara budaya Maluku dan budaya
Timur Tengah.

Pantun dan Cerita Rakyat

Di Maluku banyak bentuk-bentuk pantun yang dihapal dan dipergunakan pada saat
badendang atau anakona, yaitu bernyanyi bersama sambil berpantun. Di kalangan rakyat
berkembang pula cerita rakyat yang dituturkan turun temurun, misalnya Cerita 

Nenek Luhu, Batu Apen, Gunung Nona, dan Legenda Empat Kapitan.

Seni Tari

Maluku memiliki beraneka ragam tari-tarian tradisional seperti:

 Tarian Sulureka-reka, yaitu tarian yang menggunakan empat buah gaba-gaba atau


pelepah sagu yang dipegang dan dilompati penari lainnya.
 Tari Cakalele Bulu Ayam, yakni semacam tari perang, ditarikan oleh laki-laki.
Pakaian yang dikenakan adalah baju cele dan celana Makasar dengan ikat pinggang
serta topi bulu ayam putih bersih. Alat yang dipakai sebagai pelengkap adalah parang
dan sawaluku (perisai) dan musik yang mengiringi adalah tifa dan suling.
 Tari Bulu Ayam, ditarikan oleh wanita yang dipilih dari tiap-tiap soa. Pakaian dan alat
musik mirip pada Cakalele Bulu Ayam yang disesuaikan dengan penarinya yaitu
wanita. Sedangkan yang berasal dari tarian asing telah dianggap tarian warisan
budaya atau tarian daerah setempat.
 Tari Tifa, untuk menyambut tamu berasal dari Maluku Tenggara.
 Tari Bulu (Bambu) Gila, diangkat dari permainan tradisional dari Maluku Tengah
yang mempunyai kesakralan dan magis.
 Tari Lolaya, mengangkat upacara panen ke dalam bentuk pertunjukan.
 Tari Tebe-tebe, berasal dari Timor.
 Tari Sajojo, berasal dari Irian.
 Tari Poco-poco, berasal dari Maluku, khususnya Ambon.
 Tari Debus, seringkali dikaitkan dengan pertunjukan yang memperlihatkan kekebalan
penari dengan mencoba melukai diri. Pada mulanya tarian ini dipersembahkan untuk
kehebatan dan kekebalan orang-orang Syiah.

Alat Musik

Alat musik yang terkenal adalah Tifa (sejenis Gendang) dan Totobuang. 

Masing-masingi alat musik Tifa Totobuang ini memilki fungsi yang berbeda-beda dan
saling mendukung satu sama lain sehingga melahirkan warna musik yang khas. Totobuang
merupakan serangkaian gong-gong kecil.

Seni Pahat dan Ukir

Seni pahat dan ukir terdapat banyak di Maluku Tenggara yang nampak pada patung-
patung pemujaan. Seorang anggota keluarga yang meninggal selalu dibuat patungnya sesuai
dengan muka dan sifat-sifat orang itu. Seni kerajinan yang lain adalah pembuatan tempat air
minum, tempat bunga dan lain-lain yang terbuat dari tanah yang dibakar dengan pelepah
sagu.

Kerajinan

Kerajinan tenun dengan tangan di Maluku Tenggara, anyam-anyaman di Maluku


Utara, serta kerajinan dari cegkeh, mutiara, batu karang dan lokan.

Senjata

Senjata tradisional yang terkenal adalah parang salawaku. Panjang parang adalah 90-
100 cm, sedangkan salawaku (perisainya) dihiasi dengan motif-motif yang melambangkan
keberanian.

Busana Tradisional
Ada beberapa contoh busana yang pada jaman dahulu pernah menjadi busana sehari-
hari yang digunakan untuk bekerja atau di rumah. Celana kes atau hansop, yakni celana anak-
anak yang dibuat dari beraneka macam kain. Kebaya manampal, yaitu kebaya cita berlengan
hingga siku-siku yang dijahit dengan cara menambal beberapa potong kain yang telah diatur
dan disusun sedemikian rupa hingga terlihat manis.

Kaum wanita pendatang dari kepulauan Lease dan telah menetap di Ambon, mereka
biasa menggunakan baju cele yakni sejenis kebaya berlengan pendek, bagian leher ke arah
dada terbelah sepanjang 15 cm tanpa kancing. Untuk di kebun, baju cele tersebut dijahit
dengan panjang lengan hingga siku, masyarakat menyebutnya baju cele lengan sepanggal.

Sementara itu para pria Ambon mengenakan busana yang terdiri atas baju kurung
lengan pendek dan tidak berkancing, dilengkapi dengan celana kartou, yakni celana yang
pada bagian atasnya terdapat tali yang dapat ditarik dan diikatkan.

Wisata

Kawasan Taman Nasional Manusela banyak memiliki keunikan dan kekhasan seperti


Lembah Pilianan yang kaya akan jenis kupu-kupu.

Kegiatan upacara adat, antara lain:

 Antar Sotong, Para nelayan berkumpul menggunakan perahu dan lentera untuk
mengundang cumi-cumi dari dasar laut mengikuti cahaya lentera mereka.
 Pukul Manyapu, Acara adat tahunan yang dilakukan di desa Mamala-Morella,
biasanya dilakukan pada hari ke-7 setelah Idul Fitri. Asal mula tradisi ini adalah
berawal dari perang Kapahaha yang terjadi pada tanggal 27 Oktober 1646, di pantai
Sawatelu, Negeri Hausihu, nama lama dari Negeri Morella. Perang berawal dari
pengepungan Benteng Kapahaha milik warga Maluku dan pendirian markas VOC di
Teluk Sawatelu pada tahun 1646.
 Lari Obor Patimura, Setiap tanggal 15 Mei, pemerintah bersama rakyat setempat
melakukan prosesi adat dan kebangsaan dalam memperingati hari Pattimura. Yang
paling terkenal adalah lari obor dari Pulau Saparua menyeberang lautan menuju Pulau
Ambon, untuk selanjutnya diarak sepanjang 25 km menuju kota Ambon. 
Prosesi ini diawali dengan menyalakan api obor secara alam di puncak Gunung Saniri
di Pulau Saparua. Ini adalah salah satu ritus sejarah perjuangan Pattimura karena di
tempat itulah awal dari perang rakyat Maluku melawan Belanda pada tahun 1817.
10. Agama dan Sistem Religi

Mayoritas penduduk Maluku memeluk agama 

 Kristen Protestan (40%), 


 Islam (35%),
 Katholik (15%), dan 
 lainnya (10%), namun masih nampak sisa kepercayaan lama.

Orang Ambon umumnya mengenal Upacara Cuci Negeri yang mungkin dapat
disamakan dengan Upacara Bersih Desa di Jawa. Di Ambon yang penduduknya beragama
Islam terlihat ada dua golongan yang dapat disamakan dengan penganut Islam di Jawa yaitu
Abangan dan Santri, misalnya di Negeri Kailolo, di Pulau Haruku.

Pada umumnya penduduk Maluku Tengah beragama Nasrani dan minoritas beragama
Islam, walaupun mereka telah memeluk agama Islam dan Nasrani tapi mereka masih nampak
sisa sisa religi sebelum agama Islam dan Nasrani muncul. Mereka masih percaya akan adanya
roh roh yang harus dihormati dan diberi makan, minum dan tempat tinggal agar mereka tidak
mengganggu bagi orang yang masih hidup di dunia ini. Untuk masuk baileu misalnya mereka
harus melakukan upacara lebih dahulu untuk meminta izin kepada roh nenek moyang yang
ada di Baileu. Adapun orang yang ikut dalam upacara tersebut adalah tuan negeri atau
sesepuh. Orang yang masuk baileu harus memakai pakaian hitam serta kalung warna merah
yang dikalungkan ke bahu. Zaman sekarang orang Ambon telah meninggalkan upacara
memanggil roh nenek moyang, kurban kurban yang dipersembahkan kepada roh nenek
moyang serta pemujaan roh nenek moyang.  

Orang Ambon mengenal upacara cuci negeri yang pada umumnya sama dengan
upacara bersih desa yang dilakukan orang di pulau Jawa. Semua penduduk desa harus
membersihkan sesuatu dengan cara yang baik dan benar. Bangunan bangunan yang harus
dibersihkan adalah Baileu, rumah rumah warga dan pekarangan, bila tidak dilakukan dengan
benar maka akan ada sangsinya yaitu mereka akan jatuh sakit. Seluruh warga desa akan
terkena wabah penyakit atau panennya gagal.

Orang Maluku Tengah pada umumnya mengenal upacara pembayaran kain berkat,
yang dilakukan oleh klen penganten laki laki, kepada kepala adat dari desa penganten
perempuan, pembayaran itu berupa kain putih serta minuman keras atau tuak, kalau hal ini
dilupakan keluarga muda ini akan menjadi sakit dan mati. Di desa desa Ambon yang
beragama islam kita melihat adanya dua golongan penganut yang disamakan dengan  Islam di
Jawa yaitu misalnya abangan atau santri. Di negeri Kailolo mayoritas penduduknya adalah
santri, bulan puasa di beritahukan oleh imam atau disebut saniri negeri. Demikian pula
dengan lebaran haji setelah kepala negeri atau saniri negeri mengetahuinya, maka imam
imam negeri tersebut harus menyampaikan kepada umat Islam di sana.

Anda mungkin juga menyukai