Kelas :
1. Deskripsi
Sebagai salah satu Provinsi termuda dari 33 Provinsi di Indonesia, Maluku
Utara resmi terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999, melalui UU RI Nomor 46 Tahun
1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003. Sebelum resmi menjadi sebuah provinsi,
Maluku Utara merupakan bagian dari Provinsi Maluku, yaitu Kabupaten Maluku
Utara.
Pada awal pendiriannya, Provinsi Maluku Utara beribukota di Ternate yang
berlokasi di kaki Gunung Gamalama, selama 11 tahun. Tepatnya sampai dengan 4
Agustus 2010, setelah 11 tahun masa transisi dan persiapan ifrastruktur, ibukota
Provinsi Maluku Utara dipindahkan ke Kota Sofifi yang terletak di Pulau Halmahera
yang merupakan pulau terbesarnya. Provinsi Maluku Utara terkenal juga dengan
sebutan Moloku Kie Raha atau Kesultanan Empat Gunung di Maluku.
2. Makanan Khas
Nasi Lapola
Nasi lapola adalah bukti makanan khas Maluku, yang menjadi makanan pokok
sebagian masyarakatnya. Bahan dasarnya adalah beras, parutan kelapa muda, dan
kacang tolo. Makanan khas Maluku ini disantap berbarengan dengan lauk, seperti
kohu-kohu (olahan ikan teri atau tongkol basah), dan lalapan mentah.
Bahan-Bahan:
- Kelapa (agak muda, parut memanjang), 1 butir
- Kacang tolo (bersihkan, rendam semalaman), 250 gram
- Air bersih, 600 ml
- Daun pandan (robek-robek), 1 lembar
- Beras (bersihkan dan cuci) 500 gam
- Garam dapur secukupnya
Cara Membuat:
- Rebus kacang tolo samapi menjadi lunak dan cairan bersamanya mengering.
Angkat.
- Rebus air bersama dengan daun pandan hingga mendidih, lalu tambahkan beras
yang sudah dibersihkan sebelumnya.
- Masak dengan api kecil hingga matang dan air menyusut. Angkat.
- Campur jadi satu beras yang telah diolah tadi serta kacang tolo rebus bersama
dengan parutan kelapa dan garam dapur. Aduk merta.
- Kemudian tuangkan ke dalam dandang dan kukus selama ½ jam lamanya sampai
matang sempurna. Angkat lalu tuang dalam wadah.
- Dinginkan nasi dengan cara dikipas dan diaduk perlahan agar nasi terasa pulen.
3. Tarian Daerah
TARI CAKALELE
Ini merupakan tarian Maluku Utara jenis tari perang yang biasanya dilakukan
pria namun juga bisa dilakukan wanita sebagai penari pendukung. Dari beberapa
sumber mengatakan jika tarian ini dulunya dilakukan sebelum dan sesudah prajurit
pulang dari perang. Namun untuk sekarang ini, tari cakalele tidak lagi ditarikan
sebagai tari perang akan tetapi hanya sebagai pertunjukan atau perayaan adat
sekaligus penghormatan terhadap nenek moyang mereka pada kala itu.
Ketika dipertunjukkan, para penari pria akan dilengkapi dengan parang atau
pedang dan juga salawaku atau tameng. Sedangkan untuk penari wanita akan
menggunakan lenso atau sapu tangan ketika menari. Nantinya, tarian akan dipimpin
oleh satu orang yang berperan sebagai kapitan atau seorang pemimpin tarian dan
seseorang yang memakai tombak untuk menjadi lawan dalam pertandingan.
Para penari akan memperlihatkan gerakan khas mengikuti musik pengiring dan
genderang. Sedangkan gerakan penari pria dan wanita sangat berbeda dimana pria
lebih terlihat lincah sambil memainkan parang dan salawaku serta gerakan kaki
berjingkrak, Sedangkan untuk wanita didominasi dengan gerakan tangan yang
diayunkan secara bergantian ke depan dan kaki dihentakan dengan cepat mengikuti
iringan musik.
4. Rumah Adat
RUMAH SASADU
Rumah Sasadu diketahui telah dibuat untuk pertama kali pada tahun 1920.
Kini, rumah adat Maluku ini merupakan tempat tinggal yang biasa digunakan oleh
hampir sebagian besar suku Sahu yang berada di wilayah Gemtala, Halmahera Barat.
Suku Sahu sendiri diketahui merupakan suku bangsa asli tertua yang kini banyak
menetap di daerah tersebut.
Sekilas rumah adat yang digambarkan sebagai kapal perang terbalik ini
memang seperti rumah-rumah pada umumnya. Hanya saja yang membedakan rumah
adat Sasadu dengan rumah biasa adalah dari segi arsitektur, dimana rumah Sasadu
diketahui tidak memiliki pintu atau pun dinding sebagai pelindung.
Rumah tersebut berbentuk panggung dengan pilar yang terbuat dari batang
pohon sagu. Sementara pada bagian atap rumah dibuat dari anyaman daun sagu. Hal
yang cukup menarik dari rumah adat ini adalah material yang digunakan untuk
mendirikan rumah, dimana sebagian besar menggunakan bahan-bahan dari alam.
Beberapa bahan tersebut antara lain seperti pasak kayu, yang digunakan untuk
memperkuat sambungan dan juga tali ijuk untuk pengikat rangka pada bagian atap
rumah. Sementara untuk bagian lantai rumah sendiri terbuat dari tanah atau semen.
Selain dijadikan tempat tinggal, rumah adat ini sering difungsikan sebagai
tempat untuk melakukan berbagai kegiatan pertemuan oleh masyarakat Desa. Salah
satu pertemuan yang biasa dilaksanakan di tempat tersebut adalah ritual makan adat
Orom Sasadu, yaitu kegiatan makan bersama warga dalam rangka syukuran panen.
Kegiatan tersebut biasanya dilakukan dua kali dalam setahun.
Rumah Sasadu biasanya dibangun di sebuah lahan yang berada di tengah-
tengah kampung atau desa, yang tidak jauh dari lokasi jalan. Hal tersebut dilakukan
untuk memudahkan orang-orang yang berada di setiap penjuru Desa bisa menjangkau
lokasi rumah.
5. Wisata
HUTAN MANGROVE GURAPING