Anda di halaman 1dari 6

TERHADAP

Oleh Drs. Joutje Sendoh

BABAK

II

PELURUSAN

SEJARAH

MINAHASA DAN MANADO

Tetapi kemudian Suku Bobentehu terusir dari Bolaang Mongondow, malah dari pulau Manado Tua dan pulau-pulau yang lain, sehingga suku itu menetap di kepulauan Sangir Talaud. Itu terjadi pada permulaan abad 17. Jadi kalau dalam beberapa buah buku disebut Raja Manado yang dimaksud ialah Raja Bolaang Mongondow, yang pernah menaklukkan suku-suku Bantik, Ratahan, Pasan, Ponosakan dan Tonsawang. Kajian MKM membenarkan pendapat-pendapat ini sebab Pak John Rahasia (Alm) sebagai sesepuh Peristiwa 14 Febuari 1946 dalam satu pertemuan berkata : Saya ke Sangir orang Sangir bilang bukan orang Sangir, saya ke Minahasa orang bilang saya bukan Minahasa, nanti saya membaca bukunya E.V Adam dan Drs. R.E.H Kotambunan sadarlah saya bahwa dotu-dotu kami Suku Bobentehu, itulah saya mewarisi pulau SiIaden. Selanjutnya pemukiman Pulisan mula-mula Pdt. N Graafland (buku aslinya Jilid I tahun 1898) hal 79. menyatakan : menurut pendapat kami sebagian besar Tousingal (Toulour) tiba dipantai Utara di Tanjung Pulisan yang dibuktikan dengan hal-hal sebagia berikut: 1. Dari cerita-cerita orang pribumi. 2. Adanya kubur-kubur di Tanjung Pulisan 3. Orang-orang Tondano pada permulaan abad ke 18 datang dikubur-kubur di tanjung Pulisan untuk mengadakan Poso. 4. Pada tahun 1864 terjadi hal sifat antara orang Tondano dan orang Tonsea. 5. Di Tanjung Pulisan ada sebuah gua yang bernama Lian daripadanya terjadi nama Toulian atau Touliang nama distrik di Tondano E.V Adam hal. 17 keluarga yang ke Bantik datang dari 2 jurusan yang pertama datang dari Selatan menyusur pantai Timur lalu tiba di Tonsea langsung ke Utara dipimpin oleh Angkol, Maidangkai, Katang dan Mondigie. Yang kedua datang dari Pontak langsung ke Senduk dan mendirikan negeri diatas gunung Bantik dekat Warembungan. Akhirnya mereka turun ketepi pantai mendirikan negeri Malalajang dan Kelasei. Makalah F.S Watuseke tahun 1982 : Puak Bantik datang sekitar abad 16 atau awal abad ke 17 dan memukimi wilayah kecil sebelah Utara dan sebelah Barat Daya kota Manado yang sekarang. Drs. R.E.H Kotambunan hal. 9 : Suku Bantik berlainan sekali bahasa, adat kebiasaan dan roman muka dari suku-suku lain di Minahasa. Menurut hadis suku Bantik tinggal dahulu di Bolaang. Sebagai tentara bantuan dari Bolaang Mongondow mereka berperang melawan suku-suku di Minahasa. Pada hal 7 : Ada sepuluh suku yang terdapat di Minahasa sekarang yaitu : suku-suku Tombulu, Tonsea, Toulour, Tontemboan, Tonsawang, Bantik, Pasan, Ponosakan, Sangir Talaud dan Bajo. Kelima suku-suku terakhir ini bukanlah suku asli MInahasa. Suku Bantik dan Bentenan

(Pasan) berkeluarga dengan suku Sangihe dan suku Ponosakan berkerabat dengan suku Mongondow. Kajian MKM membenarkan setelah observasi dilapangan sebab sampai sekarang ini di Bolaang Mongondow ada Kampung Bantik. Bukunya F.S Watuseke hal. 15. tahun 1750 dari orang-orang Borgo (Bourgorij) di Manado dibentuk pasukan penembak yang terdiri dari 60 orang. Pasukan ini diperlukan untuk mencegah perompak yang berasal dari Filipina tahun 1777. Bajak Laut Mangindano mendarat di Manado dengan menumpang 30 buah kapal. Beberapa rumah dibakar mereka dan ketika hendak menyerang benteng, mereka disambut dengan meriam dan senapan oleh orang-orang Borgo. Kemudian mereka tidak pernah menyerang lagi. Pada hal. 16 tahun 1789 persengketaan Walak Kakaskasen dan Walak Bantik yang ke 2; Kepala Walak Bantik Samola ditawan. N Graafland dalam bukunya De Manadoresen, Bijdragen Tot de Talland en Volkenkunde Van Nederland-Indie 1868 hal. 382-393 : Kemudian Raja Manado (Bobontehu) pada satu waktu pernah menaklukkan daerah bagian Teluk Tomini itu lalu raja itu mengawini seorang putri raja dari teluk Tomini itu kemudian mereka berkembang jadi banyak dalam satu waktu membawa seluruh pengikutnya ke Manado. Pada suatu saat Raja tersebut dikalahkan oleh Raja Loloda Bolaang Mongondow. Seluruh pengikutnya yang berasal dari Teluk Tomini kawin-mawin dengan orang Minahasa lalu mengelok ke daerah yang aman disebelah Timur (Tenggara) Minahasa dan merekalah yang dikenal sebagai Suku Pasan ialah daerah Ratahan dan sekitarnya sekarang ini. Pada tahun 1987 waktu penulis dan Anton Tenges Anggota DPRD Kab. MInahasa dengan kapal laut dari Jakarta singgah di Toli-Toli mau menginap seminggu dengan maksud ke Buol mengecek kebenaran Raja yang pernah menguasai sekitar Teluk Tomini sebagaimana data-data yang ada dari Raja Buol yang terkenal, wilayah kekuasaannya Buol Toli-Toli diabad ke 13. Niat itu kita urungkan sebab kebetulan naik dari Toli-Toli menuju ke Manado sdr. Che Gosal Kepala Kehutanan Buol Toli-Toli yang biasa berdialog dengan anak Raja Buol, menyatakan bahwa sebagian keluarganya dari adik wanita Raja Buol itu kawin dengan Waraney Minahasa berjasa mengalahkan Raja-Raja sekitar lalu pada satu saat memboyong keluarganya pulang ke Manado. DR. A.B Meyer dalam bukunya Album Van Celebes Typem, Circa 250 Abilldungen, Auf 37 Tafeln, hal. 2 berkata : Ueber die Minahasa ist swar breits viel vnffehtlicht worden aber ebenfalls noch nichts Umfassends. (Ich nenne S.B das duch das Missionars N. Graafland : De Minahasas, 1867, 2 Bnds, und schilderung der ung der Eingeborenen durch R. Van Eck in Indische Girds Juli 1882. Terjemahannya : tentang bahasa Minahasa sungguh-sungguh telah sangat terkenal walaupun belum semuanya termasuk (sebagai contoh saya sebutkan buku dari Missionaris N Graafland, De Minahasa, 1867 Ban 2 dan lambang-lambang penduduk asli, tulisan R Van Eck Indische Gids Juli 1882). DR. Mieke Schoteen dalam skripsi Kulturale Anthropologyi Februari 1978, Vrije Umversiteit Amsterdam : Naar het pantheon van de Minahasassers is noit een good ondersoek gedaan toen dit nog mogelijk was. Terjemahannya : Pada waktu itu tidak pernah diselidiki tentang

kebanggaaan orang-orang MInahasa padahal penyelidikan ini memungkinkan. Najoan J.S bukunya Minahasa dari hal tempatnja keadaannja dan lain-lain menulis : sesoei tjatatan jang ada pada akhir abad ke 19 jadi tahoen 1875 pendoedoek tanah Minahasa jang soedah memeloek agam Kristen sebanjak : Tonsea 25.000 djiwa, Toemboeloe 36.000 djiwa, 37.000 djiwa, Tountemboan 60.000 djiwa, Pasan-Ponosakan dan Tonsawang 9.880 djiwa, Bantik 3.600 djiwa. Semuanja berjoemlah 171.480 djiwa. Djoemlah ini adalah 50 % dari djoemlah pendoedoek tanah Minahasa seloeroehnja pada saat itoe, sebab setengahnja masih memeloek agama asli. DR. E.C Godee Molsbergen judul bukunya, Geschiedenis de Minahasa tot 1829, hal. 55 : Kemudian menjadi 23 Walak ialah : 1. Walak Ares 2. Walak Klabat diatas 3. Walak Bantik 4. Walak Klabat dibawah 5. Walak Tomoon 6. Walak Sarousong 7. Walak Tombariri 8. Walak Tondano Touliang 9. Walak Toudano Toulimambot 10. Walak Toukiboet Bawah 11. Walak Toukimbout Atas 12. Walak Roemoon 13. Walak Langouwan 14. Walak Kakas 15. Walak Remboekang 16. Walak Tompaso 17. Walak Toubasian 18. Walak Manado 19. Walak Tonsawang 20. Walak Tonsea 21. Walak Kaskasen 22. Walak Pasan Datahan 23. Walak Ponosakan Bandingkan dan bukunya DR. M. Brouwer hal 15 dan dari 23 Walak tidak ada sama sekali Walak Titiwungen. Jadi asal usul Titiwungen menurut anda hasil kolusi dengan Spanyol yang sangat dibenci oleh Tou Minahasa. Dari kajian-kajian mengenai bahasa asal-usul, budaya, pemerintahan, agama, adat istiadat dan lain-lain, dapatlah kami kemukakan hasil-hasil pendapat tersebut oleh MKM benar. Mohon materi-materi ini dikaji sebagai library research dan dengan pertimbangan

korelatif observasi lapangan sebagai field research bukan tampung semua cerita setiap pribadi orang lalu dijadikan patokan untuk diperbenarkan. Fakta dan data analisa secara cermat pakai literatur pembanding dari situ tarik hipotesa awal yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menangkal kritik dan koreksi yang muncul dimasyarakat baik dalam ceramah atau temu ilmiah lainnya. Karena dengan fakta autentik dan data autentik sampai cerita perorangan yang akurat barulah kredibel tidak membingungkan. Sebagai contoh jika kami mengikuti cerita-cerita tua (oral tradition) Minahasa sungguh banyak dalam pengkajian MKM, olehnya kami mengambil kesimpulan dengan menganalisa dari segi antropologi, geneologi, etimologi, kenaramen (adat istiadat) budaya dan geografi, Minahasa dulu, kami nyatakan sangat unik. Sebab tata hidup dan tata masyarakat Minahasa dulu terjadi percampur bauran antara ritus, adat istiadat (kenaramen) dan legenda Tou Minahasa, sulit dipilah-pilah karena kita kurang pengamat dan pemerhati belaka, butuh kajian objektif. Soal burung Manguni atau burung saktinya hanya milik Tou Bantik, ungkapan saya doyot bahasa Tonsea, loyot bahasa Minahasa (Tombulu, Toulour, Tountemboan) jika dikatakan tidak ada literaturnyamungkin versi Bantik, tetapi karena mahluk burung Manguni keramat bagi Tou Minahasa jelas literaturnya. Bukunya E.V Adam, hal. 17 dan 18 uraiannya sebagai berikut : adalah 2 macam tanda bunyi burung. Pertama burung siang disebut Waraendo, Totombara, Kumekeke, kedua burung malam yang disebut Wara Wengi Loyot (Doyot) Kembaluan. Burung perasaan. 2. Kk Tenga Wowos yaitu tertawa sambil-sambilan tidak terus menerus. Tandanya tiada mengganggu perasaan. 3. Mangolo (mangoro) yaitu bunyi tertawa parau, bunyinya membimbangkan. Tandanya tiada menyenangkan. 4. Ket (keras) yaitu bunyi nyaring dan keras, sekaligus dan agak panjang. Tandanya memberanikan kalau bunyi itu sebelah kirinya sipendengar dan sebaliknya tanda itu menakutkan kalau kedengaran sebelah kanan. Pedengar-pendengar harus berhenti seketika, apabila mereka sedang dalam perjalanan. Burung malam juga memberikan tanda bunyi 4 macam : 1. Manguni = Manguni Rendai yakni bunyi yang merdu tandanya menyenangkan. 2. Imbuang = yaitu bunyi hampir-hampir merdu tetapi agak putus-putus, sebentar kedengaran dan sebentar sayup-sayup. Tandanya tidak menggangu perasaan. 3. Paapian = yaitu bunyi perlahan-lahan dan parau. Tandanya bunyi ini membingungkan. 4. Kiik = yaitu panjang dan keras, sekali saja. Kalau bunyi itu arah ke kiri, tandanya memberanikan dan apabila bunyi itu dari sebelah kanan, atau dari hadapan, sangat menakutkan. Si pendengar perlu waspada dan berichtiar. Penjelasan : Lowas = Manguni siang menurut keterangan dan cerita bunyinya ada 4 jenis : 1. Lowas = Kk Rondor (rendai) yakni tertawa terus menerus. Tandanya tiada mengganggu

Kk Tenga Wowos = imbuang Mangoro = Paapian Ket (keras) = Kiik Pdt. Prof. DR. W.A Roeroe : Judul bukunya, Injil dan kebudayaan di tanah Minahasa, tahun 2003 hal 163-180. Beberapa kutipan saja dari hal 163-180 saya tonjolkan, DR. Willy Smits ahli lingkungan hidup, Konsultan Dept. Kehutanan RI serta Guru Besar Tamu Universitas diberbagai manca negara mengatakan jenis burung ini sudah hidup lebih 50 juta tahun jadi 5 kali lebih tua umurnya daripada manusia, sebab itu dia lebih berhikmat daripada manusia, dalam suatu diskusi ilmiah dan teologis tahun yang lalu. Beliau menjelaskan keterangan biologis tentang burung Manguni, jenisnya, badan dan bulu-bulunya serta cara terbangnya, tentang panca inderanya, makanan utamanya dan tempat perteduhannya. Pak Pdt. Prof. DR. W.A Roeroe menyatakan burung Manguni dalam kebudayaan Minahasa. Burung Manguni bagi para leluhur Tou Minahasa adalah rekan hidup sehari-hari, dianggap sebagai pengantara antar manusia dan Dia Yang Maha Tinggi dan Maha Kaya serta yang berkemurahan. Dengan demikian bagi para leluhur kita, sama sekali bukan burung hantu sebagai simbol GMIM. Ialah pemberi isyarat atau kabar kepada mereka tulisannya lewat sangat bunyi dan nyanyiannya para leluhur apalagi kita ini waktu dalam malam kebudayaan hari. kita. Pahlawan Nasional kita DR. Sam Ratulangi pun dari pengalaman saya tentang sebagian dari menghargai warisan Oleh sebab itu jangan diklaim oleh satu sub etnis, sekali lagi pendapat anda menurut sub etnis Bantik bukan versi seluruh Tou Minahasa. Ada beberapa hal lagi yang perlu dikritisi seperti Maadon itu tak ada kaitan dengan Manado tetapi nama dan rasa kekeluargaan negeri-negeri Minawerot Tonsea dahulu. Istilah Loloda itu jelas dari raja-raja Bolaang Mongondow dan tidak dikenal dalam budaya Minahasa sebab itu bahasa Mongondow, apalagi sudah memBantikan nama-nama orang Minahasa asli, berarti muncul image nenek moyang tou Minahasa adalah berasal dari Bantik. Ungkapan anda menyatakan dotu Ruruares membuka pemukiman seluas seekor kulit sapi dipotong-potong menjadi pintalan (tali) dan seterusnya, Makalribe cucu Toar dan Maynalo anak Toar Lumimuut dari sumber mana itu yang tidak jelas dan tidak logis sebab sumber-sumber literatur Minahasa baik penulis asing maupun penulis tou Minahasa serta oral tradition jelas sekali keturunan Toar Lumimuut. Jika ada literatur Drs. R.E.H. Kotambunan, bukunya E.V. Adam, bukunya Soemaijkoe A.M. Tampenawas, bukunya J.S. Nayoan, bukunya A.L. Waworuntu bukunya Mangindaan L, Bukunya H.M. Taulu bukunya F.S. Watuseke, bukunya A.F. Lasut dan bukunya I.W. Palit cobalah baca didalamnya dan pasti tahu banyak apa dan siapa tou Minahasa. Mohon jangan melaksanakan pelintiran menyangkut Pak Kelly Rondo sebagai Wakil Ketua kami DPRD Kab.Minahasa periode 1985 sebab tidak ada dalam tulisan saya beliau adalah pribadi yang hidup pada tahun 1428 dan juga HUT Kab. Minahasa tidak ditetapkan oleh pejabat pemerintah Minahasayang hidup pada tahun 1428, itulah kekeliruan dan ketidak cermatan anda memahami tulisan saya. Apalagi soal pendapat DR. Sam Ratulangi dan DR. J.G.F Riedel mengenai nama

Manarouw dan Manaror (bahasa Tountemboan) itu bahasa Minahasa Tua yang benar, bukan bahasa Tountemboan saja apa lagi DR. Sam Ratulangi orang Tondano asli tidak mungkin salah menulis bahasa Minahasa asli. Coba bertanya-tanya pada seluruh tua-tua, tokoh-tokoh Tonsea jika negeri Kema dahulunya Miyagon dan leluhur Bantik mendirikannya, apalagi serta ditambah disanasini soal Manado dengan Maadon lebih keliru lagi sebab Maadon adalah nama negerinegeri Minawerot dahulu. Kata Utu bukan bahasa Tombulu tetapi panggilan kesayangan anak laki-laki dari etnis Toudano, saya menganalisa anda tidak menguasai bahasa asli Tou Minahasa akibatnya penulisannya terjadi kerancuan menyebut dan menulisnya disana-sini. Jika seandainya anda mengatakan sudah terjadi percampurbauran dan kawin mawin antar sub-etnis Minahasa setelah jadi satu (Minahasa) itu yang akurat dan dapat dibenarkan logis dan masuk akal. Akhirnya inilah tanggapan balik yang berguna bagi semua pihak dan sidang pembaca, apalagi generasi muda Tou Minahasa, pahami dan nilailah sendiri materi-materi, sumber literatur serta hasil pengkajian MKM selama berdirinya. Selanjutnya apapun yang nanti anda komentari inilah jawaban akhir kami melalui media cetak, kecuali dalam forum-forum, seminar, temu ilmiah bolehlah kita saling adu argumentasi dan mohon maaf jika ada kata-kata saya yang kurang berkenan, sebagai akibat dari tuduhan-tuduhan yang anda lontarkan.

Anda mungkin juga menyukai