Anda di halaman 1dari 26

Agama dan Kepercayaan

bahasan budaya perayaan kematian di Toroja

BUDAYA NUSANTARA
KELOMPOK 08
DI-44-03B
Suku Toroja
Pengertian Suku Toroja:
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara
Luthfi F.G
1603204122

Ammar A Amanda I.P Faridah M.D Wibisono S


1603200197 1603204131 1603204180 1603204166
Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan
sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya
masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten
Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.[1] Mayoritas
suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara
sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme
yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah
Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama
Hindu Dharma.[2]

Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis, To Riaja, yang berarti "orang yang
berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini
Toraja pada tahun 1909.[3] Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman,
rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Suku Toraja
merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan
orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Anak perempuan Toraja pada upacara

Sejarah
pernikahan
Daerah dengan populasi signifikan
Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan
Bahasa
Toraja-Sa'dan, Kalumpang, Mamasa, Ta'e,
Talondo' dan Toala'.
Agama
Asal usul orang Toraja ialah dari Teluk Tonkin yang terletak di antara Cina Protestan: 65,15%, Katolik: 16,97%, Islam:
5,99% dan Aluk To Dolo:
5,99%.[1]
selatan dan Vietnam. Pada awalnya, nenek moyang Suku Toraja mendiami Suku bangsa terkait
Suku Bugis, Suku Mandar
wilayah pantai di Sulawesi sebelum akhirnya
berpindah ke dataran tinggi.

Belanda telah melakukan kegiatan perdagangan dan


memiliki kekuasaan politik di Sulawesi sejak abad ke-
17. Namun selama sekitar 2 abad mereka tidak
memberi perhatian pada wilayah yang ditinggali Suku
Toraja, yaitu dataran tinggi Sulawesi Tengah. Alasannya sederhana, sebab
daerah tersebut sulit dijangkau. Selain itu, tidak terdapat banyak lahan
produktif yang dapat dioleh dan memberikan keuntungan.

Hingga kemudian pada akhir abad ke-19, agama Islam mulai menyebar pesat
di Sulawesi Selatan. Kolonial Belanda pun mulai khawatir dengan keadaan ini.
Mengetahui mayoritas Suku Toraja masih menganut kepercayaan tradisional,
Belanda melihat hal ini sebagai kesempatan untuk melakukan kristenisasi di
Toraja. Selanjutnya, pada tahun 1920-an Belanda memulai proses tersebut.
Letak Suku Toroja
Toroja :

Makasar :
Bugis :

Agama:
Banyak yang menuding secara keliru bahwa orang
Toraja tak punya agama sebelum Kristen dan Islam
masuk ke Nusantara. Pada masa itu orang Toraja disebut hanya penganut
animisme. Sulit bagi banyak orang menyamakan Aluk Tadolo, sistem kepercayaan
atau agama masyarakat Toraja, sebagai agama. Aluk Tadolo, seperti dicatat
Theodorus Kobong dalam Injil dan Tongkonan: Inkarnasi,
Kontekstualisasi, Transformasi (2008: 121) sebagai “agama para leluhur atau cara
hidup atau aturan hidup para leluhur.” Kepercayaan ini, sayangnya, tak mendapat
tempat sebagai agama dalam negara Republik Indonesia—yang di masa Orde Baru
hanya mengakui "lima agama resmi" dan setelah reformasi bertambah satu agama
resmi: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Baca selengkapnya di artikel "Apa pun Agama Resminya, Orang Toraja Memegang
Aluk Tadolo",
Keluarga Dalam Suku Toraja
Dalam tradisi Suku Toraja, sebuah desa adalah satu keluarga
besar. Masyarakat Toraja tinggal di rumah adat yang
bernama rumah Tongkonan. Setiap Tongkonan memiliki
nama yang dijadikan nama desa.

Sistem pernikahan dengan sepupu jauh adalah hal yang biasa dilakukan. Tujuannya adalah
untuk mempererat hubungan kekerabatan. Sepupu jauh yang dimaksud adalah sepupu
keempat dan seterusnya. Sedangkan pernikahan dengan sepupu dekat sangat dilarang dan
hanya diperbolehkan bagi kaum bangsawan.

Hal tersebut dilakukan oleh kalangan bangsawan agar menjaga keturunan mereka tetap
berada di darah yang sama. Tujuan lainnya adalah untuk menjaga agar harta mereka tidak
tersebar.

Sistem kekerabatan yang terbentuk dari pernikahan ini berarti mereka melakukan hubungan
yang sifatnya timbal balik. Dalam arti, keluarga besar saling tolong-menolong dalam berbagai
hal. Mulai dari ritual kerbau, pertanian, hingga membayar hutang.
Kelas Sosial Masyarakat Toraja
Terdapat pembagian kelas sosial dalam adat
masyarakat Toraja. Masyarakat Toraja terbagi
menjadi 3 kelas, yaitu kaum bangsawan, rakyat
biasa, dan budak. Hingga akhirnya perbudakan
dihapuskan pada tahun 1909 oleh Belanda.

Dalam hukum adat Toraja, kelas sosial


diturunkan dari garis ibu. Seorang laki-
laki Toraja tidak boleh menikahi
perempuan dari kelas sosial yang lebih
rendah. Tetapi boleh menikahi
perempuan dari kelas sosial yang lebih
tinggi.
Rumah Adat
Suku Toroja
Rumah Tongkonan (tongkongan)
Rumah adat Toraja bernama Tongkonan. Rumah ini hanya ditinggali oleh kaum bangsawan dari Suku
Toraja dan menjadi pusat kehidupan
masyarakat Toraja.

Terdapat cerita rakyat yang dipercaya oleh


masyarakat Toraja mengenai pendirian pertama
rumah Tongkonan. Masyarakat Toraja percaya
bahwa Tongkonan pertama kali dibangun di
surga dengan jumlah 4 tiang. Kemudian leluhur
orang Toraja turun ke Bumi lalu meniru rumah
tersebut dan menggelar upacara besar.

Karena merupakan rumah yang besar dan


megah, maka pembangunan rumah Tongkonan
adalah pekerjaan besar yang melelahkan. Oleh sebab itu, sebuah
rumah Tongkonan dibangun oleh keluarga besar secara
bersama-sama.
Rumah Tongkonan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Rumah Tongkonan Batu


Rumah tradisional ini adalah jenis rumah Tongkonan yang ditinggali oleh
keluarga bangsawan. Keluarga bangsawan yang dimaksud ialah orang yang
tidak memiliki jabatan atau posisi dalam pemerintahan setempat.

2. Rumah Tongkonan Pekamberan


Rumah adat ini dihuni oleh keluarga bangsawan yang memiliki wewenang
tertentu dalam adat istiadat dan tradisi setempat.

3. Rumah Tongkonan Layuk


Rumah ini merupakan tempat kekuasaan tertinggi dan digunakan sebagai
pusat pemerintahan. Rumah ini hanya digunakan untuk kegiatan yang
berhubungan dengan pemerintahan, bukan sebagai tempat tinggal.
Upacara Kematian Suku Toraja
Upacara pemakaman dalam masyarakat Toraja disebut
Rambu Solo’. Ritual ini hanya dilakukan oleh kalangan
bangsawan karena biayanya sangat mahal.
Upacara pemakaman kaum bangsawan biasanya
dihadiri oleh ratusan orang. Acara pun
dapat berlangsung selama berhari-hari.

Upacara pemakaman tidak harus dilakukan segera setelah seseorang anggota keluarga meninggal dunia,
namun bisa dilakukan setelah bermingguminggu,
bahkan hingga bertahun-tahun setelah kematian yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar biaya upacara
adat pemakaman terkumpul, mengingat upacara ini

1 membutuhkan biaya yang 3 besar.

Tradisi Adu Kerbau


Masyarakat Toraja memiliki tradisi unik, yaitu Ma’
Pasilaga Tedng atau Tedong Tarian ini merupakan
Silaga. Tradisi ini merupakan simbol rasa duka cita,
kegiatan adu kerbau yang telah penghormatan serta untuk
dilakukan sejak zaman nenek memberi semangat kepada
moyang Suku Toraja dan terus arwah karena akan
dilestarikan hingga kini. melakukan
perjalanan panjang menuju
Acara adu kerbau diselenggarakan bersamaan dengan akhirat.
upacara Rambu Solo. Tradisi ini sangat menarik Hal pertama yang dilakukan adalah sekelompok
sehingga banyak wisatawan berkunjung ke Toraja untuk pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu
menyaksikannya. Kerbau-kerbau yang akan diadu akan sepanjang malam sebagai bentuk
diberi nama yang unik. penghormatan. Ritual ini disebut Ma’badong.
Tarian & Alat Musik Proses ini dianggap sangat penting dalam
upacara pemakaman.
Hampir setiap upacara adat Toraja berkaitan dengan
tarian, misalnya pada upacara kematian.
Musik dan Tari
Beberapa Motif Ukiran Toroja

ne'limbongan pa'tedong pa'barre'allo pa're'po'sanguba


perancang
legendaris kerbaumatahari menari
Selanjutnya, pada hari kedua akan ditampilkan tarian prajurit Ma’randing untuk memuji kebernanian almarhum
selama hidupnya. Beberapa orang pria akan menari dengan pedang, perisai dari kulit kerbau, hiasan kepala dari
tanduk kerbai, serta ornamen tradisional lainnya.

Tarian Ma’randing merupakan prosesi awal ketika jenazah akan dibawa dari lumbung padi menuju rante atau tempat
upacara pemakaman. Selama upacara ini berlangsung, para perempuan dewasa akan melakukan tarian Ma’katia
dengan mengenakan baju berbulu dan bernyanyi.

Tarian Ma’katia adalah tarian yang bertujuan untuk mengingkatkan penonton pada kemurahan hati dan kesetiaan
orang yang meninggal. Setelah kerbau dan babi disembelih, maka sekelompok anal lelaki dan perempuan akan
bertepuk tangan sambil menarikan tarian ceria yang dinamakan Ma’dondan.

Selain saat upacara kematian, orang Toraja juga melakukan tarian dan nyanyian untuk menyambut musim panen.
Tarian Ma’bugi adalah tarian untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur, serta tarian Ma’gandangi merupakan tarian
saat menumbuk beras. Ada pula tarian perang, seperti tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria kemudian diikuti
tarian Ma’dandan oleh perempuan.

Contoh alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa’suling. Suling mempunyai enam lubang
yang dimainkan dibanyak tarian, seperti pada tarian Ma’bondensan. Saat alat musik ini dimainkan, maka
sekelompok pria berkuku panjang akan menari tanpa baju.
Selain itu, alat musik asal Toraja yang lain adalah Pa’pelle yang terbuat dari daun palem dan dimainkan saat panen
atau upacara pembukaan rumah.

Mata Pencaharian
Suku Toraja adalah masyarakat agraris, sehingga mata pencaharian utamanya adalah
bercocok tanam di sawah atau berkebun di ladang. Keseharian mereka diisi dengan
kegiatan menanam pafi, jagung, sayuran, singkong, ubi, kopi, cengkeh, kelapa dan buah
markisa. Di masa lalu, Toraja merupakan daerah penghasil kopi berkualitas.

Selain itu, masyarakat Toraja juga melakukan kegiatan beternak kerbai dan babi. Kerbau
dan babi adalah dua hewan penting untuk melengkapi upacara adat Toraja. Orang-orang
Toraja juga memelihara ikan serta beternak ayam dan bebek.
Sistem Kekerabatan

Hubungan kekerabatan orang Toraja disebut marapuan atau parapuan yang berorientasi 13 4
pada satu kakek moyang pendiri tongkonan, yaitu rumah komunal atau rumah adat Toraja.
Rumah ini menjadi pusat kekerabatan, kehidupan sosial dan keagamaan.

Kelompok marapuan terdiri atas kerabat dari 2 sampai 5 generasi. Orang Toraja menganut
pola bilateral, sehingga seseorang dapat menjadi anggota dari beberapa rumah tongkonan.

Masyarakat Toraja terbagi menajdi 3 daerah adat, yaitu Kama’dikan, Pakamberan dan
Kapuangan. Daerah Kapuangan mempunyai sistem sosial yang cukup kuat karena
terpengaruh oleh tradisi kerajaan Bugis dan Makassar. Golongan bangsawan Kapuangan
disebut dengan Ma’dika, golongan rakyat disebut Tomakaka, kemudian golongan hamba
sahaya yang disebut Kaunan.
Penyebab dengan adanya perayaan kematian di Toraja
yaitu merekan akan banyak sekali mengeluarkan biaya yang cukup besar
sekitar Rp
664 juta atau sekitar lebih dari 10 kali rata-rata pendapatan tahunan
masyarakat setempat untuk pemakamannya saja.

Dan biaya lainnya untuk pembuatan Tau-tau atau boneka yang terbuat
dari kayu sekitar Rp13 juta.
Kesimpulan

Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba
tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau
akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain
dan disimpan dibawah tongkonan.
Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai
upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan
perjalanan ke Puya. Bagian lain dari pemakaman
adalah penyembelihan kerbau, penyembelihan dilakukan
dengan menggunakan golok.
Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya.
Saran

Kebudayaan Indonesia yang beragam seharusnya tidak kita siasiakan


begitu saja, sebagai bangsa yang mencintai tanah air, kita
harus mampu melestarikan kebudayaan-kebudayaan bangsa. Jika
kita tidak mampu melestarikannya, kebudayaan yang kita miliki
semakin lama akan semakin punah.

Oleh sebab itu, kita harus dapat mempelajari sedikit banyaknya


tentang kebudayaan-kebudayaan daerah, biarpun kebudayaan
tersebut bukan berasal dari daerah kita.
Sumber

RimbaKita.com. (2020). “Suku Toraja-Sejarah,


Kepercayaan, Budaya, Kelas Sosial dan Upacara
Kematian.” Tersedia: https://rimbakita.com/suku-toraja/

Zand Sahar. (2017). “Hidup berdampingan dengan kematian di Toraja.”


Tersedia:
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-39638082
Thank you

Budaya Nusantara

Anda mungkin juga menyukai