Anda di halaman 1dari 7

PAKAIAN ADAT DAN RUMAH ADAT NUSA TENGGARA

BARAT(NTB)
Kendati terdiri atas 2 budaya yang dominan, di kancah Nasional, budaya suku Sasak adalah
yang sering dikedepankan. Hal ini mengingat secara keseluruhan, suku Sasak menjadi suku
mayoritas di Provinsi NTB dengan total sebesar 68% dari total populasinya.

1. Pakaian Adat Suku Sasak

Bukti kebudayaan suku Sasak yang saat ini masih dapat kita temukan adalah pakaian
adatnya yang bernama Lambung dan Pegon. Seperti apa keunikan dari kedua pakaian adat
NTB ini?

Pakaian Adat NTB Pakaian adat Lambung untuk Wanita


Pakaian adat lambung adalah pakaian adat NTB yang digunakan khusus untuk wanita saat
menyambut tamu dan dalam upacara adat mendakin atau nyongkol. Pakaian ini berupa
baju hitam dengan kerah bentuk huruf “V”, tidak berlengan, dan berhias manik-manik di
tepi jahitan. Pakaian yang dibuat dari bahan kain pelung ini digunakan bersama selendang
bercorak ragi genep di bahu kanan atau kiri pemakainya. Selendang tersebut dibuat dari
bahan kain songket khas suku sasak. Untuk bawahannya, digunakan kain panjang yang
dibalut ke pinggang. Kain tersebut diberi motif bordir kotak atau segitiga di bagian
tepinya. Untuk menguatkan balutan kain, digunakan sebuah sabuk anteng atau ikat
pinggang berupa kain yang ujungnya sengaja dijuntaikan di pinggang kiri. Penggunaan
pakaian adat lambung bagi perempuan umumnya akan dilengkapi dengan beragam
aksesoris di antaranya sepasang gelang tangan dan gelang kaki dari bahan perak, anting-
anting berbentuk bulat yang terbuat dari daun lontar (sowang), dan bunga cempaka atau
mawar yang diselipkan di sanggulan rambut yang bermodel punjung pliset.

Pakaian Adat NTT Nusa Tenggara Timur Pakaian adat Pegon untuk Pria Berbeda
dengan baju lambung, baju pegon khusus dikenakan oleh para pria. Baju ini dipercaya
merupakan hasil adaptasi kebudayaan Eropa dan Jawa yang terbawa ke NTB di masa
silam. Bentuknya berupa jas hitam sama seperti jas biasa. Sementara untuk bawahannya,
digunakan wiron atau cute yaitu bati bermotif nangka dari bahan kain pelung hitam. Selain
pegon dan wiron, ada beberapa aksesoris lain yang digunakan untuk melengkapi
keindahan pakaian adat NTB untuk para pria Sasak ini. Aksesoris tersebut antara lain ikat
kepala bernama capuq yang bentuknya mirip udeng khas bali, ikat pinggang bernama
leang yang berupa kain songket bersulam benang emas, dan keris yang diselipkan di
samping atau di belakang ikat pinggan. Selain itu, khusus untuk para pemangku adat
dikenakan juga selendang umbak berwarna putih, merah, hitam yang panjangnya sekira 4
meter.

 Rumah Adat Sasak

Berlibur ke Pulau Lombok, tidak selalu bercerita tentang keindahan pantai dan pemandangan
bawah lautnya yang memanjakan mata. Para pelancong juga bisa menyaksikan secara
langsung bagaimana kehidupan sebenarnya suku Sasak yang berada di Desa Rambitan, Sade
ini. Pelancong bisa menempuh jarak sekitar 25 menit dari Bandara untuk sampai ke Lokasi
ini. Disana, pra pengunjung akan disuguhi dengan keunikan rumah adat sasak yang sangat
unik. Rumah tersebut terbuat dari bahan utama bambu yang mereka ambil dari hutan atau
kebun sekitar mereka.

Untuk dindingnya, warga setempat membuat anyaman agar bisa digunakan sebagai pembatas
setiap ruangan atau dinding. Sedangkan bambu yang masih berbentuk batangan, digunakan
untuk tiang penyangga rumah. Uniknya, rumah adat sasak ini memiliki atap dengan bentuk
layaknya gunungan yang menukik ke bawah jika dilihat dari kejauhan. Atap rumah
tradisional suku sasak ini terbuat dari jerami atau akar alang-alang. Sedangkan untuk bagian
lantainya, rumah adat sasak Sade ini menggunakan tanah dengan campuran batu bata, abu
jerami dan juga getah pohon.

Ada satu kebiasaan suku sasak yang mungkin terdengar di luar nalar, yakni melumuri lantai
rumah dengan kotoran. Biasanya kotoran yang digunakan berasal dari ternak mereka, baik
kerbau maupun sapi yang sudah dibakar dan dihaluskan. Mereka melakukan kebiasaan ini
karena ingin menjaga permukaan lantai supaya tidak mudah retak dan lembab. Bahkan
dipercaya, melumuri lantai dengan kotoran dapat menjadi pengusir nyamuk paling alami.
Dalam adat masyarakat lombok, rumah adat sasak ini memiliki posisi cukup penting untuk
kehidupan manusia, yakni sebagai tempat privasi keluarga untuk berlindung. Bahkan bukan
hanya berlindung secara jasmani, namun juga untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya. Maka
dari itu, bila kita memperhatikan arsitektur rumah adat suku sasak dengan cermat, kita dapat
menemukan bahwa rumah tersebut memiliki estetika, lokal masyarakatnya. Setiap ruangan
dalam rumah, dibagi berdasarkan kegunaan masing-masing, seperti untuk tempat tidur, ruang
melahirkan para ibu, tempat menyimpan harta dan penyimpanan jenazah sebelum
dikebumikan.

Description: rumah adat sasak merupakan rumah adat orang Lombok dimana memiliki
arsitektur bangunan yang unik berbahan dasar bambu dan menggunakan atap dari jerami.
2. Pakaian Adat Suku Bima

Pada pakaian adat NTB suku Bima yang dikenal dengan nama Rimpu adalah bukti
bahwa pengaruh kebudayaan Islam di masyarakat suku Bima sangatlah kuat. Bentuk
rimpu sangat menyerupai bentuk mukena, yaitu satu bagian menutupi kepala sampai
perut dan satu bagian lainnya menutupi perut hingga kaki. Adapun, rimpu sendiri
berdasar kegunaannya dibedakan menjadi 2 yaitu, rimpu cili khusus untuk wanita
yang belum menikah dan rimpu colo untuk wanita yang sudah menikah. Rimpu cili
menutupi seluruh tubuh pemakainya kecuali mata, sementara rimpu colo menutupi
semua tubuh kecuali wajah pemakainya. Berikut ini adalah penampakan beberapa
wanita Bima yang menggunakan rimpu.

Pakaian Adat NTB, Nusa Tenggara Barat Untuk para pria Bima, digunakan ikat kepala
dari kain tenun yang bernama sambolo. Sambolo dipakai dengan ujung-ujung
melingkar kepala. Atasan pria berupa kemeja lengan panjang sementara bawahannya
berupa sarung songket bernama tembe me’e. Bawahan dilengkapi dengan salepe atau
selendang yang berfungsi sebagai ikat pinggang.
Pakaian Adat NTB, Nusa Tenggara Barat Nah, itulah yang bisa saya sampaikan terkait
pakaian adat NTB dari suku Sasak dan suku Bima. Semoga bisa menambah wawasan
kita tentang khasanah budaya Indonesia, khususnya budaya masyarakat provinsi Nusa
Tenggara Barat. Semoga bisa bermanfaat.

 Rumah Adat Suku Bima

 Uma Lengge

Sejarah dan Filosofi


Uma Lengge salah satu rumah adat tradisional peninggalan asli nenek moyang suku Bima
(Dou Mbojo) yang dulunya berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Lokasi kedua
peninggalan adat tersebut terletak di Desa Maria, Kecamatan Maria, dan Desa Sambori
Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa.
Pada masa lalu, padi disimpan di Uma Lengge atau Uma Jompa untuk kebutuhan satu tahun.
Penempatannya yang terpisah dengan rumah tinggal penduduk konon dimaksudkan untuk
mencegah efek domino yang merugikan apabila terjadi bencana kebakaran. Dengan
demikian, apabila rumah tempat tinggal penduduk terbakar, maka padi yang disimpan di
dalam Uma Lengge atau Uma Jompa tidak akan ikut terbakar, begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itulah, kompleks Uma Lengge di Desa Maria dibangun agak jauh dari pemukiman
penduduk.

Ciri, struktur ruang dan Pola Permukiman Lengge merupakan salah satu rumah adat
tradisional Bima yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak zaman purba.
Sejak dulu, bangunan ini tersebar di wilayah Sambori, Wawo dan Donggo. Khusus di
Donggo terutama di Padende dan Mbawa terdapat rumah yang disebut Uma Leme.
Dinamakan demikian karena rumah tersebut sangat runcing dan lebih runcing dari Lengge.
Atapnya mencapai hingga ke dinding rumah. Namun saat ini jumlah Lengge atau Uma
Lengge semakin sedikit. Di kecamatan Lambitu, Lengge dapat ditemukan di desa Sambori
yang berjarak sekitar 40 km sebelah tenggara kota Bima. Meskipun ada juga di desa lain
seperti di Kuta, Teta, Tarlawi dan Kaboro dalam wilayah kecamatan Lambitu.

Uma Lengge terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan untuk menerima tamu dan
kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi sebagai tempat tidur sekaligus dapur.
Sedangkan lantai ketiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan seperti padi, palawija
dan umbi-umbian.
Pintu masuknya terdiri dari tiga daun pintu yang berfungsi sebagai bahasa komunikasi dan
sandi untuk para tetangga dan tamu. Menurut warga Sambori, jika daun pintu lantai pertama
dan kedua ditutup, hal itu menunjukan bahwa yang punya rumah sedang berpergian tapi tidak
jauh dari rumah. Tapi jika ketiga pintu ditutup, berarti pemilik rumah sedang berpergian jauh
dalam tempo yang relatif lama.
Hal ini tentunya merupakan sebuah kearifan yang ditunjukkan oleh leluhur orang-orang
Bima. Ini tentunya memberikan sebuah pelajaran bahwa meninggalkan rumah meski
meninggalkan pesan meskipun dengan kebiasaan dan bahasa yang diberikan lewat
tertutupnya daun pintu itu. Disamping itu, tamu atau tetangga tidak perlu menunggu lama
karena sudah ada isyarat dari daun pintu tadi.

Seiring perubahan zaman, Uma Lengge sudah banyak yang dipermark disesuaikan dengan
kebutuhan masa kini. Atapnya sudah banyak yang terbuat dari seng. Fungsinya juga sudah
banyak yang menjadi lumbung. Lengge-lengge yang ada di wawo saat ini sudah banyak yang
difungsikan sebagai lumbung padi. Keberadaan lengge di kecamatan Wawo menjadi salah
satu obyek wisata budaya di kabupaten Bima. Banyak wisatawan manca negara yang
berkunjung ke Lengge Wawo untuk melihat dan meneliti tentang sejarah Uma Lengge.

Lengge Sambori juga merupakan salah satu aset dan obyek wisata desa adat yang telah
dicanangkan oleh pemerintah Kabupaten Bima. Sambori terletak di lembah gunung Lambitu
yang sejuk dan dingin tanpa polusi udara. Menurut penelian sejarah orang orang Sambori
atau yang dikenal dengan nama Dou Donggo Ele dan orang-orang Donggo Ipa atau di
kecamatan Donggo sekarang merupakan suku asli Bima.

Denah pemukiman uma lengge terletak berkumpul pada suatu tempat dengan rumah
berjejeran tanpa adanya pagar halaman karena letak uma lengge berdekatan dan berkelompok
dengan uma lengge lainnya.
 Arsitektur Bangunan
Secara umum, struktur Uma Lengge berbentuk kerucut setinggi 5-7 cm, bertiang empat dari
bahan kayu, beratap alang-alang yang sekaligus menutupi tiga perempat bagian rumah
sebagai dinding dan memiliki pintu masuk di bagian bawah. Untuk bagian atap, terdiri atas
atap uma atau butu uma yang terbuat dari daun alang alang, langit-langit atau taja uma yang
terbuat dari kayu lontar, serta lantai tempat tinggal terbuat dari kayu pohon pinang atau
kelapa. Pada bagian tiang uma juga digunakan kayu sebagai penyangga, yang fungsinya
sebagai penguat setiap tiang-tiang Uma Lengge. Uma Lengge terdiri dari tiga lantai. Lantai
pertama digunakan untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi
sebagai tempat tidur sekaligus dapur. Sementara itu, lantai ketiga digunakan untuk
menyimpan bahan makanan, seperti padi.

Bentuk Lengge mirip bangunan rumah panggung yang dibangun menggunakan bahan kayu
dengan atap dari ilalang. Ukurannya sekitar 4 kali 4 meter, dengan tinggi hingga puncaknya
mencapai 7 meter. Lengge ditopang empat kaki kayu, setinggi 1 meter. Di atas kaki kayu itu,
ada semacam bale-bale tanpa dinding dengan 4 penyangga kayu setinggi 1,5 meter. Di atas
bale-bale, ada ruangan berdinding kayu, tempat penyimpanan persediaan pangan. Atapnya
dari ilalang yang berbentuk mengerucut ke atas.

Anda mungkin juga menyukai