Anda di halaman 1dari 19

Arsitektur & Kebudayaan

“Minahasa,
Sulawesi Utara”

Nama :
Dina Salangka
NIM :
18021102015

Dosen Pengajar :
Ir. JULIANUS ANTHON R SONDAKH MT
SUKU MINAHASA
Suku Minahasa adalah kelompok etnis yang berasal dari Semenanjung Minahasa di
bagian utara pulau Sulawesi di Indonesia. Wilayah-wilayah administratif tempat
bermukim mayoritas orang-orang Minahasa (atau Minahasa Raya) adalah Kabupaten
Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten
Minahasa Utara, Kota Bitung, Kota Manado, dan Kota Tomohon. Seluruh kawasan
administratif ini terletak di Provinsi Sulawesi Utara dan suku Minahasa merupakan suku
bangsa terbesar di provinsi ini. Hal ini juga yang menyebabkan dalam percakapan awam,
orang Minahasa sering kali disamakan dengan sebutan orang Manado yang adalah
ibukota Sulawesi Utara. Suku Minahasa merupakan gabungan dari kelompok-kelompok
sub-etnis yaitu Bantik, Pasan/Ratahan, Ponosakan, Tombulu, Tondano (Toulour),
Tonsawang (Tombatu), Tonsea, dan Tontemboan.[6]
ETIMOLOGI
Sebutan Minahasa berarti "menjadi satu" dan berasal dari kata pokok asa yang
merupakan kata kerja yang berarti "satu".Sebutan ini pertama kali muncul dalam laporan
Residen Manado J. D. Schierstein kepada Gubernur Maluku tertanggal 8 Oktober 1789.
Laporan tentang perdamaian yang telah dilakukan oleh kelompok sub-etnik Bantik dan
Tombulu (Tateli) dalam peristiwa yang dikenang sebagai "Perang Tateli" menggunakan
sebutan Minhasa untuk Landraad (atau Dewan Negeri atau juga Dewan Daerah).Nama ini
kemudian dipopulerkan oleh penulis-penulis Belanda pada abad ke-19 dan juga orang-
orang Minahasa perantauan di Jawa pada awal abad ke-20.Sebutan-sebutan sebelum
munculnya nama Minahasa termasuk antara lain Minaesa (atau Ma'esa) dan Mahasa,
keduanya yang mempunyai arti yang sama dengan Minahasa. Selain itu,
nama Malesung pernah digunakan sebagai sebutan untuk wilayah Minahasa.
ASAL MULA
SUKU MINAHASA

Daerah Minahasa termasuk salah satu tempat migrasi pertama orang-orang


Austronesia ke arah selatan pada akhir milenium ketiga dan kedua SM. Hipotesis
yang diterima secara umum adalah bahwa orang-orang Austronesia awalnya
menghuni Taiwan, sebelum bermigrasi dan menempati daerah-daerah di Filipina
utara, Filipina selatan, Kalimantan, dan Sulawesi sebelum berpisah menjadi
kelompok-kelompok dengan satu menuju barat ke Jawa, Sumatra, dan Malaysia,
sementara yang lain bergerak ke timur menuju Oseania.
Menurut mitologi Minahasa, orang Minahasa adalah
keturunan Toar dan Lumimuut. Awalnya, keturunan Toar-
Lumimuut dibagi menjadi tiga kelompok: Makarua Siouw (dua
kali sembilan), Makatelu Pitu (tiga kali tujuh), dan Pasiowan
Telu (sembilan kali tiga). Populasi mereka berkembang dengan
pesat yang mengakibatkan perselisihan di antara kelompok-
kelompok ini. Para pemimpin mereka yang
bernama Tona'as kemudian memutuskan untuk bertemu dan
membicarakan hal ini dalam pertemuan di bukit Tonderukan
yang adalah salah satu puncak dari Gunung Soputan. Dalam
pertemuan ini, terjadi tiga macam pembagian yang
disebut Pahasiwohan (pembagian wilayah), Pinawetengan un
Nuwu (pembagian bahasa), dan Pinawetengan un
Posan (pembagian ritual). Pada pertemuan itu keturunan dibagi
menjadi tiga kelompok bernama Tombulu, Tonsea, dan
Tontemboan. Di tempat berlangsungnya pertemuan ini
terdapat sebuah batu peringatan yang disebut Watu
Pinawetengan (atau Batu Pembagi)
SUB – SUKU MINAHASA
Suku Minahasa merupakan gabungan dari beberapa sub-suku atau sub-etnis di
daerah Minahasa Raya. Dari antara kelompok-kelompok sub-etnis terdapat empat
sub-etnis utama berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah yaitu Tombulu,
Tondano, Tonsea, dan Tontemboan. Tulisan Graafland pada abad ke-19
menggunakan nama Tou'mbulu untuk Tombulu, Tou'nsea untuk Tonsea, Toulour
untuk Tondano, dan Tounpakewa untuk Tontemboan. Perbedaan sebutan untuk
dua nama terakhir karena sebutan Toulour dan Tounpakewa berasal dari Bahasa
Tombulu. Tapi untuk kesemuanya, kata tou dalam nama-nama tersebut
berarti orang. Setiap kelompok sub-etnis ini adalah satu pakasa'an yang berarti
"mereka yang bersatu" karena kesamaan leluhur, adat, dan bahasa.
Dari keempat sub-etnis utama tersebut, ada pendapat
bahwa Pakasa'an Tondano tidak muncul bersamaan
dengan ketiga pakasa'an lainnya. Hal ini terlihat dari
catatan Johann Gerard Friedrich Riedel dalam tulisannya
pada tahun 1870 yang menyatakan bahwa awalnya
terdapat tiga pakasa'an yaitu Tumbuluk (Tombulu),
Tountewoh (Tonsea), dan Toungkimbut
(Tontemboan).Ketiga pakasa'an inilah yang menurut
cerita rakyat melakukan pembagian wilayah di Watu
Pinawetengan.Pendapat tentang dari mana asal atau
datangnya Pakasa'an Tondano berbeda. Ada yang
berpendapat bahwa Pakasa'an Tondano adalah pecahan
dari Pakasa'an Tountewoh (Tonsea).
Ada pendapat lain bahwa Pakasa'an Tondano berasal
dari kelompok yang juga ikutserta dalam pertemuan di
Watu Pinawetengan yang bernama Tousendangan.Ada
juga yang mencatat nama kelompok asal dari Pakasa'an
Tondano adalah Tousingal.
Kelompok-kelompok sub-etnis lainnya adalah Bantik, Pasan/Ratahan,
Ponosokan, dan Tonsawang (Tombatu). Sub-etnis Bantik mendiami
daerah Kota Manado dan sekitarnya. Sub-etnis Pasan/Ratahan,
Ponosokan, dan Tonsawang mendiami daerah selatan Minahasa Raya.
Ada juga beberapa kelompok sub-etnis yang diikutsertakan sebagai
bagian dari Suku Minahasa yaitu Babontehu, Borgo, dan Siauw. Sub-
etnis Babontehu mendiami Pulau Manado Tua dan pulau-pulau
sekitarnya. Sub-etnis Borgo adalah turunan orang-orang Minahasa yang
kawin dengan orang-orang Eropa seperti Belanda, Portugis, dan
Spanyol.Sedangkan sub-etnis Siauw adalah mereka yang mendiami
Pulau Siauw.
SEJARAH
MINAHASA
Deskripsi pertama tentang Minahasa oleh bangsa Eropa berasal dari dokumen Portugis pada tahun
1552. Sebelumnya pada tahun 1523, pelaut Portugis Simao d'Abreu adalah orang Eropa pertama yang
melihat semenanjung Minahasa pada saat ia melewati dan mencatat kekagumannya pada Pulau
Manado Tua.Kemudian Spanyol dan Belanda datang ke Minahasa pada awal abad ke-17.Pada akhir abad
ke-17, kepala-kepala walak (atau daerah tempat tinggal bersama) dari berbagai daerah Minahasa
datang bersama dan memutuskan untuk mengadakan perjanjian dengan Vereenigde Oostindische
Compagnie (VOC atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) dalam usaha memerangi serangan dari
daerah Kerajaan Bolaang Mongondow.
Perjanjian ini terjadi pada tanggal 10 Januari 1679 dan dilakukan antara gubernur VOC yang
berkedudukan di Maluku yaitu Robertus Padtbrugge dengan 23 kepala walak. Nama-nama walak yang
termasuk dalam perjanjian tersebut adalah Aris, Bantik, Kakas, Kakaskasen, Klabat, Klabat Atas,
Langowan, Pasan (yang juga mewakili Pinosokan dan Ratahan), Remboken, Rumoong, Sarongsong,
Tombariri, Tombasian, Tomohon, Tompaso, Tondano, Tonkimbut Atas, Tonkimbut Bawah, Tonsawang,
dan Tonsea. Namun hubungan dengan Belanda tidak selalu baik, seperti pada tahun 1808 dengan
terjadinya Perang Tondano antara Minahasa dengan Hindia Belanda.
Salah satu alasan terjadinya perang ialah Minahasa tidak mau menyediakan tentara untuk Hindia
Belanda yang akan dikirim ke Pulau Jawa.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jawa, Minahasa termasuk daerah yang
cukup awal ikut bergabung dalam republik yang baru dibentuk. Hal ini dapat dilihat
dengan terjadinya Peristiwa Merah Putih pada tanggal 14 Februari 1946 di mana
prajurit-prajurit Minahasa dalam Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL
atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda) melucuti senjata dari pimpinan militer Belanda
kemudian mengibarkan Sang Saka Merah Putih di tangsi militer Belanda di Teling,
Manado. Di samping itu, orang-orang Minahasa di Jawa bergabung dalam wadah
Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) dan ikutserta dalam Revolusi Nasional
Indonesia.
Sebuah gerakan yang melibatkan orang-orang Minahasa terjadi pada tahun 1958 yang
bernama Perjuangan Rakyat Semester (Permesta) yang menentang kebijakan
pemerintah Indonesia di Jawa. Salah satu alasan utama dari gerakan ini adalah karena
ajang politik dan upaya pembangunan Indonesia terpusat di pulau Jawa, sedangkan
sumber-sumber perekonomian negara lebih banyak berasal dari pulau-pulau lain.
AGAMA
DI
MINAHASA
Mayoritas orang Minahasa menganut agama Kristen Protestan. Berdasarkan Sensus
Penduduk 2010, persentase penduduk di kabupaten dan kota di Minahasa Raya yang
menganut agama Kristen Protestan adalah 74%. Jika Kota Manado yang adalah ibukota
Provinsi Sulawesi Utara tidak diikutsertakan, maka persentase ini menjadi 78%. Selain itu,
penduduk yang beragama Islam adalah 15% dan penduduk yang beragama Kristen
Katolik adalah 6%
Mulanya gereja-gereja Protestan di Minahasa termasuk dalam wadah Indische Kerk yang
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1934, Indische Kerk digantikan
oleh Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) yang merupakan denominasi regional yang
berdiri sendiri. Setahun sebelumnya pada tahun 1933, Kerapatan Gereja Protestan Minahasa
(KGPM) didirikan oleh di antaranya B.W. Lapian dan Sam Ratulangi dengan memisahkan diri
dari Indische Kerk. Selanjutnya denominasi-denominasi Protestan lain juga berdiri sehingga
pada tahun 1955 terdapat 20 denominasi: empat denominasi Protestan, 11
denominasi Pantekosta, dua denominasi Kemah Injil, dua denominasi Adventis, dan satu
denominasi Baptis. Pada tahun 1990 jumlah denominasi menjadi 54 denominasi dengan
GMIM yang terbesar meliputi 75% dari semua penganut agama Kristen Protestan
BAHASA & HURUF
MINAHASA
Pembagian sub-etnis Minahasa termasuk dari segi bahasa di mana orang-
orang dalam satu kelompok sub-etnis mempunyai dan memakai bahasa yang
relatif sama. Dengan ini, bahasa-bahasa yang ada di Minahasa terdiri dari
Bahasa Bantik, Bahasa Ponosokan, Bahasa Ratahan, Bahasa Tombulu, Bahasa
Tondano, Bahasa Tonsawang, Bahasa Tonsea, dan Bahasa
Tontemboan. Kesemua bahasa-bahasa ini termasuk dalam Rumpun bahasa
Austronesia.Berdasarkan kesamaan leksikostatistik, bahasa-bahasa yang
termasuk kelompok Minahasa adalah Tombulu, Tondano, Tonsawang, Tonsea,
dan Tontemboan. Ketiga bahasa lainnya dimasukkan ke dalam kelompok lain
di mana Bahasa Ponosokan dimasukkan ke dalam kelompok Gorontalo-
Mongondow dan Bahasa Bantik dan Ratahan dimasukkan ke dalam kelompok
Sangihe-Talaud.[44]
Dalam rumpun bahasa Minahasa, bahasa Tombulu, Tondano, dan Tonsea
mempunyai kesamaan leksikal yang cukup tinggi di mana kesamaan
antara ketiga bahasa ini antara 89%-90%. Kemudian disusul oleh Bahasa
Tontemboan yang mempunyai kesamaan dengan ketiga bahasa
sebelumnya antara 73%-83%. Bahasa Tonsawang merupakan bahasa
yang paling rendah kesamaannya dengan bahasa-bahasa lain dalam
rumpun bahasa Minahasa dengan kesamaan antara 54%-65%. Hal ini
mungkin disebabkan karena daerah sub-etnis Tonsawang lebih terisolasi
dibandingkan dengan daerah sub-etnis lainnya dan juga karena penutur
bahasa ini berjumlah paling sedikit.
Tulisan kuno Minahasa disebut Aksara Malesung terdapat di beberapa
batu prasasti di antaranya di Watu Pinawetengan. Aksara Malesung
merupakan tulisan hieroglif, yang hingga kini sedang dalam proses
terjemahan.
MAKANAN KHAS
MINAHASA
Masakan khas Minahasa lebih dikenal dengan sebutan Masakan Manado. Pada umumnya
hidangan dari Minahasa adalah hidangan yang pedas karena memakai caba yang banyak.
Terdapat juga beberapa hidangan yang menggunakan daging dari hewan yang tidak biasanya
dimakan. Selain itu hidangan kue-kue dari Minahasa menerima pengaruh dari hidangan
Eropa.
Masakan-masakan yang populer adalah tinutuan (juga dikenal sebagai bubur manado) yang
berisi campuran berbagai macam sayuran tanpa mengandung daging, brenebon yang berupa
sup dengan isi kacang merah, sayuran, dan daging babi atau daging sapi, tinorangsak berupa
hidangan daging hangat dan pedas, dan masakan yang menggunakan bumbu pedas
bernama woku.
Banyak hidangan juga menggunakan daging cakalang fufu dari ikan cakalang yang dibumbu
dan diasap. Hidangan-hidangan ini termasuk cakalang goreng, cakalang santan, dan mi
cakalang. Masakan yang tidak pedas juga ada, tapi masakan-masakan inipun bisa secara
terpisah dicampur dengan bumbu-bumbu pedas seperti dabu-dabu dan rica-rica. Adapun
hidangan yang menggunakan daging hewan eksotis termasuk yang menggunakan
daging kelelawar (paniki), daging anjing, dan daging tikus. Salah satu contoh kue dari
Minahasa adalah klappertaart yaitu kue yang terbuat dari kelapa.
RUMAH ADAT
Minahasa

Anda mungkin juga menyukai