Anda di halaman 1dari 36

SULAWESI

Sulawesi merupakan Pulau berbentuk huruf K yang berada ditengah-tengah


Indonesia,letanya juga sangat strategis karena berada pada 120 derajat bujur timur serta
terhampar dari bagian bumi utara sampai selatan, Menurut wikipedianya sendiri
kemungkinan sulawesi berasal dari kata "Sula" yang berarti pulau dan "Besi" yang
menurutnya banyak terdapat atau ditemukan disekitar danau matana. Nah pada dokumen
juga peta lama pulau ini sebelumnya di nammakan Celebes.
Berikut saya sajikan hikayat dalam bahasa bugis yang menceritakan nama Celebes
sendiri....
Wettu rioloe,wettu pammulanna,engka tau macelaE gemme'na pole,to pole rilopinna
ribiring tase'e,lokkai makkutana ko tokampongngE to kampong E wettunna ro makkutana
to macellaE Gemme'na,nato pakampongnge de'na pahangi aga napau tau macellaE
gemme'na,kira-kira pakkutananna yaro tau macellaE gemme'na mappakoe : "desculpar-

me,qual e o name deste local ?", na yaro pakampongnge nasengngi aga yatu nikkatenning ?
aga na ma'balini pakampongnge makkeda "sele'bessi",pole mappakonnanaro nriasengi
celebes
Zaman dahulu tibalah seorang berambut merah (bangsa eropa) di tanah sulawesi,turun dari
kapal layarnya dan bertanya kepada seseorang penduduk apa nama tempat atau wilayah ini,
tetapi karena karena si penduduk tidak tau apa arti atau maksud dari pertanyaan dari sang
bangsa eropa dia mengartikan bahwa si orang berambut merah bertanya apa yang dia
pegang,atau apa yang dia lakukan dan kemudian si penduduk menyahut ini adalah engsel
besi maka dari situ si bangsawan atau bangsa eropa menamai tempat tersebut dengan nama
Celebes.

Salah satu ekspedisi ilmiah oleh Alfred Russel Wallace yang menyatakan bahwa satu garis
pembatas flora dan fauna indonesia,juga pada Ekspedsi Snellius yang mempelajari
kenampakan permukaan bawah laut mulai dari sulawesi sampai maluku pada zaman
tersebut masih menggunakan nama celebes, nah yang menariknya karena masyarakat waktu
itu belum menyadari untuk memberi nama pada wilayah atau tempat yang
ditinggalinya,sehingga untuk hal ini celebes menjadi eksonim untuk pulau berbentuk huruf
K ini.
Pada lambang daerah sulawesi selatan terdapat suatu simbol atau semboyan berupa kata
yang berbunyi "Kualleangi tallang na towaliya" yang mana artinya "sekali layar
terkembang pantang biduk surut ke pantai"

Sulawesi utara
Sejarah Suku Minahasa
Asal Usul Minahasa Menurut Para Peneliti
Sejarah Asal Usul Suku Minahasa- Daerah Minahasa di Sulawesi Utara diperkirakan
pertama kali telah dihuni oleh manusia sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Para peneliti
memperkirakan suku bangsa Minahasa berasal dari Formosa Taiwan, keturunan suku
bangsa Austronesia dari Formosa Taiwan, yang melakukan perjalanan panjang melalui
Filipina dan terus ke Sulawesi. Banyak terdapat kemiripan bahasa dari bahasa Minahasa
dengan bahasa-bahasa di Formosa Taiwan.

Suku Minahasa awal mula

Suku Minahasa
Menurut pendapat Tandean, seorang ahli bahasa dan huruf Tionghoa Kuno, 1997,
melakukan penelitian pada Watu Pinawetengan. Melalui tulisan Min Nan Tou yang
terdapat di batu itu, ia mengungkapkan, tou Minahasa diperkirakan merupakan keturunan
Raja Ming yang berasal dari tanah Mongolia, yang datang berimigrasi ke Minahasa. Arti
dari Min Nan Tou adalah orang turunan Raja Ming. Tapi pendapat tersebut dianggap
lemah menurut David DS Lumoindong, karena kalau Minahasa memang berasal dari

keturunan Raja Ming, maka ilmu pengetahuan dan kebudayaan Kerajaan Ming yang sudah
pada taraf maju seharusnya terlihat pada Peninggalan Arsitektur Minahasa ditahun 12001400, tetapi kenyataannya peninggalan atau kebudayaan zaman Ming tidak ada satupun di
Minahasa, jadi pendapat Tandean lemah untuk digunakan sebagai dasar dalam
penulisan Sejarah Asal Usul Suku Minahasa. Sedangkan berdasarkan pendapat para ahli
A.L.C Baekman dan M.B Van Der Jack, orang Minahasa berasal dari ras Mongolscheplooi
yang sama dengan pertalian Jepang dan Mongol ialah memiki lipit Mongoloid dan
kesamaan warna kulit, yaitu kuning langsat. Persamaan dengan Mongol dalam sistem
kepercayaan dapat dilihat pada agama asli Minahasa Shamanisme sama seperti Mongol.
Dan juga dipimpin oleh walian (semacam pendeta/pemimpin agama) yang langsung
dimasuki oleh opo. Agama Shamanisme ini memang dipegang teguh secara turun temurun
oleh suku Mongol dan terlihat juga kemiripan dengan agama asli suku Dayak di
Kalimantan, dan Korea.
Berdasarkan pendapat para ahli diantaranya A.L.C Baekman dan M.B Van Der Jack yaitu
berasal dari ras Mongolscheplooi yang sama dengan pertalian Jepang dan Mongol ialah
memiki lipit Mongolia. Memang bangsa mongol terkenal dengan dengan gaya hidup
berperang dengan menguasai 1/2 dunia saat dipimpin oleh Genghis Khan, dan bangsa
Mongol menyebar tidak terkecuali pergi ke Manado. Persamaan dengan Mongol dalam
sistem kepercayaan dapat dilihat pada agama asli Minahasa Shamanisme sama seperti
Mongol. Dan juga dipimpin oleh Walian yang langsung dimasuki oleh opo. Agama
Shamanisme ini memang dipegang teguh secara turun temurun oleh suku Mongol. Dapat
dilihat juga di Kalimantan Dayak, dan Korea
Jadi orang Minahasa memang berasal dari keturunan ras Mongoloid, tetapi bukan orang
Mongol. Ras ini juga terdapat pada suku Dayak, Nias dan Mentawai. Ras Mongoloid
tersebut diperkirakan berasal dari Formosa Taiwan. Namun memang orang Minahasa sudah
tidak murni dari Mongol saja, namun sudah campuran Spanyol, Portugis, dan Belanda yang

diketahui keturunan Yahudi, namun lebih dipengaruhi oleh Kristen. Sebenarnya aslinya
Suku Minahasa dari Mongol yang terkenal dengan kehebatan perang, dan Yahudi yang
terkenal dengan kecerdasannya. Memang Belanda sebagi Yahudi yang masuk ke Indonesia
hanya mendirikan 1 tempat ibadah di Indonesia silahkan lihat Sinagog di Tondano.
Seperti kita tahu Manado dalam prosesnya oleh Indonesia dibilang bangsa asing karena
sangat dimanja oleh Belanda dan Sekutu. Serta sangat berbeda dengan ciri orang Indonesia
pada umumnya.
Suku Minahasa terbagi atas sembilan subsuku yaitu: 1.Babontehu, 2.Bantik, 3.Pasan
Ratahan (Tounpakewa), 4.Ponosakan, 5.Tonsea, 6.Tontemboan, 7.Toulour, 8.Tonsawang,
9.Tombulu
Nama Minahasa mengandung suatu kesepakatan mulia dari para leluhur melalui
musyarawarah dengan ikrar bahwa segenap tou Minahasa dan keturunannya akan selalu
seia sekata dalam semangat budaya Sitou Timou Tumou Tou. Dengan kata lain tou
Minahasa akan tetap bersatu (maesa) dimanapun ia berada dengan dilandasi sifat maesaesaan (saling bersatu, seia sekata), maleo-leosan (saling mengasihi dan menyayangi),
magenang-genangan (saling mengingat), malinga-lingaan (saling mendengar), masawangsawangan (saling menolong) dan matombo-tomboloan (saling menopang). Inilah landasan
satu kesatuan tou Minahasa yang kesemuanya bersumber dari nilai-nilai tradisi budaya asli
Minahasa (Richard Leirissa, Manusia Minahasa, 1995).
Jadi walaupun orang Minahasa ada di mana saja pada akhirnya akan kembali dan bersatu,
waktu itu akan terjadi pada akhir jaman, yang tidak seorangpun yang tahu. Seperti Opo
Karema pernah kasih amanat Keturunan kalian akan hidup terpisah oleh gunung dan hutan
rimba. Namun, akan tetap ada kemauan untuk bersatu dan berjaya.
Pada tahun masehi kira-kira awal abad 6, orang Minahasa telah membangun Pemerintahan
Kerajaan di Sulawesi Utara yang berkembang menjadi kerajaan besar. Kerajaan ini
memiliki pengaruh yang luas ke luar Sulawesi hingga ke Maluku. Pada sekitar tahun 670,

para pemimpin dari suku-suku yang berbeda, dengan bahasa-bahasa yang berbeda, bertemu
di sebuah batu yang dikenal sebagai Watu Pinawetengan. Di sana mereka mendirikan
sebuah komunitas negara merdeka, yang membentuk satu unit dan tetap bersatu untuk
melawan setiap musuh dari luar jika mereka diserang. Bagian anak suku Minahasa yang
mengembangkan pemerintahannya sehingga memiliki pengaruh luas adalah anak suku
Tonsea pada abad 13, yang pengaruhnya sampai ke Bolaang Mongondow dan daerah
lainnya. Kemudian keturunan campuran anak suku Pasan Ponosakan dan Tombulu
membangun pemerintahan kerajaan yang terpisah dari ke empat suku lainnya di Minahasa.
Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh manusia
dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. [6] orang Austronesia awalnya dihuni China
selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan, dan
ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. [7]

Etimologi Suku Minahasa Dari Cerita Rakyat


Indonesia, Sulawesi Utara, Manado. Suku asli di sana adalah Minahasa, lalu dari mana
asalnya nenek moyang suku Minahasa? menurut cerita mitos, mitos adalah cerita suci,
sakral dan tidak sembarang di ceritakan. Nenek moyang suku Minahasa adalah Dewi Bumi
dan Dewa Matahari yang akhirnya melahirkan keturunan Minahasa, cerita ini diceritakan
dalam bahasa daerah dan yang mengetahui hanyalah para Walian yang memang ditunjuk
oleh Opo secara turun temurun. Biasanya cerita ini diceritakan secara umum pada saat
upacara Rumages, menjadicerita Toar Lumimuut. Toar Dewa Matahari yang selalu
menyinari Minahasa dan Lumimuut Dewi Bumi yang memberikan kesuburan pada tanah
Minahasa dan keturunan.
Berikut cerita singkat tentang Mitos Minahasa yang dapat saya ceritakan karena cerita lebih
lengkapnya memang hanya rahasia dan cuma di ceritakan secara turun temurun. Karena
jika diceritakan akan terjadi banyak pertanyaan yang akan susah dijelaskan lebih lanjut

misalnya Dewi Bumi ini pada bahasa asli Astoreth dalam Alkitab. Sayapun hanya bisa
menceritakan begini saja mengenai mitos.
Lalu darimana nenek moyang Minahasa pada awal mulanya? jika cerita berdasarkan
fakta?.Dari pendapat Tandean, seorang ahli bahasa dan huruf Cina Kuno, 1997 datang
meneliti di Watu Pinawetengan. Melalui tulisan Min Nan Tou yang terdapat di batu itu, ia
mengungkapkan, tou Minahasa merupakan turunan Raja Ming dari tanah Mongolia yang
datang berimigrasi ke Minahasa. Arti dari Min Nan Tou adalah orang turunan Raja Ming
dari pulau itu. Namun aneh juga seperti diketahui Dinasti Ming bukanlah orang Mongolia
justru Dinasti Ming adalah yang mengganti Dinasti Yuan yang dipimpin bangsa Mongol,
oleh Kubilai Khan.
Berdasarkan pendapat para ahli diantaranya A.L.C Baekman dan M.B Van Der Jack yaitu
berasal dari ras Mongolscheplooi yang sama dengan pertalian Jepang dan Mongol ialah
memiki lipit Mongolia. Memang bangsa mongol terkenal dengan dengan gaya hidup
berperang dengan menguasai 1/2 dunia saat dipimpin oleh Genghis Khan, dan bangsa
Mongol menyebar tidak terkecuali pergi ke Manado. Persamaan dengan Mongol dalam
sistem kepercayaan dapat dilihat pada agama asli Minahasa Shamanisme sama seperti
Mongol. Dan juga dipimpin oleh Walian yang langsung dimasuki oleh opo. Agama
Shamanisme ini memang dipegang teguh secara turun temurun oleh suku Mongol. Dapat
dilihat juga di Kalimantan Dayak, dan Korea.
Namun memang orang Minahasa sudah tidak murni dari Mongol saja, namun sudah
campuran Spanyol, Portugis, dan Belanda yang diketahui keturunan Yahudi, namun lebih
dipengaruhi oleh Kristen. Sebenarnya aslinya Suku Minahasa dari Mongol yang terkenal
dengan kehebatan perang, dan Yahudi yang terkenal dengan kecerdasannya. Memang
Belanda sebagi Yahudi yang masuk ke Indonesia hanya mendirikan 1 tempat ibadah di
Indonesia silahkan lihatSinagog di Tondano
Seperti kita tahu Manado dalam prosesnya oleh Indonesia dibilang bangsa asing karena
sangat dimanja oleh Belanda dan Sekutu. Serta sangat berbeda dengan ciri orang Indonesia
pada umumnya.

Nama Minahasa mengandung suatu kesepakatan mulia dari para leluhur melalui
musyarawarah dengan ikrar bahwa segenap tou Minahasa dan keturunannya akan selalu
seia sekata dalam semangat budaya Sitou Timou Tumou Tou. Dengan kata lain tou
Minahasa akan tetap bersatu (maesa) dimanapun ia berada dengan dilandasi sifat maesaesaan (saling bersatu, seia sekata), maleo-leosan (saling mengasihi dan menyayangi),
magenang-genangan (saling mengingat), malinga-lingaan (saling mendengar), masawangsawangan (saling menolong) dan matombo-tomboloan (saling menopang). Inilah landasan
satu kesatuan tou Minahasa yang kesemuanya bersumber dari nilai-nilai tradisi budaya asli
Minahasa (Richard Leirissa, Manusia Minahasa, 1995).
Jadi walaupun orang Minahasa ada di mana saja pada akhirnya akan kembali dan bersatu,
waktu itu akan terjadi pada akhir jaman, yang tidak seorangpun yang tau. Seperti Opo
Karema pernah kasih amanat Keturunan kalian akan hidup terpisah oleh gunung dan hutan
rimba. Namun, akan tetap ada kemauan untuk bersatu dan berjaya.

TOAR DAN LUMIMUUT


Opo Wailan Wangko (Dewa tertinggi) melihat bahwa tanah Minahasa adalah tanah yang
baik, dia mengutus Karema (walian pertama Minahasa) untuk membawa kehidupan ke
tanah Minahasa.
Dari Karema, lahirlah Lumimuut yang berarti tanah. Lumimu'ut adalah prajurit wanita,
yang dibentuk dari batu karang, dicuci dalam laut, dipanaskan oleh matahari dan
disuburkan oleh Angin Barat. Kecantikannya yang luar biasa mempesonakan dan awet
muda yang dianugrahi kepadanya. Kelak Lumimuut disebut-sebut orang Minahasa sebagai
Dewi Bumi. Kemudian Lumimuut memperoleh seorang anak lelaki bernama Toar
(matahari) yang dibentuknya dengan cahaya matahari. Toar adalah tonaas pertama
Minahasa dan kelak dia disebut sebagai Dewa Matahari.

Proses penciptaan anak berhenti karena Toar adalah seorang lelaki yang tidak memiliki
kesaktian seperti Karema dan Lumimuut. Karema pun melihat bahwa cara untuk
memenuhi tanah Minahasa dengan anak-cucu adalah dengan mengawinkan Toar dan
Lumimuut. Toar yang telah menjadi pemuda disuruh meninggalkan ibunya untuk
menjelajahi dunia. Lumimu'ut memiliki sebuat tongkat perjalanan yang panjang dan ketika
Karema mengucapkan perpisahan kepada Toar, dia memberikannya sebuah tongkat yang
sama panjangnya dan dia memperingatkan nya untuk tidak menikah dengan anggota
keluarga; oleh sebab itu dia seharusnya tidak boleh menikahi seorang perempuan yang
mempunyai tongkat yang sama panjang seperti miliknya. Bertahun-tahun lamanya dan
perjalan panjang kemudian Toar kembali ke kampung halamannya. Disana dia bertemu
dengan seorang wanita muda cantik dimana dia jatuh cinta dan ingin menikahinya. Dia
tidak mengenal ibunya sendiri yang memang tetap abadi awet muda, dan dari pihak ibunya
sendiri tidak mencurigai sama sekali bahwa pemuda dewasa yang ganteng ini adalah
anaknya sendiri.
Sebelum mengambil sumpah perkawinan Toar ingat akan permintaan ibunya ketika dia
akan meninggalkannya untuk perjalanan panjang. Oleh sebab itu dia meletakkan
tongkatnya di samping tongkat calon istrinya untuk membandingkan panjangnya. Tetapi
selama perjalanan panjangnya dia sudah memakai banyak tongkatnya, sehingga tongkat
tersebut menjadi jauh lebih pendek. Sehingga tidak ada halangan lagi untuk nenek moyang
Minahasa ini.
Setelah beberapa waktu kemudian Toar dan Lumimu'ut akhirnya memutuskan untuk pergi
ke pantai di benua tersebut. Ketika mereka tiba disana mereka merasa pantai terlalu panas,
oleh sebab itu mereka pergi lebih dalam di desa tersebut dan menetap di gunung Tondano
dimana iklimnya sejuk dan segar. Disini mereka melahirkan anak-anak mereka dan
perlahan mendiami daerah tersebut. Akhirnya tentu saja anak-anak Toar dan Lumimu'ut
menginginkan daerah meraka masing-masing. Legenda menceritakan bahwa Toar

mengizinkan masing-masing anaknya memilih sebidang daerah dan melemparkan batu-batu


di jurusan yang berbeda-beda. Dimana batu-batu tersebut jatuh disitulah muncul kolonisasi
baru Tonsea (manusia yang suka air), Tondano (manusia yang suka danau), Tombulu
(manusia yang suka bulu), Tombasso, Tontemboan (Tompakewa), Toulour, Tomohon. Di
legenda tersebut ke-7 tempat ini adalah ke tujuh daerah Minahasa yang kemudian membuat
suku dengan kepala sukunya masing-masing (Kepala Suku, Tonaas, Hukum Tua atau
Hukum Besar)
Menurut mitos ini Penciptaan manusia turun temurun adalah dari wanita dan bukan,
sebagaimana di agama Kristen, dari laki-laki yang rusuknya diambil untuk menciptakan
wanita. Patung Toar dan Lumimu'ut berdiri di lapangan kecil di Manado, dimana bukan ibu
kota Minahasa, karena itu adalah Tondano. Manado, bagaimanapun, adalah ibu kota dari
Propinsi Sulawesi Utara dan daerah Minahasa secara luas sehubungan dengan administrasi
dan masalah ekonomi. Pendiriannya secara resmi dianggap dibuat oleh Dotu Lolong Lasut,
yang diperingati dengan sebuah patung di kota. Lokasi patung Toar dan Lumimuut di pusat
Manado dapat di dianggap sebagai simbol persatuan/penggabungan Manado oleh orang
Minahasa.

Watu Pinawetengan
Watu Pinawetengan (yang berarti Batu Tempat Pembagian) yang berada di Desa
Pinabetengan Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa.sulawesi utara
Di tempat inilah, sekitar 1000 SM terjadi pembagian sembilan sub etnis Minahasa yang
meliputi suku Tontembuan, Tombulu, Tonsea, Tolowur, Tonsawang, Pasan, Ponosakan,
Bantik dan Siao. Selain membagi wilayah, para tetua suku-suku tersebut juga menjadikan
tempat ini untuk berunding mengenai semua masalah yang dihadapi.

Goresan-goresan di batu tersebut membentuk berbagai motif dan dipercayai sebagai hasil
perundingan suku-suku itu. Motifnya ada yang berbentuk gambar manusia, gambar seperti
alat kemaluan laki-laki dan perempuan, motif daun dan kumpulan garis yang tak beraturan
tanpa makna.
Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, bentuk batu ini seperti orang bersujud kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, bentuk batu ini juga seperti peta pulau Minahasa. Batu
ini menurut para arkeolog, dipakai oleh nenek moyang orang Minahasa untuk berunding.
Maka tak heran, namanya menjadi Watu Pinawetengan yang artinya Batu Tempat
Pembagian.
Batu ini bisa dikatakan tonggak berdirinya subetnis yang ada di Minahasa dan menurut
kepercayaan penduduk berada di tengah-tengah pulau Minahasa. Bahkan beberapa orang
yang rutin mengunjungi Watu Pinawetengan, ada ritual khusus yang diadakan tiap 3 Januari
untuk melakukan ziarah. Sementara itu, karena nilai sejarah dan budaya yang kental, tiap
Tgl 7 Juli dijadikan tempat pertunjukan seni dan budaya yang mulai terkikis di Minahasa.
Watu Pinawetengan sebenarnya adalah simbol demokrasi sejati. Peristiwa demokrasi yang
terjadi di Watu Pinawetengan bukan seperti teori demokrasi modern yang kita pelajari di
sekolah dan di perguruan tinggi. Demokrasi Pinawetengan adalah sebuah tanda bahwa
bangsa Minahasa menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Keunikan demokrasi Pinawetengan adalah tatacara musyawarah, proses pengambilan
keputusan, dan proses eksekusi keputusan yang sudah diambil. Tatacara musawarah
Pinawetengan sangat unik dan mungkin hanya dilakukan oleh bangsa Minahasa pada
zaman itu. Berikut ini urutan proses musyawarah Pinawetengan yang dirangkum dari
berbagai sumber dengan menggunakan metode tradisional Minahasa, yaitu menanyakan
langsung kepada para leluhur (pelaku sejarah) dengan mediasi para Tonaas.
1. Setiap wanua/roong memilih utusan untuk mengikuti musyawarah pinawetengan.
Proses adatnya dipimpin oleh seorang Walian (pemimpin agama MalesungMinahasa).

2. Pemilihan utusan itu diawali dengan pengajuan calon, kemudian uji kelayakan
dengan tiga syarat utama yaitu ngaas (berpengetahuan), loor/niatean (berhati
bersih), dan keter/ente (memiliki kekuatan fisik), lalu masyarakat hanya akan
memilih orang yang memenuhi ketiga syarat itu dan diadakan ritual untuk berdoa
kepada Amang Kasuruan ("Tuhan Yang Maha Esa" dalam sebutan orang Minahasa)
dan menunggu tanda dari Manguni.
3. Setelah Manguni telah memberikan tanda baik, maka calon yang terpilih berhak
menyandang gelar Tonaas Umbanua.
4. Para Tonaas Umbanua dari setiap kampung kemudian disaring lagi ditingkat
Pakasaan/Pinaesaan untuk menentukan siapa yang akan menjadi Wali Pakasaan.
Ritualnya sama dengan ditingkat roong-wanua.
5. Setelah diperoleh Wali Pakasaan, maka dialah yang berhak duduk dalam
musyawarah Pinawetengan dengan mendengarkan usulan dan masukan dari para
Tonaas Umbanua.
6. Maka itu peserta musyawarah tertinggi Pinawetengan disebut Dewan Wali

Pakasaan.
Tari Kabasaran
Tari Kabasaran adalah tarian tradisional sejenis tarian perang masyarakat Minahasa di
Sulawesi Utara. Tarian ini biasanya dimainkan oleh para penari pria yang menari dengan
menggunakan pakaian perang dan senjata seperti pedang, tombak dan perisai. Tarian
kabasaran merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di kalangan
masyarakat Minahasa dan sering ditampilkan pada acara seperti upacara adat, penyambutan
dan berbagai acara lainnya.

Menurut sejarahnya, Tari Kabasaran ini dulunya merupakan tarian perang yang sering
dilakukan oleh para prajurit Minahasa sebelum atau sepulangnya dari medan perang.
Menurut adat masyarakat Minahasa, dulunya untuk menarikan tarian ini penari harus
berasal dari keturunan penari kabasaran juga. Karena setiap keluarga penari biasanya
memiliki senjata khusus yang diwariskan secara turun-temurun dan digunakan untuk
menari Tari Kabasaran. Selain itu karena sifatnya yang sakral, tarian ini tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang.
Seiring dengan sudah tidak adanya perang seperti pada zaman dahulu, membuat Tari
Kabasaran tidak lagi dijadikan tarian perang. Namun tarian ini dikembangkan menjadi
tarian dalam upacara adat, penyambutan dan acara yang bersifat budaya lainnya. Pada
zaman sekarang ini, Tari Kabasaran lebih ditampilkan sebagai penghormatan kepada para
leluhur yang gugur di medan perang atas keberaniannya dalam mempertahankan tanah air
mereka.

Tari Maengket
Tari Maengket adalah salah satu tarian tradisional masyarakat Minahasa yang tinggal
diSulawesi Utara. Tarian ini biasanya dilakukan secara masal (penari dengan jumlah yang
banyak), baik penari pria maupun penari wanita. Tari Maengket ini merupakan salah satu
tarian tradisional yang cukup terkenal di Sulawesi Utara dan masih terus dipertahankan
sampai sekarang. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti panen raya,
upacara adat, penyambutan, pertunjukan seni dan lain-lain.
Menurut sejarahnya, Tari Maengket sudah ada sejak masyarakat Minahasa mengenal
pertanian, terutama menanam padi di ladang. Pada zaman dahulu, Tari Maengket ini
ditampilkan untuk memeriahkan upacara panen raya sebagai ungkapan rasa syukur dan
gembira terhadap Tuhan atas hasil panen yang mereka dapatkan.

Pada zaman dahulu gerakan Tari Maengket ini masih menggunakan gerakan-gerakan yang
sederhana. Sedangkan pada saat ini Tari Maengket sudah berkembang baik dalam segi
tarian dan bentuk pertunjukan, namun tidak meninggalkan keasliannya. Selain itu tarian ini
tidak hanya ditampilkan saat acara panen padi saja, namun juga ditampilkan di berbagai
acara seperti acara adat, acara penyambutan, pertunjukan seni, festival budaya, bahkan
menjadi salah satu daya tarik wisata bagi para wisatawan yang datang ke sana.
Mapalus.
Mapalus adalah suatu ungkapan yang bermakna bekerja sama untuk mewujudkan sesuatu
yang baik. Berasal dari istilah bekerja di kebun (maando) di mana para pekerja rame-rame
mengerahkan tenaga (palus) untuk menggarap kebun sehingga bisa menghasilkan sesuatu.
Mapalus dihasilkan oleh orang-orang yang memiliki semangat kerja keras dan spiritnya
adalah demi untuk membantu orang lain. Itu sebabnya spirit Mapalus dipakai dalam
berbagai organisasi kemasyarakatan. Budaya Mapalus ini bahkan diklaim memiliki
kelebihan. Menurut buku The Mapalus Way, mapalus sebagai sebuah sistem kerja memiliki
nilai-nilai etos seperti, etos resiprokal, etos partisipatif, solidaritas, responsibilitas, gotong
royong, good leadership, disiplin, transparansi, kesetaraan dan trust.[1] Di tengah tantangan
dunia yang semakin individualistis dan egois yang tak akan terelakkan mempengaruhi
setiap orang Minahasa baik di daerah maupun di luar daerah maka spirit Mapalus ini
kiranya akan tetap mempersatukan dan mengeratkan persaudaraan tou Minahasa.
I Yayat U Santi!
I YAYAT U SANTI adalah ekspresi yang dilontarkan oleh 'leader' dari para petarung atau
prajurit yang menarikan tarian perang yaitu tari Kabasaran. Ekspresi itu bermakna secara
literal Angkat dan acungkan senjatamu!.[2] Ini diungkapkan pastinya dalam konteks
perang bukan hanya sebagai perintah atau komando tetapi juga untuk mengobarkan
semangat untuk menghadapi musuh, yang disambut dengan teriakan Yohooi! oleh para

prajurit. Ungkapan ini untuk menghalau kegalauan dan kegentaran menghadapi lawan.
Makna ungkapan itu kalau ditarik pada jaman sekarang berarti spirit atau semangat untuk
berjuang menghadapi tantangan, semangat untuk maju dengan penuh keberanian! Dengan
kata lain ini adalah suatu prinsip untuk tegar, maju menghadapi rintangan dan mengalahkan
tantangan. Lawan atau tantangan saat ini adalah kebodohan, kemabukan, korupsi,
kemalasan yang bisa melanda insan Minahasa. Spirit ini harusnya dimiliki anak-anak muda
masa kini untuk berani menghadapi realita dan tantangan hidup dengan penuh keberanian
dan ketegaran, bukannya melarikan diri dari realita dan galau dengan ngefly atau teler!
Pengucapan!
Walaupun kata ini diserap dari bahasa Malayu atau Indonesia tapi spirit ini begitu kental
dalam budaya Minahasa. Yang saya maksudkan bukan hanya acara sekali setahun yang
dirayakan waktu selesai panen tetapi semangat ini dapat dilihat dalam respon orang
Minahasa sehari-hari. Orang Minahasa punya suatu tradisi untuk mengadakan syukuran
mulai dari 'rumambak' alias nae rumah baru, baptisan, hari ulang tahun, ulang tahun
perkawinan dan lain sebagainya. Spirit yang ada dalam diri orang Minahasa adalah bahwa
hidup itu harus dirayakan dengan sesama yang didasari dalam pengakuan akan berkat dan
anugerah Tuhan. Ekpresi pengucapan itu sendiri adalah suatu selebrasi hidup, suatu
perayaan syukur yang benar-benar menjiwai orang Minahasa. Tidak heran dalam acara
kedukaan ada acara Rumame atauBrantang di mana orang-orang membawa makanan
untuk dinikmati bersama keluarga yang berduka. Keluarga yang berdukapun akan
menyediakan tempat dan so pasti makanan untuk orang-orang dalam jumlah yang mampu
disediakan. Inilah spirit ucapan syukur. Dalam suka maupun duka orang Minahasa
bersyukur. Puncak ucapan syukur tradisional itu adalah Pengucapan yang di adakan
pertengahan tahun. Kegiatan ini menjadi kegembiraan dan sukacita yang dimulai dari
mempersembahkan hasil panen di Gereja dan setelahnya beralih pada acara di rumahrumah yaitu dengan bersantap ria makanan khas Minahasa!
SI TOU TIMOU TUMOUTOU

Sitou timou tumoutou merupakan semboyan dari orang manado yg dirumuskan oleh Sam
Ratulangi yang artinya seseorang hidup untuk menghidupi orang lain.

SULAWESI TENGAH

Kebudayaan Masyarakat Sulawesi Tengah


Asal mula penduduk yang mendiami daerah Sulawesi Tengah dari tradisi lisan di
kecamatan Banawa, kabupaten Donggala di peroleh cerita yang berbentuk mitos legendaris
yang mengandung unsur-unsur pengaruhnya agama islam. Menurut mitos tersebut asal
nenek moyang mereka dari tanah sanggamu (tanah senggama). Tanah sanggamu terdiri atas
dua buah genggam tanah, satu pria dan satu wanita. Mula-mula Tuhan menciptakan dari
segenggam tanah seorang laki-laki yang bernama Mulajadi dan segenggam lainnya seorang
wanita yang bernama Jaruantanah, yang belum memiliki alat kelaminsempurna. Nanti
Mulajadi lah yang membantu menyempurnakan alat kelaminnya dengan menggunakan
tulang rusuk kirinya, lalu mereka menjadi suami istri. Dua orang inilah yang menurut cerita
itu menurunkan penduduk atau penghuni Sulawesi Tengah.

Para orang tua pemberi informasi di atas masih menyimpan dan menggenggam tanah
tersebut yang di peroleh dari warisan turun-temurun sebagai benda pusaka keramat. Pada
umumnya yang menyimpan tanah atau batu (disebut batu karena telah lamanya
penyimpanan tanah sehingga mengeras menyerupai dua buah batu) tersebut merupakan
keturunan dari penguasa-penguasa kerajaan yang terbilang sesepuh.
Di pantai timur propinsi Sulawesi Tengah tepatnya di teluk Tomini di jumpai suku bangsa
yang bahasanya sedikit lain dari bahasa Ledo dan bahasa Poso (Baree). mereka itu di
namakan suku Tomini yang terdiri atas dua suku yaitu suku Tialo dan suku Lauje. Pada
masyarakat ini di temui satu kepercayaan bahwa asal mula kejadian hidup ini ialah di suatu
tempat di atas Pegunungan Palasa bernama Lembo Dayoan. Asal kejadiannya menurut
cerita karena pertemuan langit dan bumi. Karena banyak kelompok etnis mendiami
Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang
merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai
bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi
Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh
kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk, dan sebaran suku Gorontalo
di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara
perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu.
Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa.
Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan
Jepang masih dapat ditemukan. Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya
tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi,
adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah
mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan.

Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap
ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama
atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah
tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri. Buya atau
sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang
dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan
pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju
laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang
dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di
pinggang melengkapi pakaian adat. {wikipedia}
Kesenian Masyarakat Sulawesi Tengah
Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya.
Musik tradisional memiliki instrume seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih
berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis
Kaili sekitar pantai barat waino musik tradisional ditampilkan ketika ada upacara
kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para
pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal
dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival. Tari masyarakat yang terkenal
adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti
masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim
panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah
satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran.
Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di
Indonesia ketika Perang Dunia II.
Di Sulawesi Tengah ini pengaruh seni kebudayaan asing dapat ditemukan yang berasal dari
orang barat. Pengaruh kebudayaan asing adalah pengaruh kebudayaan yang datang dari

luar, maka seiring dengan datangnya pengaruh ajaran islam, bidang kebudayaannya pun
ikut mendapat pengaruh kebudayaan islam contohnya dalam seni membangun tempat
ibadah atau masjid, dalam tata krama pergaulan, kesenian dan sebagainya. Juga pengaruh
dari orang Bugis Makassar ikut memperkaya perkembangan kebudayaan di Sulawesi
Tengah seperti dalam tata pemerintahan, bangunan rumah, adat kebiasaan, nama dan cara
orang berpakaian, masakan dan sebagainya.
Begitu pula dengan datangnya ajaran islam yang di bawa oleh tokoh Datuk Karama dari
Minangkabau ikut pula memperkaya kebudayaan kesenian di Sulawesi Tengah khususnya
di lembah Kaili, pengaruh kebudayaan minang dalam bentuk nama seperti Ince, Dato. Alat
kesenian seperti kakula, pemakaian panji dalam orang-orangan pada upacara adat,
masakan, dan sebagainya.
Bahasa dan Tulisan yang di pakai Masyarakat Sulawesi Tengah
Gambaran umum terntang bahasa
Di daerah Sulawesi tengah dikenal cukup banyak bahasa daerah yaitu bahasa Kaili, Tomini,
Pamona, Bada, Napu, Pipikoro, Mori, Toli-Toli, Buol, Saluan, Balantak, dan bahasa daerah
Banggai. Tetapi diantara pemakai bahasa-bahasa daerah tersebut sebagian besar dapat
saling mengerti satu sama lain.
Mengenai hubungan dengan bahasa tetangga juga saling mempengaruhi, hal ini dapat
dilihat bahwa antara bahasa-bahasa yang dikenal di daerah ini dengan bahasa-bahasa di
Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja) ada persamaan kata-kata. {Adat
Istiadat Daerah Sulawesi Tengah, Proyek Penelitian dan Pencatatan Departemen
Pendidikan, 1977/1978: 22-23}
Agama Masyarakat Sulawesi Tengah

Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat 72.36%
penduduk memeluk agama Islam, 24.51% memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk
agama Hindu dan Budha. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah,
seorang ulama dari Sumatera Barat dan diteruskan oleh Said ldrus Salim Aldjufri seorang
guru pada sekolah Alkhairaat. Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso
dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda A.C Cruyt dan Adrian.
Uraian di atas merupakan sedikit pengetahuan tentang kebudayaan di wilayah Sulawesi
Tengah. Pada blog ini saya akan menjelaskan dan menguraikan secara detail tentang
kebudayaan dan kehidupan pada masyarakat di Kabupaten Buol atau Toli-Toli.
Kabupaten Buol atau Toli-Toli
Dengan wafatnya Raja Anoglipu atau Kuntu Amas, maka kabupaten Toli-Toli ini terbagi
menjadi 4 bagian kerajaan lagi yang masing-masing raja nya sebagai berikut:
Kerajaan Tolongan dengan Raja Dai Parundu
Kerajaan Tulaki dengan Raja Pulili Dwuta
Kerajaan Bunobogu dengan Raja Umayah
Kerajaan Riau dengan Raja Ndulu
Setelah keempat raja di atas wafat maka atas persetujuan keempat jurusan atau golongan
rakyat dengan Bokidu, diangkatlah Jogugu Bataralangit menjadi Parabis (wakil raja) dan
memerintah keempat wilayah yang akhirnya di persatukan kembali.
Perkembangan
Bataralangit meninggal 1540 diganti oleh anaknya yang bernama Eanto Moh. Tahir
dengan gelar Madika Moputi. Dalam Baool Staat raja ini merupakan raja pertama dalam
susunan raja-raja dan tinggal di Pinamula 1540-1595.

Hubungan Antar Negara


Pada masa pemerintahan Eato Mohammad Tohir sudah ada hubungan dengan Ternate.
Dengan Ternate mungkin hubungannya sebagai daerah taklukan dari Ternate. Buktinya
adanya penyerahan tongkat kerajaan di mana tongkat tersebut memakai inisial Sultan
Ternate di bagian pangkalnya. Di samping itu Pombang Lipu bersahabat dengan raja-raja
Bolaang Mongondow, Dolaan Itam, Kaidipan, dan Raja Gorontalo.
Dengan Gorontalo Eato Mohammad Tohir terikat hubungan keluarga. Hubungan kerajaan
Toli-Toli dengan kerajaan Gorontalo karena terikatnya hubungan keluarga dengan
menikahnya Ndain dengan Kurambu (putrid Toli-Toli).
Hubungan dangan Goa sebagai daerah taklukan di samping hubungan keluarga. (lihat
sejarah atlas Moh. Yamin pada abad XVI-XVIII). Hubungan dengan Sigi sebagai keluarga
dengan nikahnya keturunan Raja Toli-Toli, dengan Putri Sigi setelah Toli-Toli ditaklukan
oleh Raja Sigi.
A. Penyelenggaraan Hidup dalam Masyarakat
1. Pemenuhan Kebutuhan
Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara-cara pemenuhan kebutuhan dari zaman
kuno. Untuk beberapa daerah sudah mulai di lakukan penanaman padi. Di Toli-Toli sudah
mulai mengenal penanaman padi, yaitu pada tempat-tempat yang di genangi air. Mereka
yang menanam di rawa belum mengetahui teknik pengaturan air hingga padi di tanamnya
sampai tua tetap tergenang dalam air. Sudah mulai penanaman sagu (yang tadinya hanya
tumbuh sendiri di hutan-hutan) dan kelapa yang sering dijadikan emas kawin. Mereka
sudah mulai memelihara binatang ternak seperti ayam, anjing (untuk berburu), kerbau dan
sapi. Di samping pertanian lading di beberapa tempat sudah mulai mengerjakan sawah.
Juga berburu dan mengambil hasil hutan seperti rotan, dammar, untuk kebutuhan sendiri-

sendiri.
2. Hubungan Antargolongan
Dalam masyarakat semakin jelas adanya kelompo-kelompok raja, bangsawan, orng
merdeka, budak atau hamba. Hubungan antara golongan-golongan in di atur oleh adat yang
sudah melembaga dalam masyarakat. Di Toli-Toli antara golongan Unbokilan dan Manuru
sudah ada kerukunan. Tingkatan-tingkatan dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
Keluarga Bangsawan di sebut golongan 12 Tua.
Keluarga Bangsawan Muda di sebut golongan 12 Muda, atau 8.
Keluarga orang biasa di sebu golongan 4.
Perbedaan atau pembagian lapisan masyarakat ini amat menonjol dan nyata sekali pada
waktu adapt upacara-upacara perkawinan, kematian dan sebagainya.
B. Kehidupan Seni Budaya
1. Pendidikan
Masih tetap pendidikan tradisional diadakan dalam hubungan keluarga untuk membentuk
watak, susila, dan ketrampilan dalam memenuhi keperluan hidup seperti misalnya
pengetahuan dalam pengolahan tanah dan berburu.
Dengan cerita lisan dibina pembentukan watak anak untuk mengetahui tata susila, menjadi
berani dan kesatria. Etiket dalam pergaulan dimana yang muda harus menghormati yang
lebih tua, golongan bawah harus menghormati golongan atas (bangsawan), demikian pula
sebaliknya bagaimana golongan bangsawan menghadapi golongan di bawahnya. Karena
pada zaman baru ini telah terpengaruh ajaran islam yang sudah masuk ke Sulawesi Tengah
(walaupun belum menyeluruh), maka mulai lah dalam lingkungan yang memeluk
kepercayaan ini diadakan pelajaran mengaji Al-Quran dan cara pelaksanaan ibadah
(syariah islam).

2. Kesenian
Pada umumnya agama sama dengan kesenian zaman kuno. Seni tari, musik, nyanyian yang
pada umumnya diadakan dan dikaitkan dengan upacara penyembahan pada roh (tari sakral
dan magis), di samping untuk pergaulan muda mudi disaat tertentu menurut adat. Dengan
masuknya ajaran islam maka juga termasuk dalam seni ini yaitu seni bacaan Al-Quran dan
dzikir diadakan pada saat-saat tertentu seperti pada bulan ramadhan, pada waktu kematian,
selamatan, perkawinan, dan lainnya.
Upacara-upacara adat dalam pertanian.
Dalam bidang pertanian berlangsung upacara-upacara adat sejak membuka lading baru
sampai upacara panen yang di sebut Adantane. Jiwa daripada upacara ini ialah laku
perbuatan suci yang berisikan kepercayaan leluhur (nenek moyang) kepada yang
dianggapnya penguasa tanah (To Manuru) yang memberikan kesuburan, keberhasilan, atau
kegagalan. Dalam kontak dan komunikasi dengan penguasa itu diadakanlah upacaraupacara adat.
Upacara pembukaan ladang baru.
Upacara ini disebut Balia Tampilangi. Yang memimpin acara ini ialah petugas di bidang
pertanian yang diangkat atau ditunjuk oleh masyarakat, sesuai fungsi atau jabatannya,
yaitu: Ulu tumba-Panuntu-Pogane-Togura Ntane-Maradika tanah dan Suro. Kegiatan
upacara ini dipusatkan di Bantaya yang di buat di daerah lokasi perkebunan baru.
Tata cara pelaksanaannya:
a. Motengge ntalu (memecahkan telur), yaitu telur masak yang dibawa oleh para petani.
Yang berperan disini ialah Pogane (ahli mantra). Dengan hasil pemecahan telur tersebut
akan diketahui atau sebagai suatu alamat bahwa usaha lading tersebut dapat berhasil atau

gagal. Tanda-tanda kegagalannya kalau ada telur yang busuk, kosong atau lainnya yang
menunjukan tanda-tanda tidak baik.
b. Mogane ridayo (membaca mantra-mantra dikuburan yang dianggap keramat). Semua
bahan-bahan untuk keperluan upacara balia dibawa kekuburan.
Nantalu (mulai menebang hutan).
Selesai Mogane Ridayo, semua peserta kembali ke Bantaya. Di tempat iniTogura Ntalua
telah membagi lokasi kebun atau lading baru untuk mereka olah masing-masing
Nolili Bane (upacara mengelilingi benih padi).
Mengelilingi benih padi yang akan ditanam dengan suatu upacara, yaitu membaca mantramantra dengan membuat tempat sesajianyang di sebut suampela (semacam kayu
bercabang atau tiga batang kayu diikat bagian tengahnya untuk membuat tiang dan bagian
atas atau cabang tempat menyimpan benda-benda sesajian).
Nobalia.
Selesai upacara diatas semua peserta harus pulang ke Bantaya. Di sini diadakan upacara
balia di mana orang-orang yang kemasukan atau kesurupan makhluk-makhluk halus
(topokoro balia) sudah siap.
Notuda (menanam benih).
Petugas-petugas adapt inti bersama-sama dengan anggotanya dan para petani menuju ke
kebun untuk menanam benih pada hari yang telah ditentukan.
Upacara No unja Bosu.

Bila padi sudah mulai berisi para petugas adat berkumpul untuk mengadakan upacara No
unja Bosu, (mengurus bagian padi yang sedang berisi). Demikian pula jagung yang mulai
berisi. Kemudian upacara kunjungan ke kuburan keramat untuk berdoa (mengucapkan
mantra-mantra) seperti waktu sebelum menanam benih atau bibit.
Upacara Nomparaya (mengadakan sesajian).
Dalam upacara ini disembelih seekor ayam. Darahnya diambil dan dibubuhkan pada
padiyang tumbuh dari benih yang pertama kali ditanam. Juga diantar berbagai jenis
makanan ke kuburan untuk sesajian yang diletakkan pada sebuah tempat dari kayu
bercabangdengan diiring mantra-mantra, yang isinya sama dengan upacara diatas.
Modindi (upacarapuji-pujian).
Modindi yaitu suatu upacara puji-pujian kepada pemberi hasil dengan lagu dan syair-syair
tertentu. Isi syair melukiskan asal usul padi atau jagung sampai pada proses pengolahannya.
No Kato (memetik padi).
Yang memetik padi pertama kali ialah dukun (sando yang dibarengi dengan mantra-mantra,
disusul oleh para anggota lainnya yang mengikutiupacara cara pemetikan.
Acara Nopinji.
Padi yang dipanen belum dapat dimakan sebelum diadakan acara Nopinji, yaitu membawa
sesajian kepada pemberi hasil. Sesajian tersebut ialah beras baru yang dimasak pertama kali
di bawa ke kuburan keramat disertai mantra-mantra.
Nanjolo (pesta selamatan panen).
Mengadakan upacara makan-makan sebagai pesta pora dengan segala jenis macam
makanan.

No Wunja.
No Wunja adalah suatu pesta upacara selamatan selesai panen secara masal dengan acara
yang besar dan meriah pada lokasi di sekitar baruga (rumah adat). Jenis wunja ada tiga
macam, tergantung dari maksud dan tujuannya, yaitu: -Untuk To Manaru wunja kaleketi
(wunja oge)
-Untuk Bone wunja biasa (wunja rango-rango)
-Untuk Tampilangi wunja bangunjaro
Bentuk wunja mana yang akan dilaksanakantergantung daripada hasil musyawarah di
Bantaya.
2. Pakaian dan Perhiasan
Pakaian sehari-hari
Bahan-bahannya terdiri dari kulit kayu Nuru (pohon beringin), cara pembuatan kainnya dari
kulit kayu yang bahannya dari kulit kayu Nunu. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
v Menguliti kayu Nunu sebagai sumber bahan.
v Merebus kulit kayu tersebut sampai masak lalu di bungkus selama tiga hari.
v Di cuci dengan air untuk membersihkan getahnya dan biasanya menggunakan pula abu
dapur.
v Kulit kayu tersebut di pukul dengan alat yang di sebut pola (bahannya dari batang enau)
sampai mengembang dan melebar. Kemudian dipukul dengan alat yang bernama tinahi
yang di buat dari batu yang agak kasar. Disini dapat disambung bahan yang satu dengan

bahan yang lainnya agar menjadi lebar dan panjang, di susul dengan alat ike yang halus
sampai bahan tersebut sudah menjadi sehelai kain yang panjangnya tiga sampai lima meter.
v Setelah menjadi kain kemudian di gantung untuk di anginkan (nillave)
v Sesudah kering dilipat untuk diratakan dengan pola tidak bergigi (niparondo) yaitu
semacam setrika.
Pakaian upacara
Kalau pakaian sehari-hari terbuat dari kulit kayu Nunu (pohon beringin), maka khusus
untuk pakaian upacara bahannya juga dibuat dari kulit kayu, tetapi kulit kayu dari kayu Ivo
yang dapat menghasilkan kain kulit kayu yang lebih halus dan bermutu, dan lebih baik
daripada yang terbuat dari kulit kayu Nunu. Kulit kayu Ivo setelah selesai pengolahannya
menjadi kainyang warna dasarnya adalah putih. Cara pembuatanya sama dengan cara
pembuatan kain kulit pohon Nunu.
Perhiasan sehari-hari
Baik laki-laki maupun perempuan jarang menggunakan perhiasan. Bagi perempuan cukup
anting-anting, kalung dan gelang yang bahannya dari manik-manik yang disambung atau
diikat satu sama lain.
Perhiasan-perhiasan saat upacara
Daun enau atau daun kelapayang dikeluarkan lidinya. Daun enau atau daun kelapa tersebut
dianyam, dibentuk sesuai keinginan atau terurai begitu saja., dan fungsinya hanya sebagai
dekorasi.
Selain itu juga dikenal dengan menggunakan alat dekorasi yaitu Mbesa, kain kulit kayu
yang khusus dibuat dilengkapi hiasan-hiasan yang fungsinya hanya untuk hiasan (dekorasi)
pada upacara-upacara tertentu.

3. Tempat Perlindungan atau Perumahan


Sou adalah pondok yang didirikan di sekitar lading dan sawah.
Lolu merupakan tempat yang dibuat khusus untuk berteduh.
Kandepe adalah tempat untuk tinggal sementara
Bente (benteng), yaitu dikenal pada zaman raja-raja
Rumah tempat tinggal
Rumah tinggal masyarakat Toli-Toli di Sulawesi Tengah, bentuknya rumah panggung
segiempat panjang, bagian samping kiri atau kanan serta muka belakang memakai dinding,
tidak mempunyai kamar hanya menggunakan sampiran dari kain kulit kayu Nunu.
Dalam membuat rumah tinggal baru diadakan berbagai upacara-upacara mendirikan
rumah yaitu:
1. Upacara mendirikan rumah
Sebelum mendirikan rumah selalu di dahului dengan penelitian tanah untuk tempat dimana
rumah itu akan didirikan. Tekhnik penelitian tanah itu sifatnya masih tradisional, antara lain
dengan memasukan lidi ke dalam tanah atau memasukan ujung parang diiringi dengan
mantra-mantra, dimana nanti akan nyata apakah tempat itu baik atau tidak baik sebagai
lokasi perumahanpekerjaan penelitian tanah tersebut dilakukan oleh dukun yang khusus
bertugas untuk itu. Jadi dukunlah yang berhak menentukan dimana sebaiknya rumah
didirikan.
2. Melubangi tiang
Mendahului pelaksaannya dipilih hari baik, kemudian di undanglah para orang tua dan
tukang yang akan membangun rumah itu. Dalam pertemuan tersebut diadakan sesajian

dengan tujuan agar tiang rumah kuat, dan tahan lama serta merupakan persembahan bagi
makhluk-makhluk halus di sekitar tempat bangunan itu.
3. Mendirikan rumah
Bilamana tiang-tiang telah selesai dilubangi seluruhnya, maka dicarilah suatu hari yang
baik oleh para orang tua untuk menentukan hari mendirikan rumah. Untuk ini disediakan
sesajian pula, yaitu:
Tebu beberapa batang
Pisang setadan
Kelapa setangkai (beberapa buah)
Jagung seikat
Padi sebernas
Kain putih satu meter
4. Menyelamati rumah
Upacara ini dilakukan kelak apabila sebuah bangunan rumah sudah selesai didirikan dan
sebelumnya penghuni rumah menempatinya, sebagai upacara selamatan tanda pengucapan
syukur dan kegembiraan atas selesainya bangunan rumah itu.
Hubungan ke Luar
Bentuk hubungan masyarakat Toli-Toli dengan luar daerah.

Pada tahun 1669 antara VOC (belanda) sudah ada bentuk hubungan dengan kerajaankerajaan Banawa, Tawaeli, Palu, Loli dan Sigi (selanjutnya disebut kerajaan-kerajaan
Kaili).
Hubungan tersebut berbentuk hubungan dagang. Belanda (VOC) mengadakan kontrak
pembelian emas. Disamping itu juga di ketahui adanya hubungan persahabatan dengan
wakil penguasa Portugis di Ternate pada zaman pemerintahan Sultan Bato. Juga sudah ada
hubungan dagang antara Toli-Toli dengan Maluku, Ujung Pandang, Ta Bara (Singapura),
dan Malaka.
Masyarakat Toli-Toli mengadakan perdagangan bersama-sama pedagang-pedagang Bugis
dengan menggunakan perahu layar. Dengan adanya hubungan dagang Sulawesi Tengah
dengan daerah luarnya, maka sudah dikenal pemakaian mata uang sebagai alat jual beli.
Akibat Hubungan
Belanda membuat benteng atau loji di Parigi pada tahun 1770 dan di Lambunu. Pembuatan
loji di Parigi dimaksudkan untuk mengawasi penambangan emas di Parigi, yang diusahakan
oleh Nedherland Celebes Maatschappij. Tetapi tambang ini tak lama usianya. Produksinya
merosot karena itu dianggap tidak sepadan penghasilan dengan ongkos atau yang
dikeluarkan. Akibatnya pada tahun 1795 pendudukan atas Parigi dihapuskan dan sejak saat
itu sampai kurang lebih tahun 1850 Belanda tidak menghiraukannya lagi. Tentang Pombang
Lipu dari Toli-Toli dengan wakil Portugis di Ternate, dimana Pombang Lipu memberikan
emas pada Portugis maka beliau dilantik oleh Portugis menjadi raja Toli-Toli pada tahun
1592. Pada abad XVII VOC mengadakan hubungan dengan Raja Toli-Toli yang sudah
memeluk agama islam. Sultan Pondu yang sudah beragama islam di perintah memelihara
babi, tapi Sultan Pondu memberontak atas perintah ini. Akibatnya beliau dibunuh dengan
secara kejam oleh Belanda, beliau diikat pada dua ekor kuda yang kemudian kuda tersebut
disuruh lari kea rah yang berlawanan sehingga badan sultan terbelah dua. Hukuman ini
dilaksanakan di Manado.

SULAWESI SELATAN

SEJARAH SULAWESI SELATAN


Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi Selatan tergabung
dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara. Pembentukan
provinsi ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964
Periode terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke 14. Pada saat itu berdiri
kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti Kerajaan Luwu di bawah pemerintahan
dinasti Tomanurung Simpuru Siang, Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone di bawah dinasti
ManurungE, Kerajaan Soppeng di bawah pemerintahan Raja To ManurungE ri
Dekkannyili, dan Kerajaan Tallo dengan raja pertamanya KaraEng Loe ri Sero.
Pada tahun 1538, Gowa mulai bersentuhan dengan orang-orang Eropa. Pada tahun tersebut
bangsa Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan menghadap Raja Gowa IX
Tumaparisi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini selain untuk tujuan berdagang juga
melakukan penyebaran agama Katolik, misalnya dilakukan oleh Antonio de Payya yang
menyebarkan Katolik di Parepare.

Pada tahun 1562 terjadi peperangan yang dahsyat antara kerajaan Bone dan Gowa. Raja
Gowa menyerang Bone karena merasa telah dicampuri urusan dalam negerinya. Pada akhir
perang, pasukan Bone berhasil memaksa pasukan Gowa mundur setelah melukai raja
mereka. Kurang lebih dua tahun setelah peperangan tersebut, raja Gowa Tunipallangga
kembali menyerang Bone. Namun dalam peperangan, raja Gowa jatuh sakit dan terpaksa
mundur dan kembali ke Gowa. Dia meninggal dunia sesampainya di Gowa. Peperangan
melawan Bone dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu, I Tajibarani. Tajibarani akhirnya tewas
dalam peperangan itu. Perang kemudian diakhiri dengan perundingan damai yang dikenal
dengan Ulukanaya ri Caleppa. Bone mendapat semua daerah di sebelah utara sungai
Tangka, serta semua daerah di sebelah timur sungai WalanaE sampai di Ulaweng dan
wilayah Cenrana.
KESENIAN SULAWESI SELATAN
Kesenian Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks kekinian.
Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek bentuk (morfologis), tapi lebih
dari itu dia mampu memberikan konstribusi psikologis. Disamping memberikan kesadaran
estetis, juga mampu melahirkan kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya tidak
terlepas dari sejauhmana masyarakat kesenian (public art) mampu mengapresiasi dan
menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan yang dituangkan dalam karya
seni.
Berbicara tentang estetika, seolah kita terjebak pada suatu narasi yang menghantarkan kita
pada pemenuhan pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup, hiburan dan relaksasi. Kita
lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat membentuk kesadaran sosial sekaligus
kesadaran religius masyarakat. Di Sulawesi Selatan, nilai kekhasan kesenian dapat
dikatakan sebagai sebuah wasiat kebudayaan yang menggiring kita pada lokal values
(kearifan). Dibutuhkan pelurusan makna seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak
terjebak dalam arus kepentingan politik dan industri semata.
Klasifikasi Masyarakat Seni
Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman mengindentifikasi
bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan. Yang pertama: Budaya
Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni intelektual yang banyak memberikan
konstribusi perkembangan seni dalam suatu daerah. Masyarakat seni elit inilah yang banyak

memberikan literature dan kajian holistik agar perkembangan seni dapat berjalan sesuai
dengan konteks keilmuan, termasuk pakar kesenian, akademisi dan kritikus seni. Kedua:
Budaya Masyarakat Seni Populer, yaitu masyarakat seni intelektual yang hanya
mengedepankan kepentingan subjektifitas terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai
dengan konteks (zaman). Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan yang
dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga: Budaya Masyarakat
Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah kebawah, biasanya golongan ini
hanya mementingkan aspek kesenangan dan mudah larut dalam perkembangan peradaban.
Dia senantiasa menikmati hidangan produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak
akibatnya terhadap masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni Rakyat.
Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui kepolosan. Golongan ini juga
senantiasa mempertahankan wasiat seni para leluhurnya. Dari sinilah budaya masyarakat
seni elit memperoleh referensi dan inspirasi dalam memperkaya kajian kesenian dalam
aspek kebudayaan.
KEBUDAYAAN SULAWESI SELATAN
Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel Mengenal budaya propinsi
Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi
Selatan.
Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 3 kelompok etnis yaitu
Makassar, Bugis dan Toraja. DEmikian juga dalam pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis
tersebut lebih dominan. Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri
adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.
Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di
antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu
Pakarena serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah
lagu Indo Logo, serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana
Toraja adalah lagu Tondo.
Untuk rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal dari
Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut

hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga
rumah adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah
adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik rumah,
misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat atau hanya rakyat biasa.
Hampir semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman
prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Hal ini di dasarkan pada temuan Fritz
dan Paul Sarasin tentang orang Toale (orang-orang yang tinggal di hutan/penghuni hutan).
Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan ada di Tanah
Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut bernama upacara Rambu Solo (merupakan
upacara dukacita/kematian). Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai
ungkapan rasa dukacita yang sangat mendalam.
Beberapa tarian yang ada di sulawesi selatan :
tari Pakkarena
tari Angin Mamiri
tari Paddupa
Pakaian Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju Labu
Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong,
OBJEK WISATA TERKENAL DI SUL-SEL
Fort Rotterdam
Salah satu benda cagar berarsitektur Belanda yang dilindungi adalah bangunan yang ada
didalam Benteng Rotterdam, benteng ini dibangun sebagai basis pertahanan dipinggir
lautan Makassar. Pada tahun 1545 ditempat ini berdiri dengan kokoh benteng gaya arsitek
setempat yaitu Kerajaan Gowa lalu kemudian dihancurkan oleh Belanda dan dibangunlah
benteng baru yang dapat kita lihat sekarang, peristiwa tersebut dicatat dalam sejarah akibat
adanya bentuk perjanjian Bungaya pada tahun 1667 yang didalangi oleh siasat Belanda.
Sebagaian dari serpiha reruntuhan tmbok benteng tidak direnovasi dengan alasan sebagai
alat pembanding dengan dinding yang direnovasi.

Pantai Losari
Keindahan pantai yang terletak di sebelah barat Makassar ini memang sungguh
mempesona, terlebih ketika matahari terbenam di senja hari.
Semburat merah jingga dari mentari yang akan rebah di kaki cakrawala memantul pada laut
di hadapan pantai Losari, membawa nuansa dan pesona tersendiri bagi yang
menyaksikannya. Beberapa perahu nelayan kecil nampak di kejauhan, kian memperkaya
warna senja yang luruh di sana. Dan debur ombak yang menerpa lembut tanggul pantai
bagaikan musik syahdu yang membawa suasana terasa kian sentimental diiringi hembusan
angin sepoi-sepoi dari arah laut. Banyak fotografer yang mengabadikan kejadian ini untuk
menyimpan kenangan keindahannya, akan senyum senja Pantai Losari., dan mungkin juga
tempat curhat muda mudi , santai keluarga di Pantai Losari.
Pantai yang juga merupakan landmark Kota Makassar ini memang menawarkan keindahan
yang sangat eksotis, terutama saat menyaksikan pemandangan matahari terbenam ketika
petang menjelang.
Dahulu , sejumlah pedagang makanan bertenda berderet sepanjang kurang lebih satu
kilometer di pesisir Pantai Losari. Sampai-sampai ada yang sempat menjuluki sebagai
meja makan terpanjang di dunia. Hidangan yang disajikan pun sangat beragam, namun
kebanyakan didominasi oleh makanan laut dan ikan bakar.
Salah satu hidangan khas dan unik di Pantai Losari adalah Pisang Epe. Jenis makanan ini
berupa pisang mentah dibakar, lalu dibuat pipih kemudian diberi kuah air gula merah.
Untuk menambah aroma dan kenikmatan, biasanya sang penjual menambahkan durian pada
campuran kuah gula merah tadi. Inilah makanan favorit saya sembari menikmati semilir
angin senja yang sejuk membelai tubuh.
Saat ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut telah dipindahkan ke
sebuah tempat di depan rumah jabatan Walikota Makassar yang juga masih berada di
sekitar Pantai Losari.
Seusai menikmati senja, tak usah risau untuk mencari tempat mengisi perut yang lapar.
Dengan hanya berjalan kaki sekitar 5 menit dari Pantai Losari, anda akan menemukan pusat

jajanan tanah Anging Mammiri di Pantai Laguna. Mulai sop konro, coto Makassar, sop
Saudara, sop pallubasa, pallu mara dan ikan bakar, pisang epe, es pisang ijo, pallubutung,
sari laut, bakso, nasi goreng, mie kering dan capcai bisa Anda temukan pada ratusan
gerobak yang mangkal di sana. Harganya pun relatif murah
menikmati becak khas Makassar menyusuri sepanjang pinggir pantai. Sarana transportasi
yang sudah hampir langka ini masih bisa kita jumpai di sana. Rasakan sensasi naik becak
dengan kayuhan roda si daeng seraya menikmati hempasan angin lembut yang menerpa
dari arah depan.
Pantai Losari tak hanya bergeliat di senja hari. Setiap minggu pagi, di sepanjang Jalan
Penghibur yang tepat berada di pinggir pantai, ramai oleh orang yang berolahraga, mulai
dari jogging, senam, bersepeda atau hanya sekadar jalan-jalan menikmati segarnya udara
pagi. Berbagai jajanan dan aneka makanan tradisional tersedia, seperti bubur ayam, bubur
kacang ijo, empek-empek Palembang, es pallubutung, es pisang ijo, soto ayam, gado-gado
atau lontong sayur. Bagi Anda yang akan mencicipi tidak perlu merogoh kocek dalamdalam, cukup dengan Rp 4000 sampai Rp 6000 per porsi untuk setiap hidangan sarapan
pagi ini.
Tidak terlalu sulit untuk mencapai Pantai Losari karena tempat ini termasuk berada di pusat
Kota Makassar. Sejumlah angkutan umum melintasi jalur Jalan Penghibur yang berada di
pinggiran Pantai Losari. Sejak direnovasi pada 2006, Pantai Losari kian bersolek, semakin
bersih dan indah, sebagai salah satu ikon andalan pariwisata Kota Makassar.
Jadi tak lengkap rasanya, bila anda ke Makassar tidak mampir ke Pantai Losari dan
menikmati segala romansanya.
DAFTAR PUSTAKA
https://1211502909anthonyprasetyo.wordpress.com/2012/10/10/dayak-bidayu-kalbar/#more-52
http://rezkirasyak.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-asal-usul-nama-sulawesi-history.html
https://hardysaerang.wordpress.com/sejarah/sejarah-suku-minahasa/
http://ceritadimulai.blogspot.co.id/2013/11/toar-dan-lumimuut-leluhur-suku-minahasa.html

Anda mungkin juga menyukai