Provinsi Maluku
A. Menurut letak astronomis, maka wilayah Provinsi Maluku terletak
antara:
2˚ 30 – 90 ˚ Lintang Selatan / Southern Latitude
124˚ – 136˚ Bujur Timur / Eastern Longitude
B. Batas Wilayah Provinsi Maluku
1. Sebelah Utara Berbatasan dengan Laut Seram
2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Lautan Indonesia dan Laut Arafuru
3. Sebelah Timur Berbatasan dengan Pulau Irian
4. Sebelah Barat Berbatasan dengan Pulau Sulawesi
C. Iklim
Iklim dan Klasifikasi
Daerah Maluku mengenal 2 musim yakni : musim barat atau utara dan tenggara
atau timur yang di selingi oleh dua macam pancaroba yang merupakan transisi
kedua musim tersebut.
Musim barat di Maluku berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret,
sedangkan bulan April adalah masa transisi ke musim tenggara. Musim
tenggara berlaku rata-rata 6 bulan berawal dari bulan Mei dan berakhir pada
bulan Oktober. Masa transisi ke musim barat adalah pada bulan November.
Keadaan musim tidak homogen dalam arti setiap musim berlaku di daerah ini
memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada daratan maupun lautannya.
Temperatur rata-rata 26,2 C (di Maluku Tenggara terutama pada musim hujan).
Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi Koppen, iklim di Maluku tergolong type Alpa,
dan hanya sebagian kecil yang tergolong type Ae, seperti daerah-daerah
Obi, Tual dan Dobo.
Berdasarkan klasifikasi Schmid Fergusen, iklim di Maluku tergolong type
A dan B dan hanya sebagian kecil saja tergolong type C seperti Daerah
Tual ( Maluku Tenggara ).
D. Rumah Adat
Fungsi dan Struktur Rumah Adat Nama “Baileo” berasal dari bahasa Maluku
yang berarti Balai. Sesuai namanya, rumah adat ini memang bukan difungsikan
sebagai tempat tinggal masyarakat Maluku. Rumah Baileo secara turun temurun
lebih dikenal sebagai balai adat tempat dilangsungkannya beragam upacara
adat, pertemuan adat, dan kegiatan keagamaan. Sesuai fungsi tersebut, desain
rumah ini kemudian dibuat sedemikian rupa agar dapat menunjang kegiatan-
kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Rumah Baileo memiliki struktur
panggung. Tegaknya bangunan rumah ini ditopang tiang-tiang kayu pendek
yang berjajar ditanam ke dalam tanah. Tiang yang umumnya dibuat dari kayu
kelapa ini hanya menopang lantai rumah. Sementara atap ditopang oleh tiang
sambungan yang ukurannya lebih kecil. Lantai rumah berukuran cukup luas.
Dibuat dari susunan papan yang ditumpangkan pada kerangka atap. Papan-
papan yang menjadi lantai disusun tanpa dipaku. Kendati begitu, saat diinjak,
lantai rumah ini tidak menghasilkan bunyi sama sekali. Hal ini karena meski
tanpa dipaku, papan lantai telah dikuatkan dengan teknik kunci pada kerangka
lantai yang tidak memungkinkannya untuk berdecit. Tiang utama yang
menopang rangka lantai pada rumah ini umumnya akan disambung
menggunakan tiang balok yang berukuran lebih kecil tapi lebih panjang. Tiang
balok ini digunakan untuk menopang kerangka atap rumah Baileo. Tiang-tiang
sambungan ini juga berfungsi sebagai tahanan pagar rumah yang mengelilingi
bagian dalam rumah. Adapun pagar rumahnya sendiri dibuat dari susunan kayu
yang dipasang saling silang dan dikuatkan dengan ikatan ijuk. Kerangka atap
menopang atap yang terbuat dari daun sagu atau daun kelapa. Atap tersebut
disusun sehingga berbentuk seperti prisma dengan selasar di bagian depan dan
belakangnya. Meski dibuat dari bahan alam, atap rumah adat Maluku ini tetap
awet dan tahan lama. Karena memiliki struktur panggung, rumah adat ini
dilengkapi dengan tangga sebagai jalan masuk rumah. Ada 3 buah tangga, yakni
tangga depan, tangga kiri, dan tangga belakang. Khusus pada bagian tangga
depan, kita akan menemukan adanya sebuah batu yang menjadi alas pijakan
tangga. Batu yang bernama Pamali tersebut berbentuk datar dan sering
digunakan untuk meletakan sesaji.
E. Pakaian Adat
JEW
HONAY
2. Pakaian Adat
3. Adat Istiadat
Upacara Adat Suku Asmat
1. Ritual Kematian
Suku Asmat mempunyai pemikiran yang unik tentang kematian. Pasalnya,
mereka menganggap kematian bukanlah hal yang alamiah. Kematian diartikan
sebagai adanya roh jahat yang mengganggu si meninggal itu. jadi, saat kerabat
mereka sakit maka mereka akan membuatkan pagar dari dahan pohon nipah.
Pagar itu dimaksudkan supaya roh jahat yang berkeliaran disekitar mereka tidak
akan dapat mendekati si sakit lagi. Mereka pula hanya akan berkerumun di
sekeliling si sakit tanpa mengobati atau memberinya makan. Tapi, saat si sakit
meninggal, mereka akan berebutan memeluk serta keluar menggulingkan badan
di lumpur.
2. Upacara Mbismbu (Membuat Tiang)
Mbismbu adalah sejenis ukiran patung tonggak nenek moyang atau kerabat
mereka yang telah meninggal. Upacara sakral satu ini mempunyai makna
sebagai pengingat kerabat mereka yang telah mati dan terbunuh. Atas kematian
tersebut, kerabat harus segera membalaskan dendamnya dengan membunuh
pelakunya.
3. Upacara Tsyimbu (Pembuatan Dan Pengukuhan Rumah Lesung)
Upacara pembuatan serta pengukuhan rumah lesung ini dilaksanakan setiap 5
tahun sekali. Perahu nantinya akan dicat warna merah berseling putih diluarnya
serta warna putih didalamnya. Perahu itu juga diukir gambar keluarga yang
telah meninggal atau bisa juga berupa gambar binatang, dan lainnya. Sesudah
dicat, perahu akan dihias dengan sagu. Sebelum memakainya, para keluarga
berkumpul dirumah orang yang paling berpengaruh di kampung itu. Biasanya
adalah kepala suku atau kepala adat mereka. Hal tersebut sebagai wujud
perayaan dengan dipertunjukkan nyanyian-nyanyian yang diiringi tifa.
4. Upacara Yentpokmbu (Ritual Pembuatan Rumah Yew Atau Rumah
Bujang)
Rumah bujang dalam Suku Asmat diberi nama sesuai marga pemiliknya.
Rumah bujang ini dipakai untuk bermacam kegiatan yang religius maupun non
religius. Untuk Rumah ini juga dipakai untuk berkumpul keluarga. Namun
dalam keadaan tertentu, contohnya adanya penyerangan maka anak-anak dan
wanita dilarang masuk. Tarian Dan Alat Musik Suku Asmat. Tarian Tobe
adalah tarian khas Suku Asmat yang disebut juga tarian perang. Jenis tarian
Tobe dulunya memang tarian yang dilakukan saat ada perintah dari kepala adat
untuk berperang. Seiring perkembangannya, tarian ini dipakai untuk
menyambut tamu sebagai bentuk respect mereka pada tamu yang datang. Tarian
Tobe tersebut dipadukan dengan nyanyian-nyanyian yang sifatnya membakar
semangat diiringi alat musik tifa. Penari memakai manik-manik dada, rok dari
akar bahar, dan daun-daun yang diselipkan dalam tubuh mereka. Hal tersebut
melambangkan bahwa masyarakat Suku Asmat sangat dekat dengan alam.
5. Kehamilan
Masyarakat Suku Asmat sangat menjaga kehamilan seorang wanita ditengah-
tengah keluarga mereka. Mereka memperlakukan wanita hamil dengan baik
sampai tercapainya proses persalinan dengan selamat.
6. Kelahiran
Sesudah mencapai proses persalinan, keluarga itu akan mengadakan upacara
selamatan dengan pemotongan tali pusar memakai sembilu. Sembilu yang
dipakai untuk memotong dibuat dari bambu yang dilanjarkan. Untuk
perkembangannya, si bayi akan disusui oleh ibunya selama usia 2-3 tahun.
7. Pernikahan
Pernikahan dilaksanakan saat mencapai usia 17 tahun atau lebih. Tentunya hal
ini sudah mendapatkan kesepakatan dari kedua belah pihak. Selain itu, ada uji
keberanian dari pria untuk membeli wanita memakai piring antik yang nilainya
disesuaikan penafsiran harga perahu Johnson.
8. Kematian
Pengecualian dalam mengurus orang meninggal berlaku untuk kepala adat.
Kepala suku atau kepala adat yang meninggal mayatnya akan dimumikan serta
dipajang di depan joglo Suku Asmat.
3. Provinsi Papua Barat
a. Rumah Adat Kaki Seribu
b. Pakaian Adat