Anda di halaman 1dari 20

Langkan Toraya

Senin, 27 Juni 2016

Sejarah lahirnya Suku Toraja dan Tondok


Lepongan Bulan, Tana Matari' Allo

Asal usul Suku Toraja

Kalau pernah dengar kata “Eran Dilangi’”, yang artinya “Tangga dari dan ke langit”,
dipercaya bahwa leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, cerita ini
tetap melegenda secara lisan di kalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek
moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk turun dari
nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai akses untuk berkomunikasi dengan Puang Matua
(Tuhan Yang Maha Kuasa).

Namun berbeda dengan versi dari DR. C. CYRUT seorang antropolog, dalam penelitiannya
menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara
penduduk (lokal/pribumi) yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang yang
notabene adalah imigran dari Teluk Tongkin (daratan Cina). Proses akulturasi antara kedua
masyarakat tersebut berawal dari berlabuhnya imigran Indo Cina dengan jumlah yang cukup
banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah <, kemudian para
imigran ini membangun pemukimannya di daerah tersebut.

Dan tulisan di blog "Raputalangku" yang dirangkum dari:


Red.Raputallangku, Buku pedoman sejarah(perpustakaan Unhas), toraja-culture(blog),
Jansen Tangketasik(UI.2010), Simon Petrus(filosofi budaya Toraja, live TVRI), Suku Toraja
awalnya adalah bagian dari suku protomelayu bersama dengan suku batak karo,
minangkabau, dayak dan tagalok (ke Philipina) yang menjadi suku-suku pertama yang
datang ke Indonesia.
Suku protomelayu memiliki ciri khas lukisan atau ukiran bukan tulisan, sehingga setiap
sejarah atau kejadian penting yang terjadi pada masa lalu, tidak mempunyai peningggalan
bukti tertulis. Suku ini berasal dari beberapa wilayah yakni Dongson,annam,Yunan, di China,
sebagian dari Mongolia.
Untuk nenek moyang suku Toraja, diperkirakan datang sekitar abad ke-6(enam) yang datang
dengan perahu-perahu melalui sungai yang besar menuju ke pegunungan sulawesi selatan.
yang akhirnya menduduki pegunungan termasuk pegunungan-pegunungan di Toraja, yang
sesuai dengan fakta yang ada mereka itu kebanyakan datang dari selatan Toraja.

Mereka datang dalam kelompok-kelompok, yang dalam sejarah Toraja kelompok-kelompok


itu disebut Arroan(Kelompok manusia). menyusuri sungai dengan perahu hingga mereka
tidak dapat lagi melayarkan perahunya sehingga menambatkan perahu mereka dipinggir-
pinggir sungai dan ditebing-tebing gunung disungai yang dilaluinya. perahu-perahu mereka
itu dijadikan tempat mereka tinggal sehingga didalam sejarah Toraja ada istilah Banua
Ditoke' (Banua = Rumah, Ditoke’=Digantung).

Menurut sejarah Toraja Tiap-tiap arroan itu dipimpin oleh seorang pemimpin yang
dinamakan yang dinamakan Ambe’ Arroan ( Ambe’= Bapak, Arroan = Kelompok manusia).
arroan-arroan atau kelompok-kelompok manusia itu tidak datang sekaligus. mereka datang
berangsur-angsur dan masing-masing arroan itu menempati menempati tempat tertentu untuk
menyusun persekutuan keluarga masing-masing dibawah pimpinan ambe’ arroan.
Lama kelamaan keluarga atau anggota dari arroan-arroan ini bertambah banyak dan perlu
mempunyai tempat tinggal yang lebih luas. sehingga merekah terpecah-pecah/tersebar pergi
mencari tempat masing-masing dalam bentuk keluarga kecil yang dinamai
Pararrak (Pencaran/Penjelajah) dengan dipimpin oleh seorang kepala/pemimpin pararrak
yang di namai Pong Pararrak(Pong = Utama) yang artinya kepala pememimpin penjelajah.

Dengan meratanya daerah yang telah dikuasai oleh penyebaran kelompok-kelombok keluarga
Arroan dan Pararrak ini maka seluruh pelosok pegunungan dan dataran tinggi sudah terdapat
penguasa-penguasa kecil dari penguasa Ambe' atau Pong yang perkembangannya sangat
nyata dimasyarakat Toraja disamping Gelar-gelar yang lainnya.
Lama kelamaan kelompok kelompok kecil ini (Pararrak) menjadi besar serta anggotanya
semakin banyak dan mereka berkuasa dimasing-masing tempat mereka berkuasa. dan mereka
mempunyai pemerintahan sendiri seperti arroan yang dinamakan pula Pong Arroan.
Beberapa kelompok Arroan dan Pararrak menyebar jauh ke utara hingga mencapai Rantepao
kemudian semakin menyebar ke bagian utara Rantepao.

Ada juga kelompok arroan yang menyebar lebih jauh lagi ke Galumpang, Makki(Mamuju),
Pantilang, Rongkong, Seko(Luwu), Suppirang(Pinrang), dan Mamasa.
Beberapa waktu kemudian,datanglah kelompok-kelompok baru dengan masing-masing
kelompok dipimpin oleh seseorang yang diberi gelar Puang. Puang dari kata puang Lembang,
disebutkan sebagai pemilik. Puang=pemilik, Lembang=kapal. Kemungkina besar juga masih
berasal dari daerah yang sama dengan kelompok Arroan, yakni dari Indochina.

Mereka datang dari arah selatan dengan perahu-perahunya dan pengikutnya melalui sungai.
setelah perahu mereka tidak lagi dapat melalui sungai karena air yang desar dan berbat-batu
maka sebagian manambatkan perahunya dan sebagian membongkar perahunya dan
membawa kerangkanya ke gunung tempat mereka akan tinggal bersama dengan pengikutnya
karena belum ada tempat bernaung sehingga mereka membuat rumah dari kerangka perahu
yang mereka bongkar itu. Dalam sejarah Toraja disebut tempat perkampungan yang pertama
dari Puang - Puang Lembang ialah Bamba Puang (Bamba = Pangkalan/Pusat, Puang = yang
memiliki ).

Penguasa – penguasa ini mempunyai tata masyarakat tersendiri dan memiliki cara
pemerintahan tersendiri, namun mereka masih dalam kelompok kecil di daerah Bambapuang.
Dari sini pula mereka kemudian menyebar ke daerah lain dan menjadi penguasa daerah yang
ditempatinya, dan tidak lagi dikenal sebagai Puang Lembang (Pemilik Perahu) tetapi Puang
dari daerah yang dikuasainya misalnya :

Puang ri Lembang (Pemilik perahu)


Puang ri Buntu ( penguasa daerah Buntu)
Puang ri Tabang (penguasa daerah Tabang)
Puang ri Batu (penguasa daerah Batu)
Puang ri Su’pi’ (penguasa daerah Su’pi’) dll

Setelah para Puang yang menguasai tiap tempat makin bertambah banyak pengikutnya, maka
timbullah persaingan kekuasaan di antara mereka, dimana sebagian Puang mulai merebut
daerah kekuasaan Pong Pararrak atau Ambe’ Arroan yang lebih dulu memiliki kekuasaan
terlebih dulu, dan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.

Hal ini membuat sebagian Puang membujuk Pong Pararrak dan Ambe’ Arroan untuk
bersekutu untuk melawan Puang yang lain. Persekutuan ini kemudian disebut Bongga
(Bongga = besar, hebat, dahsyat). Sebagai pimpinan Bongga maka diangkat Puang yang kuat
di antara mereka yang dalam kedudukannya dinamakan Puang Bongga (yang memiliki
kekuasaan yang kuat dan hebat), seperti yang terkenal dalam sejarah Toraja seorang penguasa
Bongga yang terkenal adalah Puang Bongga Erong.

Karena persaingan yang begitu hebat dan terus – menerus di kalangan Puang – Puang ini,
maka pengaruh dari penguasa Puang di daerah Bambapuang makin merosot, apalagi setelah
terjadi perpindahan beberapa Puang ke bagian utara Bambapuang untuk mencari tempat yang
lebih aman untuk menerapkan pemerintahannya. Tetapi berbeda dengan Pong Pararrak yang
ada di bagian utara, tidak terjadi persaingan karena masing – masing menguasai daerah yang
sudah ditempatinya.

Dari ketiga bagian cerita diaatas memang ada beberapa yang sama tapi saya tidak bisa
menyimpulkan secara pribadi, jadi bagi pembaca silahkan memilih cerita yang paling masuk
akal menurut anda karena sampai saat ini belum ada sejarawan yang mampu menyimpulkan
tentang asal usul orang toraja.

Asal usul munculnya nama “Tana Toraja”

Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang
Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung
arti"Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan" (Ditulis oleh penulis Eropa
Y.Kruit), sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah "orang yang
berdiam di sebelah barat".
Disamping kedua kata tersebut diatas ada pula yang berpendapat bahwa nama Toraja berasal
dari nama seorang raja yang berasal dari Tondok Lepongan Bulan nama Puang Lakipadada
yang datang ke Gowa pada akhir abad ke-13.
Dalam sejarah Toraja Puang Lakipadada ini adalah seorang cucu dari seorang Puang
Tomanurun Tamboro Langi’ atau anak dari Puang Sanda Boro dari istana/tongkonan Batu
Borong bagian sebelah selatan Tondok Lepongan Bulanana/tongkonan Batu Borong bagian
sebelah selatan Tondok Lepongan Bulan yang pergi mengembara, yang dalam sejarah dan
mitos Lakipadada mengtakan bahwa Lakipadada itu pergi mencari hidup abadi dan tiba2
terdampar di kerajaan Gowa sebagai orang yang tidak dikenal dan tidak diketahui dari mana
asalnya, hanya saja pada diri Lakipadada ini ada tanda2 diri Lakipadada ini ada tanda2 yang
meyakinkan bahwa beliau adalah keturunan Raja atau kerajaan yang besar.
Pendapat umum di Gowa mengatakan bahwa turunan/anak Raja yang tidak dikenal itu
berasal dari sebelah timur, sesuai dengan mitos asal raja2 di sulawesi-selatan, maka dengan
demikian menyebut Puang Lakipadada itu dengan nama Toraya, asal To atau Tau (orang),
Raya dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan.
Berhubung Puang Lakipada ini berasal Tondok Lepongan Bulan, maka nama Tondok
Lepongan Bulan pun dinamai Tana Tau Raya yang kemudian menjadi Tana Toraja.
Dalam sejarah Toraja sejak dari zaman purba sampai pada abad ke-XII, Tana Toraja telah
mengalami 3 kali perubahan bentuk kekuasaan dan pemerintahan dengan gelar masing2 bagi
penguasa2nya karena mengikuti gelombang datangnya penguasa2 dari tiap gelombang itu
masing2 :
Penguasa yang pertama dengan gelar Ambe’ atau siambe’ Pong (berasal dari ambe Arroan
dan Pong Pararrak), maka terjadilah gelar siambe Pong misalnya :
• Siambe Pong Simpin
• Siambe Pong Tiku
• Siambe Pong Maramba’ dll
Penguasa kedua dengan gelar Puang sebagai penguasa yang terbentuk dari Bamba Puang
daerah Selatan Tana Toraja asalnya dari Puang Lembang yang setiap gelar penguasanya
disambung dengan nama Tongkonanna atau tempatnya yang dikuasai misalnya :
• Puang ri Buntu
• Puang ri Tabang
• Puang ri Barang dll
Penguasa yang ketiga dengan gelar Ma’dika yaitu gelar penguasa yang diciptakan oleh
Tangdilino’ penguasa pertama dari Banua Puan marinding yaitu seorang Puang yang
memerdekakan dirinya dari aturan dan kungkungan Puang dan kata Ma’dika ini
mungkinsekali berasal dari kata Maradika (merdeka=bebas). Misalnya :
• Ma’dika Simbuang
• Ma’dika Ulusalu
• Ma’dika Mamasa dll
Lama-kelamaan penyebutan Toraya berubah menjadi "Tana" berarti negeri dan "To Raja"
Berarti Para Raja , sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana
Toraja (Negeri Para Raja) sampai saat ini, yang sekarang dibagi menjadi 2 (Dua) Kabupaten
(Tana Toraja & Toraja Utara).

Selanjutnya saya tidak membahas masalah “Bagi Dua” karena saya yakin yang baca ini
sudah lahir dan bahkan lebih banyak tau tentang alasan kenapa sekarang dibagi menjadi
dua kabupaten, maklum saya kurang paham politik dan strategi pemerintahan.

Makna Aluk dan Ada'


Aluk dan Ada’ memiliki perbedaaan yang sederhana tapi memiliki makna perbedaan yang
dalam. Aluk adalah aturan masyarakat Toraja khusus tentang aturan keaagamaan ,
sedangkan Ada’ adalah aturan masyarakat Toraja tentang aturan adat dan budaya. Lalu
kemudian Aluk dan Ada’ disatukan tanpa mengurangi nilai dari masing-masing Aluk dan
Ada’. Seperti kita jumpai pada setiap acara Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’. Rambu Solo’
dan Rambu Tuka’ akan saya coba bahas di artikel berikutnya.
Dipercaya manusia yang turun ke bumi telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut
aluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari budaya dan pandangan
hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-nilai religius yang mengarahkan pola-pola
tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua.
Tahapan perkebangan Aluk dan Ada’ Bermula dari tahapan Tipamulanna Aluk ditampa dao
langi' yakni permulaan penciptaan Aluk diatas langit, Mendemme' di kapadanganna yakni
Aluk diturunkan ke bumi oleh Puang Buru Langi’ Dirura. Kedua tahapan ini lebih merupakan
mitos. Dalam penelitian pada hakekatnya aluk merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa
kaum imigran dari dataran Indo Cina pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum
Masehi.
Beberapa Tokoh penting dalam penyebaran aluk, antara lain: Tomanurun Tambora
Langi' adalah pembawa aluk Sabda Saratu' yang mengikat penganutnya dalam daerah
terbatas yakni wilayah Tallu Lembangna.
Selain itu terdapat Aluk Sanda Pitunna disebarluaskan oleh tiga tokoh, yaitu
: Pongkapadang bersama Burake Tattiu' menuju bagian barat Tana Toraja yakni ke
Bonggakaradeng, sebagian Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua
Ba'bana Minanga, derngan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja "To
Unnirui' suke pa'pa, to ungkandei kandian saratu” yakni pranata sosial yang tidak mengenal
strata. Kemudian Pasontik bersama Burake Tambolang menuju ke daerah-daerah sebelah
timur Tana Toraja, yaitu daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu, Ranteballa, Ta'bi,
Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan membawa pranata sosial yang
disebut dalam bahasa Toraja : "To Unnirui' suku dibonga, To unkandei kandean
pindan", yaitu pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyarakat dalam tiga strata
sosial.
Tangdilino bersama Burake Tangngana ke daerah bagian tengah Tana Toraja dengan
membawa pranata sosial "To unniru'i suke dibonga, To ungkandei kandean
pindan", Tangdilino diketahui menikah dua kali, yaitu dengan Buen Manik, perkawinan ini
membuahkan delapan anak. Perkawinan Tangdilino dengan Salle Bi'ti dari Makale
membuahkan seorang anak.
Kesembilan anak Tangdilino tersebar keberbagai daerah, yaitu Pabane menuju Kesu',
Parange menuju Buntao', Pasontik ke Pantilang, Pote'Malla ke Rongkong (Luwu), Bobolangi
menuju Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, Bue ke daerah Duri, Bangkudu Ma'dandan
ke Bala (Mangkendek), Sirrang ke Dangle.
Dan kemudian Itulah yang membuat seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo
diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama Tondok Lepongan Bulan Tana
Matari' Allo arti harfiahnya adalah "Negri yang bulat seperti bulan dan Matahari". Nama
ini mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang
bulat dari berbagai daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh
seorang penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang
diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.
Pa’Gorri’ku (Catatanku): Jika ada agama masuk ke Tana Toraja untuk mengurangi bahkan
menghapus nilai-nilai adat maka agama tersebut sebaiknya angkat kaki dari Toraja sebelum
saya dan para pecinta adat Toraja bersama pemuka-pemuka adat akan mengusir dengan
cara orang Toraja.
Arti kata “Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’ Allo”

Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’ Allo nama sebutan Tana Toraja sebelum muncul
nama Tana Toraja. Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’Allo nama sebutan Tana
Toraja (Tondok “negeri”, Lepongan “kebulatan/kesatuan”, Bulan “bulan”, Tana “negeri”,
Matari’ “bentuk”, Allo “matahari”), yang artinya “Negeri yang bulat seperti Bulan dan
Matahari”, Negeri yang pemerintahan dan kemasyarakatannya berke-Tuhan-an yang
merupakan kesatuan yang bulat bentuknya bagaikan bundaran bulan/matahari, wilayah
daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat
dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.

Nama Lepongan Bulan atau Matari’ Allo adalah bersumber dari terbentuknya negeri ini
dalam suatu kebulatan / kesatuan tata masyarakat yang terbentuk berdasarkan :
1. Persekutuan atau kebulatan berdasarkan suatu ajaran Agama / Keyakinan yang
sama yang dinamakan Aluk Todolo, mempergunakan suatu aturan yang bersumber /
berpancar dari suatu sumber yaitu dari Neger Marinding Banua Puan yang dikenal
dengan Aluk Pitung Sa'bu Pitu Ratu' Pitung Pulo Pitu atau Aluk Sanda Pitunna
(Aturan/Ajaran 7777)
2. Oleh beberapa Daerah Adat yang mempergunakan satu Aturan Dasar Adat dan
Budaya yang terpancar / bersumber dari satu Aturan.
3. Dibentuk oleh satu suku bangsa Toraja.
Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka diberilah nama perserikatan
bundar atau bulat yang terikat dalam satu pandangan hidup dan keyakinan sebagai pengikat
seluruh daerah dan kelompok adat tersebut.

Sejarah Tongkonan (Rumah Adat Toraja)


Seperti kita tau, bentuk tongkonan menyerupai perahu kerajaan Cina jaman dahulu, yang
hampir seluruh badan rumah diukir dengan pisau rajut sebagai pertanda status sosial pemilik
bangunan, kemudian ditambah dengan deretan tanduk kerbau yang terpasang/digantung di
tiang paling depan rumah “Tulak Somba”. Bentuk bangunan unik yang dapat dijumpai
dihampir setiap pekarangan rumah masyarakat Toraja ini, dikenal dengan sebutan
nama Tongkonan.
Sebutan Tongkonan berasal dari istilah "tongkon" yang berarti duduk, dahulu rumah ini
merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya
masyarakat Tana Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki
secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja. Dengan sifatnya yang
demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat
pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat
dinamisator, motivator dan stabilisator sosial.
Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang juga bertingkat-
tingkat dimasyarakat, maka dikenal beberapa jenis tongkonan, antara lain yaitu:

Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk, yaitu Tongkonan tempat menciptakan
dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.

Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan, yaitu


Tongkonan yang satu ini berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat,
berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio' Aluk.

Tongkonan Batu A'riri, yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang. Tongkonan ini yang
mengatur dan berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan
tongkonan. Tongkonan merupakan peninggalan yang harus dan selalu dilestarikan, hampir
seluruh Tongkonan di Tana Toraja sangat menarik untuk dikunjungi sehingga bisa
mengetahui sejauh mana adat istiadat masyarakat Toraja, serta banyak sudah Tongkonan
yang menjadi objek wisata.

Tongkonan Marimbunna, Tongkonan tersebut terletak dikelurahan Tikala, sekitar 6 Km


arah utara Rantepao. Marimbunna, merupakan nama dari orang pertama yang datang di
daerah ini. Mempunyai daya tarik berupa peninggalan-peninggalan Marimbunna, yaitu:
rumah sekaligus tempat mandi yang letaknya berada di atas karang, liang batu yang proses
pembuatannya dipahat dengan menggunakan kayu serta ada juga kuburan Marimbunna yang
diukir berbentuk perahu dan kerbau berdiri. Di sini kita juga dapat menjumpai jasad
Marinbunna, yang tinggal tulangnya saja namun rambutnya tetap menempel di dahinya.

Benteng Batu, Benteng Batu adalah nama perkampungan asli orang Baruppu. Perkampungan
ini terletak di Kecamatan Rindingallo, dengan jarak kurang lebih 50 Km arah utara Rantepao,
didaerah ini seluruh wilayahnya dikelilingi oleh tebing. Sehingga otomatis keberadaannya
terisolir dari dunia luar, untuk dapat masuk ke daerah tersebut hanya bisa melewati satu jalan
yakni sebuah lorong batu yang memiliki daya tarik tersendiri. Tebing-tebing yang mengeliligi
daerah ini masing-masing diberi nama, antara lain: Tebing batu, Kavu Angin dan Benteng
Saji. Selain pemah dipakai untuk benteng pertahanan melawan Belanda, di tebing-tebing
tersebut, terdapat kuburan dalam bentuk liang pahat maupun gua alam yang ada jasadnya.
Pada setiap tahunnya, diadakan prosesi ritual penggantian pakaian jenazah yang disebut
dengan to'ma' nene.

Tongkonan Bate-Banbalu, Tongkonan Bate-Bambalu terletak di Kecamatan Sa'dan Balusu,


dengan jarak tempuh sekitar 2,5 Km arah timur Palopo. Didirikan sekitar abad X Masehi dan
merupakan tongkonan tertua di daerah tersebut. Didirikan oleh seorang yang bernama
Tanditonda, yang merupakan nenek moyang penduduk disana. Mitos yang ada menyebutkan
bahwa Tanditonda adalah orang yang kaya akan kerbau dan gemar minum susu kerbau,
hingga suatu saat susu-susu kerbaunya hilang dicuri orang, yang ternyata kelak si pencuri itu
menjadi istrinya. Sebelum menikah dengan perempuan yang bernama Manurun Di Batara
tersebut, mereka membuat kesepakatan bahwa Tangditonda tidak boleh memukul istrinya.
Namun suatu saat janji itu dilanggarnya, istrinya yang sebenarnya dewa itu akhirnya
meninggalkannya menuju langit, jalan lewat pelangi, dengan meninggalkan rumah
tongkonannya, dan juga tenun yang belum selesai.

Tongkonan Siguntu', Tongkonan Siguntu' terletak di Dusun Kadundung, Desa Nonongan


Kecamatan Sanggalangi'. Dengan jarak sekitar 5 Km dari kota Rantepao, tongkonan yang
unik ini dibangun oleh Pongtanditulaan. Keberadaannya yang di atas sebuah bukit
menyajikan pemandangan alam yang indah mempesona, dengan dikelilingi hamparan sawah
pada bagian timur serta tebing-tebing bukit Buntu Tabang, dengan keberadaan seperti ini
membuat tongkonan nampak megah serasi bersatu dengan alam disekitarnya.

Tongkonan Lingkasaile-Beloraya, Tongkonan Lingkasaile adalah tongkonan yang pertama


kali di daerah ini. Dibangun di kawasan Desa Balusu, 14 Km dari Rantepao, pendirinya
bernama Takke Buku, keturunan Polo Padang dan Puang Gading. Tongkonan yang sudah
ditumbuhi tanaman paku diatapnya ini, masih menyimpan perabot rumah tangga tempo dulu.
Selain itu, tongkonan ini punya daya pikat khusus, yaitu di percaya, bila kita lewat pasti ingin
menolehnya kembali. Oieh karena itulah tongkonan ini disebut dengan Lingkasaile-Beloraya,
lingka sendiri berarti langkah, sedangkan Beloraya berarti menoleh kembali. Takke Buku
memiliki/menyandang gelar Puang Takke Buku, beliau hidup kurang lebih pada abad ke-10.
Selain Tongkonan Lengkasaile yang dibangun, ia juga membuat kuburan Bagi keluarganya
yang disebut Liang Sanda Madao dan Rante Tendan yang digunakan tempat upacara
pemakaman.

Tongkonan Rantewai, Tongkonan Rantewai atau Tongkonan Ranteuai, ini dibangun oleh
sepasang suami istri bernama To welai Langi'na dan Tasik Rante Manurun. Didirikan sekitar
abad XVII, Tongkonan ini memiliki simbol kepemimpinan, yakni tergambar pada patung
kayu yang berbentuk "kepala naga" sebanyak delapan buah. Pada tahun 1917,
Seluruhpeninggalan mengenai bukti perjuangan dalam mempertahankan tanah air bisa kita
dapatkan di rumah adat Tongkonan Kollo-kollo ini.

Tongkonan Penanian, Suatu nama yang manis, oleh karena "Penanian" dalam bahasa
Toraja, berarti sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang, untuk dibaca dan dinyanyikan.
Tongkonan ini terletak sekitar 14 Km arah timur kota Rantepao. Tongkonan Penanian
mempunyai daya tarik keindahan tersendiri. Dengan menyajikan pemandangan serta tata
letak deretan lumbung padi atau Alangsura' yang berjajar rapi dan antik. Lumbung-lumbung
padi ini dibangun oleh Kepala Distrik Nanggala bernama Siambe Salurapa' yang juga
sebelumnya sebagai pemangku adat dalam daerah Nanggala dan sekitarnya.

Tongkonan Layuk Pattan, Tongkonan layuk pattan, terletak di desa ulusalu, sekitar 18 Km
dari kota Makale. Di bawah kepemimpinan Ma'dika, pemimpin tertinggi desa ini, para
generasi maupun leluhur desa senantiasa melaksanakan upacara adat rambu tuka' atau ma'bua'
ditongkonan tersebut. Selain itu, tongkonan Layuk Pattan juga berfungsi sebagai tempat
musyawarah aluk atau adat, yang lebih dikenal dengan istilah tondok panglisan aluk, tempat
pemerintahan juga sebagai tempat pengadilan adat. Tongkonan Layuk Pattan didirikan oleh
Kala' pada kira-kira abad XIV, beragam peninggalan sejarah yang dapat disaksikan disini.
Selain Tau-tau berjumlah 130 buah, tempat upacara adat Rante, monumen batu menhir, juga
barang pusaka lainnya seperti mawa', keris dan tombak. Desa ini juga dilengkapi dengan
sebuah Benteng yang kokoh, belum pernah terkalahkan oleh musuh pada jaman dulu kala
yaitu Benteng Boronan.

Perumahan Adat Palawa', Dahuiu kala ada seorang lelaki dari Gunung Sesean bernama
"Tomadao" berpetualang. Dalam petualangannya ia bertemu dengan seorang gadis dari
gunung Tibembeng bernama "Tallo' Mangka Kalena". Mereka kemudian menikah dan
bermukim disebelah timur "desa Palawa" dan sekarang ini bernama Kulambu. Dari
perkawinan ini lahir seorang anak laki-laki bernama Datu Muane' yang kemudian menikahi
seorang wanita bernama Lai Rangri'. Kemudian mereka beranak pinak dan mendirikan
sebuah kampung yang sekaligus berfungsi sebagai Benteng Pertahanan. Ada sebuah tradisi
disaat peperangan terjadi antar kampung/musuh, jika ada lawan yang menyerang dan bisa
dikalahkan atau dibunuh, maka darahnya diminum dan dagingnya dicincang, tradisi ini
disebut Pa'lawak. Pada pertengahan abad XI, berdasarkan musyawarah adat disepakati,
mengganti nama Pa' lawak menjadi Palawa', sebagai suatu kompleks perumahan adat. Dan
bukan lagi daging manusia yang dimakan, tetapi diganti dengan ayam dan disebut Palawa'
manuk. Keturunan Datu Muane secara berturut-turut membangun tongkonan di Palawa'.
Sekarang ini terdapat 11 buah tongkonan (rumah adat) yang urutannya sebagai berikut
(dihitung mulai dari arah sebelah barat):
1. Tongkonan Salassa' dibangun oleh Salassa';
2. Tongkonan Buntu dibangun oleh Ne'Tatan
3. Tongkonan Ne'Niro dibangun olek Patangke dan Sampe Bungin
4. Tongkonan Ne'Dane dibangun oleh Ne'Matasik
5. Tongkonan Ne'Sapea dibangun oleh Ne'Sapeah
6. Tongkonan Katile dibangun oleh Ne'Pipe
7. Tongkonan Ne'Malle dibangun oleh Ne'Malle
8. Tongkonan Sasana Budaya dibangun oleh Ne'Malle
9. Tongkonan Bamba II dibangun oleh Patampang
10. Tongkonan Ne'Babu dibangun oleh Ne'Babu'
11. Tongkonan Bamba I dibangun oleh Ne'Ta'pare.
Tongkonan Palawa' juga memiliki Rante yang disebut Rante Pa'padanunan dan Liang Tua
(Kuburan Batu) di Tiro Allo dan Kamandi, selain tongkonan juga dibangun lumbung atau
alang sura' tempat menyimpan padi.

Tongkonan Unnoni, Unnoni artinya, "Berbunyi dan bergabung keseluruh penjuru". Nama
ini membawa nama harum bagi keturunan leluhur dari Tongkonan Unnoni, sebab beberapa
turunan dari tongkonan ini menjadi Kepala Distrik yang sekaligus dilantik sebagai puang
(golongan bangsawan tertinggi), di wilayah Sa'dan Balisu desa paling utara Tana Toraja.
Puang, sekaligus sebagai to Parengnge' yakni sebagai pemimpin adat dan pemimpin rakyat.
Turunan yang berasal dari tongkonan Unnoni antara lain ne' Tongongan, Puang ne'Menteng,
Puang Bulo', Puang Pong Sitemme', Puang Ponglabba, Puang Ne' Matandung dan terakhir
Puang Duma'Bulo' . Tongkonan Unnoni melahirkan atau erat hubunganya dengan Tongkonan
Belo' Sa'dan,Tongkonan Rea, Tongkonan Buntu Lobo' dan Tongkonan Pambalan. Generasi
Tongkonan Unnoni merupakan generas i
yang pandai menenun . Istri para pemimpin dari masing-masing Tongkonan inilah yang
memiliki ketrampilan menenun secara tradisional (tenun ukir). Cara menenun ini, oleh istri
pemimpin diajarkan pada rakyatnya, hingga sekarang dan dapat dilestarikan. Proses menenun
Tenun Paruki' inilah, yang dipertontonkan di Tongkonan Unnoni, mulai dari cara merendam
benang sampai bisa jadi selembar kain tenun yang terukir cantik dan indah, dalam ukiran
motif Toraja melalui sembilan tahapan.

Tongkonan Layukna Galuga Dua dan Pertenunan Asli Sangkombang, Tongkonan


Layukna Galuga Dua merupakan salah satu tongkonan yang dijadikan pengadilan, selain
digunakan untuk pengadilan terhadap pelanggaran adat yang menjadi tanggung jawab
To'Perengnge, juga merupakan pusat musyawarah para pemimpin keluarga dari Tongkonan
Galuga dua untuk menentukan suatu rencana. Terletak sekitar 12 Km, arah utara dari
Rantepao, Tongkonan Layukna Puang Galuga Dua; ini dibangun pada tahun 1189 oleh kedua
putra Galuga. Dari kedua putranya ini, masing-masing membangun Tongkonan yaitu
Tongkonan Papabannu' dari putra pertama dan Banau Sura' dari putra keduanya. Tongkonan
Layukna Galuga selain tongkonan keluarga Galuga Dua juga merupakan pusat pertenunan
dengan bebagai motif sesuai dengan kebutuhan adat dan ciri khas budaya Toraja. Macam-
macam motif tenunan adalah: Tenunan Pamiring khusus untuk sarung perempuan,Tenunan
Sappa khusus untuk celana laki-laki, Tenunan Paramba' khusus untuk selimut, Tenunan
Paruki' khusus taplak meja dan dekorasi atau hiasan dinding, tenunan Lando khusus tombi
untuk pesta untuk pesta rambu solo' atau sapu randanan.

To'Barana Sa'Dan dan Pertenunan Asli Toraja, Sa'dan artinya air atau batang air,
To'Barana artinya tempat beringin atau pohon beringin, To' Barana merupakan tempat
pengampunan masyarakat Sa'dan dahulu kala apabila masyarakat menghadapi sesuatu
kesulitan. Lokasi To'Barana pada mulanya dibentuk oleh nenek moyang keluarga To Barana
yang bernama Langi' para'pak. Pada lokasi ini dijadikan perkampungan tongkonan to'.
Kemudian, tongkonan ini mengalami renovasi/dibaharui oleh leluhur To'Barana' bernama
Puang Pong Labba. Kira- kira dua abad yang lalu dan kemudian mengalami renovasi lagi
oleh keluarga Puang Pong Padati pada tahun 1959.
Lokasi dan rumah tongkonan yang diwariskan secara turun temurun kepada generasinya ini
selain sebagai tongkonan juga sebagai pusat pertenunan asli Toraja. Para wanita di sini
memiliki ketrampilan menenun, karena sejak kecil telah diajarkan oleh orang tuanya. Bahan
baku dari bahan tenunan asli di Sa'dan adalah benang kapas yang dipintal kemudian ditenun,
seiring dengan perkembangan jaman saat ini tenun sa'dan sudah mulai menciptakan
bemacam-macam motif tenun.

Perumahan Adat Balik Saluallo Sangngalla', Balik Saluallo, objek yang juga tidak
ketinggalan memiliki beberapa keunggulan atau keunikan tersendiri. Buburan sebagai tempat
persembahan masyarakat Toraja yang masih memeluk agama Aluk Todolo (Ancester believe)
dilokasi ini untuk memohon hujan pada saat musim kemarau dengan melakukan
persembahan pemotongan hewan.

Seiring berjalannya waktu, Tongkonan sudah dibangun dalam jumlah yang lebih banyak.

Silsilah Raja-raja (Puang)

Silsilah dimulai dari Puang Tamboro Langi’Tomanurung Pertama yang menurut Hikayat
turun dari lagit di puncak Gunung Kandora (Kecamatan Mengkendek)pada pertengahan abad
4.

Puang Tamboro Langi’ inilah yang merupakan raja petama di Kalindobulanan Lepongan
Bulan dan sekaligus merupakan leluhur raja-raja di Kerajaan Lepongan Bulan(Tana Toraja)
pada khususnya dan Kerajaan Tallu Bocco yang pertama (Toraja, Luwu dan Gowa) pada
umumnya

1. Puang Tamboro Langi. Bergelar Puang Tomatasak yang pertama di Kalindobulanan


Lepongan Bulan,Kawin dengan Puang Sanda Bilik dari Sungai Sa’dan di Saepa
Deata,melahirkan 4 orang Putera
A. Puang Papai Langi’ di Gasing
B. Puang Tumambuli Buntu di Napo
C. Puang Sanda Boro di Batu Borrong(Kaki Gunung Sinaji)
D. Puang Messok di Rano Makale

2. A. Puang Papai Langi’ menggantikan ayahnya sebagai Puang Tomatasak II,kawin dengan
2 orang Putri,masing-masing bernama:
A.1. Puang Allo anginan,berasal dari air kolam di Gasing,melahirkan 4 orang anak
a. Puang Paetong di Otin Mengkendek
b. Puang Toding di Banua lando Makale
c. Puang Landek di Su’pi Sangalla’
d. Puang Panggeso di Tiromanda Makale
A.2. Tumba’ Sarambunna dari keturunan tomakaka di Banua Puan,melahirkan 8 anak :
a. Sarambunna di Tinoring Mengkendek
b.Tomemanuk di Bala Mengkendek
c. La’la di Batu Rondon Mengkendek
d. Samang di Tengan Mengkendek
e Yarra’ Matua di Palipu’Mengkendek
f. Tintiri Buntu di Sillanan Mengkendek
g. Bangke’ Barani di Botang Makale
h. Bombiri Lemo di Pa’buaran Makale

B. Puang Tumambuli Buntu diangkat sebagai Puang Tomatasak Muda di Kalindobulanan di


Ulunna Lepongan Bulan,kawin dengan 2 orang Putri,masing-masing bernama:
B.1. Puang Bo’ngga ri Napo,berasal dari batu di Napo,melahirkan 4 orang anak
a. Puang Saredadi di Karua
b. Puang Emabtu di Sesean
c. Puang Ampang di Sa’dan
d. Puang Lambe’susu di Napo
B.2. Puang Manaek di Nonongan ,melahirkan 9 anak :
a. Puang Palaga di tarongko Makale
b. Puang Marimbun di Bungin Makale
c. Puang Rambu Langi’ di Pangi Makale
d. Puang Tokondok di Buakayu
e Puang Tinti di Lambun Tapparan,Salluputti
f. Puang Paladan di Siguntu’Nonongan
g. Puang Pata’ba’di Parakan
h. Puang Petimba Bulaan di Kaero

C. Puang Sanda Boro diangkat sebagai Puang Tomatasak Muda di Kalindobulanan di


Ingkokna Lepongan Bulan,kawin dengan seorang Putri, bernama:
C.1. Puang Bu’tui Pattung,berasal dari Batu Borrong,melahirkan 4 orang anak
a. Puang Palandongan di di Marintang
b. Puang Rombe Londong di Tabang
c. Puang Mate Malolo (meninggal saat masih gadis)
d. Puang Lakipadada

Mengembara mencari ilmu untuk hidup abadi sampai akhirnya menikah dengan Putri Gowa
yang melahirkan:

Puang Patta La Bantan (Toraja)


Puang Patta La Bunga (Luwu)
Puang Patta La Merang (Gowa)

D. Puang Messok diangkat sebagai Puang Tomatasak Muda di Kalindobulanan Tanganna


Lepongan Bulan,kawin dengan seorang Putri, bernama:
D.1. Puang Timban,di rano Makale,melahirkan seorang anak
a. Puang Payak Allo bergelar Datu Matampu’,menggantikan Pamannya Puang Papai Langi’,
sebagai Puang Tomatasak III di Kalindo Bulanan Lepongan Bulan di Rano

3. Puang Payak Allo sebagai Puang Tomatasak III kawin dengan Puang Tumba’ Paramak
dari Makale dan melahirkan seorang Putra bernama Puang Laso’ Paramak
Pada masa ini terjadilah Perang Saudara Pertama di Kalindo bulanan Lepongan Bulan,antara
Puang Paramak Datu’ Matampu dengan Puang Rambu Langi’ dari Pangi

4. PuangPatta La Bantan anak dari Puang Lakipadada kembali dari Gowa akhirnya dilantik
sebagai Puang Tomatasak IV di Kalindo bulanan Lepongan Bulan di Kaero,untuk
menenangkan saudara-saudaranya yang berperang di kampung
Puang Patta La Bantan inilah yang membangun Kaero sebagai Tongkonan Layuk di
Kalindobulanan Lepongan Bulan.
Menikah dengan Petimba Bulaan dari Nonongan dan melahirkan putera bernama Puang
Timban Boro (Puang Tomtasak V)

5. Puang Timban Boro


Menggantikan ayahnya Puang Patta La Bantan sebagai Puang tomatasak V di Kalindo
bulanan Kaero,kawin dengan seorang putri bernama Puang Pasuen dari Tondon Makale
yang melahirkan Putra bernama Puang Kapu’Boro

6. Puang Kapu’ Boro


Menggantikan ayahnya Puang Puang Timban Boro sebagai Puang tomatasak VI di Kalindo
bulanan Kaero,kawin dengan seorang putri bernama Puang Dipa’pitu dari Kombong Bura
yang melahirkan Putra bernama Puang Tangmarakia

7. Puang Tangmarakia
Menggantikan ayahnya Puang Kapu’ Boro sebagai Puang tomatasak VII di Kalindo bulanan
Kaero,kawin dengan seorang putri bernama Puang Tumba’paseno Langi dari Buntu Kaero
yang melahirkan Putra bernama Puang Paseno langi’

8. Puang Paseno langi’


Menggantikan ayahnya Puang Tangmarakia sebagai Puang tomatasak VIII di Kalindo
bulanan Kaero,kawin dengan seorang putri bernama Puang Tumba’Tangkokean dari Otin
Mangkendek yang melahirkan Putra bernama Puang Tanggulungan

9. Puang Tanggulungan
Menggantikan ayahnya Paseno langi’ sebagai Puang tomatasak IX di Kalindo bulanan
Kaero,kawin dengan seorang putri bernama Puang Tumba’Riu’Datu dari Batualu yang
melahirkan Putra bernama Puang Sampa Raya

10. Puang Sampa Raya


Menggantikan ayahnya Puang Tanggulungan sebagai Puang tomatasak X di Kalindo bulanan
Kaero,kawin dengan seorang putri bernama Puang Tumba’Bubun Datu dari Tondon,Makale
yang melahirkan Putra bernama Puang Galugu

11. Puang Galugu


Menggantikan ayahnya Puang Sampa Raya sebagai Puang tomatasak XI di Kalindo bulanan
Kaero,kawin dengan seorang putri bernama Puang Tumba’Lanjang dari Tondon,Makale
yang melahirkan 2 orang Putra yaitu:
11.1. Puang Lanjang Dolo
kawin dengan Puang Tumba’Kaise’ dari Butualu melahirkan 5 orang anak
11.1.a Puang Bullu Matua
11.1.b Puang Pasolang Boro
11.1.c Puang Tandi
11.1.d Puang Bala Lelen
11.1.e Puang Pagunturan

11.2. Puang Pabuaran Dolo


kawin dengan Puang Tumba’Kaise’ dari Butualu melahirkan 5 orang anak
11.2.a Puang Raya Sampin
11.2.b Puang Tampang
11.2.c Puang Tangmarak

12. Puang Pabuaran Dolo


Menggantikan ayahnya Puang Galugu sebagai Puang tomatasak XII di Kalindo bulanan
Kaero,disini tidak ada catatan mengapa Pengganti Puang Galugu adalah Puang Pabuaran
Dolo bukan Anak tertuanya Puang Lanjang Dolo.

13. Puang Raya Sampin


Menggantikan ayahnya Puang Pabuaran Dolo sebagai Puang tomatasak XIII di Kalindo
bulanan Kaero
Catatan: Pada zaman ini terjadi Perang saudara ke II, antara Puang Raya Sampin dengan
Puang Bullu Matua(anak dari Puang Lanjang Dolo)

14. Puang Bullu Matua

Dalam perang saudara kedua di Kalindobulanan tsb dimenangkan oleh Puang Bullu Matua
dan diangkat menjadi Puang Tomatasak XIV di Kalindobulanan Lepongan Bulan,Kawin
dengan Puang Bitti’Langi’ dari Tarongko Makale yang melahirkan tiga orang anak,Yaitu

14.1. Puang Bitti’Langi


Kawin dengan Puang Tumba’Pakolean dari Pangi dan melahirkan
14.1.a Puang Tiang Langi’
14.2. Puang Kanna
Kawin dengan Puang Puling dari Otin Mangkendek dan melahirkan
14.2.a Puang Palodan
14.2.b Puang Kombo Langi’
14.3. Puang Makaun Allo (gugur dalam perang saudara)

BASSE TALLU LEMBANGNA


Setelah ketiga cucu Puang Bullu Matua sudah dewasa,beliau membagi Kerajaan Lepongan
Bulan menjadi tiga Kerajaan diatas suatu landasan sumpah yang disebut Basse Tallu
Lembangna yaitu Makale.Sangalla’ dan Mengkendek

Walaupun ketiga kerajaan ini berkuasa penuh memerintah dan mengatur wilayahnya masing-
masing yang disebut Puang Basse Kakanna Makale,Puang basse Tanganna Sangalla’ dan
Puang Basse Adinna Mengkendek,namun demikian secara simbolis masih ada Puang
Tomatasak Kalindobulanan Lepongan Bulan yang menurut sejarah selalu dijabat oleh Puang
Basse Tanganna Sangalla’ selama 13 periode mulai dari Puang Palodang sampai Puang
Laso’Rinding (Puang Sangalla’),salah satu alasannya karena Tongkonan Layuk Kaero yang
merupakan Pusat (Keraton/Istana) Lepongan Bulan dibangun oleh Puang Patta La Bantan
berada di wilayah Sangalla’

Basse Kakanna Makale

1. Puang Tiang Langi’ sebagai Puang Basse Kakanna Makale I


dengan gelaran Sullena Puang Bullu Matua lan padang ri Makale,solonna Puang Tiang
Langi’ te Lipu Basse Kakanna, kawin dengan Puang Kobong Bulaan dari Mangasi
Mengkendek,melahirkan seorang putera bernama Puang Todierong

2. Puang Todierong mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale II


Menggantikan ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale II, kawin dengan Puang
Tumba’ Palonga di Tondon Makale,melahirkan seorang putra bernama Puang Palonga’.

Catatan:
Pada masa ini dibangun persekutuan antara tiga daerah Kapuangan yakni Puang Todierong
dari Makale,Puang Tolayuk dari Baroko dan Puang Tokalu’ dari Enrekang. Basse
Persekutuan ini dikenal dalam sejarah dengan ucapan:
“Basse sang bembe’manik sangluse’giring-giring”
Basse persekutuan persaudaraan antara ketiga daerah Kapuangan ini bertujuan memelihara
persatuan dan kesatuan dalam wujud kekeluargaan yang akan nampak terutama dalam
Upacara Rambu Solo’
Basse ini diucapkan dalam sasta Toraja tinggi sebagai berikut:

Bandanmi pole’ basse titanan tallu


Tulangda’mi pandan dipopemamba galugu
Tirindu batu lalikan,kumua………
Ianna masaki ulunna Makale
Untintimi gandang bulaana tu Tolayuk lan di Baroko,
Napasa’ding tu Endekan
Susi duka kemasaki ulunna Endekan
Undedekmi gandang bulaanna to Tolayuk lan di Baroko,
Napasa’ding tu Makale

Realisasi dari Basse Persaudaraan ini tampak dalam sejarah ialah ketika Upacara Pemakaman
Puang Tarongko di Makale, maka raja-raja dari Pitu Masserenrempulu ( Enrekang, Maluw’,
Buntubatu, Kassa’,Alia’ ,Batulappa’ dan Maiwa) datang berbelasungkawa ke Makale,
Demikian pula waktu meninggalnya Puang Enrekang ( Pancai Tana Bunga Walie) semua
Puang-Puang dari Tallu Lembangna Makale,Sangalla’ dan Mengkendek turun
berbelasungkawa ke Enrekang.

3. Puang Polanga mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale III
kawin dengan seorang Putri Salle Bayu dari Tarongko Makale,melahirkan seorang putra
bernama Puang Pate’dangan.

4. Puang Pate’dangan mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale IV


kawin dengan seorang Putri Puang Balun Manik dari Awa’ Tarongko Makale,melahirkan
seorang putra bernama Puang Sugi.
5. Puang Sugi’ mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale V
kawin dengan seorang Putri Puang Tumba’Payuk di Makale,melahirkan 2 orang putra yaitu
5.1 Puang Sui’ Lalong
5.2 Puang Payuk diangkat sebagai Tunduk Tata’ na Basse Kakanna lembang di Makale
ketika pecah perang antara To Pada Tindo di Lepongan Bulan melawan orang-orang Bone
sebagai tentara Pakila’Allo yang mengadakan penindasan terhadap orang-orang Kalindo
Bulananna lepongan Bulan.
Kawin dengan seorang putri bernama Tumba’ Parukka di Bulo Makale melahirkan dua
orang Putera yaitu:
5.2.a Puang Parukka
5.2.b Puang Lolon
6. Puang Sui’ Lalong mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale VI
kawin dengan seorang Putri Puang Tumba’ Parapak dari Kaero,Sangalla’,melahirkan seorang
putra bernama Puang Parapa’.

7. Puang Parapa’ mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale VII
kawin dengan seorang Putri Puang Tumba’ Lolo angin di Tarongko Makale,melahirkan
seorang putra bernama Puang Lolo angin.

8. Puang Lolo Angin mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale VIII
kawin dengan seorang Putri Puang Balun Manik dari Awa’ Tarongko Makale,melahirkan 2
orang anak bernama
8.1 Puang Payung Allo
8.2 Puang Tumba’ Payung Allo kawin dengan seorang Puang dari Bebo’ Sangalla’
bernama Puang Makongkan melahirkan seoran puteri bernama Tumba’ Makongkan.

9. Puang Payung Allo mengganti ayahnya sebagai Puang Basse Kakanna Makale IX
kawin dengan seorang Putri Puang Tumba’ Limbu langi’ dari Kaero Sangalla’ tapi tidak
mempunyai keturunan.

10. Puang Tumba’ Makongkan mengganti Pamannya menjadi Puang Basse Kakanna Makale
X
kawin dengan seorang Putra bernama Puang Laso’ Ses alias Puang Mammulu dari Tangti
Mengkendek,melahirkan seorang putra bernama Puang Tarongko.

11. Puang Tarongko mengganti ibunya menjadi Puang Basse Kakanna Makale XI
kawin dengan 7 orang Putri ,masing-masing bernama:
11.1. Puang Lai’ Tangnga’Layuk dari Makale melahirkan
11.1.a Puang Indo’ Rante Allo
11.1.b Puang Laso’Tampo (Puang Pantan)
11.1.c Puang A.Rante Allo (Puang Tondon)
11.2. Puang Tumba’ Manuk Allo dari Manggau melahirkan seorang Putera bernama Puang
Manuk Allo dikirim oleh ayahnya ke Sidenreng (Bugis) dan mendapat gelar Andi Lolo.

Catatan:
Besama ManukaAllo yang dikirim Puang Tarongko,Puang Limbu Langi’ (Puang Basse
Tanganna Sangalla XI/Puang Tomatasak XXV) juga mengirim puteranya Laso’Rinding
(Puang Sangalla), mereka pulang dengan menguasai Bahasa,budaya dan menulis
lontar,Taktik dan seni strategi perang Bugis

11.3. Puang Tumba’Toding Allo melahirkan putera bernama Puang Toding Allo(Puang Rante
Allo)
11.4. Puang Tumba’Sumbung melahirkan 2 orang masing-masing bernama
11.4.a. Puang Sumbung(Puang Massora)
11.4.b. Puang Lai’ Tambing
11.5. Puang Tumba’Sa’dan melahirkan puteri bernama Puang Lai’ Sa’dan
11.6. Puang Tumba’Baratu melahirkan puteri bernama Puang Lai’ Baratu
11.7. Puang Tumba’Pidun melahirkan putera bernama Puang Sumbung(Pidun)
Catatan:
Dan pada saat itu muncul invasi Bugis ke Tana Toraja. Terjadilah perang antara Uwa Situru’
alias Andi’ Guru melawan bangsawan Toraja. Orang -orang yang lemah menjadi korban
karena ditawan oleh Bugis. Peristiwa ini dalam sejarah disebut :
Tonna Kumande ulang bulu bangla’
Tenna mangintok karidi’ dipabaru.

12. Puang Rante Allo alias Puang Tondon menggantikan ayahnya sebagai Puang Basse
Kakanna Makale XII di Lembang Makale dengan gelar Kepala Distrik Makale (1923-1943)

Catatan:
Tahun 1926 Tana Toraja sebagai Onder Afdeeling Makale-Rantepao dibawah Self bestur
Luwu Puang A.Rante Allo kawin dengan dua orang putri masing-masing bernama:
12.1. Puang Lai’Sirande dari Mengkendek,melahirkan 5 orang anak yaitu:
12.1.a. P.Lai’Rante Allo
12.1.b. P.Tandi Lesse Rante Allo
12.1.c. P.Lai’Bassang
12.1.d. P.Rante Allo (Rante)
12.1.e. P.Bunga Bau’
12.2. Lai’Jaga dari Penanda Rante Bua,melahirkan Danduru Cs
Puang Manuk Allo (Andi Lolo) kawin dengan 7 orang putri masing-masing bernama:
1. Tumba Datu dari Tiromanda,melahirkan 2 orang putera yaitu:
a. Puang Johanis Lambe Andilolo
b. Puang Benyamin Ruruk Andi Lolo

2. Puang Sinnong La’bi dari Bungin Makale,melahirkan 5 orang anak


a. Puang Mendedek
b Puang Lai’Andi kawin dengan Puang Laso’Torantu
c. Puang Lai’Surao
d. Puang A.Duma’ Andi Lolo
e. Puang Lai’Songkeng kawin dengan BT.Sakkung

3. Indo’na Paga’,melahirkan 2 orang anak yaitu:


a. Haji Paga’ Andilolo
b. J.Ba’ka’ Andi Lolo

4. Indo’na Songkeng dari Dun,melahirkan Songkeng yang tamanang


5. Lai’Simmin dari Sopai,melahirkan :
a. Marunu
b. Kenda
c. Sulle

6. Indo’na So’Rante dari Sillanan,melahirkan So’Rante,mate malolle’ di rimba kayu hitam


Palu Sulawesi Tengah.

7. Indo’na Lai’Koli’,melahirkan 2 orang puteri yaitu:


a. Haji Koli’
b. Lai Sanning
13. Puang Adrial Duma’ Andilolo Putra dari Puang Andilolo menggantikan Pamannya Puang
A.Rante Allo sebagai Puang Basse Kakanna XIII di Lembang Makale dengan gelar Kepala
Distrik Makale (1943 – 1949). Puang A.D Andilolo kawin dengan D.Mapaliey

Catatan:
Pada tanggal 18 Oktober 1946 dengan besluit LTGG tanggal 8 Oktober 1946 Nomor 5 (
Stbld Nomor 105 ) Onderafdeling Makale/Rantepao dipisahkan dari Swapraja yang berdiri
sendiri dibawah satu pemerintahan yang disebut TONGKONAN ADA’.Catatan tentang
Puang A.D Andilolo:
1. Sebagai Puang Makale 1943-1949
2. Sebagai Ketua Dewan Tongkonan Ada’KerajaanTana Toraja 1949 s.d 1950.

Susunan Dewan Eksekutif Kerajaan Sendiri Tana Toraja :


Ketua : Puang A.D.Andilolo dari Makale
Anggota : Puang Laso’Rinding dari Sangalla’
Anggota : Puang Laso’Torantu dari Mengkendek’
Anggota : Ma’dika Bombing dari Buakayu
Anggota : Ma’dika Tandirerung dari Ulusalu
Anggota : Siambe’ H.Saba’ dari Madandan
Anggota : Siambe’ Tandirerung dari Kesu’
Anggota : Siambe’ Salurapa’ dari Nanggala’
Anggota : Siambe’ Kombong Langi’ dari Tikala
Anggota : Siambe’ Sarungu’ dari Pangala’.

3. Anggota Parlemen RIS 1950 s.d 1959


4. Menjadi Gubernur muda pada Kementrian Dalam Negri RI sampai pensiun tahun
1988Pada saat Pemerintahan berbentuk serikat (RIS ) tahun 1946 TONGKONAN ADA’
diganti dengan suatu pemerintahan darurat yang beranggotakan 7 orang dibantu oleh satu
badan yaitu KOMITE NASIONAL INDONESIA ( KNI ) yang beranggotakan 15 orang.
Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan Nomor 482, Pemerintah
Darurat diadakan dan pada tanggal 21 Februari.

14. Puang Tandi Lesse Rante Allo mengganti sepupunya Puang AD Andilolo sebagai Puang
Basse Kakanna XIVdi Lembang Makale (1950-1960)
Catatan:
Tahun 1957 Toraja menjadi Kabupaten Dati II Tana Toraja berdasarklan UU Darurat Nomor
3 Tahun 1957 dan Berdasarkan UU No.29/1959

Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957 dibentuk Kabupaten Daerah


Tingkat II Tana-Toraja yang peresmiannya dilakuan pada tanggal31 agustus 1957 dengan
Kepala Daerah yang pertama bernama LAKITTA.

15. Puang Nataniel Taruk Allo Andilolo mengganti pamannya Puang Tandi Lesse Rante Allo
sebagai Puang Basse Kakanna XV (terakhir) di Lembang Makale atau kepala Distrik Makale
(1960-1962) pada saat itu Tanah Toraja telah terbentuk sebagai Kabupaten Daerah TK II
Tanah Toraja dan yang menjadi Bupati KDH Tanah Toraja adalah Bupati H.L.Lethe Pada
tahun 1961 berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan
Nomor 2067 A,Administrasi Pemerintahan berubah dengan penghapusan sistim Distrik dan
Pembentukan Pemerintahan Kecamatan.Tana Toraja Pada waktu itu terdiri dari 15 Distrik
dengan 410 Kampung berubah menjadi 9 Kecamatan dengan 135 Kampung,Kemudian
dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor
450/XII/1965 tanggal 20 desember 1965 diadakan pembentukan Desa Gaya Baru.

Puang Laso' Rinding atau yang dikenal juga sebagai Puang Sangalla merupakan raja terakhir
Sangalla yang juga sebagai raja terakhir Toraja dikarenakan menjadi orang terakhir yang
bergelar Puang Tomatasak.

Makam Raja-Raja Sangalla', Suaya

By : Felianus Tangalayuk
Sumber: Tomina & Blogger-blogger terkait

Anda mungkin juga menyukai