Anda di halaman 1dari 8

Nusa Tenggara Timur adalah provinsi Indonesia yang berada di tenggara Indonesia.

Provinsi ini memiliki beberapa pulau, yaitu pulau Flores, pulau Sumba, pulau Timor, pulau Alor,
pulau Lembata, pulau Rote, pulau Sabu, pulau Adonara, pulau Solor, pulau Komodo dan pulau
Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, Timor Barat.

1. Rumah Adat

Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki beragam rumah adat, dtechnoindo hanya
mengambil 2 rumah adat yang unik dan menarik yaitu Mbaru Niang dan Sao Ria Tenda
Bewa Moni Koanara.

A. Mbaru Niang

Mbaru Niang adalah rumah adat yang berada di Wae Rebo, yaitu sebuah
desa yang letaknya berada di pedalaman dan diarungi oleh pegunungan dan
panorama hutan tropis lebat di Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat,
Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur Rumah adat
Mbaru Niang bentuknya seperti cone yang dibalik, yaitu kerucut menjulur ke
bawah dan hampir menyentuh tanah. Strukturnya setinggi 5 lantai dengan tinggi
sekitar 15 meter.

Atap rumah adat Nusa Tenggara Timur ini diisi oleh daun lontar yang
ditutupi ijuk atau ilalang dan kerangka atap terbuat dari bambu sedangkan pilar
rumah menggunakan kayu worok yang besar dan kuat. Hebatnya rumah adat ini
tidak memakai paku tetapi menggunakan tali rotan untuk mengikat konstruksi
bangunan. Meski bangunannya tidak terlalu besar, setiap mbaru niang bisa diisi
oleh enam sampai delapan keluarga.

Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang
berbeda beda. Secara berurutan tersusun dari lutur, lobo, lentar, lempa rae, dan
terakhir hekang kode. Tingkat pertama disebut lutur atau tenda, biasa digunakan
sebagai tempat hunian dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat kedua adalah
lobo atau loteng yang berfungsi untuk menaruh bahan makanan dan barang
sehari-hari. Tingkat ketiga disebut lentar untuk menaruh benih-benih tanaman
pangan yang digunakan untuk bercocok tanam, seperti benih jagung, padi, dan
kacang-kacangan. Tingkat keempat disebut lempa rae yaitu ruangan untuk stok
pangan apabila terjadi gagal panen atau hasil panen kurang berhasil akibat
kekeringan, dan tingkat kelima disebut hekang kode untuk tempat menaruh
sesajian persembahan kepada leluhur.

Mbaru niang di Wae Rebo merupakan rumah adat warisan nenek moyang
ratusan tahun yang lalu yang diturunkan terus menerus kepada keturunannya.
Banyak Mbaru Niang yang mengalami kerusakan karena untuk memperbaikinya
membutuhkan biaya yang banyak. Sampai akhirnya seorang arsitek dari Jakarta,
yaitu Yori Antar, dan kawan – kawannya yang sangat mengagumi rumah adat ini
mengadakan gerakan untuk mengumpulkan dana bagi pelestarian dan perbaikan
kembali rumah adat ini sehingga kini sudah berdiri 7 rumah kerucut mbaru niang
yang nyaman untuk ditinggali dan bagus untuk dijadikan wisata.

B. Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara.

Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara merupakan rumah adat yang berada di
Desa Koanara, Kelimutu, Nusa Tenggara Timur. Seperti Mbaru Niang, Rumah
adat ini juga memiliki karakteristik dan bentuk yang unik dan juga menarik
karena desain atap yang khas yang terbuat dari ilalang dan hampir menyentuh
tanah.

Ada tiga jenis rumah Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara, yaitu rumah
baku, rumah tinggal dan lumbung padi. Rumah baku digunakan untuk menyimpan
dan melestarikan tulang tengkorak milik leluhur dan sudah ada 13 keturunan yang
tulang tengkoraknya dilestarikan di simpan di rumah ini. Kemudian rumah baku
dengan atap yang seluruhnya menyentuh tanah berfungsi sebagai rumah
penyimpanan hasil panen sawah. Sedangkan rumah dengan kepala kerbau yang
disangkutkan di depan pintu rumah merupakan rumah hunian.

Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara yang berfungsi sebagai lumbung padi
berbentuk panggung dan persegi empat. Pada bagian dasar rumah terdapat jejeran
tumpukan batu yang membuat rumah lebih tinggi dari tanah. Dari jauh, rumah ini
seperti tidak memiliki pintu masuk.

2. Pakaian Adat

Nusa Tenggara Timur atau NTT merupakan sebuah provinsi yang dulunya
merupakan bagian dari kepulauan Sunda Kecil. Sesuai dengan namanya, provinsi ini
terdiri atas beberapa pulau, di antaranya Pulau Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata,
Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo, dan Pulau Palue. Keberagaman dari suku yang
tinggal di pulau-pulau tersebut membuat kebudayaan dan tradisi yang sangat heterogen
saling membaur satu sama lain di Nusa Tenggara Timur. Salah satu budaya yang dapat
kita amati misalnya adalah pakaian adatnya.

A. Pakaian Adat Suku Rote

Pakaian adat Suku Rote merupakan simbol pakaian adat NTT di kancah
nasional. Pakaian ini dipilih karena memiliki desain yang sangat unik dan sarat
nilai filosofis. Salah satu keunikannya terletak pada desain Ti’i langga. Ti’i langga
adalah sebuah penutup kepala dengan bentuk seperti topi sombrero khas Meksiko
yang dibuat dari daun lontar kering. Selain untuk pelengkap penampilan, topi adat
suku Rote ini juga dianggap sebagai simbol wibawa dan kepercayaan diri bagi
para pria Rote. Topi Ti’i langga adalah pelengkap utama pakaian adat Rote yang
bernama pakaian Tenun Ikat. Sesuai dengan namanya, pakaian tenun ikat lebih
didominasi oleh kain tenun khas Rote. Untuk para pria Rote, kemeja putih lengan
panjang menjadi atasan dan sarung tenun ikat warna gelap menjadi bawahan.
Selendang dari kain dengan motif yang sama juga diselempangkan di bahu untuk
penutup dada. Sementara untuk para wanita Rote, perpaduan kebaya dan bawahan
berupa tenunan tangan menjadi pilihan utama.

B. Pakaian Adat Suku Sabu

Suku Sabu adalah suku mayoritas yang bermukim di Pulau Rai Hawu atau
Sabu, Kabupaten Kupang. Suku ini juga memiliki pakaian adat NTT khas yang
bernama pakaian adat Sabu. Untuk para pria, perlengkapan yang dikenakan
adalah kemeja putih lengan panjang, bawahan dan selendang yang
diselempangkan ke bahu berupa sarung tenun, ikat kepala berupa mahkota tiga
tiang terbuat dari emas kalung mutisalak, sabuk berkantong, perhiasan leher
(habas), dan sepasang gelang emas. Sementara untuk para wanita, kebaya dan
kain tenun dengan 2 kali lilitan adalah pilihan utamanya. Kain tenun tersebut
berupa sarung dengan ikat pinggang bernama pending.

C. Pakaian Adat Suku Helong

Helong adalah suku mayoritas yang mendiami pulau Timau atau pulau
Semau. Dari asal usulnya, suku ini disebut berasal dari pulau Halong di Maluku.
Suku ini memiliki pakaian adat NTT khas yang bernama pakaian adat Helong.
Untuk pria pakaian adat ini berupa selimut besar yang diikat di pinggang sebagai
bawahan, baju bodo (kemeja), destar sebagai pengikat kepala, dan habas atau
perhiasan leher. Sementara untuk perempuannya, mereka menggunakan kebaya
-kadang berupa kemben saja, sarung yang diikat dengan ikat pinggang emas
(pending), perhiasan kepala bula molik (bulan sabit), giwang (karabu), dan hiasan
leher yang juga berbentuk bulan

D. Pakaian Adat Suku Dawan

Suku Dawan adalah suku yang mendiami wilayah di sekitar Kabupaten


Kupang, Kabupaten Timor, dan sebagian Kabupaten Belu. Suku ini memiliki
pakaian adat NTT yang bernama baju amarasi. Baju amarasi untuk pria berupa
selimut dari kain tenun ikat, baju bodo, kalung habas berbandung gong, ikat
kepala dengan hiasan tiara, muti salak, dan gelang timor. Sementara baju amarasi
untuk wanita berupa sarung tenun sebagai bawahan, selendang penutup dada,
kebaya, kalung muti salak, hiasan kepala berupa tusuk konde dengan 3 buah koin,
sisir emas, dan sepasang gelang kepala ular.
3. Tari tarian Daerah Nusa Tenggara Timur

A. Tari Hopong

Tari Hopong adalah merupakan salah satu ritual adat yang ada di
masyarakat Helong yang bermukim di Pulau Timor dan Pulau Semao Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT). Upacara Hopong adalah merupakan ritual yang
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan dan
Nenek Moyang. Upacara dan tarian Hopong ini dilakukan pada masa panen di
sebuah rumah yang telah ditentukan bersama dengan dihadiri oleh para tetua adat
serta lapisan masyarakat Helong. Tarian Hopong menggambarkan kehidupan
bersama, nilai religius dan gotong royong masyarakat Helong. Tarian Hopong
diiringi dengan musik tradisional yang dimainkan dari gendang, tambur dan gong.

B. Tari Kataga

Tari Kataga adalah tarian khas Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang bernuansa peperangan. Tari Kataga adalah tarian perang dari
Kabupaten Sumba Barat, NTT, yang dilakukan oleh sejumlah penari pria dengan
mengenakan kostum / pakaian tradisional khas NTT dilengkapi dengan senjata
tradisional berupa pedang dan perisai.Tarian Kataga biasanya ditampilkan
diberbagai acara adat, penyambutan tamu maupun pertunjukan budaya yang
diadakan oleh pemerintah NTT maupun masyarakat.

Tari Kataga ini dimainkan oleh 8 orang atau lebih penari pria dengan
kostum adat khas Sumba dan dilengkapi senjata seperti pedang dan perisai. Dalam
pertunjukannya para penari dibagi menjadi dua kelompok yang menggambarkan
dua kubu yang saling berperang. Dengan diiringi oleh iringan musik yang cepat,
para penari menari sambil meneriakan suara yang khas sehingga membuat
suasana pertunjukan semakin meriah.

Gerakan tarian ini biasanya didominasi dengan gerakan mengayunkan


pedang dan gerakan kaki yang meloncat-loncat diikuti dengan gerakan badan
seperti mengindari serangan. Selain itu juga diselingi dengan gerakan menepukan
perisai pada saat formasi berbaris.

Dalam pertunjukan Tari Kataga biasanya hanya diiringi oleh beberapa alat
musik gong yang dimainkan dengan irama cepat. Selain itu suara teriakan para
penari, tepukan perisai dan suara gemrincing dari lonceng kecil yang dipasang
dibadan penari, juga diatur serta diselaraskan dengan musik pengiring sehingga
menghasilkan perpaduan suara yang sangat khas.

C. Tari Dolo

Dolo adalah termasuk dalam kategori tari pergaulan yang berkembang dan
populer di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tari Dolo dikategorikan
sebagai tarian massal yang dapat diikuti oleh massa rakyat dari semua kalangan.
Namun dolo sangat menonjol bagi muda – mudi sebagai arena perjumpaan untuk
membangun persahabatan, termasuk untuk menemukan jodoh dan menjalin cinta
dua sejoli.

Kata dolo yang kita kenal selama ini, bermula dari kata dola, yakni paduan
nada do dan nada la dalam sistem solmisasi sebagai standar bunyi atau nada awal
untuk menyampaikan syair/pantun. Spontan muncul seorang pelaku melantunkan
nada awal ini, dan disambut pelaku – pelaku lainnya dengan nada ini dijadikan
pegangan/standar dalam refrein dan berbalas pantun.

Dolo menampilkan syair/pantun, lagu, dan gerak. Syair sangat beragam


sesuai keberagaman pengalaman hidup. Lagu dan gerak dalam dolo sangat
bersahaja. Lagunya singkat yang dinyanyikan berulang – ulang, interval nadanya
tidak jauh berbeda. Formasi yang tunggal dengan membentuk lingkaran.
Geraknya tidak banyak bervariasi : gerak kaki maju, mundur, ke kiri, ke kanan
dua kali untuk setiapnya melakukan gerak sentak yang cepat dalam irama yang
lambat. Kelingking berkait digerakkan ke belakang, diangkat ke atas dan turun ke
depan, kembali lagi ke belakang secara berulang.
Dolo sebagai kesenian rakyat penciptanya anonim dan dikatakan sebagai
milik masyarakat pendukungnya. Sebagai karya seni, hakekatnya menyenangkan
dan menggembirakan (nikmat) dan berguna (ada nilai dan pesan). Orang senang
bermain dolo (atau sekedar menonton) karena ada keramaian di tengah kesunyian
alam desa, ada kebersamaan dalam kesendirian dan kesepian, ada pentas seni
yang menampilkan keindahan. Orang senang bermain dolo (atau sekedar hadir di
arena pentas) karena ada pesan yang dikemas lewat syair dan ada nilai di balik
seluruh situasi seperti kebersamaan, persaudaraan dan kekeluargaan. Bagi kaum
muda tentu lebih menyenangkan dan bermanfaat. Bisa bersama kekasih melewati
lorong kampung yang sempit di keremangan terang bulan, bisa bertemu jodoh
ketika berbalas pantun yang bukan sekedar basa – basi.

D. Tari Cerana

Tari Cerana merupakan tarian daerah Kupang Nusa Tenggara Timur yang
ditampilkan untuk penyambutan tamu.Tari Cerana ditampilkan oleh penari pria
dan 6 orang penari wanita dengan menggunakan busana atau pakaian adat daerah
NTT serta iringan musik. Gerakan para penari lebih cenderung lembut sebagai
simbol kehormatan. Awal pertunjukan penari wanita menari dengan iringan musik
dan pria bergabung dengan gerakan antara pria dan wanita berbeda. Gerakan
wanita lembut dengan ditangan sirih dan pinang untuk diberikan kepada
penonton, sedangkan penari pria dengan gerakan tangan direntangkan.

Alat musik yang digunakan adalah Sasando dengan tempo lambat dan
cenderung lembut, sehingga akan terjalin hubungan harmoni antara gerakan
dengan iringan sasando. Kostum tari ini dengan pakaian adat. Pada rambut
dengan menggunakan konde dan sarung dari dada sampai kaki. Konde tersebut
cerminan khas kupang serta ikat kepala yang berbentuk sabit. Aksesoris tari ini
seperti kalung, gelang, dan sabuk berbentuk khas. Penari pria dengan pakaian adat
berupa baju lengan panjang kain selampang serta sarung serta menggunakan ikat
kepala serta dilengkapi dengan kalung yang khas.

4. Senjata Tradisional
A. Sundu

Senjata tradisional menyerupai Keris, berbentuk lurus dan pegangannya


menyerupai bentuk sayap burung. Ada pula motif horizontal melingkar pada
sarung Sundu. Senjata yang umumnya dipakai oleh penduduk NTT adalah Sundu
atau Sudu, semacam keris. Penduduk menganggapnya sebagai senjata tikam yang
keramat.

B. Kabeala (Parang Pinggang)

Senjata sejenis parang berasal dari pulau Sumba dengan variasi ukuran
panjang 48, 50,5; 53 dan 58,5 Cm. Parang yang selalu di pinggang pria dewasa
menjadi pemandangan luas di Sumba yang kini merupakan wilayah empat
kabupaten, yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat
Daya. Pemandangan seperti itu dijumpai mulai dari pedesaan hingga kota.
Membawa parang belum tentu berhubungan dengan kebutuhan kerja.

5. Suku :

Suku dan marga yang terdapat di daerah Nusa Tenggara Timur adalah : Timor,
Rote, Flores, Sabu, Dawan, Belu, Sumba, Helong, dan lain lain.

6. Bahasa Daerah :

Sumba Timor, Hawu, Beku.

7. Lagu Daerah :

Potong Bebek, Desaku, Anak Kambing Saya.

Anda mungkin juga menyukai