Anda di halaman 1dari 30

NUSA TENGGARA TIMUR

ALAT MUSIK DAERAH

Alat Musik Tradisional Nusa Tenggara


Timur: Sasando, Alat Musik yang Dipetik
Alat musik tersebut adalah sasando yang merupakan jenis alat musik petik.

Cara memainkan sasando mirip dengan harpa, namun jumlah senarnya


berbeda.

Sasando merupakan alat musik tradisional yang muncul dari Pulau Rote.

Beberapa orang Rote menyebut sasando dengan nama 'sasandu' yang berarti


alat bergetar atau berbunyi dengan tujuh tali senar.

Baca Juga: 4 Fungsi Alat Musik Tradisional, Bukan Hanya Jadi Pengiring
Tarian

Sedangkan dalam bahasa Kupang, sasando diartikan sebagai alat musik


berdawai yang dimainkan dengan cara memetik menggunakan jari tangan.

Bentuk sasando ini tergolong unik dan berbeda dari berbagai alat musik petik
lainnya.

Dari bentuknya yang unik ini, sasando menjadi alat musik yang dipromosikan
sebagai alat musik internasional.

Bentuk Unik

Sasando memiliki bagian utama yang berbentuk tabung dengan panjangan 70


hingga 80 cm.

Lalu pada bagian atas dan bawah tabung, terdapat tempat untuk memasang
dawai atau senar.

Pada bagian itu, senar atau dawai bisa diatur kekencangannya sehingga
menghasilkan suara yang merdu.

Sedangkan bagian tengah tabun terdapat ganjalan atau senda dengan susunan
melingkar dari atas ke bawah.
Ganjalan itu akan memberikan efek nada berbeda pada setiap petikan dawai.
Hal yang unik adalah posisi dari tabung dawai ini.

Baca Juga: 5 Jenis Alat Musik Tradisional Indonesia yang Berupa Alat Musik
Pukul

Tabung ini diletakan dalam sebuah wadah berbentuk seperti cekungan tempat
air yang disebut haik.

Haik ini dibuat dari daun lontar yang dibentuk seperti kipas dan menjadi
cekungan.

Bukan hanya sebagai penghias, haik juga berfungsi sebagai tempat resonansi
sasando.

Untuk memainkan sasando, kedua tangan akan memetik dawai dengan posisi
tertentu untuk menghasilkan suara.

Pada bagian tangan kiri akan memainkan melodi dan bas, sedangkan tangan
kanan bertugas memainkan accord.

Legenda Sasando

Hal lain yang membuat sasando menarik adalah legenda dari munculnya alat
musik ini.

Masyarakat Nusa Tenggara Timur mengenal sasando sebagai alat musik yang
diciptakan untuk menghibur raja.

Legenda itu menyebut bahwa sasando dibuat oleh seorang pemuda yang
bernama Sangguana.

Sangguana adalah pemuda yang terdampar di Pulau Ndana dan dipertemukan


dengan Raja Rote.

Pada pertemuan itu, Sangguana jatuh hati pada anak Raja Rote.

Putri raja tersebut meminta Sangguana membuat sebuah alat musik indah yang
bisa menghibur ayahnya, sebagai syarat menikah.

Iklan untuk Anda: Perhatian! Sebuah kamera dipasang dalam kuburan


dengan mayat!
Advertisement by
Atas permintaan tersebut, Sangguana berusaha keras untuk membuat alat
musik.

Hingga suatu malam, ia bermimpi sebuah alat musik petik yang indah.

Saat terbangun, dibuatlah alat musik seperti yang ada di mimpinya.

Lalu jadilah sasando yang bisa menghibur Raja Rote, dan membuat Sangguana
menikah denga putri raja.

Baca Juga: 5 Jenis Alat Musik Tradisional Jawa Timur dan Cara
Memainkannya

Perkembangan Sasando

Pada penjelasan sebelumnya sasando dikenal sebagai alat musik dengan tujuh
atau 11 dawai.

Namun, seiring perkembangan zaman, sasando ikut berubah dan memiliki


banyak model.

Perubahan sasando ini sebagian besar pada jumlah dawai pada tabung.

Beragam model sasando ini disesuaikan dengan kebutuhan permainan alat


musik ini.

Beberapa model sasando yang muncul adalah sasando engkel, sasando dobel,
dan sasando biola.

Ada juga sasando gong yang sudah lebih dulu terkenal di masyarakat Rote.

Perbedaan dari setiap sasando ini adalah jumlah dawai pada tabung.

Sasando engkel memiliki 28 dawai, sedangkan sasando dobel memiliki dawai


sekitar 56 hingga 84.

Sedangkan sasando biola memiliki suara yang mirip dengan biola saat
dimainkan.

Jenis ini memiliki jumlah dawai sebanyak 30 hingga 36.

Selain itu, ditemukan juga sasando eletrik pada tahun 1960 oleh pemain
sasando asal Kupang, Arnoldus Edon.
Kelebihan sasando ini adalah suara petikan yang lebih besar dan jumlah dawai
ada 30 senar.

Baca Juga: 5 Contoh Alat Musik Tradisional Papua, Jenis, dan Cara
Memainkannya

Bahkan suara musik sasando ini bisa dinikmati dari kejauhan.

Para pemain sasando terus melakukan eksperimen dengan alat musik ini agar
bisa terus dinikmati banyak orang.

Beberapa pemain sasando profesional pun mencoba menggabungkan sasando


dengan musik jazz, pop, rock, dan lain sebagainya.

Nah, itu tadi seluk beluk tentang alat musik tradisional Nusa Tenggara Timur,
yaitu sasando.

Selain bentuk yang unik, sasando juga memiliki banyak model yang berbeda.

(Sumber foto: Creative Commons/Fakhri Anindita)

RomaDecade
 

 PENDIDIKAN
 INSPIRASI
 SURAT
 INDONESIA

Reply

 0

RomaDecade › Indonesia › Pakaian Adat › 7+ Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur :


Nama, Gambar dan Penjelasan
7+ Pakaian Adat Nusa Tenggara
Timur : Nama, Gambar dan
Penjelasan
27/08/2022

Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur – Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi
yang terkenal akan keindahan alamnya, dimana provinsi ini berada pada bagian
tenggara Indonesia.

Bukan hanya keindahan alam saja, melainkan provinsi Nusa Tenggara Timur juga
mempunyai kebudayaan yang unik, salah satunya adalah pakaian adat. Penasaran
bagaimana pakaian adat Nusa Tenggara Timur?  Yuk simak ulasan berikut ini!
Daftar Isi Artikel
 Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur
 Nama Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur
o 1. Pakaian Adat Suku Rote
o 2. Pakaian Adat Suku Dawan
o 3. Pakaian Adat Suku Helong
o 4. Pakaian Adat Suku Sabu
o 5. Pakaian Adat Suku Sumba
o 6. Pakaian Adat Suku Lio
o 7. Pakaian Adat Suku Manggarai
 Penutup Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur

Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur

Gambar Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur


@https://budayanesia.com

Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, bahwa Nusa Tenggara Timur terkenal akan
keindahan alamnya yang sangat mengagumkan. Dimana pada Nusa Tenggara
Timur ini juga mempunyai 7 suku yang berbeda, diantaranya adalah suku Rote,
suku Dawan, suku Helong, suku Sabu, suku Sumba, suku Lio dan juga Suki
Manggarai.
Pada setiap suku tersebut tentunya mempunyai suatu kebudayaan yang
membedakan antara satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pakaian adat.
Pakaian adat Nusa Tenggara Timur ini mempunyai bentuk yang berbeda pada
setiap dulunya, dimana tentunya juga mempunyai ciri khas tersendiri.

Nama Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur


Nusa Tenggara Timur mempunyai banyak suku dengan latar belakang budaya
masing-masing, sehingga budaya yang adat di NTT ini juga mengalami akulturasi
antara budaya yang satu dengan yang lainnya. Seperti yang sudah disebutkan
diatas, bahwa Nusa Tenggara Timur ini mempunyai suku yang berbeda-beda.

Dimana setiap suku juga mempunyai kebudayaan unik tersendiri, salah satunya
adalah pakaian adat. Daripada semakin penasaran tentang pakaian adat Nusa
Tenggara Timur, maka sebaiknya langsung saja yuk simak penjelasan masing-
masing pakaian adat tersebut dibawah ini!

No Macam-Macam Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur

1 Pakaian Adat Suku Rote

2 Pakaian Adat Suku Dawan

3 Pakaian Adat Suku Helong

4 Pakaian Adat Suku Sabu

5 Pakaian Adat Suku Sumba

6 Pakaian Adat Suku Lio

7 Pakaian Adat Suku Manggarai

Baca Juga: Pakaian Adat Nusa Tenggara Barat

1. Pakaian Adat Suku Rote


Gambar Pakaian Adat Suku Rote
@https://public.urbanasia.com

Suku Rote merupakan suku yang pernah bermigrasi dari pulau Seram, Maluku dan
sekarang sudah menjadi penduduk asli dari pulau Rote. Suku ini juga mendiami
beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara Timur ini, seperti pada pulau Timor, pulau
Ndao, pulau Pamana, pulau Nuse, pulau Heliana, pulau Manuk, pulau Landu dan
masih banyak lagi pulau yang lainnya.

Pakaian adat Nusa Tenggara Timur suku Rote ini ternyata dijadikan sebagai ikon
dari pakaian adat daerah untuk wilayah NTT. Hal tersebut dikarenakan memang
pakaian yang ada di suku Rote ini mempunyai model yang unik dengan berbagai ciri
khas dan juga sejarah serta nilai filosofis yang tinggi pada baju adat tersebut.

Keunikan baju ini terletak pada penutup kepalanya atau topi yang disebut dengan
ti’i langga. Dimana topi ini mempunyai bentuk yang unik dikarenakan topi tersebut
mirip dengan topi yang digunakan oleh masyarakat Meksiko yakni topi sombrero.

Topi ti’i langga ini terbuat dari bahan daun lontar yang sudah kering. Dimana daun
tersebut juga menjadi simbol kewibawaan dan juga kepercayaan diri bagi kaum laki-
laki yang berada di suku Rote.
Topi ini juga merupakan salah satu aksesoris utama dalam pakaian adat suku Rote
yang disebut dengan pakaian tenun ikat, dimana pakaian tersebut terbuat dari kain
tenun. Pakaian ini merupakan kombinasi dari kemeja putih dengan lengan panjang
dan juga kombinasi antara sarung tenun ikat yang mempunyai warna gelap, sarung
tersebut nantinya digunakan untuk bagian bawah.

Kemudian untuk penutup dada, para kaum pria akan menggunakan sebuah
selendang kain yang mempunyai motif sama pada bagian bahu. Sedangkan pakaian
yang akan digunakan oleh perempuan suku Rote adalah kebaya dengan bawahan
dipakaikan sarung tenun yang terbuat dari tangan.

2. Pakaian Adat Suku Dawan

Gambar Pakaian Adat Suku Dawan


@https://guratgarut.com/

Suku Dawan merupakan suku yang tinggal di beberapa wilayah yang ada di Nusa
Tenggara Timur, seperti Belu, Kupang, dan juga Timor. Pakaian adat Nusa Tenggara
Timur suku Dawan ini dinamakan dengan baju Amarasi.

Dimana baju Amarasi merupakan baju yang digunakan oleh kaum wanita dan
terdiri dari beberapa komponen, diantaranya adalah kebaya, sarung tenun yang
digunakan sebagai bawahan, selendang yang akan diselempangkan untuk
menutupi dada.
Bukan hanya itu, para kaum perempuan juga akan menggunakan beberapa macam
aksesoris seperti sisir emas, tusuk konde yang berhiaskan tiga join emas dan juga
sepasang gelang dengan bentuk kepala ular.

Sedangkan pada bagian pria, baju amarisi ini terdiri dari kemeja bodo dan juga
sarung tenun yang diikat pada pinggang. Biasanya para kaum pria juga akan
menggunakan berbagai macam aksesoris perhiasan seperti kalung muti salak,
kalung habas, gelang Timor dan juga menggunakan ikat kepala dengan hiasan tiara.

3. Pakaian Adat Suku Helong

Gambar Pakaian Adat Suku Helong


@https://keluyuran.com/

Suku Helong merupakan suku dengan mayoritas penduduk asli dari pulau Timor.
Dimana kebanyakan suku Helong ini berada di wilayah Kupang, tepatnya di Kupang
Tengah dan juga Kupang barat, tapi ada juga suku Helong yang berada di pulau lain,
seperti pulau Semau dan juga pulau Flores.

Pakaian adat Nusa Tenggara Timur suku Helong ini dibagi menjadi dua jenis, yakni
pakaian adat yang dikhususkan untuk wanita dan juga pakaian adat yang
dikhususkan untuk laki-laki.

Untuk wanita, pakaian adat ini terdiri dari berbagai komponen diantaranya adalah
atasan yang berupa kebaya atau kemben dengan bawahan yang berupa sarung
dengan cara penggunaan diikat menggunakan ikat pinggang emas atau pending.
Tentunya juga para wanita dari suku Helong ini akan menggunakan aksesoris
tambahan, yakni berupa bula molik atau hiasan kepala dengan bentuk seperti bulan
sabit. Kemudian ada juga aksesoris berupa kalung yang mempunyai bentuk bulan
serta anting-anting atau giwang yang disebut dengan kerabu jangan lupakan hiasan
leher yang berbentuk bulan.

Sedangkan untuk kaum pria suku Helong akan menggunakan pakaian adat berupa
atasan kemeja bodo dengan bawahan akan menggunakan selimut lebar. Jangan
lupakan berbagai aksesoris untuk pelengkap seperti ikat kepala yakni destar dan
juga perhiasan leher yang dikenal dengan habas.

Baca Juga: Pakaian Adat Gorontalo

4. Pakaian Adat Suku Sabu

Gambar Pakaian Adat Suku Sabu


@https://www.tribunnews.com/

Suku Sabu merupakan suku yang tinggal di pulau Hai Rau tepatnya berada di
daerah kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pakaian adat sabu ini juga
dibedakan menjadi dua jenis, yakni digunakan untuk pria dan juga digunakan untuk
para wanita.

Pakaian adat Nusa Tenggara Timur suku Sabu yang digunakan untuk kaum pria
biasanya terdiri dari atasan berupa kemeja putih dengan lengan panjang.
Sedangkan pada bagian bawahnya biasanya akan menggunakan sarung yang
terbuat dari bahan kain katun.
Bukan hanya itu, terdapat pula aksesoris tambahan berupa selendang yang akan
diselempangkan pada bahu, dengan ikat kepala yang berupa mahkota tiga tiang
yang dibuat dengan menggunakan emas, kalung muti salak, sabuk berkantong,
perhiasan leher atau habas dan juga sepasang gelang emas.

Sedangkan pakaian adat yang digunakannya oleh wanita jauh lebih sederhana
dibandingkan dengan kaum laki-laki. Dimana para wanita hanya akan
menggunakan kebaya dan juga kain tenun dengan dua buah lilitan, kain tenun yang
digunakan adalah kain dengan berbentuk sarung dengan ikat pinggang yang
disebut dengan pending.

5. Pakaian Adat Suku Sumba

Gambar Pakaian Adat Suku Sumba


@https://i0.wp.com/tambahpinter.com

Suku Sumba merupakan suku yang mendiami pulau Sumba. Pakaian adat Nusa
Tenggara Timur suku Sumba ini disebut dengan hinggi, dimana hinggi yang
digunakan tersebut terdiri dari dua lembar, yakni ada hinggi kawuru dan juga hinggi
kombu.

Sedangkan pada bagian kepala akan dilengkapi dengan ikat kepala yang dililitkan
atau diikat dengan membentuk jambul. Posisi jambul ini bisa berada pada bagian
depan atau samping kiri dan juga kanan, posisi ini tergantung simbol yang ada.
Ikat kepala ini dinamakan dengan tiara Patang. Pakaian pria Sumba juga akan
dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris, diantaranya adalah kabiala atau
senjata tradisional dari suku Sumba yang akan disisipkan pada bagian ikat
pinggang.

Pemakaian senjata ini melambangkan akan keperkasaan, selanjutnya pada bagian


pergelangan tangan kiri akan diberikan perhiasan yang disebut dengan muti salak
dan juga kanatar. Pemakaian perhiasan ini juga mempunyai makna, yakni
menyimbolkan akan strata sosial dan juga kemampuan ekonomi.

Sedangkan pakaian yang akan digunakan oleh kaum wanita berupa kain dengan
jenis berbeda-beda, antara lain adalah lau kawar, lau mutikau, lau pahudu, dan juga
lau pahudu kiku. Dimana kain tersebut akan digunakan sampai setinggi dada dan
juga pada bagian bahunya yang ditutup dengan menggunakan taba huku yang
mempunyai warna senada dengan kain yang dipakai.

Pada bagian kepalanya akan digunakan tiara dengan warna polos yang akan
diikatkan serta dilengkapi dengan penggunaan hai kata atau tiduhai. Pada bagian
dahi juga akan diberikan maraga atau perhiasan logam, pada bagian telinga akan
diberikan perhiasan yang disebut dengan mamuli dan pada bagian leher akan
diberikan kalung emas. Sehingga tampilan dari kaum wanita terlihat semakin
menawan.

6. Pakaian Adat Suku Lio


Gambar Pakaian Adat Suku Lio
@https://misi.sabda.org

Suku Lio merupakan suku tertua yang ada di Flores, atau lebih tepatnya suku yang
mendiami kabupaten Ende. Pakaian adat Nusa Tenggara Timur suku Lio ini
bernama ikat patola.

Ikat patola merupakan kain tenun yang digunakan secara khusus untuk kepala suku
dan juga warga kerajaan. Dimana ikat patola ini mempunyai motif yang beragam,
seperti motif dedaunan, motif hewan meliputi biawak hingga motif manusia.

Motif-motif tersebut akan ditenun dengan menggunakan benang yang berwarna


biru atau merah pada dasaran kain yang berwarna gelap. Biasanya kain juga akan
diberikan berbagai hiasan berupa manik-manik atau kulit kerang pada tepi kainnya.

Tetapi yang perlu diingat disini adalah, hiasan manik-manik tersebut hanya
diperuntukkan untuk para wanita bangsawan. Ikat patola ini juga terbilang cukup
sakral karena kain ini juga digunakan sebagai penutup jenazah dari para kepala
suku, bangsawan dan juga raja.

Baca Juga: Pakaian Adat

7. Pakaian Adat Suku Manggarai


Gambar Pakaian Adat Suku Manggarai
@https://theeast.co.id/

Manggarai merupakan suku yang juga mendiami wilayah Nusa Tenggara Timur,
dimana suku ini juga mempunyai pakaian adat dengan nilai-nilai filosofis yang
tinggi. Pakaian adat Nusa Tenggara Timur suku Manggarai ini dinamakan kain
Songke.

Kain songke merupakan kain yang dijadikan sebagai pakaian adat wajib untuk para
wanita suku Manggarai. Adapun cara pemakaian dari kain ini juga terbilang cukup
mirip dengan pemakaian sarung, hanya saja dalam memakai pakaian ini tidak boleh
digunakan secara sembarangan, karena ada beberapa bagian tertentu yang harus
menghadap pada bagian depan.

Kain songke ini didominasi dengan warna hitam, dimana warna tersebut
melambangkan keagungan dan juga kebesaran dari suku Manggarai. Bukan hanya
itu, setiap motif yang ada di pada kain ini juga berbeda-beda, dimana masing-
masing motif juga membuat makna yang berbeda-beda pula

Misalnya pada kain songke dengan motif wela kaleng yang melambangkan akan
ketergantungan manusia dengan alam, ada juga motif ranggong yang
melambangkan kejujuran serta kerja keras dan juga ada motif su’i yang
melambangkan bahwa segala sesuatu tersebut ada batasannya.

Penutup Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur


Demikianlah penjelasan mengenai pakaian adat Nusa Tenggara Timur. Semoga
artikel ini bisa berguna bagi para pembaca sekalian serta bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan.

Berhubungan dengan pakaian adat dari provinsi Nusa Tenggara Timur, semoga juga
artikel ini bisa dipahami dengan baik oleh para pembaca sekalian!

MENU
detikcom
Terpopuler
Kirim Tulisan
Live TV NEW
detikPemilu NEW
Kategori Berita
News
Finance
Teknologi
Entertaiment
Sport
Sepakbola
Otomotif
Travel
Food
Health
Wolipop
DetikX
20Detik
Foto
Edukasi NEW
Daerah
Jateng
Jatim
Jabar
Sulsel
Sumut
Bali
Layanan
Pasang Mata
Ads Smart
Forum
detikEvent
Trans Snow World
Trans Studio Cibubur
Trans Studio Bali
berbuatbaik.id
Detik Network
CNN Indonesia
CNBC Indonesia
Hai Bunda
InsertLive
Beautynesia
Female Daily
CXO Media
Daftar MPC Masuk

Home
Sekolah
Perguruan Tinggi
Beasiswa
Edutainment
Seleksi Masuk PT
Detikpedia
Foto
Video
Infografis
Indeks
Most Popular
Peringkat Universitas
detikEdu
Detikpedia
5 Budaya Khas Daerah NTT, Ada Tradisi Lempar Kerbau!
Nikita Rosa Damayanti Waluyo - detikEdu
Jumat, 03 Jun 2022 10:00 WIB
0 komentar
BAGIKAN  

URL telah disalin

Ritus Pasola, salah satu budaya khas masyarakat NTT. Foto: Ditjen Kebudayaan
Kemendikbudristek

Jakarta - Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah yang kaya akan kecantikan alam
dan keanekaragaman budaya. Selain dikenal dengan Pulau Komodo-nya, Negeri Seribu
Bukit ini juga memiliki budaya yang unik.
Dari upacara adat, makanan, hingga kebahasaan, apa saja budaya khas NTT? Melansir
laman Direktorat SMP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek), Kamis (2/6/2022), berikut lima budaya khas daerah NTT.

Baca juga:
Suku-suku di Pulau Jawa yang Perlu Siswa Tahu, Dari Badui hingga Madura
5 Budaya Khas Nusa Tenggara Timur
1. Se'i, Daging Asap Khas Rote
Untuk mempertahankan kualitas daging sapi, nenek moyang masyarakat NTT menerapkan
teknik pengasapan. Dari teknik inilah lahir makanan khas NTT yaitu se'i.

Se'i adalah salah satu hasil olahan daging sapi dengan cara pengasapan yang merupakan
hasil olahan khas dari salah satu kabupaten di wilayah NTT yaitu Kabupaten Rote Ndao.
Se'i berasal dari bahasa daerah Rote, artinya daging yang disayat dalam ukuran kecil
memanjang, lalu diasapi dengan bara api sampai matang.
Produk daging se'i memiliki keunikan baik aroma, warnanya yang merah, maupun tekstur
yang empuk dan rasanya yang lezat.

2. Aksara Lota
Selain makanan khas, NTT juga memiliki aksara asli bernama aksara Lota. Aksara Lota
banyak digunakan di Kabupaten Ende oleh masyarakat etnis Ende yang beragama Islam.

Menurut laman resmi Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, Direktorat Jenderal Kebudayaan
Republik Indonesia, aksara Lota masuk ke Ende sekitar abad ke-16, semasa Pemerintahan
Raja Goa XIV, I Mangngarangi Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin (1593-1639).

Aksara Lota merupakan turunan langsung dari aksara Bugis. Namun, terdapat delapan
aksara Lota Ende yang tidak ada dalam aksara Bugis, yaitu bha, dha, fa, gha, mba, nda,
ngga dan rha. Sebaliknya ada enam aksara Bugis yang tidak terdapat dalam aksara Lota
Ende, yaitu ca, ngka, mpa, nra, nyca dan nya.

3. Kesenian Tari Bonet


Tari bonet menjadi salah satu tarian yang selalu hadir dalam kegiatan-kegiatan adat istiadat
dan tradisi suku Dawan di NTT. Tarian ini nyaris selalu ada di setiap kegiatan maupun
peristiwa adat masyarakat Dawan, seperti upacara kelahiran, pernikahan, kematian, serta
upacara pembangunan rumah, permohonan hujan, dan lain sebagainya.

Secara etimologis, kata bonet berasal dari rangkaian kata dalam bahasa Dawan yaitu Na
Bonet yang artinya mengepung, mengurung, mengelilingi atau melingkari. Hal ini sesuai
dengan formasi tariannya yang melingkar tari bonet dikenal dengan cirinya yang khas, yaitu
formasi yang melingkar dan juga penggunaan puisi atau pantun berisi kekayaan khasanah
sastra lisan suku Dawan.

4. Upacara Bijalungu Hiu Paana


Bijalungu hiu paana adalah sebuah upacara adat yang diselenggarakan warga Wanokaka,
Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Setiap tahun, upacara dilaksanakan rutin di
akhir Februari.

Namun, tanggal pastinya ditentukan oleh para Rato (pemimpin spiritual Marapu) dengan
melihat tanda-tanda alam serta berdasarkan perhitungan bulan gelap dan bulan terang.

Baca juga:
Kendi dalam Prosesi Kendi Nusantara di Ibu Kota Negara Baru, Maknanya?
Bijal dari Bijalungu hiu paana memiliki makna turun atau pergi, sedangkan Hiu Paana adalah
nama sebuah hutan kecil. Jadi, bijalungu hiu paana berarti pergi ke hutan Hiu Paana.

Diberikan nama ini sebab puncak upacara memang dilaksanakan di hutan itu, tepatnya di
sebuah gua kecil tak jauh dari kampung. Dalam upacara bijalungu hiu paana masyarakat
melakukan tradisi ritual Kabena Kebbo (lempar kerbau) dan ritual Teung (potong kerbau).

5. Ritus Pasola
Pasola adalah upacara ritual masyarakat yang menganut kepercayaan Marapu di Sumba
bagian barat untuk merayakan musim tanam padi. Pasola merupakan bentuk ritual untuk
menghormati Marapu, mohon pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang
melimpah.

Upacara ini biasanya diselenggarakan dalam bulan Februari di daerah Lamboya dan Kodi,
dan pada bulan Maret di daerah Gaura dan Wanukaka. Perayaan puncak mulai 6-8 hari
setelah bulan purnama.
Pada waktu itu, pantai bagian selatan akan menjadi tempat munculnya milyaran cacing
nyale. Pemandangan seperti ini menjadi tanda musim pasola dimulai.

SULAWESI SELATAN
5 Alat Musik Sulawesi Selatan, Dari Jenis
Perkusi hingga Petik
Amirul Nisa - Jumat, 19 November 2021 | 20:00 WIB


 

 

 

(Sumber foto: Creative Commons/Annisa Almunawarah)


Anak perempuan Suku Bugis, Sulawesi Selatan yang menari dengan pakaian adat Toraja.

Bobo.id - Indonesia memiliki beragam alat musik tradisional. Salah satunya


seperti yang berasal dari Sulawesi Selatan.

Sulawesi Selatan adalah bagian dari salah satu pulau besar di Indonesia, yakni
Sulawesi. 
Di Sulawesi Selatan masih terbagi menjadi beberapa suku berbeda, yaitu Suku
Mangkasarak (Makassar), Suku Mandar, Suku Toraja, dan Suku Bugis.

Baca Juga: Alat Musik Tradisional Nusa Tenggara Timur: Sasando, Alat


Musik yang Dipetik

Adanya banyak suku di Sulawesi Selatan membuat wilayah ini memiliki beragam
alat musik tradisional.

Alat musik tradisional merupakan jenis alat musik yang merupakan objek tradisi
dan sudah ada sejak beberapa tahun silam.

Biasanya alat musik ini diajarkan dan diturunkan sehingga akan terus dimainkan
hingga alat musik tradisional menjadi salah satu warisan budaya.

Alat musik tradisional ini juga akan menjadi identitas dari suatu wilayah tertentu.

Di Sulawesi Selatan ada alat musik seperti pui-pui, gandrang bulo, dan lain
sebagainya.

Kali ini akan dijelaskan lima jenis alat musik tradisional yang berasal dari
Sulawesi Selatan.

1. Pui-Pui

Pui-pui sering disebut juga dengan puik-puik merupakan alat musik tiup khas
Sulawesi Selatan.

Alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi berbagai upacara adat dan
acara kesenian daerah di Sulawesi Selatan

Pui-pui ini memiliki bentuk kerucut yang menyerupai klarinet.

Bentuk kerucut dari pui-pui ini dibuat dari lempengan logam dan potongan daun
lontar.

Logam pada alat musik ini berada di bagian pangkal, lalu pada bagian kerucut
terbuat dari kayu.

Di sepanjang kayu tersebut terdapat beberapa lubang untuk menghasilkan nada


yang berbeda-beda.

Baca Juga: 5 Alat Musik Tradisional Aceh, Ada Canang hingga Arbab
Pada alat musik ini terdapat bagian yang disebut dengan kallode, dengan fungsi
untuk membuat nada lebih nyaring.

Pemain yang memainkan alat ini harus berhati-hati agar tidak mengeluarkan
suara yang aneh.

2. Kecaping

Alat musik tradisional lainnya dari Sulawesi Selatan adalah kecaping yang
dimainkan dengan cara dipetik.

Kecaping biasa digunakan untuk mengiringi dongeng-dongeng di masa nenek


moyang, atau untuk iringan tari tradisional.

Menurut cerita yang beredar di masyarakat, kecaping adalah alat musik yang
ditemukan oleh seorang pelaut keturunan Makassar dan Bugis saat berlayar.

Konon pelaut tersebut pernah mendengar alat musik dari getaran tali dan
merasa terhibur.

Dari itu, sang pelaut mencoba membuat alat musik serupa dan dibawalah alat
musik buatannya ke Sulawesi Selatan.

Alat musik ini memiliki bentuk melengkung seperti perahu yang diberi senar dari
kawat.

Dimainkan dengan cara dipetik, alat musik ini akan menghasilkan suara yang
merdu.

3. Talindo

Alat musik satu ini terkenal di Suku Bugis dan memiliki bentuk yang unik.

Iklan untuk Anda: Perhatian! Sebuah kamera dipasang dalam kuburan


dengan mayat!
Advertisement by

Talindo terbuat dari bahan kayu dengan satu dawai.

Pada bagian bawah sebagai penyangga terbuat dari tempurung kelapa.

Di Makassar alat ini memiliki nama lain yaitu popondi.

Awalnya alat ini dubuat hanya untuk menghibur para petani di sawah saat
sedang panen.
Namun seiring perkembangannya, anak muda dari Suku Bugis sering
memainkannya untuk mengisi waktu luang.

Baca Juga: 5 Contoh Alat Musik Tradisional Maluku, Ada Tifa Hingga
Idiokordo

4. Gandrang Bulo

Bukan hanya alat musik bersenar saja, ada juga alat musik yang dimainkan
dengan cara dipukul.

Alat musik itu adalah gandrang bulo yang berasal dari Makassar.

Nama gendrang bulo merupakan bahasa Makassar, yaitu gendrang yang berarti
pukul dan bulo berarti bambu.

Alat musik ini memiliki bentuk tabung besar yang terbuat dari bahan kayu.

Uniknya, alat ini memiliki ukuran yang akan disesuaikan dengan pemainnya.

Gendrang bulo ini memiliki bentuk yang mirip dengan gendang di Jawa.

Namun, pada grrdang bulo ada ukiran khas Sulawesi Selatan pada bagian
tabung.

Alat musik yang ditabuh ini sering dimainkan pada saat upcara adat penyucian
dan pemberkatan benda-benda pusaka.

Selain itu, alat ini juga dimainkan dalam berbagai upacara adat serta kesenian
masyarakat adat.

Baca Juga: 7 Alat Musik Tradisional Kalimantan, dari Babun sampai Sluding

5. Gesok-Gesok

Gesok-gesok ini merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara digesek
atau kordofon.

Alat musik ini mirip dengan rebab, tapi memiliki dua dawai.

Memiliki bentk seperti jantung atau daun keladi, alat musik ini dibuat dari bahan
kayu.

Alat gesek untuk gesok-gesok juga terbuat dari kayu dan senar, dengan bentuk
seperti busur panah.
Penggunaan alat musik ini biasanya untuk mengiringi pembacaan syair-syair
tentang sejarah masa lalu atau petuah.

Dulu alat musik ini hanya dimainkan untuk kalangan terbatas yaitu keluarga.
Tapi kini alat musik ini menjadi alat musik umum yang bisa dimainkan untuk
musik rakyat.

Nah, itu tadi lima alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang unik.

PAKAIAN ADAT SULAWESI SELATAN


Pakaian adat Sulawesi Selatan memiliki corak dan motif yang unik, seperti baju bodo dari
Bugis, seppa tallung dari Toraja, hingga labbu dari Luwu. Foto: (dok. Disbudpar Sulsel)

Makassar - Pakaian adat Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki ciri khas dan karakteristik yang
berbeda-beda. Corak dan motifnya menunjukkan identitas budaya dari kelompok
masyarakat berdasarkan suku yang ada di Sulsel.
Setidaknya ada 3 suku besar yang ada di Sulawesi Selatan, mulai dari Makassar, Bugis,
hingga Toraja. Sampai saat ini mereka masih melestarikan pakaian peninggalan leluhurnya.
Berbagai macam baju adat Sulawesi Selatan itu pun punya sejarahnya masing-masing.

Masyarakat Sulsel biasanya mengenakan baju adat Sulawesi Selatan dalam acara-acara
tertentu. Terkhusus dalam acara resmi seperti upacara budaya hingga acara pernikahan.

Berikut jenis-jenis pakaian adat Sulawesi Selatan yang masih sering digunakan masyarakat:

1. Baju Adat Sulawesi Selatan Baju Bodo


Baju Bodo pakaian adat Sulawesi Selatan. Foto: (Agung Pramono/detikSulsel)
Baju Bodo sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan Baju Bodo menjadi salah satu baju adat
tertua di Indonesia. Baju ini merupakan pakaian adat Sulawesi Selatan asli dari masyarakat
suku Bugis.

Dalam perjalanannya Baju Bodo mengalami beberapa penyesuaian. Pada awal muncul baju
ini menggunakan kain transparan. Namun bertransformasi menggunakan jenis kain yang
lebih tebal setelah masuknya agama Islam.

Pakaian adat Sulawesi Selatan Baju Bodo diperuntukkan bagi kaum wanita dengan desain
yang unik. Bentuknya seperti segi empat dan berlengan pendek. Warnanya juga beragam
dengan maksud menjadi simbol usia dan status bagi pemakainya.

Warna jingga melambangkan pemakai Baju Bodo ialah anak perempuan berusia sekitar 10
tahun. Sedangkan warna merah melambangkan pemakainya berusia sekitar 17 tahun.

Selanjutnya warna putih melambangkan pemakainya berasal dari kalangan dukun dan
pembantu, warna ungu melambangkan pemakainya adalah seorang janda, dan warna hijau
melambangkan pemakainya berasal dari kalangan bangsawan.

Penggunaan baju adat ini biasanya dipasangkan dengan sarung motif kotak-kotak untuk
bagian bawahnya. Sarung dipakai dengan cara digulung menggunakan tangan sebelah kiri.

2. Baju Adat Sulawesi Selatan Seppa Tallung


Baju Seppa Tallung Pakaian adat Sulawesi Selatan. Foto: (dok. Disbudpar Sulsel)
Seppa Tallung adalah pakaian adat Sulawesi Selatan yang berasal dari suku Toraja. Ciri
khas busana ini mempunyai ukuran yang panjang hingga menyentuh pada bagian lutut dan
diperuntukkan khusus untuk pria.

Banyak keunikan yang ada pada baju adat ini, terutama dari warna dan aksesoris khas suku
Toraja. Biasanya dipakai bersama dengan aksesoris seperti kandure, gayang, dan lipa'.

Baca juga:
11 Makanan Khas Sulawesi Selatan Paling Dicari, Wajib Coba Nih!
Kandure adalah dekorasi manik-manik yang dipasang di dada, ikat kepala, dan ikat
pinggang. Kemudian Gayang yaitu senjata berupa parang yang dipakai sebagai aksesoris
yang diselipkan di bawah sarung. Selanjutnya Lipa' yaitu sarung sutra dengan motif
beragam.

Pakaian adat Sulawesi Selatan ini pun sudah mulai dimodifikasi dan sempat menjadi
perhatian dunia karena dikenakan di ajang internasional Manhunt International 2011. Ada
tambahan sayap dan tanduk.

3. Baju Pokko
Baju Pokko pakaian adat Sulawesi Selatan. Foto: (dok. Disbudpar Sulsel)
Pakaian adat Sulawesi Selatan Baju Pokko juga berasal dari suku Toraja. Namun pakaian
adat Sulawesi Selatan yang satu ini diperuntukkan khusus untuk wanita. Ciri khas pada Baju
Pokko salah satunya ada pada warna yang mencolok seperti kuning, merah, dan putih.

Penggunaan Baju Pokko juga biasanya ditambahkan sejumlah aksesoris khas Toraja seperti
perhiasan atau manik-manik yang diletakkan pada bagian dada. Selain itu juga ada
tambahan gelang dan ikat kepala yang disebut Kandure.

Baju adat ini umumnya digunakan saat menghadiri acara-acara resmi seperti pernikahan,
pesta kematian, atau pertunjukan seni. Untuk acara tidak resmi biasanya perempuan Toraja
menggunakannya tanpa Kandure.

4. Baju Labbu
Baju Labbu pakaian adat Sulawesi Selatan. Foto: (dok. Diskominfo Luwu)
Pakaian adat Sulawesi Selatan yang satu ini dinamai Baju Labbu. Dahulu baju ini hanya
digunakan oleh wanita kaum bangsawan yang berada di Kerajaan Luwu. Namun kini sudah
bisa digunakan kaum wanita dari kalangan manapun.

Keunikan dari Baju adat Sulawesi Selatan Labbu adalah bentuk desainnya. Lengan baju
dibuat panjang dan sedikit ketat. Baju ini biasanya dipasangkan dengan Lipa' Sabbe dan
berbagai macam aksesoris khas Bugis Luwu.

Seiring perkembangan zaman Baju Labbu sudah sering digunakan pada acara-acara adat
maupun formal. Tak jarang juga mulai mengkreasikannya dengan sentuhan modern.

Baca juga:
7 Lagu Daerah Sulawesi Selatan Populer Beserta Maknanya
5. Baju Adat Sulawesi Selatan Baju Tutu
Baju Tutu pakaian adat Sulawesi Selatan. Foto: (Agung Pramono/detikSulsel)
Baju Tutu juga merupakan salah satu pakaian adat Sulawesi Selatan khas suku Bugis.
Busana ini terdiri dari jas yang disebut jas tutu yang disandingkan dengan celana dan kain
sarung atau lipa gurusuk.

Sedangkan untuk hiasan kepala, para kaum pria biasanya menggunakan songkok recca
khas Bugis. Songkok ini terdapat motif pada bagian pinggir dengan warna emas.

Baju tutu ini mempunyai lengan yang panjang dengan kerah yang dihiasi kancing dari emas
atau perak. Sedangkan sarung atau kain lipa digunakan dengan warna mencolok seperti
merah dan hijau.

Dulunya pakaian adat Sulawesi Selatan Tutu hanya sering dikenakan dalam acara-acara
pernikahan. Namun seiring perkembangan zaman Baju Tutu sudah lebih bebas digunakan,
seperti pada upacara adat atau penyambutan tamu.

4 Upacara Adat Sulawesi Selatan: Makna


dan Cara Pelaksanaan

Widi/Wikimedia Commons
Salah satu upacara adat Sulawesi Selatan yang dilangsungkan di Toraja.

Bobo.id - Sama seperti wilayah lain di Indonesia, ada berbagai upacara


adat Sulawesi Selatan.

Nah, berbagai upacara adat ini memiliki makna yang berbeda dan cara
pelaksanaan yang berbeda.
Apakah teman-teman sudah pernah melihat atau mengikuti upacara adat
Sulawesi Selatan?

Ketahui empat upacara adat di Sulawesi Selatan yang memiliki berbagai makna
dan cara pelaksanaan yang berbeda berikut ini, yuk!

Baca Juga: Ketahui Mitos Tari Kipas Pakarena, Tarian Resmi Kerajaan Gowa

1. Rambu Tuka' (Toraja)

Raumbu tuka adalah salah satu upacara adat Sulawesi Selatan yang digelar oleh
masyarakat Suku Toraja.

Upacara adat ini bermakna sebagai ungkapan rasa syukur atau suka cita.

Biasanya, upacara ini akan diadakan untuk syukuran rumah, hasil panen yang
melimpah dan baik, maupun ungkapan kegembiraan lainnya.

Uniknya, upacara ini diyakini sudah berlangsung bersamaan dengan kedatangan


manusia di Bumi, lo.

Saat perayaan upacara ini, ada berbagai persembahan yang diberikan oleh
masyarakat kepada para dewa dan leluhur.

Berbagai persembahan yang dipersembahkan kepada para leluhur bermakna


sebagai permohonan agar mendapatkan berkat dan berbagai kebutuhan hidup
di dunia.

2. Ma'nen'e (Toraja)

Selain rambu tuka', upacara adat Sulawesi Selatan yang juga diadakan oleh
masyarakat Suku Toraja adalah Ma'nen'e.

Upacara Ma'nen'e ini dilakukan sebagai tanda untuk menghargai para leluhur
yang sudah meninggal.

Upacara adat ini dilakukan dengan cara orang akan melakukan ziarah atau
mengunjungi makam leluhur dan mengganti pakaian serta sarung yang
digunakan oleh jenazah leluhur yang sudah meninggal.

Setelah pakaian dan sarungnya diganti, jenazah leluhur ini akan dijemur selama
beberapa saat, kemudian dimasukkan lagi ke dalam peti.
Makna dari upacara adat Sulawesi Selatan Ma'nen'e ini sendiri adalah untuk
menghargai dan mengingat kembali para leluhur yang sudah meninggal.

Iklan untuk Anda: Perhatian! Sebuah kamera dipasang dalam kuburan


dengan mayat!
Advertisement by

Baca Juga: Bukan Ketupat Sayur atau Opor Ayam, 5 Daerah Ini Punya
Makanan Khas Lebaran yang Unik

3. Accera Kalompoang (Gowa)

Gowa juga memiliki upacara adat, yaitu Accera Kalompoang, yang diadakan
setiap hari raya Iduladha.

Tujuan dari upacara ini adalah sebagai persembahan untuk Kerajaan Gowa dan
diadakan selama dua hari berturut-turut.

Dalam upacara adat Sulawesi Selatan ini, ditandai dengan kerbau yang
disembelih, juga pemanggilan leluhur.

Pada hari kedua, upacara dilakukan dengan mengambil air dari sebuah sumur
yang ada di Katangka, Gowa dan air ini kemudian diarak oleh masyarakat sekitar
yang memakai pakaian adat.

4. Rambu Solo (Toraja)

Kalau Ma'nen'e adalah upacara untuk mengenang para leluhur, maka upacara
adat Sulawesi Selatan bernama Rambu Solo yang berasal dari Toraja ini adalah
upacara pemakaman yang dilakukan secara adat.

Pada upacara ini, maka keluarga orang yang meninggal akan melakukan
penghorman terakhir kepada orang yang sudah meninggal.

Dalam bahasa Toraja, kata rambu solo berarti asap yang mengarah ke bawah.

Baca Juga: Tradisi Unik Lebaran di Indonesia, Mulai dari Mudik Hingga


Pembagian THR

Uniknya, upacara Rambu Solo ini diadakan saat matahari terbenam, karena
rambu solo terdiri dari tiga kata, yaitu aluk  atau keyakinan, dan rambu  yang
berarti asap atau sinar, dan turun.
Saat menggelar upacara Rambu Solo, orang yang datang ke upacara itu akan
memberikan kerbau atau babi kepada keluarga yang berduka, sebagai tanda
ikatan darah.

Itulah empat upacara adat Sulawesi Selatan yang sampai saat ini masih
diadakan sebagai tanda kekayaan tradisi Indonesia.

Sumber foto: Widi/Wikimedia Commons

Anda mungkin juga menyukai