GURU PEMBIMBING
Ibu,Fithria Novita Samosir
DISUSUN OLEH
Haifa nabilah x-mplb-2
Untuk di Jambi, Baju Kurung untuk pernikahan ini disebut dengan Baju Kurung Tanggung. Pakaian Adat
Pria Jambi
Disebut Pakaian Adat Kurung Tanggung lantaran baju ini hanya memiliki panjang lengan sampai bawah
siku dan tidak sampai pergelangan tangan. Baju Kurung Tanggung didesain demikian karena masyarakat
berharap laki-laki Jambi harus tangkas dan cekatan dalam mengerjakan sesuatu. Umumnya, pakaian adat
pria Jambi ini terbuat dari beludru berwarna dominan mera. Baju itu kemudian dihiasi dengan sulaman
benang emas bermotif tagapo atau bunga tabur, melati, dan bunga berantai.
Adapun sulaman berwarna emas sendiri melambangkan kesuburan dan kekayaan tanah Melayu. Baca juga:
Sejarah Suku Sunda, dari Budaya, Bahasa, hingga Pakaian Adat Pria yang mengenakan pakaian adat akan
dilengkapi dengan beberapa aksesori, seperti lacak, yaitu penutup kepala khas Jambi. Lacak yang
dikenakan biasanya memiliki bahan dan warna yang senada dengan baju, lengkap dengan sulaman emas.
Selain lacak, seorang pria juga akan celana berbahan beludru dengan sulaman emas yang senada dengan
bajunya. Aksesori berikutnya berupa sarung songket yang dililitkan dengan ikat pinggang atau sabuk yang
terbuat dari lempengan tembaga. Tak lupa sebuah keris yang diselipkan di pinggang, serta alas kaki berupa
selop dari bahan dan warna yang sama dengan baju.
Wanita Jambi Sama seperti pria, wanita Jambi juga mengenakan baju kurung tanggung lengkap dengan
hiasan emasnya. Perbedaan terletak pada tutup kepala dan sejumlah aksesori yang dipakai oleh kaum
wanita Jika pria mengenakan lacak, wanita Jambi akan mengenakan mahkota yang terbuat dari kain
beludru dan lempengan tembaga yang disusun 5-7 berbentuk duri pandan.
Tak hanya itu, di bagian kepala ini juga akan mengenakan sanggul lipat pandan yang berfungsi untuk
menusukkan hiasan kepala. Aksesoris wanita jauh lebih banyak daripada pria, yaitu berupa anting, kelung,
cincin, gelang, dan sebagainya. Anting yang dikenakan kaum wanita umumnya bermotif kupu-kupu atau
gelang banjar. Untuk kalung ada tiga jenis, yaitu kalung tapak, kalung bertingkat, dan kalung rantai
sembilan. Bagian jari juga dilengkapi dengan dua jenis cincin, yaitu pacat kenyang dan cincin kijang atau
capung.
Gelang yang dikenakan pun cukup banyak, seperti gelang kilat bahu, gelang kano, gelang ceper, hingga
gelang buku beban yang semuanya dipasang di lengan. Pakaian adat wanita Jambi juga dilengkapi dengan
ikat pinggang dari lempengan tembaga, alas kaki berupa selop, dan gelang kaki yang disebut gelang nago
betapo.
Tari Sekapur Sirih merupakan tarian tradisional khas Jambi yang digunakan untuk menyambut tamu. Tari
adat Jambi ini dipentaskan oleh penari wanita dengan gerakan lemah lembut, seraya membawakan cerano
atau wadah. Gerakan demi gerakan Tari Sekapur Sirih melambangkan penghormatan kepada tamu
terhormat yang berkunjung ke Jambi.
Sejarah Tari Sekapur Sirih Tari Sekapur Sirih tergolong tarian yang baru, yaitu diperkenalkan pada tahun
1962. Adapun pencipta Tari Sekapur Sirih sendiri adalah seorang seniman kondang Jambi yang bernama
Firdaus Chatap. Saat pertama kali dikenalkan, tari penyambut tamu khas Jambi ini hanya berupa gerakan
dasar. Kemudian, gerakan dasar itu dikembangkan hingga jadi seperti sekarang.
Tak hanya pada gerakan, pengembangan juga dilakukan dengan menambah iringan musik dan lagu.
Pengembangan-pengembangan tersebut membuat Tari Sekapur Sirih semakin populer di kalangan
masyarakat Jambi.
Tari Sekapur Sirih memiliki makna yang mendalam terkait penghormatan kepada orang lain. Selain itu,
Tari Sekapur Sirih juga sebagai ungkapan rasa syukur dan bahagia masyarakat Jambi atas kedatangan tamu
agung tersebut.
Biasanya Tari Sekapur Sirih dipentaskan oleh 9 orang penari perempuan, 3 orang penari laki-laki, 1 orang
bertugas membawa payung, dan 2 orang sebagai pengawal. Properti yang digunakan dalam tarian ini
antara lain wadah yang berisi lembaran daun sirih, payung, dan keris.
Tarian ini menceritakan tentang gadis-gadis Jambi yang sedang berias dan bersiap untuk menyerahkan
pemberian berupa Sekapur Sirih. Ragam Gerakan Tari Sekapur Sirih Lihat Foto Penari pembawa wadah
berisi sekapur sirih dalam pementasan Tari Sekapur Sirih Tari Sekapur Sirih memiliki sejumlah gerakan,
yang secara umum dapat digolongkan dalam tiga golongan.
Tiga golongan itu adalah Gerak Tari Awal, Gerak Tari Pokok, dan Gerak Tari akhir. Gerak Tari Awal Ini
merupakan gerakan pembuka Tari Sekapur sirih, yang menggambarkan cara penyambutan tamu oleh
masyarakat Jambi. Selain itu, Gerak Tari Awal ini juga menceritakan persiapan gadis-gadis Jambi dalam
menyambut tamu.
Dalam Gerak Tari Awal ini terdapat 9 ragam gerakan, yaitu Gerak Sembah, Rentang Kepak, Rentang
Kepak Penuh Pandangan, Ngenak Cincin, Ngenak Gelang, Ngenak Giwang. Kemudian Bersolek, lalu
Gerak Rentang Kepak Penuh Pandang, dan Gerak Meramu Sirih. Gerak Tari Pokok Ini merupakan inti
gerakan dalam Tari Sekapur Sirih, yang menggambarkan menerima tamu dengan lemah lembut, sopan,
dan santun.
Gerak Tari Pokok ini terdiri dari lima ragam gerakan, yaitu Gerak Beinsut Naik, Rentang Pedang Serong,
Nyilau, Piuh Putar Benuh Balas Putar, lalu Gerak Piuh Putar Separuh Balik.
Gerak Tari Akhir Adapun Gerak Tari Akhir berfunsi sebagai gerakan penutup, yang melambangkan
kegembiraan selama menerim tamu. Kegembiraan menerima tamu itu disimbolkan dengan disuguhkannya
Sekapur Sirih, yaitu wadah yang berisi daun sirih, cerahan pinang, gambir, kapur sirih, dan tembakau.
Gerak Tari Akhir terdiri dari 3 ragam gerakan, yaitu Gerak Beinsut Turun, Gerak Rentang Pedang, lalu
Gerak Rentang kepak Penuh Pandang yang diakhiri dengan Sembah.
Alat musik ini merupakan alat musik tradisional Jambi yang terbuat dari
bambu. Cangor merupakan alat musik sitar tabung, termasuk kelompok alat musik idio-
kordofon. Alat musik ini biasanya dimainkan sebagai pelepas lelah bagi petani ketika
sedang istirahat.
Cara memainkan alat music cangor
Cara memainkan alat musik ini pun cukup mudah. Pemain hanya perlu memukulkan dua
buah pemukul atau stik yang terbuat dari kayu rotan. Nah, selain bentuknya yang unik, nada
yang dihasilkan oleh alat musik yang satu ini pun tidak kalah menarik dari alat
musik daerah lain.
Tempoyak dikenal di Indonesia, terutama di Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan
Kalimantan. Sumatra Selatan terkenal dengan tempoyak campuran daging ayam,
serta pindang ikan patin atau dibuat brengkes (pepes) ikan.
Daerah Jambi, tempoyak lebih sering menggunakan campuran ikan patin dan ikan baung.
Kemudian di Bengkulu, terkenal masakan tempoyak dengan campuran udang dengan tekstur
yang sangat lembut. Sedangkan daerah Lampung, tempoyak menjadi bahan dalam
hidangan seruit atau campuran untuk sambal.
Sejarah ]
Sejarah terkait tempoyak tak dapat dipisahkan dari sejarah proses fermentasi di Nusantara,
Masyarakat Palembang dipercayai mengenal teknik fermentasi sejak zaman nenek moyang,
karena persediaan buah durian yang melimpah ketika itu membuat nenek moyang kita berpikir
bagaimana caranya membuat makanan tersebut tetap awet dan tahan lama, kemudian
terciptalah tempoyak dengan cara menyimpan durian dalam guci atau wadah yang tertutup rapat
selama kurang lebih 7 hari. Sejak dulu kala orang Palembang biasanya gemar membuat
makanan yang difermentasi, selain tempoyak, ada lagi makanan yang difermentasi atau yang
diawetkan yaitu Rusip, Bekasam atau Pekasam dan masih banyak lagi.
Kerajaan Melayu yang merupakan sebuah kerajaan yang berlokasi di Jambi juga menjadi salah
satu entitas utama yang penting pada era abad ke-14 dalam penyebaran makanan tradisional
tempoyak ini ke berbagai daerah melalui proses migrasi masyarakat Melayu (khususnya
ke kepulauan Riau hingga Kalimantan Barat, dan juga daerah Semenanjung Kra).
Cara pembuatan[]
Belacan tempoyak
Sambal tempoyak
Adonan tempoyak dibuat dengan cara menyiapkan daging durian, baik durian lokal atau durian
monthong (kurang bagus karena terlalu banyak mengandung gas dan air). Durian yang dipilih
diusahakan agar yang sudah masak, biasanya yang sudah tampak berair. Kemudian daging
durian dipisahkan dari bijinya, setelah itu diberi sedikit garam. Setelah selesai, lalu ditambah
dengan cabe rawit yang bisa mempercepat proses fermentasi. Namun proses fermentasi tidak
bisa terlalu lama karena akan mempengaruhi cita rasa akhir.
Setelah proses di atas selesai, adonan disimpan dalam tempat yang tertutup rapat. Diusahakan
untuk disimpan dalam suhu ruangan. Bisa juga dimasukkan ke dalam kulkas, tetapi fermentasi
akan berjalan lebih lambat.
Tempoyak yang telah difermentasi selama 3-5 hari cocok untuk dibuat sambal, karena sudah
asam dan masih ada rasa manisnya. Sambal tempoyak biasanya dipadukan dengan ikan
Teri, ikan mas, ikan mujair, ikan patin, ataupun ikan-ikan lainnya. Tempoyak biasanya dinikmati
dengan lalapan seperti petai, kabau atau jengkol.
Bahasa Melayu dituturkan di Provinsi Jambi. Bahasa Melayu yang terdapat di Provinsi
Jambi terdiri atas delapan dialek, yaitu (1) dialek Tanjung Jabung Timur, (2) dialek Kota
Jambi, (3) dialek Muarajambi, (4) dialek Batanghari, (5) dialek Tebo, (6) dialek Bungo, (7)
dialek Sarolangun, dan (8) dialek Marangin.
Contoh kalimat
Bahasa Sehari-
Dalam Bahasa Indonesia
hari
Aek Air
Antu Hantu
Aning Dengar
Bisa diartikan Saya, bisa juga diartian Anda, tergantung kalimat sebelum dan
Awak
sesudahnya. Seringjuga dipakai kata “Ambo” untuk menunjukkan makna Saya.
Bahasa Sehari-
Dalam Bahasa Indonesia
hari
Basuh,
Cuci, Mencuci (kata yang diawali “Ba” menunjukkan makna kata kerja)
Membasuh
Baladas,
Sepuas-suasnya, sesuka hati
Bagasak
7.SENJATA
TOMBAK
Tentunya Anda tidak akan asing lagi dengan senjata yang satu ini. Tombak adalah salah satu senjata
yang cukup umum digunakan. Dan senjata ini juga merupakan salah satu senjata tradisional jambi.
Namun terdapat beberapa perbedaan yang membuat tombak ini tidak sama dengan tombak-tombak
yang lain.
Senjata satu ini difungsikan untuk banyak hal, seperti misalnya untuk berburu atau pun juga untuk
keamanan. Ukuran terpanjang dari tombak Jambi yaitu mencapai 3 meter. Memiliki mata pisau yang
sangat tajam dan berbentuk bulat. Hal tersebut tentunya akan semakin memudahkan dalam proses
perburuan.
Saat tidak digunakan tombak ini akan ditutup dengan sarung pada bagian ujungnya. Cara
pemakainnya hampir sama seperti tombak yang lain, yaitu dengan memegang tombak di bagian
tengah lalu Anda lempar sekuat tenaga ke arah target. Kayu tapis merupakan bahan yang digunakan
untuk proses pembuatan senjata tradisional jambi satu ini.
Kayu tapis ini memiliki ciri keras, berserat serta lurus. Sehingga hal tersebut membuat kayu ini sangat
pas untuk dijadikan tombak. Anda akan menemukan tombak jambi ini memiliki bentuk yang cukup
unik. Terutama di bagian gagang yang digunakan sebagai pegangan.
Memiliki pisau yang bermata dua. Ujung-ujung dari tombak ini memiliki mata pisau yang sangat
tajam. Tentunya hal itu akan membuat senjata tradisional tersebut semakin mematikan. Bagian ujung
dari tombak sendiri memiliki ukuran mencapai 40 cm.
‘’Senjata Tombak ini memang sangat dikenal oleh sebagian besar suku-suku yang ada di nusantara,
senjata tombak ini dikenal oleh suku-suku nusantara sebagai salah satu senjata yang banyak
fungsinya.
Terkecuali dengan penduduk suku Jambi. Walaupun begit, tombak khas Jambi ini memiliki beberapa
keunikan pada bentuk senjata tersebut.
Dibagian tangkai gagang pegangan paling pangkal tombak ini biasanya ikut di runcingkan seperti
pada bagian atas tombaknya. Setelah di runcingkan bagian bawahnya, kemudian pada tangkai yang
dekat dengan mata tombak itu diberi semacam penadah.
Anda bisa melihat bentuk wujud dari penampakan senjata tradisional Jambi pada gambar yang telah
dicantumkan di atas.
Tombak Jambi mempunyai beragam varian yang sudah disesuaikan dengan fungsinya,
adapun fungsinya bisa untuk menjaga keamanan, untuk berburu dan juga menjaga keamanan
Sultan Jambi.
8.MATA PENCAHARIAN
MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian masyarakat Jambi adalah bertani, berjualan, panen getah dan melaut
Di Jambi sendiri kebanyakan daerahnya adalah berupa hutan. Sehingga mata pencaharian mereka
didominasi oleh para petani biasanya pula mereka yang bertani berasal dari pedesaan. Dalam hal
bertani, sama seperti kota-kota lainnya yang terletak di daratan rendah, adalah bertanam padi
pada lahan kosong. Sedangkan dalam hal melaut, mencari ikan di sungai merupakan mata
pencaharian tambahan, begitu juga mencari dalam hal mencari hasil hutan.
Usaha-usaha tambahan ini biasanya dilakukan sambil menunggu panen atau menunggu
musim tanam berikutnya. Karena di Jambi sendiri juga dihuni oleh masyarakat keturunan
TiongHua, maka di zaman sekarang ini banyak pula warga masyarakat kaeturunan Cina di Jambi
yang mencari pendapatan melalui proses berdagang. Ada yang berdagang mas, berdagang
sembako dan adapula yang berdagang bahan-bahan material.**
Orang jambi tradisional menamai tempat mereka bertani diantaranya adalah:
a. Sawah
Terdapat tiga model sawah yaitu:
1. Sawah payau
Adalah sawah yang dibuat di atas sebidang tanah yang secara alamiah telah mendapat air dari
suatu sumber air, atau tanahnya sendiri telah mengandung air
2. Sawah tadah hujan
Adalah sebidang tanah kering yang diolah dengan mengunakan cangkul atau bajak yang diberi
galangan atau pematang sedangkan pengairannya sangat tergantung pada hujan
3. Sawah irigasi
Adalah sejenis tanah yang digarap dengan sistem irigasi, tanah ini diolah dengan cara memakai
sumber air dari mata air atau sungai.
b. Ladang
Ada dua macam ladang yaitu:
1. Umo renah
Adalah ladang yang cukup luas yang terbentang pada sebidang tanah yang subur dan rata. Tanah
tersebut terdapat di pingir-pingir sungai dan dilereng-lereng bukit yang mendatar.
2. Umo talang
Adalah ladang yang dibuat orang di dalam hutan belukar yang letaknya jauh dari pedesaan, dan
biasanya pada umo talang orang akan membuat pondok yang biasa digunakan untuk menungu
panen tiba.
Ternyata dalam mereka melakukan hal dalam mata pencaharian ada memiliki adat istiadat
yang digunakan, contoh dalam anak undang nan dua belas terdapat ayat yang menyatakan seperti
ini, “umo berkandang siang, ternak berkandang malam”. Yang memiliki arti adalah para petani
harus menjaga sawah atau tanamannya pada siang hari, bagi yang punya kerbau mengurung pada
malam hari. Dan apabila tanaman padi petani dimakan atau dirusak pada sinag hari maka pemilik
ternak tidak dapat diminta ganti rugi, namun bila tanamannya dirusak pada malam hari maka
pemilik ternak dapat dimintai ganti rugi.*** dalam mengolah tanah orang jambi juga
mengunakan cara yang tradisional seperti pengunaan kincir air sebagai sistem perairan, cangkul,
sabit, parang serta bajak kerbau.
Sedangkan penduduk daerah jambi terutama yang bermukim di sepanjang bantalan sungai
batanghari dan anak sungainya agaknya memahami benar bahwa air itu adalah sumber
kehidupan. Sehinga umumnya penduduk ini bermata pencaharian sebagai nelayan oleh karena itu
dikenal perkampungan nelayan adalah perkampungan yang berada di pingir pantai dan di pingir
sungai batanghari. Oleh karena itu, hampir setiap rumah penduduk di daerah ini memiliki alat
penangkapan ikan tradisional yang dikenal dengan: tanguk, sauk, jalo, mentaben, guntang,
geruguh, lukah, serkap, jelujur, onak, saruo, tamban, rawai, tiruk, lulung, pukat hanyut, lenggian,
sangkar ikan. Yang pada umumnya di buat sendiri dengan mengunakan bahan-bahan yang
tersedia dengan cara dan bentuk yang tradisional.