Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Busana Daerah merupakan salah satu mata kuliah wajib mahasiswa S1
Tata Busana Universitas Negeri Padang. Pada mata kuliah Busana Daerah
dipelajari pengetahuan busana daerah Indonesia, meliputi fungsi dan makna
bagian-bagian, teknik pemakaian, pemeliharaan, dan tata rias, serta
keterampilan membuat seperangkat busana daerah yang asli dan modifikasi,
sekaligus memasarkannya.Mempelajari Busana Daerah merupakan langkah
awal bagi seorang mahasiswa Tata Busana untuk dapat membuat berbagai
jenis pakaian yang terinspirasi dengan ciri khas busana daerah Indonesia yang
memiliki nilai jual tinggi dan dapat menambah pemasukan mahasiswa serta
menumbuhkan jiwa kewirausahaan. Untuk itu mahasiwa harus mempelajari
busana daerah Indonesia.
B. musan Masalah
Adapun rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana busana daerah NTT?
2. Bagaimana busana daerah NTB?
3. Bagaimana ciri khas busana daerah NTT dan NTB?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini ialah:
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami busana daerah NTT
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami busana daerah NTB
3. Mahasiswa Mengetahui dan memahami ciri khas busana daerah NTT
dan NTB
BAB II
PEMBAHASAN
A. PAKAIAN ADAT NUSA TENGGARA TIMUR
Nusa Tenggara Timur beribu kotanya Kupang, terdiri dari pulau-pulau
yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar belakang yang
berbeda-beda.
Penduduk di NTT merupakan masyarakat yang heterogen, selain terlihat
dari perbedaan ciri-ciri fisik juga menunjukan bermacam suku-bangsa dengan
latar belakang sejarah, bahasa dan tata kehidupan adat yang berbeda pula. Di
Pulau Timor misalnya didiami oleh suku bangsa : Atoni atau Dawan, Tetun
(Belu), Buna, dan Kemak. Suku bangsa Kisar di Pulau Kisar, suku bangsa
Alor di Pulau Alor dan suku bangsa solor di Pulau Sokor. Selain itu terdapat
suku bangsa Helong di Pulau Semau, suku Sabu di pulau Sabu, suku Sumba di
Pulau Sumba, suku Rote di Pulau Rote, serta suku bangsa Manggarai, Ngada,
Ende, Lio, Sikka, dan larantuka di pulau flores.
Secara umum pakaian adat Nusa Tenggara Timur menonjol pada
perangkat kain-kain tenunnya yang khas. Selain itu, kekhasan pakaian adat
Nusa Tenggara Timur terlihat pula pada perhaisan perlengkapan pakaian dari
logam, bulu unggas, dan kain-kain batik yang ditampilkan dengan cara-cara
yang unik. Dari keanekaragaman pakaian adat yang memiliki perbedaan latar
belakang, dipaparkan tiga gaya yang dianggap dapat mewakili citra daerah ini,
yaitu pakaian adat suku bangsa Sikka dari Flores, suku bangsa Sumba dari
Sumba Timur, dan suku bangsa Amarasi dari Kabupaten Kupang , Timor.
1. Pakaian Harian di Kupang
Sehari-hari masyarakat Kupang dari berbagai suku mengenakan
pakaian hampir seperti busana upacara adat namun tidak menggunakan
aksesori dan perhiasan.
Pria mengenakan selimut dan kemeja putih dilengkapi dengan ikat
pinggang besar dan dipergagah dengan pengikat bernama destar.
Sedangkan wanita memakai sarung dengan teknik dua kali lipatan
dandililit pada pinggang agar sarung tidak melorot jatuh ke bawah.
Untuk bagian atas dikenakan kebaya saja yang disulam menyerupai
kutang atau bra.
2. Pakaian Adat Suku Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur
Masyarakat Sikka atau suku bangsa Sikka, mendiami daerah Kab.
Sikka di Pulau Flores dengan kota terbesar Maumere. Kebudayaan
masyarakat Sikka banyak dipengaruhi oleh budaya asing, seperti
Bugis, Cina, Portugis, Belanda, Arab, dan India. Pengaruh Portugis
dan Belanda tampak pada tata busana barat yang dewasa ini sudah
menjadi pakaian sehari-hari. Pengaruh India muncul pada hasil
tenunan, yaitu pada pembagian bidang-bidang dan corak yang diilhami
oleh kain patola. Meskipun demikian, masyarakat Sikka tetap dapat
mempertahankan ungkapan budaya tradisionalnya lewat pakaian serta
tata riasnya.

Sumber : Selayang Pandang Nusa Tenggara Timur : Gandes Cukat


Permaty, S. Pd

Pakaian tradisional pria secara umum terdiri atas penutup badan


dan penutup kepala. Penutup badan terdiri atas labu bertangan panjang,
biasanya berwarna putih mirip kemeja gaya barat. Selembar lensu
sembar diselendangkan pada dada, bercorak flora atau fauna dalam
teknik ikat lungsi. Pada bagian pinggang dikenakan utan atau utan
werung, yaitu sejenis sarung berwarna gelap, bergaris biru melintang.
Tata warna kain Sikka umumnya tampil dalam nada-nadan gelap
seperti hitam atau biru tua dengan ragi yang lebih cerah berwarna
putih, kuning atau merah. Istilah untuk sarung selain utan adalah lipa.

Destar adalah tutup kepala pria yang terbuat dari kain batik soga
dan dikenakan dengan pola ikatan tertentu sehingga ujung-ujungnya
turun menempel pada kedua sisi wajah dekat telinga.

Pakaian Adat wanita terdiri atas penutup badan berupa labuliman


berun, berbentuk mirip kemeja berlengan panjang. Labu ini biasanya
terbuat dari sutra dan kain yang bagus mutunya. Model labu ini
terbuka sedikit pada pangkal leher guna memudahkan pemakaian. Di
atas labu dikenakan dong, sejenis selendang yang diselempangkan
melintang dada.

Selain itu, kaum wanita juga memakai sarung wanita, utan lewak,
dihias dengan ragam flora dan fauna dalam lajur-lajur garis. Utan
lewak adalah kain tiga lembar, berwarna dasar gelap dengan paduan
antara warna merah, cokelat, putih, biru, dan kuning secara melintang.
Warna-warna tersebut melambangkan berbagai suasana hati atau
kekuatan-kekuatan magis. Misalnya hitam untuk melayat, merah,
cokelat melambangkan keagungan dan status sosial yang tinggi. Cara
mengenakan utan adalah dengan menyampirkan sebagian pinggir kain
di atas bahu dengan melintangkan tangan kanan di bawah dada seperti
hendak menjepit kain.

Hiasan kepala tersemat pada sanggul atau konde dalam bentuk


tusuk konde. Tusuk konde biasanya terbuat dari ukiran keemasan.
Pada pergelangan tengan dipakai kalar yang terbuat dari gading dan
perak. Penggunaannya disesuaikan dengan suasana peristiwa seperti
upacara-upacara atau pesta-pesta adat. Jumla kalar gading dan perak
biasanya genap, yaitu dua atau empat gading dengan dua perak pada
setiap tangan. perhiasan lainnya adalah kila yang tergantung pada
telinga.
3. Pakaian Adat Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur
Suku bangsa Sumba mendiami Pulau Sumba dan terbagi atas dua
Kabupaten, yaitu Sumba Barat dan Sumba Timur. Kepercayaan khas
daerah Marapu, setengah leluhur, setengah dewa, masih sangat
diyakini masyarakat Sumba asli. Marapu menjadi falsafah dasar bagi
berbagai ungkapan budaya Sumba mulai dari upacara adat, rumah-
rumah ibadah (umaratu), rumah-rumah adat dan tata cara rancang
bangunnya. ragam hias ukir-ukiran dan tekstil sampai dengan
pembuatan perangkat pakaian seperti kain-kain hinggi dan lau serta
perlengkapan perhiasan dan senjata.

Sumber : Selayang Pandang Nusa Tenggara Timur : Gandes Cukat


Permaty, S. Pd

Di Sumba Timur strata antara kaum bangsawan (maramba),


pemuka agama (kabisu), dan rakyat jelata (ata) masih berlaku,
meskipun tidak setajam dulu. Perbedaan strata sosial ini juga tidak
tampak secara nyata pada tata rias dan pakaian adatnya. Perangkat
pakaian adat Sumba terletak pada penutup badan berupa lembar-
lembar besar kain hinggi untuk pria dan lau untuk wanita. Dari kain-
kain hinggi dan lau tersebut mengungkapkan berbagai lambang dalam
konteks sosial, ekonomi serta religi suku Sumba. Kain hinggi dan lau
tersebut terbuat dalam teknik tenun ikat dan pahikung serta aplikasi
muti dan hada.

Pakaian adat masyarakat Sumba lebih cenderung ditekankan pada


ringkat kepentingan serta suasana lingkungan suatu kejadian daripada
hierarki status sosialnya. Pakaian kaum pria sumba terdiri atas bagian-
bagian penutup kepala, penutup badan dan sejumlah penunjang lainnya
berupa perhiasan dan senjata tajam. Sebagai penutup badan digunakan
dua lembar hinggi, yaitu hinggi kombu dan hinggi kowaru. Hinggi
kombu dipakai pada pinggul dan diperkuat letaknya dengan sebuah
ikat pinggang kulit yang lebar. Hinggi kowaru atau terkadang juga
disebut hinggi raukadama digunakan sebagai pelengkap. Di kepala
dililitkan tiara patang, sejenis tutup kepala dengan lilitan dan ikatan
tertentu yang menampilkan jambul.

Jambul ini dapat diletakkan di depan, samping kiri, atau samping


kanan sesuai dengan maksud lambangnya. Jambul di depan
melambangkan kebijaksanaan dan kemandirian. Hinggi dan tiara
terbuat dari tenunan dalam teknik ikat dan pahikung. khusus yang
terbuat dengan teknik pahikung disebuttiara pahudu. Hiasan-hiasan
yang terdapat pada hinggi dan tiara terutama berkaitan dengan alam
lingkungan makhluk hidup. Warna hinggi juga mencerminkan nilai
estetis dan status sosial. Hinggi terbaik adalah hinggi kombu kemudian
hinggi kowaru, hinggi raukadana, dan terakhir adalah hinggi panda
paingu.

Pakaian pria Sumba dilengkapi dengan sebilah kabiala yang


disisipkan pada kiri ikat pinggang. Pada pergelangan tangan kiri
dipakai kanatar dan mutisalak. kabiala adalah lambang kejantanan,
sedangkan mutisalak menyatakan kemampuan ekonomi serta tingkat
sosial. Secara menyeluruh hiasan dan penunjang pakaian ini
merupakan simbol kearifan.

Ada beberapa kain yang digunakan sebagai pakaian pesta dan


upacara wanita Sumba Timur, seperti Lau kowaru, Lau pahudu, Lau
mutikau, dan Lau pahudu kiku. Kain-kain tersebut dipakai sebagai
sarung setinggi dada (lau pahudu kiku) dengan bagian bahu tertutup
toba huku yang sewarna dengan sarung.
Untuk bagian kepala wanita Sumba Timur memakai tiara berwarna
polos yang dilengkapi dengan hiduhai dan hai kara. Pada dahi
disematkan perhiasan logam (emas atau sepuhan) yaitu maraga.
Kemudian di telinga tergantung mamuli perhiasan berupa kalung-
kalung keemasan. Di bagian leher juga dikenakan kalung-kalung
keemasan yang menjurai ke bagian dada.

4. Pakaian Adat Amarasi, Timor, Nusa Tenggara Timur


Secara administratif Amarasi termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Kupang. Meskipun pengaruh-pengaruh asing masuk ke
dalam wilayah ini, tetapi masyarakat Amarasi masih memegang tradisi
untuk mengungkapkan budaya asli mereka. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya bentuk-bentuk kepercayaan lokal yang mewarnai kehidupan
sehari-hari, seperti ritus-ritus penghormatan Usi Neno, yang dianggap
sebagai wujud tertinggi penguasa jagad raya, pencipta makhluk hidup
sumber segala yang ada. Dalam hal berpakaian, tradisi kebudayaan asli
juga masih mempengaruhi tata cara berpakaian, terutama dalam
pakaian pesta adat atau upacara-upacara penting. Secara umum
pakaian adat upacara Amarasi didominasi oleh kain-kain tenunan
dalam teknik futus dan sotis yang dipadu dalam warna-warna putih,
cokelat, biru, merah bata. Kain-kain tersebut kemudian dipadu dengan
berbagai aksesoris di kepala, telinga, tangan dan pinggang.

Sumber : Selayang Pandang Nusa Tenggara Timur : Gandes Cukat


Permaty, S. Pd
Pada dasarnya pakaian adat pria Amarasi sama dengan daerah lain
di Nusa Tenggara Timur, yaitu kain penutup badan yang terdiri atas
beti atau taimuti dan po'uk. Akan tetapi, pakaian pria Amarasi
mempunyai cork yang khas, yaitu adanya dominasi warna-warna
cokelat dengan bidang tengah berwarna putih di bagian bet. Kemudian,
po'uk bercorak garis-garis memanjang yang dipadu dalam warna-
warna jingga, merah bata, putih, dan biru. Di bagian kepala dikenakan
pilu dari batik, sedangkan di bagian leher dikenakan kalung yang
terbuat dari logam yang berhiaskan iteke, yaitu logam berukir
berbentuk lingkaran. Sepertihalnya di daerah Nusa Tenggara Timur
lainnya, pria Amarasi juga memakai kapisak atau aluk yang terbuat
dari anyaman-anyaman daun atau kain persegi empat dengan corak
geometris dan multi sebagai hiasannya. Oleh masyarakat setempat
pakaian dan perhiasan dan perlengkapan pakaian tersebut dianggap
dapat memberikan sifat keagungan, kejantanan serta kesucian bagi
penyandangnya.
Pakaian utama wanita Amarasi terdiri atas dua macam kain
tenunan. Kain pertama adalah Tais dan Tarunat yang dipasang setinggi
dada hingga mata kaki. Kain ini bercorak garis-garis sempit berwarna
jingga, kuning, biru tua dan dipadukan dengan corak-corak ikat putih
berlatar hitam/ biru tua. Sementara itu kain kedua berupa selempang
yang terikat di depan dada berbentuk huruf V dengan kedua ujungnya
terletak di kedua bahu bagian belakang. Di bagian kepala dikenakan
seperangkat perhiasan. Rambut yang disanggul dihiasi dengan kili noni
dan tusuk konde. Di dahi dikenakan pato eban yaitu hiasan logam
berukir yang berbentuk bulan sabit.
Kedua telinga dihiasi falo noni. Kemudian dikenakan pula kalung
berbentuk bulat terbuat dari logam (emas, perak, atau sepuhannya)
yang disebut dengan noni bena. Pergelangan tangan dihiasi dengan niti
keke, sedangkan bagian pinggang dikenakan futi noni.
5. Suku rote, Nusa Tenggara Timur
Mayoritas suku Rote mendiami Kepulauan Rote, juga disebut
Pulau Roti, adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Indonesia. Rote merupakan wilayah paling selatan Indonesia. Pulau ini
terkenal dengan kekhasan budidaya lontar, wisata alam pantai, musik
sasando, dan topi adat Ti’i Langga. Rote berstatus sebagai kabupaten
dengan nama Kabupaten Rote Ndao.
Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau
Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu.
a. Pakaian Adat Pria Rote

Ti’i langga, yaitu penutup kepala yang berbentuk mirip


dengan topi sombrero dari Meksiko. Ti’i langga terbuat dari
daun lontar yang dikeringkan. Karena sifat alami daun lontar
yang makin lama makin kering, maka ti’i langga pun akan
berubah warna dari kekuningan menjadi makin cokelat. Bagian
yang meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan
tegak, tetapi cenderung miring dan sulit untuk ditegakkan
kembali. Konon hal tersebut melambangkan sifat asli orang
Rote yang cenderung keras. Selain itu, ti’i langga juga
merupakan simbol kepercayaan diri dan wibawa pemakainya.
Ti’langga merupakan aksesoris dari pakaian tradisional untuk
pria Rote. Tetapi pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat
menarikan tarian tradisonal foti, perempuan menggunakan
penutup kapala ini.

Baju adat rote berupa kemeja berlengan panjang


berwarna putih polos. Tubuh bagian bawah ditutupi oleh
sarung tenun berwarna gelap, kain ini menjuntai hingga
menutupi setengah betis. Motif dari kain ini bermacam-macam,
bisa berupa binatang, tumbuhan yang ada tersebar di di
kawasan Nusa Tenggara Timur. Dari motif yang nampak dari
kain tenun tersebut dapat dilihat daerah asal pembuatan kain
tenun tersebut.
Biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagian
bawahnya mengenakan kain tenun. Salah satu motif yang
sering digunakan untuk menghiasi pakaian adat ini adalah
motif pohon tengkorak.
Aksesories yang digunakan adalah Sehelai selendang
menempel pada bahunya. Rambut disanggul dan memakai
hiasan berbentuk bulan sabit dengan tiga buah bintang. Hiasan
tersebut disebut bulak molik. Bulan molik artinya bulan baru.
Hiasan ini terbuat biasanya terbuat dari emas, perak, kuningan,
atau perunggu yang ditempa dan dipipihkan, kemudian
dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai bulan sabit.
Selain itu, Aksesoris lainnya adalah gelang, anting,
kalung susun (habas), dan pending. Kalung susun atau habas
terbuat dari emas atau perak yang merupakan warisan turun-
temurun dari sebuah keluarga suku Rote. Terkadang, ada yang
menanggap bahwa habas merupakan benda keramat yang
dianggap memiliki kekuatan gaib.
Selain habas, aksesoris lainnya adalah pending. Pending
merupakan perhiasan yang terbuat dari kuningan, tembaga,
perak dan emas dan biasa dipakai di bagian pinggang. Motif
yang sering muncul sebagai hiasan pending adalah motif bunga
atau hewan unggas.
6. Suku Sabu, Nusa Tenggara Timur
Suku Sabu merupakan suku mayoritas di Pulau Sabu atau Rai
Hawu, bagian Kabupaten Kupang. Merupakan pulau terpencil dengan
luas 460,78 kilo meter persegi berpenduduk sekitar 30.000 jiwa
dengan sifat mobilitas tinggi. Karena itu penyebarannya keseluruh
Nusa Tenggara Timur cukup menyolok. Dari Kabupaten Kupang
Pulau tersebut dapat dijangkau dengan kapal laut selama 12 jam
berlayar atau 45 menit dengan pesawat.
Baju adat Pria Sabu berupa ikat kepala, kemeja berlengan panjang
berwarna putih polos. Tubuh bagian bawah ditutupi oleh sarung tenun
dan sehelai kain tenun berukuran kecil diselempangkan di bagian bahu.
Biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagian bawahnya
mengenakan kain tenun dua kali lilitan dan tanpa asesories.
Selendang yang digunakan pada bahu pria
Destar pengikat kepala sebagai lambang kebesaran/kehormatan
disertai dengan mahkota kepala pria yang terdiri dari tiga tiang terbuat
dari emas.
Kalung mutisalak yaitu sebagai mas kawin dengan liontin gong.
Sepasang gelang emas, Ikat pinggang/sabuk yang memiliki 2
kantong pengganti dompet/tas Habas/perhiasan leher terbuat dari emas.
Pakaian Pengantin Wanita
Sarung wanita yang diikat bersusun dua pada pinggul dan sedada,
Pending (ikat pinggang terbuat dari emas).Gelang emas dan gading
yang dipakai pada upacara adat/perkawinan. Muti salak/kalung dan
liontin dari emas. Mahkota kepala wanita dan tusuk konde berbentuk
uang koin/sovren/ uang emas pada zaman dahulu. Anting/giwang emas
bermata putih/berlian.Sanggul wanita berbentuk bulat diatas/puncak
kepala wanita.
7. Suku Helong
Helong atau Halong sebuah suku yang mendiami pulau Semau atau
pulau Timau. Suku Helong berasal dari Pulau Ambon. Helong
sebenarnya berasal dari kata Halong, yang oleh orang yang tinggal
disana susah untuk menyebutkan kata Halong dan lebih senang
menyebutkannya menjadi Helong. Helong atau Halong adalah sebuah
pulau di Ambon (Maluku) tempat dimana Suku Helong berasal.

Pakaian Adat Pria Helong, Selimut Helong besar diikat pada


pinggang ditambah dengan selimut kecil, Kemeja pria (baju bodo),
Destar pengikat kepala, Muti leher atau habas.
Pakaian Adat Wanita Helong, Sarung diikat pada pinggang ditutup
dengan selendang penutup, Pending/ikat pinggang emas, Kebaya
Wanita, Muti salak/muti leher dengan mainan berbentuk bulan,
Perhiasan kepala bulan sabit/bula molik, Giwang (karabu).

8. Suku Dawan
Suku Dawan mendiami sebagian wilayah Kabupaten Kupang atau
Amarasi, Amfoang, Kupang Timur dan Tengah atau Kabupaten Timor,
Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan sebagian Kabupaten Belu (
bagian perbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara).
Pakaian Adat Pria Amarasi
Selimut besar pria diikat pada pinggang ditambah dengan selimut
penutup dan selendang, Ikat pinggang pria, Kemeja pria (baju bodo),
Kalung habas emas berbandul gong, Muti salak, Ikat kepala atau destar
dikombinasi dengan hiasan tiara, Gelang Timor 2 buah, Pakaian Adat
Wanita Amarasi, Sarung diikat pada pinggang, Selendang penutup dan
pending.
Kebaya wanita
Kalung muti salak, habas dan gong (liontin), Hiasan kepala bulan
sabit, Tusuk konde koin 3 buah dan sisir emas, Giwang (karabu),
Gelang kepala ular 2 buah (sepasang).
B. PAKAIAN ADAT NUSA TENGGARA BARAT
Provinsi Nusa Tenggara Barat atau NTB adalah suatu wilayah yang
terletak di kepulauan Nusa Tenggara yang terdiri dari gugusan pulau kecil. Di
antara deretan pulau ini, ada dua yang berukuran terbesar yaitu pulau Lombok
dan Pulau Sumbawa. Pulau Lombok mayoritas dihuni oleh suku Sasak
sedangkan pulau Sumbawa mayoritas dihuni oleh suku Bima.
Bila kita mengulas tentang pakaian adat Nusa Tenggara Barat, maka tak
akan luput dari kebudayaan dari ke-2 suku ini, karena keduanya mempunyai
keunikan dan ciri khas masing-masing. Berikut ini kami bahas Pakaian Adat
Nusa Tenggara Barat, NTB Lengkap Dan Penjelasannya. Selamat mengikuti.
Pakaian Adat NTB (Nusa Tenggara Barat)
Meskipun terdiri dari dua budaya yang dominan, di tingkat Nasional,
budaya suku Sasaklah yang sering dikemukakan. Hal tersebut disebabkan
karena secara keseluruhan, suku Sasak merupakan suku mayoritas di Provinsi
NTB dengan jumlah sebesar 68% dari populasi penduduknya.

1. Pakaian Adat Suku Sasak


Pakaian adat suku sask yang saat ini masih bisa kita temukan
sebagai bukti kebudayaannya adlaah pakaian adat yang bernama
lambung dan pegon. Tentun busana adat ini cukup unik dengan
karakteristik yang khaas.
pakaian adat lambung untuk wanita
pakaian adat lambung yaitu pakaian adat NTB yang dikenal khusus
bagi waniti pada waktu menyambut kedatangn tamu dan pada saat
upacara adat yang dikenal dengan nam Mendakin atau Nyangkol.
Pakaian Adat Lambung Wanita NTB
Pakaian tersebut berbentuk baju dengan warna hitam berbentuk
kerah V tanpa legan, dan dihiasi manik manik pada tepian jahitan,.
Pakaian ini dipakai bersama dengan selendang yang bercorak rapi
genep pada bahu kanan dan kiri penggunanya. Selendang ini terbuat
dari bahan kain songket khas suku sasak.
Untuk busana bawahan, dipakai kain panjang yang dibaluti pada
pinggang,, kain ini bermotif bordir kotak atau segitiga di tepinya. Guna
memperkuat balutan kain, dipakai sebuah sabuk anteng atau ikat
pinggang, berbentuk kain yang ujungnya dijuntaikan ke pinggang kiri.
Pakaian busan adat lambung untuk wanita biasnya dengan aneka
ragam aksesoris antara lain sepasang gelang tangan dan gelang kaki
berbahan perak, anting anting berbentuk bulat yang dibuat dari daun
lontar (sowong) dan buga cempaka atau mawar yang terselip di
sanggulan rambut yang bermodel Punjung pliset.
Pakaian adat atau pegon untuk laki laki
Baju pegon khusu dipakai oleh kaum laki laki. Baju tersebut
dipercaya dari hasil adaptasi kebudayaan eropa dan jawa yang dibawa
ke Nusa Tenggara Barat di masa lampai. Baju ini berbentuk jas
sebagiamana jas biasa. Sedangkan untuk bawahannya, dipakai aron
atau Cute yaitu btik bermoyif nangka bebahan kain pelung hitam,
Masih ada beberapa aksesoris lain yang di pakai untuk melengkap
keindahan pakaian adar NTB untuk kamu pria sesak ini selain Pegon
dan Waron. Aksesoris berupa. Ikatan pinggang bernama Cauq
berbentuk mirip udeg khas bali, ikat pinggang bernama leang bebentuk
kain songket bersulam benang emas , dan keris terseip di samping atau
dibelakang ikat pinggang.
Selain beberapa aksesoris di ata. Khusus bagi para pemangku adat
juga memakai selendang umbuk dengan warna putih, merah, hitam
dengan panjang sekiar 4meter
2. Pakaian Adat Suku Bima
pakaian adat NTB suku Bima dieknal dengan nama Rimpu. Bentuk
rimpu sangat mirip dengan mukena, yaitu satu bagian menutup kepala
sampai perut dan satubagian lainnya menutupi perut hingga kaki.
Pakaian Adat Suku Bima NTB
Dari bentuk Rimpu ini membuktikan bahwa pengaruh kebudayaan
islam dimasyarakat suku bima sangatlah kuat. Adapun, rimpu sendiri
berdasarkan fungsi dibedakan menjadi 2 bagian yaitu, Rimpu Cili
khusu bagia perempuan yang belum menikah dn Rimpu Colo bagi
peempuan yang telah menikah.
Rimpu Cilu menuup seluuh tubuh penggunanya kecuali mata.
Sedangkan Rimpu Colo menutupi seluruh tubuh kecuali wajah.
Bagi kaum laki laki suku bima, mengenakan ikat kepala dari kain
tenun dengan nama Sambolo dikenakan dengan ujung ujung
meliningkar kepala. Busana atasn pria berbentuk kemeja lengan
panjang, sedangkan bawahannya berbentuk sarung songket yang
bernama Tambe Me’e. Busana bawahanya dilengkapi selendang yang
berfungsi sebagai ikat pinggang atau Salepe.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B.

Anda mungkin juga menyukai