Kata toraja berasal dari Bahasa bugis, Toraja terdiri dari dua suku kata yaitu " To dan
Raja". To adalah singkatan dari kata "tau" yang berarti orang. Sedangkan Raja berasal dari kata
"Ri aja" yang mempunyai arti di atas gunung. Jadi Toraja berarti orang yang berdiam atau
bertempat tinggal di atas daerah pegunungan atau bisa disebut orang gunung.
ditinjau dari aspek kebahasaan dan di hubungkan dengan keadaan geografis tempat suku
toraja berdiam, maka jelas bahwa orang Toraja adalah orang yang mendiami darerah
pegunungan atau daerah atas (ketinggian).
Sebelum pengggunaan nama Toraja, daerah ini dikenal dengan nama Tondok Lepongan
Bulan Tana, Matorik Allo yang artinya negeri yang bentuk pemerintahannya dan
kemasyarakatannya merupakan satu kesatuan yang bulat bagaikan bulatnya matahari dan bulan.
Sedangkan perkataan Tana Toraja mulai dipergunakan sejak daerah ini telah melakukan
hubungan dengan beberapa kerajaan- kerajaan Bugis, seperti kerajaan Sidenreng-Rappang,
kerajaan Luwu sekitar abad 17.
Sejarah
Dipercaya bahwa leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, cerita ini tetap
melegenda secara lisan di kalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang
masyarakat Toraja yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk turun dari nirwana,
yang kemudian berfungsi sebagai akses untuk berkomunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang
Maha Kuasa).
Suku Toraja awalnya adalah bagian dari suku protomelayu bersama dengan suku batak karo,
minangkabau, dayak dan tagalok (ke Philipina) yang menjadi suku-suku pertama yang datang
ke Indonesia.
Suku protomelayu memiliki ciri khas lukisan atau ukiran bukan tulisan, sehingga setiap sejarah
atau kejadian penting yang terjadi pada masa lalu, tidak mempunyai peningggalan bukti tertulis.
Suku ini berasal dari beberapa wilayah yakni Dongson,annam,Yunan, di China, sebagian dari
Mongolia.
Untuk nenek moyang suku Toraja, diperkirakan datang sekitar abad ke-6(enam) yang datang
dengan perahu-perahu melalui sungai yang besar menuju ke pegunungan sulawesi selatan. yang
akhirnya menduduki pegunungan termasuk pegunungan-pegunungan di Toraja, yang sesuai
dengan fakta yang ada mereka itu kebanyakan datang dari selatan Toraja.
Mereka datang dalam kelompok-kelompok, yang dalam sejarah Toraja kelompok-kelompok itu
disebut Arroan(Kelompok manusia). menyusuri sungai dengan perahu hingga mereka tidak dapat
lagi melayarkan perahunya sehingga menambatkan perahu mereka dipinggir-pinggir sungai dan
ditebing-tebing gunung disungai yang dilaluinya. perahu-perahu mereka itu dijadikan tempat
mereka tinggal sehingga didalam sejarah Toraja ada istilah Banua Ditoke' (Banua = Rumah,
Ditoke’=Digantung).
Abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi
melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka
mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal)
karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif.
Abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi
selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda melihat suku Toraja yang
menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-
an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial
Belanda.[2] Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan
menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan
disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang
mengklaim wilayah tersebut.[8] Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja
status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 195
Letak geografis