Anda di halaman 1dari 26

Rumah adat di daerah NTB yang pertama biasa disebut Bale Lumbung.

 Fungsi utama dari rumah adat ini bisa dilihat dari namanya,
yaitu Bale Lumbung, yang berarti bangunan untuk menyimpan. Betul sekali, rumah adat ini biasa digunakan sebagai tempat penyimpanan
setelah masa panen. Biasanya hasil panen berupa padi akan disimpan sementara waktu di dalam rumah adat ini.
Karena fungsi utama rumah adat NTB sebagai gudang penyimpanan atau lumbung, maka material yang digunakan untuk membangun rumah
adat ini juga cukup sederhana. Di bagian atap, rumah adat ini biasanya menggunakan bahan jerami yang bisa menutupi seluruh bagian
rumah. Sedangkan untuk dinding bagian dalamnya, rumah adat ini menggunakan anyaman bambu yang disusun secara rapi.
Dilihat dari bentuk, rumah adat ini mempunyai bentuk yang cukup unik. Jika dilihat dari luar, bentuk Bale Lumbung ini mirip dengan topi para
perompak di lautan, dengan bentuk agak bulat dan tinggi. Perlu diketahui, Bale Lumbung dibangun dengan konsep rumah panggung. Bentuk
bangunan ini dipilih untuk mengantisipasi adanya hama tikus atau juga banjir yang sering mengancam pulau NTB.
Bale Jajar merupakan rumah adat NTB yang digunakan sebagai tempat hunian. Sejak zaman dahulu, suku Sasak yang tinggal di NTB sudah menempati jenis rumah adat
ini.
Jika dilihat dari struktur bangunan, ada dua ruang utama yang bisa di temukan di Bale Jajar ini. Yang pertama adalah Sesangkong yang biasanya digunakan sebagai
tempat untuk menyimpan persedian pangan. Dalam adat NTB, Sesangkong mungkin mempunyai fungsi yang sama seperti dapur. Ruang kedua yang bisa di temukan di
dalam Bale Jajar biasa disebut Dalem Bale. Dalem Bale merupakan ruang utama yang biasa digunakan oleh pemilik rumah.
Sebagai salah satu rumah adat NTB, bahan yang digunakan untuk membangun Bale Jajar ini juga cukup sederhana. Mirip dengan Bale bambu. Akan tetapi, bentuk rumah
adat ini masih cukup normal jika dibandingkan dengan Bale Lumbung. Lumbung, bagian atap Bale Jajar menggunakan jerami dan untuk dindingnya menggunakan
anyaman
Bale Bonder bisa dikatakan sebagai salah satu rumah adat terbesar yang bisa di temukan di NTB. Hal ini bisa dengan mudah dilihat dari ukurannya yang mencapai 50
meter persegi. Ukuran bangunan yang besar ini karena Bale Bonder biasanya digunakan sebagai tempat tinggal para pembesar suku. Dalam hal ini, para pembesar
suku bisa disetarakan sebagai para perangkat desa atau dusun di sekitar. Maka dari itu, biasanya hanya ada satu rumah adat NTB ini di setiap wilayah.
Walaupun Bale Bonder biasa digunakan oleh pengurus desa, akan tetapi desain bangunannya mirip dengan Bale Jajar. Hanya saja, ada satu ruang khusus yang
memang disiapkan di dalam Bale Bonder ini. Ruang ini adalah ruang yang biasa digunakan jika ada hal penting yang harus diputuskan. Secara mudah, bisa dikatakan
bahwa ruang ini semacam ruang pengadilan jika ada suatu kasus di wilayah desa atau dusun tersebut.
Karena ukuran bangunan yang tergolong besar, maka Bale Bonder membutuhkan beberapa tiang penyangga. Perlu diketahui, biasanya Bale Bonder menggunakan
minimal delapan sampai sepuluh tiang penyangga supaya bisa berdiri kokoh. Akan tetapi, ada beberapa Bale Bonder yang menggunakan lebih dari 20 tiang
penyangga. Hal ini karena rumah adat NTB mempunyai ukuran yang sangat besar
Nama dari rumah adat ini mungkin sedikit berbeda dengan beberapa rumah adat yang sudah disebutkan sebelumnya. Hal ini karena Dalem Loka
bisa dikatakan sebagai rumah para raja. Hal ini dengan gamblang disebutkan dalam bahasa Sumbawa karena Dalem Loka mempunyai makna
sebagai Istana. Selain itu, p૚ masa lalu, Dalem Loka juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan juga tempat tinggal bagi para sultan yang
berada di wilayah NTB. Maka dari itu, Dalem Loka bisa dikatakan sebagai bangunan terbesar yang ada di NTB.
Karena Dalem Loka digunakan sebagai hunian para sultan, tentu saja ada banyak ruangan yang bisa ditemukan di dalamnya. Ruangan di Dalem
Loka biasanya terbagi berdasarkan wilayah. Di bagian dalam, ada wilayah barat, timur, dan utara yang biasanya digunakan untuk tempat ibadah
atau juga untuk keluarga raja beserta permaisuri. Di bagian depan rumah adat NTB ini ada Lunyuk Mas dan Lunyuk Agung yang biasanya
digunakan saat kegiatan yang berkaitan dengan adat istiadat. Di bagian luar, ada gapura besar dan lonceng sebagai penyambut tamu dan juga
kebun yang tertata dengan rapi.
Karena bentuk Dalem Loka mirip dengan rumah panggung, maka Dalem Loka membutuhkan penyangga utama. Dan perlu diketahui, jumlah
tiang penyangga yang digunakan di setiap Dalem Loka tepat sejumlah 99 buah. Hal ini karena 99 merupakan Asmaul Husna dan dipercaya bisa
menjadi penopang sebesar apapun masalah dunia yang dihadapi.
Berugaq Sekapat dianggap sebagai salah satu jenis rumah adat yang dimiliki masyarakat NTB. Hal ini
karena bangunan ini mempunyai fungsi yang cukup penting pada masa lalu, yaitu sebagai tempat
penerimaan orang asing yang baru memasuki desa.
Dilihat dari bentuk, bangunan ini lebih mirip dengan pondok kecil atau saung karena ukurannya yang
relatif kecil. Luas Berugaq Sekapat ini tidak pernah lebih dari lima meter persegi dengan empat tiang
penyangga di setiap sudutnya. Selain itu, bangunan ini juga tidak memiliki dinding sama sekali. Hal
itulah yang membuat banyak orang berpendapat bahwa Berugaq Sekapat bukan merupakan salah
satu rumah adat yang ada di daerah NTB.
1.Pakaian Adat Rimpu
Rimpu merupakan pakaian adat suku Dompu. Pakaian ini
khusus dikenakan oleh perempuan dan dibedakan fungsi
serta statusnya dalam kehidupan sosial. Bagi perempuan
yang telah menikah, ia mengenakan Rimpu Colo.
Sedangkan yang belum menikah disebut Rimpu Mpida.

Rimpu merupakan jilbab khas Dompu yang terdiri dari dua


lembar kain sarung. Pakaian adat ini, secara filosofis
dipahami sebagai kain untuk menjaga diri, dihormati orang
lain, dan menutup aurat.
Pakaian Adat Lambung
Kebaya yang terbuat dari tenun disebut dengan Lambung.
Pakaian adat di NTB yang wajib diketahui ialah jenis kebaya
sepanjang pinggang dengan lengan pendek longgar. Yang bikin
pakaian ini khas, warna dasarnya hitam dengan kerah
berpotongan ‘V’.

Untuk bawahan pakaian adat Lambung mengenakan sarung.


Mayoritas motifnya bergambar flora. Sabuk Anteng dipakai
untuk mengikat sarung. Nah, aksesoris berupa anting
bentuknya bulat. Dibuat dari daun lontar dengan sepuhan
perak. Pakaian adat Lambung dari suku Sasak lengkap dengan
gelang tangan dan kaki.
Pakaian Adat Poro
Pakaian adat selanjutnya warnanya cenderung gelap
dan tak bermotif. Berwarna hitam, biru tua, cokelat
tua, dan ungu yang dikenakan untuk para ibu. Nah,
untuk warna-warna cerah, khususnya merah dipakai
untuk para gadis. Sedangkan warna kuning dan hijau
dikenakan oleh perempuan bangsawan.

Bawahan dari Poro, memakai sarung Palekat dengan


motif garis atau kotan-kotak. Dipakai sepanjang mata
kaki serta dilengkapi dengan aksesoris berupa gelang
dan anting.
Tari Lenggo mempunyai 2 jenis di antaranya Lenggo Mone
atau Lenggo Melayu dan Lenggo Siwe atau Lenggo Mbojo.
Kedatangan Lenggo Mone di Istana Bima karena dibawa oleh
mubaligh yang berasal dari Sumatera Barat, sedangkan Lenggo
Siwe merupakan salah satu karya dari Sultan Abdul Sirajuddin.
Di tanah Suku Sumbawa dulunya mempunyai kerajaan yang semakin berkembang dan menjadi
Kesultanan Sumbawa dengan adanya ragam khas dari tarian. Tari Nguri inilah yang berasal dari kata
Guri artinya perkataan dan tingkah laku lemah lembut.

Selain tari nguri, ada pula tari oncer. Tarian khas wilayah NTB yang lainnya yaitu Tari Oncer Suku Sasak.
Kelahiran tarian ini pada era 60 an dari karyanya Muhammad Tahir yang sekarang berkembang menjadi
3 kelompok penari.

Dari setiap kelompok membawakan tarian yang khas dan cukup unik. Selain itu, Tari Oncer terbagi
menjadi 3 bagian yakni bagian pertama gambaran mengenai peperangan, sedangkan bagian kedua dan
ketiga menggambarkan kondisi setelah peperangan.
Tari asal Nusa Tenggara Barat ini biasanya dibawakan oleh dua
orang penari pria. Pakaian yang digunakan adalah pakaian
prajurit khas NTB. Properti yang digunakan berupa senjata
tradisional asal Bima, yaitu tombak dan perisai. Saat
pementasan, lagu yang mengiringi lagu ini adalah lagu
tradisional dengan alat musik tradisional, seperti gendang,
gong, serunai, dan suara tawa.
Penari dari tari Gendang Beleq sejumlah 13-17
orang. Properti yang digunakan berupa gendang
berukuran besar. Ukuran gendang besar
bernama mama untuk laki-laki dan nina untuk
perempuan. Alat musik digunakan untuk
pembawa dinamika. Selain itu, ada gendang
berukuran kecil yang bernama Gendang Kodeq.
Penari dari tari perang ini ada dua lelaki yang disebut
pepadu atau petarung. Properti yang digunakan berupa
senjata tradisional, antara lain penjalin (tongkat rotan)
dan ende (berperisai kulit kerbau yang tebal dan keras).
Kostum yang dikenakan berupa kain seperti sarung.
Tari Rudat adalah tari tradisional yang sering ditampilkan
berasal dari Lombok, NTB. Tari ini merupakan salah satu contoh
masuknya budaya Islam di provinsi yang memiliki julukan 1000
masjid. Biasanya, tari inni dipentaskan di berbagai acara,
seperti khitanan, Maulid Nabi, Khatam Al-Quran, peringatan
Isra Mi’raj dan juga acara peringatan hari besar Islam lainnya.
Tari ini memiliki gerakan seperti pencak silat.
Istilah Keris di lombok juga dikenal dengan sebutan Sampari,
yaitu istilah lokal etnis Mbojo (Bima dan dompu) untuk Keris
yang berada di wilayah pulau Sumbawa bagian timur.
Tampilannya tetap mengadopsi dari asal muasal induk, yaitu
khas jajaran keris Sulawesi.
Klewang merupakan pedang khas tentara khusus kerajaan
Lombok. Kelewang ini dibuat sekitar tahun 1700 – 1800
Masehi. Sebagaimana diungkap dalam buku “Keris Lombok”
karangan Bapak Ir. Lalu Djelenga.

Masyarakat Lombok lebih sering menyebut pedang dengan


nama Klewang. Julukan yang hampir sama bagi semua jenis
pedang. Pasukan tentara kerajaan biasanya menyandang
Kelewang di punggungnya.
Golok berbentuk pisau besar, merupakan salah satu senjata
tradisional suku Sasak yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Gagang golok terbuat dari tanduk ukir berbentuk seekor
singa dengan detail ukiran yang mengagumkan.
Tulup adalah senjata tradisional yang digunakan untuk berburu
atau menyerang lawan dari jarak jauh. Tulup atau sumpit
dipakai oleh beberapa suku yang tinggal di pedalaman
Indonesia seperti di Kalimantan, Papua, Sumatra dan termasuk
di Nusa Tenggara Barat.
Bahasa
Di wilayah Nusa Tenggara Barat, bahasa yang digunakan secara
garis besar ada empat, yaitu bahasa Sasak, dan bahasa Bali,
dominan terdapat di Pulau Lombok, sedangkan bahasa
Sumbawa digunakan di Pulau Sumbawa bagian Barat serta
bahasa Bima digunakan oleh masyarakat Bima dan Dompu di

SASAK
Pulau Sumbawa bagian Timur. Di samping itu, ada bahasa lain
seperti bahasa Jawa, bahasa Bugis, bahasa Selayar, dan bahasa
Sunda dan lain-lain yang jumlah pemakainya tidak sebesar
empat bahasa tersebut.
NTB memiliki berbagai macam lagu tradisional yang
mempunyai makna dan tujuan tertentu, seperti lagu
Haleleu Ala De Teang yang dinyanyikan saat upacara
adat, pernikahan, dan sering dinyanyikan oleh anak-
anak. Lagu tradisional yang satu ini cukup terkenal di
Nusa Tenggara Barat.

Lagu tradisional asal NTB selanjutnya yaitu Pai Mura


Rame. Lagu ini memiliki arti khusus dan memiliki
makna yang bertujuan memberikan nasihat, yakni
saling memaafkan antar satu sama lain, saling
mendoakan kebaikan, dan setiap orang harus
menjalin tali silaturahmi dengan baik.

Setiap lagu tradisional pasti memiliki makna tersendiri, seperti


lagu Moree yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Lagu Moree
memiliki lirik yang menggambarkan kebudayaan masyarakat
sekitar NTB. Kebudayaan yang dimaksud melalui berbagai
macam bahasa yang ada di NTB hingga beragam tarian khas
NTB.
Sate khas Lombok, sate bulayak terbuat dari daging sapi.
Bumbu kacangnya berbeda dengan yang lain, karena
menggunakan santan.
Jaje tunjak lapis poteng adalah sejenis tape. Terbuat dari beras
ketan, bumbu yang digunakan seperti perasan daun saga dan
kelapa parut.
Ayam Taliwang
Dibumbui cabai merah dan keriting, bawang merah,
bawang putih, kencur, dan garam, ayam taliwang dimasak
dengan cara dibakar.
Bau Nyale berasal dari bahasa sasak yaitu bau berarti
menangkap sedangkan nyale adalah nama dari cacing laut di
lombok. Upacara bau nyale sendiri adalah sebuah upacara adat
masyarakat lombok yang dilaksanakan atara bulan februari dan
maret. Upacara ini sendiri adalah sebuah upacara diamana
orang-orang akan turun ke pantai pada saat pasang surut air
laut sekitar jam 4-5 pagi untuk menangkap cacing laut “Nyale” ,
biasanya hasil tangkapan nyale ini akan dimakan dan untuk
dijual. Upacara ini sendiri bermula dari sebuah legenda Putri
Mandalika.
Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai
rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di
lombok. kegiatan ini berupa arak-arakan kedua mempelai dari
rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan
diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju
adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok
penabuh rebana, atau disertai Gendeng belek pada kalangan
bangsawan.
Upacara Merarik adalah bahasa sasak yang artinya menikah, di
daerah lombok sendiri upacara pernikahan dilakukan dengan
cara yang unik yaitu pertama mempelai perempuan akan
diculik oleh si mempelai laki-laki dan di bawa kerumahnya,
dimana hal ini sebelumnya sudah ada kesepakatan terlebih
dahulu dengan orang tua mempelai perempua

Anda mungkin juga menyukai