Anda di halaman 1dari 8

Maluku Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia.

Provinsi yang biasa disingkat


sebagai "Malut" ini terdiri dari beberapa pulau di Kepulauan Maluku. Luas total wilayah Provinsi
Maluku Utara mencapai 140.255,32 km. Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu
seluas 106.977,32 km (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km (23,73%) adalah daratan.
Dalam dunia internasional provinsi Maluku lebih di kenal sebagai Moluccas. Ibukota
Maluku adalah Ambon. Pada tahun 1999 provinsi Maluku di mekarkan menjadi 2 provinsi menjadi
Maluku dan Maluku Utara yang beribukota di Sofifi. Seperti apa kebudayaan daerah yang ada di
Maluku? Baca juga Budaya Maluku Utara Seni Kebudayaan Tradisional Daerah Malut.

Maluku utara adalah surga tropis di Indonesia bagian timur. Inilah tempat wisata bahari,
budaya, purbakala, sejarah, dan ada istiadat. Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat
kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku
Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku) yaitu Bacan, Jailolo, Ternate, dan Tidore.
Ibu kota Maluku Utara terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara. Sejak 4 Agustus 2010
daerah ini menggantikan kota terbesarnya, Ternate, yang berfungsi sebagai ibu kota sementara selama
11 tahun untuk menunggu kesiapan infrastruktur di Sofifi.
Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil yang tersebar di perairan
yang menakjubkan. Pulau yang telah dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331
buah.
Palau Bobale, Halmahera Utara, Maluku Utara, Indonesia
Salah satu pulau yang tidak berpenghuni adalah Pulau Dodola. Pulau ini adalah contoh
dari pantai tropis yang indah. Pasir putih seluas 16 km mengelilingi pantai dengan airnya yang jernih.
Di pulau ini, pengunjung dapat melakukan banyak kegiatan menarik seperti berenang, berjemur, dan
menyelam. Pulau Maitara juga menawarkan kehidupan laut yang fantastis. Pulau ini terletak di tengah
Pulau Tidore dan Ternate.
Maluku Utara memiliki objek wisata bahari berupa pulau-pulau dan pantai yang indah
dengan taman laut serta jenis ikan hias beragam jenis. Wisata alam seperti batu lubang tersebar
hampir di seluruh wilayah. Ada juga hutan wisata sekaligus taman nasional dengan spesies endemik
ranking ke 10 di dunia.
Kawasan suaka alam yang terdiri dari beberapa jenis, baik di daratan maupun di perairan
laut seperti Cagar Alam Gunung Sibela di Pulau Bacan, Cagar Alam di Pulau Obi, Cagar Alam
Taliabu di Pulau Taliabu dan Cagar Alam di Pulau Seho.
Kawasan Cagar Alam Budaya yang memiliki nilai sejarah kepurbakalaan tersebar di
wilayah Provinsi Maluku Utara meliputi cagar alam budaya di Kota Ternate, Kota Tidore, Kabupaten
Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Halmaerah
Utara.
Luas total wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km. Sebagian besar
merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km
(23,73%) adalah daratan.

Kebudayaan Daerah Maluku Utara yang menjadi salah satu kekayaan budaya Indonesia

Alat Musik Daerah Maluku Utara : Tifa merupakan alat musik yang paling terkenal dari
Maluku. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi
tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa
Jekir Potong dan Tifa Bas.

Alat musik lainnya yang berasal dari Maluku Utara adalah Toto Buang dan Kulit Bia. Alat
musik ini merupakan serangkaian gong-gong yang kecil bentuknya dan biasanya di taruh pada sebuah
meja dengan beberapa lubang sebagai penyanggah. Sedangkan alat musik Kulit Bia merupakan alat
musik tiup yang terbuat dari Kulit Kerang.
Tari Cakalele merupakan nama tarian yang paling populer dan terkenal dari Maluku.Utara
dan Maluku Tarian ini menggambarkan Tari perang. Tari ini sering di pentaskan dan di peragakan oleh

para pria dewasa sambil memegang Parang dan Salawaku (Perisai).

Nama tarian lain yang berasal dari Maluku adalah tari Saureka-Reka dan tari Katreji. Tari
Katreji dimainkan oleh wanita dan pria. Saat memainkan Tarian ini diiringi berbagai alat musikseperti
biola, suling bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas gitar.
Bahasa Daerah Maluku utara
Karena provinsi Maluku Utara memiliki banyak sekali pulau, di sini juga terdapat
berbagai macam bahasa. Tapi sebagian besar bahasa yang dipakai di Maluku Utara adalah adalah jenis
Bahasa Melayu Ambon yang berbaur dengan logat daerah, yang masih satu dialek bahasa Melayu.

Makanan Khas Maluku Utara

Papeda atau bubur sagu itulah makanan pokok di daerah Maluku dan Papua. Makanan pengganti nasi
ini terbuat dari tepung sagu dan diolah oleh para penduduk di pedalaman Papua

Budaya Maluku adalah aspek kehidupan yang mencakup adat istiadat, kepercayaan, seni
dan kebiasaan lainnya yang dijalani dan diberlakukan oleh masyarakat Maluku. [1]Maluku adalah
sekelompok pulau yang merupakan bagian dari Nusantara. [2] Maluku berbatasan
dengan Timor di sebelah selatan, pulau Sulawesi di sebelah barat, Irian Jaya di sebelah timur
dan Palau di timur laut. [2] Maluku memiliki beragam budaya dan adat istiadat mulai
dari alat musik, bahasa, tarian, hingga seni budaya. [1]
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Budaya Kalwedo
o

1.1 Nilai Adat Kalwedo

2 Budaya Hawear

3 Batu Pamali

4 Upacara Fangnea Kidabela


o

4.1 Makna Upacara Fangnea Kidabela

5 Hibua Lamo

6 Budaya Arumbae

7 Sasahil dan Nekora

8 Referensi

Budaya Kalwedo[sunting | sunting sumber]


Salah satu dari banyaknya budaya Maluku adalah Kalwedo.

[3]

Kalwedo adalah bukti yang

sah atas kepemilikan masyarakat adat di Maluku Barat Daya (MBD). [3] Kepemilikan ini
merupakan kepemilikan bersama atas kehidupan bersama orang bersaudara.

[4]

Kalwedo telah

mengakar dalam kehidupan baik budaya maupun bahasa masyarakat adat di


kepulauan Babar dan MBD. [3] Pewarisan budaya Kalwedo dilakukan dalam bentuk permainan
bahasa, lakon sehari-hari, adat istiadat, dan pewacanaan. [4]

Nilai Adat Kalwedo[sunting | sunting sumber]


Kalwedo merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai sosial keseharian, dan juga nilai-nilai
religius yang sakral yang menjamin keselamatan abadi, kedamaian, dan kebahagiaan hidup
bersama sebagai orang bersaudara.

[4]

Budaya Kalwedo mempersatukan masyarakat di

kepulauan Babar maupun di Maluku Barat Daya dalam sebuah kekerabatan adat, dimana
mempersatukan masyarakat menjadi rumah doa dan istana adat milik bersama. [3] Nilai Kalwedo
diimplementasikan dalam sapaan adat kekeluargaan lintas pulau dannegeri, yaitu: inanara ama
yali (saudara perempuan dan laki-laki). [4] Inanara ama yali menggambarkan keutamaan hidup
dan pusaka kemanusiaan hidup masyarakat MBD, yang meliputi
totalitas hati, jiwa, pikiran dan perilaku.[4]
Nilai-nilai Kalwedo tersebut mengikat tali persaudaraan masyarakat melalui tradisi
hidup Niolilieta/hiolilieta/siolilieta (hidup berdampingan dengan baik). [3] Tradisi hidup masyarakat
MBD dibentuk untuk saling berbagi dan saling membantu dalam hal
potensi alam, sosial, budaya, dan ekonomi yang diwariskan oleh alam kepulauan MBD.

[3]

Budaya Hawear[sunting | sunting sumber]

Sasi (Hawear) di Kepulauan Kei

Hawear (Sasi) adalah budaya yang tumbuh dan berlaku dalam kehidupan
masyarakat Kepulauan Kei secara turun menurun. [5] Cerita rakyat, lagu rakyat, dan berbagai
dokumen tertulis merupakan prasarana untuk melestarikan kekayaan budaya termasuk
Hawear. [4] Sejarah Hawear bermula dari seorang gadis yang diberikan daun kelapa kuning
(janur kuning) oleh ayahnya. [4] Kemudian janur kuning itu disisipkan atau diikat di kain seloi yang
dipakainya. [4] Gadis tersebut melakukan perjalanan panjang untuk menemui seorang raja (Raja
Ahar Danar). [4]Maksud dari janur kuning tersebut sebagai tanda bahwa ia telah dimiliki oleh
seseorang, dimaksudkan agar ia tidak diganggu oleh siapapun selama perjalanan.

[4]

Janur

kuning tersebut diberikan oleh sang ayah, karena sang ayah pernah diganggu oleh orang-orang
tak dikenal dalam perjalanannya. [4] Hal ini adalah proses Hawear yang masih dijalankan sesuai
dengan maknanya hingga saat ini.[5]

Batu Pamali[sunting | sunting sumber]

Contoh: Batu Pamali Negeri Saparua

Batu Pamali adalah simbol material adat masyarakat Maluku.

[6]

Selain Baileo, rumah tua,

dan teung soa, batu Pamali juga termasuk mikrosmos dalam negeri-negeri yang ditempati
masyarakat adat Maluku.[6] Batu Pamali merupakan batu alas atau batu dasar berdirinya sebuah
negeri adat yang selalu diletakkan di samping rumah Baileo, sekaligus sebagai representasi
kehadiran leluhur (Tete Nene Moyang) di dalam kehidupan masyarakat.

[6]

Batu Pamali sebagai

bentuk penyatuan soa-soa dalam negeri adat, dengan demikian batu Pamali adalah milik
bersama setiap soa. [4] Di beberapa negeri adat Maluku, batu Pamali dimiliki secara kolektif,
termasuk negeri adat yang masyarakatnya memeluk agama yang berbeda.

[6]

Seiring dengan

perkembangan agama di masyarakat, terjadi pergeseran praktik ritus dan keberadaan batu
Pamali. [6] Dengan adanya UU No. tahun 1979, adat asli negeri-negeri diganti dengan
penyeragaman sistem pemerintahan desa.

[6]

Upacara Fangnea Kidabela[sunting | sunting sumber]


Kepulauan Tanimbar yang sekarang menjadi Kabupaten Maluku Tenggara Barat, memiliki
kebudayaan yang mengatur persaudaraan dan kehidupan sosial masyarakat dalam bentuk Duan
Lolat dan Kidabela. [7] Duan Lolat mengatur tentang hubungan sosial masyarakat yang luas, yaitu
memperkuat hubungan antardua desa atau lebih, dan hubungan tersebut diwujudkan dalam
bentuk Kidabela. [7] Upacara Fangnea Kidabela memperkokoh hubungan sosial masyarakat
Tanimbar dalam wadah persaudaraan dan persekutuan agar tidak mudah pecah atau retak.

[7]

Makna Upacara Fangnea Kidabela[sunting | sunting sumber]


Upacara Fangnea Kidabela mengandung makna persatuan dan kesatuan hidup
masyarakat Tanimbar baik internal maupun eksternal dalam setiap situasi.

[7]

Upacara Fangnea

Kidabela juga mengandung makna sebagai pemanasan, pengerasan, dan pemantapan


(fangnea) terhadap persahabatan, persaudaraan (itawatan) dan keakraban (kidabela) di antara
sesama sebagai suatu persekutuan wilayah teritorial Kampung Sulung di pulau Enus yang
terletak di Selaru bagian selatan pulau Yamdena. [7] Makna upacara Frangnea Kidabela sama
dengan upacara Panas Pela di Ambon, Lease, dan Maluku Tengah. [7] Upacara ini menciptakan
suasana hidup bermasyarakat yang kokoh dan kuat untuk mencegah fenomena konflik dan
perpecahan terhadap hubungan masyarakat.

[7]

Hibua Lamo[sunting | sunting sumber]


Hibua Lamo adalah rumah besar yang dijadikan simbol masyarakat adat di Halmahera
Utara, sekaligus simbol Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. [8] Di Halmahera
Utara terdapat tiga etnis masyarakat yang memiliki rumah adat masing-masing, misalnya rumah
adat etnis Tobelo disebut Halu. [8] Namun Hibua Lamo yang menjadi pemersatu semua
etnis. [8] Hibua Lamo adalah konstruksi dari nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang
mengidentifikasi dirinya sebagai komunitas Hibua Lamo.

[9]

Hibua Lamo merupakan konsep

bersama yang disebut Nanga Tau Mahirete (rumah kita bersama). [9] Orang
Tobelo, Galela dan Loloda tersegregasi secara geografis, dan terbelenggu dalam tradisi, agama
dan kepercayaan yang berbeda. [9] Perbedaan tersebut dipahami dan dihayati dengan kesucian
hati dan kemurnian pikiran, kemudian diterapkan dalam sebuah ungkapan filosofis Ngone O'Ria
Dodoto yang bermakna satu ibu satu kandung. [8] Konsekuensi dari falsafah Nanga Tau
Mahurete dan Ngone O'Ria Dodoto adalah lahirnya sebuah komunitas asli Halmahera Utara
daratan maupun kepulauan dalam satu kesatuan yang teridentifikasi sebagai komunitas Hibua
Lamo dan kemudian disimbolkan dalam rumah adat Himua Lamo.

[8]

Dalam konteks ini komunitas Tobelo, Galela, dan Loloda mengalami proses penyatuan
dalam satu sosiokultural baru yang dinamis. [8] Sosiokultural ini berlandaskan pada nilainilai O'dora (saling kasih), O'hanyangi (saling sayang), O'baliara (saling
peduli), O'adili (perikeadilan) dan O'diai (kebenaran) dalam bingkai Nanga Tau
Mahurete dan Ngone O'Ria Dodoto. [8]

Budaya Arumbae[sunting | sunting sumber]

Lomba Arumbae Manggurebe

Arumbae adalah bentukan karakter masyarakat Maluku, baik yang tinggal di pesisir
maupun di pegunungan. [9] Arumbae adalah kebudayaan berlayar dalam masyarakat
Maluku. [9] Perjuangan melintasi lautan merupakan bagian dari terbentuknya suatu
masyarakat. [9] Sebagai contoh, masyarakat Tanimbar - dalam mitos Barsaidi meyakini bahwa
leluhur mereka tiba di pulau Yamdena setelah melewati perjuangan yang sulit di
lautan. [9] Perjuangan melintasi lautan merupakan sejarah keluhuran.

[1]

Kedatangan para leluhur

dari pulau Seram, pulau Jawa (seperti Tuban dan Gresik) dan pulau Bali menjadi bagian dari
cerita keluhuran masyarakat di Maluku Tengah, Buru, Ambon, Lease, dan Maluku
Tenggara. [1] Ragam cerita inilah yang membentuk terjadinya persekutuan Pela Gandong antar
negeri. [1] Dalam pataka daerah Maluku, Arumbae menjadi simbol daerah yang di dalamnya
terdapat lima orang sedang mendayung menghadapi tantangan lautan.

[1]

Secara filosofis,

maknanya ialah masyarakat Maluku adalah masyarakat yang dinamis, dan penuh daya juang
dalam menghadapi tantangan untuk menyongsong masa depan yang gemilang.

[1]

Laut adalah medan penuh bahaya dan Arumbae menstrukturkan cara pandang bahwa laut
adalah medan kehidupan yang harus dihadapi. [1] Itulah sebabnya, masyarakat Maluku melihat
laut sebagai jembatan persaudaraan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau
lainnya. [1] Berlayar ke suatu pulau, seperti dalam Pela Gandong bertujuan untuk mengeratkan
jalinan hidup orang bersaudara sebagai pandangan dunia orang
Maluku. [1] Kebiasaan papalele, babalu,maano, dan konsekuensi berlayar ke pulau lain, membuat
laut dan arumbae sebagai simbol perjuangan ekonomi.
Arumabe tampak dalam beragam karya seni.

[1]

ditambah tujuh, sapuluh ampa ya nona dalang parao


berbentuk Arumbae.

[1]

[1]

Misalnya dalam syair kata tujuh ya nona,


[1]

Banyak gapura negeri adat Maluku

Lagu daerah banyak mengumpamakan keharmonisan dengan

simbol perahu atau Arumbae. [1] Di bidang olahraga, Arumbae Manggurebemenjadi


program pariwisata dan olah raga tahunan yang diselenggarakan di Teluk Ambon. [1]

Sasahil dan Nekora[sunting | sunting sumber]


Sasahil dan Nekora merupakan tradisi masyarakat adat di Negeri Siri Sori Islam dan
Negeri Siri Sori Kristen di pulau Saparua. [10] Bagi masyarakat desa Telalora, Nekora memiliki
basis nilai tolong-menolong antarwarga. [10] Nilai tradisi Sasahil dan Nekora terletak pada cara
dan proses pelaksanaan. [10] Nilai tolong-menolong yang terdapat dalam tradisi Sasahil maupun
Nekora memiliki basis solidaritas yang kuat, dan menciptakan relasi saling memberi dan
menerima antarwarga agar suatu pekerjaan berat untuk mendirikan rumah bisa lebih
ringan. [10] Dalam menghadapi dinamika kehidupan yang terus berubah, tradisi Sasahil dan
Nekora selalu dipertahankan dan dipelihara dengan baik.

[10]

Hal ini dimaksudkan sebagai modal

sosial kelangsungan hidup bermasyarakat di masa mendatang.

[10]

Anda mungkin juga menyukai