Anda di halaman 1dari 13

A.

Identifikasi
Orang Minahasa adalah suatu suku bangsa yang mendiami suatu daerah pada bagian timur
laut jazirah Sulawesi Utara. Dalam ucapan umum orang Minahasa menyebut diri meraka
Orang Manado/Touwenang, Minahasa, atau Kawanua. Sedangkan Suku Minahasa adalah
salah satu suku bangsa di Indonesia. Mereka berasal dari Kabupaten Minahasa
provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa sebagian besar tersebar di seluruh provinsi Sulawesi
Utara.

Minahasa berasal dari kata "MINAESA" yang berarti persatuan, yang mana zaman dahulu Minahasa
dikenal dengan nama "MALESUNG". Menurut penyelidikan dari Wilken dan Graafland bahwa
pemukiman nenek moyang orang Minahasa dahulunya di sekitar pegununggan Wulur Mahatus,
kemudian berkembang dan  berpindah ke Mieutakan (daerah sekitar tompaso baru saat ini).

Pulau Sulawesi, dulu dipanggil Celebes, terletak di kalung mutiara archipelago Indonesia,
terbentuk seperti salah satu bunga anggrek. Sulawesi Utara, sesuatu daerah yang indah,
terletak di bagian utara timur Sulawesi, mencakup 27.515 km persegi yang terdiri dari empat
daerah - Bolaang Mongondow, Gorontalo, Minahasa dan kepulauan Sangihe danTalaud.
Sulawesi Utara juga terkenal oleh sebab tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal
untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, didarat maupun dilaut. Tertutup dengan daunan
hijau pepohonan kelapa dan kebun-kebun cengkeh, tanah itu juga menyumbang

 
 
 variasi buah-buahan dan sayuran yang lengkap. Fauna Sulawesi Utara mencakup antara lain
binatang langkah seperti burung Maleo, Cuscus, Babirusa, Anoa dan Tangkasii (Tarsius
Spectrum). Untuk melindungi fauna ini, sebuah kebun alam telah di berdirikan. Taman laut
yang sangat menakjubkan menyelenggarakan petualangan dibawah air. Variasi yang luar
biasa dalam bidang panorama dan cara kehidupan orang tertempat yang memiliki tradisi yang
unik akan memikat pengunjung dari luar. Penduduk Minahasa adalah orang Kristen yang
ramah dan salah satu suku-bangsa yang paling dekat dengan negara barat. Hubungan pertama
dengan orang Europa terjadi saat  pedagang Espanyol dan Portugal tiba disana. Tetapi hanya
saat orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh
oleh keberadaan orang Belanda. "Minahasa" berasal dari confederasi masing-masing suku-
bangsa dan patung-patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku lama. Sulawesi Utara jadi
salah satu produsen kelapa, cengkeh dan pala yang terbesar di Indonesia, yaitu menambah
pada kekayaan alamnya

Asal Usul Suku Minahasa Anak Suku Tonsea


Di tanah Minahasa sendiri kaum pendatang mempunyai ciri seperti: Kaum Kuritis yang
berambut keriting, Kaum Lawangirung (berhidung pesek) Kaum Malesung/ Minahasa yang
menurunkan suku-suku : Tonsea, Tombulu, Tompakewa, Tolour, Suku Bantenan
(Pasan,Ratahan),Tonsawang, Suku Bantik masuk tanah minahasa sekitar tahun 1590 . Suku
Minahasa atau Malesung mempunyai pertalian dengan suku bangsa Filipina dan Jepang, yang
berakar pada bangsa Mongol didataran dekat Cina. Hal ini nyata tampak dalam bentuk fisik
seperti mata, rambut, tulang paras, bentuk mata, dan lain-lain. Dalam bahasa, Bahasa
Minahasa termasuk rumpun bahasa Filipina Tetua- tetua Minahasa menurunkan sejarah
kepada turunannya melalui cerita turun temurun biasanya dilafalkan oleh Tonaas saat
kegiatan upacara membersihkan daerah dari hal- hal yang tidak  baik bagi masyarakat
setempat saat memulai tahun yang baru dan dari hal kegiatan tersebut diketahui bahwa Opo
Toar dan Opo Lumimuut adalah nenek moyang masyarakat Minahasa, meskipun banyak
versi tentang riwayat kedua orang tersebut. Keluarga Toar Lumimuut sampai ketanah
Minahasa dan berdiam disekitar gunung Wulur Mahatus, dan berpindah ke Watuniutakan
Sampai pada suatu saat keluarga bertambah  jumlahnya maka perlu diatur mengenai interaksi
sosial didalam komunitas tersebut, yang melalui kebiasaan peraturan dalam keturunannya
nantinya menjadi kebudayaan minahasa
Demikian juga dengan isme atau kepercayaan akan sesuatu yang lebih berkuasa atas manusia
sudah dijalankan diMinahasa sejak awal.

egenda Minahasa (Toar Lumimu'ut)


Minahasa adalah suatu daerah yang terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi (dahulu disebut
Celebes) di Indonesia. Penduduk menyebut diri mereka sendiri 'Orang Minahasa', sedangkan
Minahasa yang tinggal di luar Minahasa menyebut diri mereka sendiri Kawanua, yang berarti
´keluarga´. Kalau anda berada di Minahasa anda akan segera mendengar nama Toar dan
Lumimu'ut disebut. Di Kota Manado sendiri terdapat sepasang patung ini. Ini adalah cerita
tentang Toar dan Lumimu'ut. Menurut cerita legenda, nenek moyang Minahasa datang dari
Monggolia. Orang-orang Monggolia merupakan sebuah kelompok yang sulit di kendalikan
dimana, setelah mereka menyerbu Cina, untuk mencari tempat tinggal. Orang Monggolia
yang terkenal adalah Genghis Khan. Kelompok-kelompok Monggolia berlayar dengan kapal
dan tiba di Celebes Utara melalui Philipina. Hal ini menjelaskan mengapa orang Philipina
dan orang Minahasa umumnya mempunyai mata yang agak sipit. Mereka (orang Mongol)
juga pergi sampai ke dalam Celebes yang sekarang di sebut Tanah Toraja di Celebes Tengah.
Disana atap-atap rumah dan bangunan-bangunan tradisional mempunyai bentuk kapal
berlayar dengan ikatan simpul yang menunjuk ke arah utara. Disini mereka menggambarkan
tentang penyerbu tersebut yang sebagai Tuhan yang datang dari Utara Menurut legenda,
orang Minahasa berasal dari kedua orang ini yang datang ke Celebes bagian utara, mereka
adalah lelaki Toar (matahari) dan wanita Lumimu'ut (tanah). Lumimu'ut adalah seorang
prajurit wanita, yang dibentuk dari batu karang, dicuci dalam laut, dipanaskan oleh matahari
dan disuburkan oleh Angin Barat. Mereka, awal mulanya,  berkemah di pulau vulcanic,
Manado Tua, dekat tepi laut Minahasa, seberang Manado."Ibunya sangat cantik. Namanya
adalah Lumimu'ut dan dia adalah seorang keturunan tuhan. Kecantikannya yang luar biasa
mempesonakan dan awet muda yang dianugrahi kepadanya. Ketika anak lelakinya, Toar,
sudah menjadi seorang pemuda dia meninggalkan ibunya untuk menjelajahi dunia.
Lumimu'ut memiliki sebuat tongkat  perjalanan yang panjang dan ketika dia mengucapkan
perpisahan kepada Toar dia memberikannya sebuah tongkat yang sama panjangnya dan dia
memperingatkan nya untuk tidak menikah dengan anggota keluarga; oleh sebab itu dia
seharusnya tidak boleh menikahi seorang perempuan yang mempunyai tongkat yang sama
panjang seperti miliknya. Bertahun-

 
 
tahun lamanya dan perjalan panjang kemudian Toar kembali ke kampung halamannya.
Disana dia bertemu dengan seorang wanita muda cantik dimana dia jatuh cinta dan ingin
menikahinya. Dia tidak mengenal ibunya sendiri yang memang tetap abadi awet muda, dan
dari pihak ibunya sendiri tidak mencurigai sama sekali bahwa pemuda dewasa yang ganteng
ini adalah anaknya sendiri. Sebelum mengambil sumpah perkawinan Toar ingat akan
permintaan ibunya ketika dia akan meninggalkannya untuk perjalanan panjang. Oleh sebab
itu dia meletakkan tongkatnya di samping tongkat calon istrinya untuk membandingkan
panjangnya. Tetapi selama perjalanan panjangnya dia sudah memakai banyak tongkatnya,
sehingga tongkat tersebut menjadi jauh lebih pendek. Sehingga tidak ada halangan lagi untuk
nenek moyang Minahasa ini. Ketika kemudian mereka mengetahui kesalahan mereka, sudah
sangat terlambat dan dengan rasa malu mereka meninggalkan rumah kota mereka. Selama
perjalanan mereka, mereka kemudian tiba di Celebes Utara di pulau volcanic di Menado Tua,
seberang pantai dekat Manado di Minahasa Setelah beberapa waktu kemudian Toar dan
Lumimu'ut akhirnya memutuskan untuk  pergi ke pantai di benua tersebut. Ketika mereka
tiba disana mereka merasa pantai terlalu  panas, oleh sebab itu mereka pergi lebih dalam di
desa tersebut dan menetap di gunung Tondano dimana iklimnya sejuk dan segar. Disini
mereka melahirkan anak-anak mereka dan  perlahan mendiami daerah tersebut. Akhirnya
tentu saja anak-anak Toar dan Lumimu'ut menginginkan daerah meraka masing-masing.
Legenda menceritakan bahwa Toar mengizinkan masing-masing anaknya memilih sebidang
daerah dan melemparkan batu-batu di jurusan yang berbeda-beda. Dimana batu-batu tersebut
jatuh disitulah muncul kolonisasi  baru Tonsea (manusia yang suka air), Tondano (manusia
yang suka danau), Tombulu (manusia yang suka bulu), Tombasso, Tontemboan
(Tompakewa), Toulour, Tomohon. Di legenda tersebut ke-7 tempat ini adalah ke tujuh daerah
Minahasa yang kemudian membuat suku dengan kepala sukunya masing-masing (Kepala
Suku, Tonaas, Hukum Tua atau Hukum Besar) Menurut mitos ini Penciptaan manusia turun
temurun adalah dari wanita dan bukan, sebagaimana di agama Kristen, dari laki-laki yang
rusuknya diambil untuk menciptakan wanita. Patung Toar dan Lumimu'ut berdiri di lapangan
kecil di Manado, dimana bukan ibu kota Minahasa, karena itu adalah Tondano. Manado,
bagaimanapun, adalah ibu kota dari Propinsi Sulawesi Utara dan daerah Minahasa secara luas
sehubungan dengan administrasi dan masalah ekonomi. Pendiriannya secara resmi dianggap
dibuat oleh Dotu Lolong Lasut,

yang diperingati dengan sebuah patung di kota. Lokasi patung Toar dan Lumimuut di pusat
Manado dapat di dianggap sebagai simbol persatuan/penggabungan Manado oleh orang
Minahasa.

Mata Pencaharian
Di Minahasa, jaringan jalan raya yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan
bandar udara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko besar, dan kegiatan
ekonomi modern lainnya sangat mempengaruhi sektor ekonomi pedesaan yang berpangkal
pada sektor pertanian rakyat yang masih bersifat tradisional. Ekonomi pedesaan merupakan
ciri-ciri perilaku petani Minahasa. Di Minahasa,  jaringan jalan yang tergolong baik, serta
adanya pelabuhan Bitung dan bandar udara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil,
toko besar maupun kecil di kotsa, dan kegiatan ekonomi modern lainnya memang sangat erat
berhubungan dan sangat mempengaruhi ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor
pertanian rakyat yang masih tergolong tradisional.ekonomi pedesaan di Minahasa
mempunyai bentuk tersendiri yang menunjukkuan adanya perbedaan-perbedaan dari
masyarakat-masyarakat pedesaan lainnya. Berbagai sarana,  prasarana, dan pranata ekonomi
di Minahasa sekarang telah mengalami pekembangan, jauh  berbeda dari masa-masa dahulu.
Berbagai pabrik, petokoan, yang menjual barang-barang mewah maupun kebutuhan sehari-
hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar pulau maupun lokal dan masih
banyak lagi, semuanya tergolong pada kegiatan ekonomi modern, yang menunjukkan gejala
perkembangan. Khususnya mengenai sektor industri dapat dikemukakan bahwa bagian
terbesar masih tergolong pada industri kecil (sekitar 98%) dan sisanya tergolong pada industri
menengah. Sebagai penunjang sektor perdagangan, maka produksi sektor industri
menunjukkan  pertambahan. Dalam sektor pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia
II berkembang  perkebunan rakyat tanaman-tanaman industri, terutama kelapa, cengkeh,
kopi, dan pala. Sekarang perkebunan-perkebunan ini terus mengalami peningkatan
intensifikasi dan ekstensifikasi dengan menggunakan metode dan teknologi pertanian
modern. Akhir-akhir ini komoditi petanian lain yaitu coklat, vanili, jahe putih dan jambu
mete mulai digiatkan secara intensif juga dengan metode dan teknologi pertanian modern.
Persawahan menunjukkan pula adanya gejala-gejala perkembangan dalam upaya
peningkatan produksi padi. Perbaikan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan bibit

 
unggul adalah contoh dari beberapa perkembangan yang dimaksud. Pertebatan ikan mas
dengan mempraktekan metode baru (menggunakan air yang mengalir deras ke dalam tebat-
tebat yang terbuat dari semen) dijalankan di banyak desa terutama oleh petani-petani kaya.
Perladangan menetap tradisional (kebun kering) yang umum di Minahasa adalah
perladangan jagung, umumnya untuk konsumsi petani sendiri. Biasanya petani menanam pula
dalam kebun jagung berbagai jenis sayur, tanaman bumbu masakan sehari-hari, dan
buah- buahan (terutama advokat, pepaya, jenis-jenis jeruk, nangka, sirsak, jambu biji, dan
jenis- jenis jambu air) untuk konsumsi sendiri. Akhir-akhir ini pemerintah daerah telah
mengusahakan peningkatan produksi jagung melalui Proyek Mandiri di kalangan petani,
dijalankan dengan penyuluhan dinas pertanian, untuk dipasarkan melalui Koperasi Unit Desa
(KUD). Selain jagung, kebun sering ditanami pula dengan kacang merah, kacang tanah,
kedelai, kacang hijau, dan berbagai jenis ubi. Selain pengembangan perikanan laut yang
dilaksanakan oleh Perikani yang berpusat di Aertembaga, terutama penangkapan dan
pengolahan cakalang, nelayan-nelayan tradisional mulai meningkatkan produksi berbagai
jenis ikan dan binatang laut dengan menggunakan alat-alat yang lebih baik maupun dengan
apa yang dis
ebut ”motorisasi” perahu penangkapan
ikan. Namun demikian, penangkapan jenis binatang laut masih umum dijalankan dengan
teknologi tradisional.radisional dipegunakan pula dalam penangkapan jenis-jenis biotik
sumber protein di danau-danau dan sungai-sungai. Di desa-desa sekeliling danau Tondano
ada segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan kegiatan menangkap berbagai
jenis ikan dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi sebagian dari kebutuhan pritein
hewani yang dapat diperoleh dipasar-pasar di kota-kota. Hutan merupakan sumber energi
maupun materi untuk berbagi kebutuhan penduduk. Berbagai jenis bahan makanan (binatang
dan tumbuhan) kebutuhan sehari-hari maupun pesta  bersumber dari hutan. Jenis-jenis
binatang yang umum dimakan adalah babi hutan, tikus hutan (ekor putih), dan kalong. Lain-
lainnya yang jarang dimakan karena sudah tergolong langka atau tidak umum dimakan oleh
orang Minahasa adalah seperti rusa, anoa, babi rusa, monyet, ular piton, biawak, ayam hutan,
telur burung maleo, dan jenis-jenis unggas liar lainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik
yang terdapat di hutan maupun lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan yang
memenuhi kebutuhan sayur-sayuran, terutama  pangi, rebung dan pakis. Demikian pula,
hutan menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, seperti jenis-jenis mangga, pakoba dan
kemiri. Selain itu, enau merupakan sumber nira sebagai minuman yang
 
 
terkenal di Minahasa (disebut sanguer) maupun bahan gula merah. (Tumbuhan ini tumbuh di
hutan maupun kebun). Untuk berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan untuk membuat berbagai
alat dan  bangunan gedung dan rumah, hutan merupakan sumbernya. Kecuali itu, hutan dan
lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan tempat bertumbuhnya tumbuhan-tumbuhan
yang memberi bahan-bahan untuk berbagai kebutuhan umum. Seperti rotan, kayu bakar, daun
rumbia (bahan atap rumah). Sayang sekali luas hutan di Minahasa makin berkurang, terutama
karena ekstensifikasi perkebunan cengkeh yang dilakukan oleh penduduk desa maupun
penduduk kota. Di daerah Minahasa menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan
sumber yang terbesar, melebihi 126 milyar rupiah (42,36%). Daripadanya subsektor
perkebunan adalah yang paling besar dan sesudahnya adalah subsektor pertanian pangan dan
subsektor-subsektor  perikanan, peternakan, dan kehutanan. Ada empat jenis komoditi
(kelapa, cengkeh, pala dan kopi) dan satu golongan komoditi lainnya (vanili, jahe putih, dan
biji jambu mete) yang sangat penting bagi perekonomian daerah ini. Bahkan tiga jenis
komoditi yaitu kelapa, pala dan kopi mengisi paket ekspor Sulawesi Utara.

 
 Religi

Unsur-unsur kepercayaan pribumi yang dapat disaksikan pada orang Minahasa yang sekarang
secara resmi telah memeluk agama-agama Protestan, Katolik maupun Islam merupakan
peninggalan sistem religi zaman dahulu sebelum berkembangnya agama Kristen. Unsur-
unsur ini mencakup : konsep-konsep dunia gaib, makhluk dan kekuatan adikodrati
(yang dianggap “baik” dan “jahat” serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia, benda
 berkekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia akhirat). Unsur-unsur
religi pribumi terdapat dalam beberapa upacara adat yang dilakukan orang yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa lingkaran hidup individu, seperti kelahiran, perkawinan, kematian
maupun dalam bentuk-bentuk pemberian kekuatan gaib dalam menghadapai berbagai jenis
bahaya, serta yang berhubungan dengan pekerjaan atau mata pencaharian. Unsur-unsur ini
tentu juga tampak dalam wujud sebagai kedukunan (sistem medis makatana) yang sampai
sekarang masih hidup. Dunia gaib sekitar manusia dianggap didiami oleh makhluk-makhluk
halus seperti roh-roh leluhur baik maupun jahat, hantu-hantu dan kekuatangaib lainnya.
Usaha manusia untuk mengadakan hubungan dengan makhluk-makhluk tersebut bertujuan
supaya hidup

mereka tidak diganggu sebaliknya dapat dibantu dan dilindungi, dengan mengembangkan
sustu kompleks sistem upacara pemujaan yang dahulu dikenal sebagai na‟amkungan atau
ma‟ambo atau masambo.
 Dalam mitologi orang Minahasa rupanya sistem kepercayaan dahulu mengenal  banyak
dewa, salah satunya adalah dewa tertinggi. Dewa oleh penduduk disebut empung atau opo,
dan untuk sewa yang tertinggi disebut opo wailan wangko. Dewa yang penting sesudah dewa
tertinggi ialah karema. Opo wailan wangko dianggap sebagai pencipta seluruh alam dan
isinya yang dikenal oleh manusia yang memujanya. Karema yang mewujudkan diri sebagai
manusia adalah sebagai penunjuk jalan bagi lumimuut (wanita sebagai manusia pertama)
untuk mendapatkan
keturunan seorang pria yang bernama to‟ar, yang juga diangga
 p sebagai pembawa adat khususnya cara-cara pertanian yaitu sebagai cultural hero (dewa
pembawa adat). Roh leluhur juga disebut opo, atau sering disebut dotu yang pada masa
hidupnya adalah seorang yang dianggap sakti dan juga sebagai pahlawan seperti pemimpin-
pemimpin
komunitas besar ( kepala walak dan komunitas desa; tona‟as ). Mereka juga dalam hidupnya
memiliki keahlian dan prestasi seperti dalam perang, keagamaan dan kepemimpinan. Ada
kepercayaan bahwa opo-opo yang baik akan senantiasa menolong manusia yang dianggap
sebagai cucu mereka ( puyun) apabila mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Pelanggaran yang terjadi dapat mangakibatkan yang bersangkutan akan mengalami bencana
atau kesulitan hidup akibat murka opo-opo, ataupun kekuatan sakti yang diberikan akan
hilang. Disamping itu, ada juga opo-opo yang memberikan kekuatan sakti untuk hal-hal yang
tidak baik, seperti untuk mencuri, berjudi dsb. Konsepsi makhluk halus lainnya seperti hantu
ialah panunggu, lulu, puntianak, pok- pok dsb yang dianggap berada di tempat tertentu dan
pada saat dan keadaan tertentu dapat maengganggu manusia. Untuk menghadapi hal-hal
tersebut sangat dirasakan peranan dari opo-opo yang dapat menghadapi atau mengalahkan
mereka atau mengatasi gangguan dari mereka. Roh (mukur) orangtua sendiri ataupun roh-roh
kerabat yang sudah meninggal dianggap selalu berada di sekitar kelurganya yang masih
hidup, yang sewaktu-waktu datang menun jukkan dirinya dalam bentuk bayangan atau mimpi
atau dapat pula melalui seseorang sebagai media yang dimasuki oleh mukur sehingga bisa
bercakap-cakap dengan kerabatnya. Mukur yang demikian tidak dianggap berbahaya malahan
bisa menolong kerabatnya. Kepercayaan orang Minahasa bahwa ada bagian tubuh yang
mempunyai kekuatan sakti seperti rambut dan kuku. Binatang-binatang yang memiliki
kekuatan sakti adalah ular

 
 
hitam dan beberapa jenis burung, terutama burung hantu (manguni). Untuk tumbuh-
tumbuhan yang memiliki kekuatan sakti adalah tawa‟ang, goraka (jahe), balacai, jeruk suangi
dll. Gejala alam seperti gunung meletus dan hujan lebat bersama petir secara terus-menerus
dianggap sebagai amarah para dewa. Senjata yang dianggap memiliki kekuatan sakti yang
harus dijaga dengan baik adalah keris, santi (pedang panjang), lawang (tombak), dan kelung
(perisai). Ucapan berupa sumpah dan kutukan juga dikenal sebagai kata-kata yang dianggap
dapat mengakibatkan malapetaka, apalagi kalau yang mengatakannya orangtua, kata-katanya
dianggap memiliki kekuatan sakti. Benda-benda jimat baik yang diwariskan orangtua ataupun
yang didap
at dari walian atau tona‟as yang disebut
 paereten
 adalah benda-benda yang kesaktiannya dipercaya yang sampai sekarang masih dipakai. Jiwa
yang dianggap sebagai kekuatan yang ada dalam tubuh manusia yang menyebabkan adanya
hidup, rupanya memiliki konsepsi yang sama dengan jiwa sesudah meninggalkan tubuh
karena mati atau roh. Konsepsi jiwa dan roh ini disebut katotouan. Unsur kejiwaan dalam
kehidupan manusia adalah : gegenang (ingatan), pemendam (perasaan), dan keketer
(kekuatan). Gegenang adalah unsure yang utama dalam jiwa. Pada saat sekarang, sesuai
dengan aturan-aturan agama Kristen, maka konsepsi dunia akhirat (sekalipun untuk mereka
yang masih melakukan upacara-upacara kepercayaan  pribumi untuk mendapatkan kekuatan
sakti dari makhluk-makhluk halus) ialah surga bagi yang selamat, serta neraka bagi yang
berdosa dan tidak percaya. Upacara-upacara keagamaan pribumi masih banyak dilakukan
oleh orang minahasa sebagai perwujudan untuk mengadakan hubungan dengan dunia gaib
atau sebagaikelakuakn religi atas dasar suatu emosi keagamaan, upacara-upacara itu
diantaranya adalah yang biasa
dilakukan pada malam hari di rumah tona‟as atau di rumah orang lain, bisa juga di tempat
-tempat keramat seperti kuburan opo-opo, batu-batu besar dan di bawah pohon besar. Pada
saat tertentu yang dianggap penting upacara dapat dilakukan di Watu Pinabetengan, tempat di
mana secara mitologis paling keramat di Minahasa. Upacara dilakukan pada saat tertentu,
misalnya pada malam bulan purnama. Tokoh tradisional yang melakukan dan memimpin
upacara keagamaan pribumi dikenal dengan nama walian, pemimpin upacara dapat dipegang
oleh wanita atau pria. Agama-agama resmi yang umum diatur oleh orang Minahasa antara
lain Protestan (yang terdiri dari berbagai sekte), katolik dan Islam. Terlepas dari tingkat
kepercayaan  perseorangan, unsure-unsur religi pribumi tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan keagamaan. Misalnya komponen pribumi terpadu bersama komponen Kristen
yang diluar upacara-upacara formal Gerejani seperti yang terlihat dalam upacara-upacara dari
masa hamil sampai

 
 
masa meninggal maupun pada perilaku keagamaan sehari-hari. Sebagaimana yang telah
dikemukakan pada contoh sebelumnya dapat dilihat adanya komponen religi pribumi dalam
kebudayaan Minahasa yang secara mendalam telah mengalami perubahan melalui jalur-jalur
kolonialisme, pendidikan formal, dan kristenisasi maupun jalur-jalur kontak atau difusi

budaya lainnya.

Sistem Pemerintahan
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja
sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga
yang gelarnya adalah Paedon Tu‟a atau Patu‟an yang sekarang kita kenal dengan sebutan
Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi.
Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta didalam
mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak  boleh
memerintah rakyat dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-
cucunya, keluarganya sendiri Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah
itu dilakukan harus dengan mapalus Didalam bekerja terdapat pengatur atau  pengawas yang
di Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng. Di
Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lasimnya di daerah lain  pada saman
itu, seperti di kerajaan Bolaang,Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat  beberapa dari
golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagai raja. seperti raja
Bolaang, raja Ternate, raja Sanger yang mereka dengar dan temui disaat  barter bahan bahan
keperluan rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh
beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya pemberontakan
serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat /Pasiyowan Telu, Alasannya karena,
bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan Opo Toar Lumimuut, dimana kekuasaan
dijalankan dengan sewenang-wenang. Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di
Minahasa menjadi tidak menentu,  peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan
tanah pertanian antar keluarga

 
 
Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil
tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori oleh Tonaas-
tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan. Luas Minahasa pada jaman ini
adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara sungai Ranoyapo ke gunung Soputan,
gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar,
Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang Mongondow,
sampai kira-kira abad ke-14. Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar
Lumimuut, memilih Tonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota
Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea.mereka bertugas untuk
konsolidasi ketiga golongan Minahasa tsb.

  Rumah Adat
Disebut dengan istilah wale atau bale, yaitu rumah/ tempat melakukan akivitas untuk hidup
keluarga. Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga
didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut
dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh
jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.

 
 
Ada pula yaitu rumah kecil untuk tempat beristirahat, berlindung sewaktu hujan, memasak
ataupun tempat menyimpan hasil panen sebelum dijual. Ciri utama rumah tradisional ini
berupa "Rumah Panggung" dengan 16 sampai 18 tiang penyangga. Beberapa abad lalu
terdapat rumah tradisional keluarga besar yang didiami oleh 6 sampai 9 keluarga. Masing-
masing keluarga merupakan rumah tangga tersendiri dan mempunyai dapur atau mengurus
ekonomi rumah tangga sendiri. Saat ini jarang ditemui rumah adat besar seperti ini. Pada
umumnya susunan rumah terdiri atas emperan (setup), ruang tamu (leloangan), ruang tengah
(pores) dan kamar-kamar. Ruang paling depan (setup) berfungsi untuk menerima tamu
terutama bila diadakan upacara keluarga, juga tempat makan tamu. Bagian belakang rumah
terdapat balai-balai yang berfungsi sebagai tempat menyimpan alat dapur dan alat makan,
serta tempat mencuci. Bagian atas rumah/loteng (soldor) berfungsi sebagai tempat
menyimpan hasil panen seperti jagung,  padi dan hasil lainnya. Bagian bawah rumah (kolong)
biasanya digunakan untuk gudang tempat menyimpan papan, balok, kayu, alat pertanian,
gerobak dan hewan rumah seperti anjing. Untuk melihat rumah tradisional adat Minahasa ini,
dapat ditemukan pada desa-desa di Minahasa yang umumnya sebagian rumah masih berupa
rumah panggung tradisional. Akan tetapi kebanyakan telah mengalami perubahan bentuk,
sesuai dengan kebutuhan pemiliknya
 
Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga didepan
rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut
dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh
jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya

5.Alat Musik daerah

a.Kolintang
 Kolintang adalah instrument musik yang berasal dari Minahasa biasanya Kolintang dipakai
sebagai pengiring dari seorang penyanyi lagu-lagu daerah ataupun cuma musik instrumen
saja. Kolintang sudah sangat terkenal di Indonesia bahkan  juga sudah dipromosikan ke luar
negeri. Kolintang dimainkan oleh sebuah regu,  biasanya satu regu itu terdiri dari 5 sampai 6
orang.  

b.Musik Bambu
 Musik bambu juga adalah musik tradisional dari Minahasa satu regu terdiri 30 - 40 orang
bahkan ada yang lebih. Musik bambu dari Minahasa juga sudah sangat terkenal di Indonesia
bahkan tidak jarang acara dari luar Sulawesi Utara yang mengundang 1 regu musik bambu.

7.Kuliner
a.Makanan
Dahulu orang selalu berpikir dua kali sebelum melangkahkan kaki menuju rumah makan
Manado. Pertama, khawatir kalau salah pilih karena nama masakan yang tidak akrab, dan
kedua takut kepedasan. Maklumlah masakan orang Minahasa hampir semuanya pedas mulai
dari sup hingga hidangan utamanya. Hampir semuanya memakai cabai rawit atau biasa
dipanggil rica anjing. Cabai rawit ini dipanggil dengan nama itu karena orang Manado sejak
dulu kalau memasak daging anjing atau RW (rintek wuuk bahasa Tombulu, artinya bulu
halus) selalu memakai cabai rawit ini, hingga sebutan itu menjadi pas dan populer. Tapi kini
rasa takut untuk makan di resto Manado lambat laun telah hilang. Sekarang banyak orang
mulai lebih mengetahui bahwa makanan ini sebetulnya sehat dan halal karena kebanyakan
resto Manado tidak menjual daging anjing dan babi. Strategi ini didasarkan pada pemikiran,
bahwa kalau hidangan yang disediakan halal, maka segmen pasarnya pasti lebih besar. Selain
itu, hidangan Manado pada umumnya sangat menggiurkan karena disandarkan pada bumbu
segar seperti daun kemangi, daun  jeruk, daun sereh, daun bawang, daun gedi, daun bulat,
daun selasih, daun cengkeh, daun  pandan, cabai, jeruk limo, lemon cui, jahe dan lainnya.
Umumnya orang Minahasa memasak secara tradisional sejak dulu. Jika meracik masakan
pada umumnya mereka tidak pernah memakai bahan-bahan penyedap sebagai tambahan agar
masakan itu terasa lebih lezat. Bahkan jika ditambahkan bumbu penyedap, rasa dan aromanya
berbeda.

b.Minuman Saguer dan Cap Tikus


Cap Tikus adalah jenis cairan berkadar alkohol rata-rata 40 persen yang dihasilkan melalui
penyulingan saguer (cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau atau seho dalam
bahasa daerah Minahasa). Tinggi rendahnya kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada
kualitas penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula kadar
alkoholnya. Saguer sejak keluar dari mayang pohon enau sudah mengandung alkohol.
Menurut kalangan petani, kadar alkohol yang dikandung saguer juga tergantung pada cara
menuai dan peralatan bambu tempat menampung saguer saat menetes keluar dari mayang
pohon enau.

 
 
Untuk mendapatkan saguer yang manis bagaikan gula, bambu penampungan yang
digantungkan pada bagian mayang tempat keluarnya cairan putih (saguer), berikut
saringannya yang terbuat dari ijuk pohon enau harus bersih. Semakin bersih, saguer semakin
manis. Semakin bersih saguer, maka Cap Tikus yang dihasilkan pun semakin tinggi
kualitasnya. Kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada teknologi penyulingan. Petani
sejauh ini masih menggunakan teknologi tradisional, yakni saguer dimasak kemudian uapnya
disalurkan dan dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesan-tetesan itulah
yang kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus. Cap Tikus sudah dikenal sejak lama di
Tanah Minahasa. Memang tidak ada catatan  pasti kapan Cap Tikus mulai hadir dalam
khazanah budaya Minahasa. Namun, setiap warga Minahasa ketika berbicara tentang Cap
Tikus akan menunjuk bahwa minuman itu mulai dikenal sejak nenek moyang mereka. Yang
pasti, minuman Cap Tikus sudah sejak dulu sangat akrab dan populer di kalangan petani
Minahasa. Umumnya, petani Minahasa, sebelum pergi ke kebun atau memulai pekerjaannya,
minum satu seloki (gelas ukuran kecil, sekali teguk) Cap Tikus. Minuman ini, menurut
Pendeta Dr. Richard AD Siwu, dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Tomohon (Ukit)
dikenal oleh setiap orang Minahasa sebagai minuman penghangat tubuh dan pendorong
semangat untuk bekerja. Sadar betul bahwa Cap Tikus mengandung kadar alkohol tinggi,
sudah sejak dulu orang-orang tua mengingatkan agar bisa menahan atau mengontrol minum
minuman Cap Tikus. Sejak dulu pula dikenal pameo menyangkut Cap Tikus, minum satu
seloki Cap Tikus, cukup untuk menambah darah, dua seloki bisa masuk penjara, dan minum
tiga seloki bakal ke neraka. Pak tani minum Cap Tikus karena memang dengan satu seloki
semangat kerja  bertambah. Karena itu, minum satu seloki Cap Tikus diartikan menambah
darah, dan semangat kerja. Tanda awas langsung diucapkan setelah menenggak satu seloki,
sebab jika menambah lagi satu seloki bisa berakibat masuk penjara. Artinya, dengan dua
seloki orang bakal mudah terpancing bertindak berlebihan, karena kandungan alkohol yang
masuk ke tubuhnya membuat orang mudah tersinggung dan rentan berbuat kriminal. Jenis
minuman ini diproduksi rakyat Minahasa di hutan-hutan atau perkebunan di sela-sela hutan
pohon enau. Pohon enau-atau saguer dalam bahasa sehari-hari di

 
 
Manado-disebut pohon saguer karena pohon ini menghasilkan saguer, atau cairan putih yang
rasanya manis keasam-asaman serta mengandung alkohol sekitar lima persen. Warung-
warung makan di Minahasa pada umumnya juga menjual saguer. Bahkan, sebagian orang
desa sebelum makan lebih dulu meminum saguer dengan alasan agar bisa makan banyak.
Sisa saguer yang tidak terjual kemudian disuling secara tradisional menjadi minuman Cap
Tikus. Kadar alkoholnya, sesuai penilaian dari beberapa laboratorium, naik menjadi sekitar
40 persen. Makin bagus sistem penyulingannya, dan semakin lama disimpan, kadar alkohol
Cap Tikus semakin tinggi. Di kalangan para peminum, Cap Tikus yang  baik akan
mengeluarkan nyala api biru ketika disulut korek api. Mengapa dinamai Cap Tikus? Tidak
diperoleh jawaban yang pasti. Ada dugaan, nama itu dipakai karena pembuatannya dilakukan
di sela-sela pepohonan, tempat tikus hutan  bermain hidup. Jika di masa lalu, khususnya di
kalangan para petani, Cap Tikus menjadi pendorong semangat kerja, lain hal lagi dengan
kaum muda sekarang. Kini Cap Tikus telah berubah menjadi tempat pelarian. Cap Tikus telah
berubah menjadi minuman tempat pelampiasan nafsu serta menjadi sarana mabuk-mabukan
yang kemudian menjadi sumber malapetaka. Selain bisa diminum langsung, Cap Tikus juga
menjadi bahan baku utama sejumlah  pabrik anggur di Manado dan Minahasa. Dengan
predikat anggur, Cap Tikus masuk ke kota dan bahkan di antarpulaukan secara gelap.

8.Bahasa
Dalam bahasa, Bahasa Minahasa termasuk rumpun bahasa Filipina Tetua- tetua Minahasa
menurunkan sejarah kepada turunannya melalui cerita turun temurun (biasanya dilafalkan
oleh Tonaas saat kegiatan upacara membersihkan daerah dari hal- hal yang tidak baik bagi
masyarakat setempat saat memulai tahun yang baru dan dari hal kegiatan tersebut diketahui
bahwa Opo Toar dan Opo Lumimuut adalah nenek moyang masyarakat Minahasa, meskipun
banyak versi tentang riwayat kedua orang tersebut. Keluarga Toar Lumimuut sampai ketanah
Minahasa dan berdiam disekitar gunung Wulur Mahatus, dan berpindah ke Watuniutakan
(dekat Tompaso Baru sekarang dan dengan kehidupan pertanian yang sarat dengan usaha
bersama dengan saudara sekeluarga/ taranak tampak dari berbagai versi tarian Maengket)
Sampai pada suatu saat keluarga  bertambah jumlahnya maka perlu diatur mengenai interaksi
sosial didalam komunitas

tersebut, yang melalui kebiasaan peraturan dalam keturunannya nantinya menjadi


kebudayaan Minahasa. Demikian juga dengan isme atau kepercayaan akan sesuatu yang lebih
berkuasa atas manusia sudah dijalankan di Minahasa sejak awal. Di Minahasa ada sekitar
empat bahasa daerah diantaranya bahasa Totemboan, Tombulu, Tonsea, Bantik, Tonsawang.
Pernah ada bahasa Ponosakan dan Bentenan, tapi  bahasa-bahasa itu sekarang sedang dalam
proses kepunahan. Di samping bahasa-bahasa di atas ada bahasa Melayu Manado yang
digunakan sebagai bahasa pergaulan umum di seluruh Minahasa malah sampai jauh di luar
daerah Propinsi Sulawesi Utara. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Minahasa
selain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa
daerah Minahasa. Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari sembilan macam jenis bahasa
daerah yang dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti Tountemboan, Toulour,
Tombulu, dll. Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota Minahasa adalah bahasa
Tombulu, karena memang wilayah Minahasa termasuk dalam etnis Tombulu. Selain  bahasa
percakapan di atas, ternyata ada juga masyarakat di Minahasa dan Kota Minahasa khususnya
para orang tua yang menguasai Bahasa Belanda karena pengaruh jajahan dari Belanda serta
sekolah-sekolah jaman dahulu yang menggunakan Bahasa Belanda. Saat ini, semakin hari
masyarakat yang menguasai dan menggunakan Bahasa Belanda tersebut semakin berkurang
seiring dengan semakin berkurangnya masyarakat  berusia lanjut. Walaupun tidak
berdasarkan sensus dapat dikatakan bahwa penutur-penutur Dialek Tontemboan adalah
jumlah terbesar di Minahasa. Kemunduran bahasa-bahasa Minahasa yang dirasakan masa
kini adalah:
Tidak ada perhatian terhadap bahasa sendiri.
Penutur-penutur bahasa Minahasa belum mengenal akan bahasanya sendiri, walaupun ia
mahir menggunakannya.
Tidak ada dorongan untuk mempelajari bahasanya.
Pelajaran bahasa Indonesia di sekolah menggeserkan bahasa sendiri.
Pelajaran-pelajaran bahasa asing lebih mempunyai aspek keuntungan.
Belum ada buku yang memberi pelajaran dalam bahasa sendiri.
Pemberitaan tentang bahasa Minahasa dapat dikatakan tidak ada.
Keindahan dan kekayaan Bahasa Minahasa belum pernah di ungkapkan.

 
 

 
9. Tulisan Kuno Minahasa
Tulisan kuno Minahasa bersifat Ideogramatis: (Gambar atau simbol yang merupakan seorang,
obyek atau ide, tetapi dengan gambar atau kalimat tetap. Sebagai contoh, tulisan Cina adalah
ideogramatis). Kata "Minahasa" artinya "konfederasi" atau juga "negara yang dibentuk
melalui gabungan beberapa daerah". Minahasa merupakan grup etnis yang hidup di Sulawesi
Timur Laut dan terdiri dari 8 suku. Berlawanan dengan grup-grup etnis yang lain di Sulawesi,
yang beragama Muslim, orang Minahasa beragama Kristen. Walaupun jumlah sangat sedikit
yang buta huruf, orang Minahasa disebut "tolfuros", yang berarti "setengah-liar" atau
"kejam". Mereka  bicara berdasarkan bahasa malayu, tetapi bentuk mereka, secara fysik, lain
dibanding dengan suku-suku bangsa lainnya di pulau itu; menurut beberapa sumber mereka
mempunyai sifat yang khas Jepang. Menurut cerita itu mereka masuk dari bagian utara ke
pulau ini.

10.Busana Tradisional Minahasa


Minahasa adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Propinsi Sulawesi Utara.
Dalam kehidupan sehari-hari ada kecenderungan bagi suku bangsa Minahasa untuk menyebut
diri mereka sebagai orang Manado. Di masa lalu busana sehari-hari wanita Minahasa terdiri
dari baju sejenis kebaya, disebut wuyang (pakaian kulit kayu). Selain itu, mereka pun
memakai blus atau gaun yang disebut pasalongan rinegetan, yang bahannya terbuat dari
tenunan bentenan. Sedangkan kaum pria memakai baju karai, baju tanpa lengan dan
bentuknya lurus,  berwarna hitam terbuat dari ijuk. Selain baju karai, ada juga bentuk baju
yang berlengan  panjang, memakai krah dan saku disebut baju baniang. Celana yang dipakai
masih sederhana, yaitu mulai dari bentuk celana pendek sampai celana panjang seperti bentuk
celana piyama. Pada perkembangan selanjutnya busana Minahasa mendapatkan pengaruh
dari bangsa Eropa dan Cina. Busana wanita yang memperoleh pengaruh kebudayaan Spanyol
terdiri dari baju kebaya lengan panjang dengan rok yang bervariasi. Sedangkan pengaruh
Cina adalah kebaya warna putih dengan kain batik Cina dengan motif burung dan
bunga- bungaan. Busana pria pengaruh Spanyol adalah baju lengan panjang (baniang) yang
modelnya berubah menyerupai jas tutup dengan celana panjang. Bahan baju ini terbuat dari
kain blacu warna putih. Pada busana pria pengaruh Cina tidak begitu tampak

 
 
Baju Ikan Duyung
Pada upacara perkawinan, pengantin wanita mengenakan busana yang terdiri dari baju
kebaya warna putih dan kain sarong bersulam warna putih dengan sulaman motif sisik ikan.
Model busana pengantin wanita ini dinamakan baju ikan duyung. Selain sarong yang
bermotifkan ikan duyung, terdapat juga sarong motif sarang burung, disebut model
salimburung, sarong motif kaki seribu, disebut model kaki seribu dan sarong motif bunga,
disebut laborci-laborci. Aksesori yang dipakai dalam busana pengantin wanita adalah sanggul
atau bentuk konde, mahkota (kronci), kalung leher (kelana), kalung mutiara (simban), anting
dan gelang. Aksesori tersebut mempunyai berbagai variasi bentuk dan motif. Konde yang
menggunakan 9 bunga Manduru putih disebut konde lumalundung, sedangkan Konde yang
memakai 5 tangkai kembang goyang disebut konde pinkan. Motif Mahkota pun  bermacam-
macam, seperti motif biasa, bintang, sayap burung cendrawasih dan motif ekor  burung
cendrawasih. Pengantin pria memakai busana yang terdiri dari baju jas tertutup atau terbuka,
celana  panjang, selendang pinggang dan topi (porong). Busana pengantin baju jas tertutup
ini, disebut busana tatutu. Potongan baju tatutu adalah berlengan panjang, tidak memiliki
krah dan saku. Motif dalam busana ini adalah motif bunga padi, yang terdapat pada hiasan
topi, leher baju, selendang pinggang dan kedua lengan baju.
Busana Pemuka Adat
Busana Tonaas Wangko adalah baju kemeja lengan panjang berkerah tinggi, potongan  baju
lurus, berkancing tanpa saku. Warna baju hitam dengan hiasan motif bunga padi  pada leher
baju, ujung lengan dan sepanjang ujung baju bagian depan yang terbelah. Semua motif
berwarna kuning keemasan. Sebagai kelengkapan baju dipakai topi warna merah yang dihiasi
motif bunga padi warna kuning keemasan pula. Busana Walian Wangko pria merupakan
modifikasi bentuk dari baju Tonaas Wangko, hanya saja lebih panjang seperti jubah. Warna
baju putih dengan hiasan corak bunga padi. Dilengkapi topi porong nimiles, yang dibuat dari
lilitan dua buah kain berwarna merahhitam dan kuning-emas, perlambang penyatuan 2 unsur
alam, yaitu langit dan  bumi, dunia dan alam baka. Sedangkan Walian Wangko wanita,
memakai baju kebaya  panjang warna putih atau ungu, kain sarong batik warna gelap dan topi
mahkota (kronci). Potongan baju tanpa kerah dan kancing. Dilengkapi selempang warna
kuning atau merah, selop, kalung leher dan sanggul. Hiasan yang dipakai adalah motif bunga
terompet.

 
 
Bentuk dan jenis busana Tonaas dan Walian Wangko inilah yang kemudian menjadi model
dari jenis-jenis pakaian adat Minahasa untuk berbagai keperluan upacara, bagi warga maupun
aparatur pemertintah setempat. Jenis-jenis dan bentuk busana di atas merupakan kekayaan
budaya Minahasa yang tak ternilai harganya. Selain sebagai  penunjuk identitas kebudayaan,
busana adat tersebut menumbuhkan kebanggaan bagi masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai