Tari Seudati
Tari Saman Meuseukat, di lakukan dalam posisi duduk berbanjar dengan irama yang
dinamis. Suatu tari dengan syair penuh ajaran kebajikan, terutama ajaran agama
Islam
Tari Saman Meuseukat
Tari Kecak
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di
pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan
penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring
perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi ucapan
selamat datang, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius.
Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi.
Tari Pendet
Tari Andun
Tari Bidadari Teminang Anak, tarian ini dapat pula diartikan bidadari meminang
anak. Tarian adat ini berasal dari Rejang Lebong.
Tari Yopong
Rumah Aceh atau Rumoh Aceh merupakan bentuk tempat kediaman orang
Aceh tempo dulu dan sekarang hampir hilang, hanya tersisa di beberapa tempat
saja di Aceh. Dan rumah ini telah diabadikan di Banda Aceh ( komplek situs Aceh)
dan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) serta Rumah Cut Nyak Dhien yang ada di
Desa Lampisang, 10 km dari pusat Kota Banda Aceh. Di dalam Rumah Aceh yang
terletak di komplek Situs Aceh banyak terdapat barang-barang peninggalan tempo
dulu yang sering digunakan oleh orang Aceh diantaranya pedeung on jok, jingki,
guci, dll. Jika anda ke Banda Aceh jangan lupa untuk datang dan saksikan keadaan
rumah Adat Aceh tempo dulu.
Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah tradisional Jawa yang
terdiri dari soko guru berupa empat tiang utama penyangga struktur
bangunan serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang disangga soko
guru. Rumah Joglo pada umumnya hanya dimiliki oleh orang-orang yang
berkemampuan materi lebih. Hal ini disebabkan dalam membangun rumah
Joglo dibutuhkan material yang banyak dan cukup mahal karena sebagian
besar material berasal dari kayu jati serta membutuhkan perawatan tersendiri.
Sedangkan dari segi sosial masyarakat, bentuk Joglo dianggap hanya boleh
dimiliki orang-orang terpandang terutama dari kalangan bangsawan. Selain
itu, pada bangunan Joglo terkandung filosofi yang sesuai dengan kehidupan
masyarakat Jawa.
Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu
ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang
dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut pringgitan, dan
ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga.
Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong kiri,
senthong tengah dan senthong kanan.
1. MANDAU
Senjata ini adalah sebuah representasi dari suku Dayak Kalimantan. Dalam
kepercayaan suku Dayak, Mandau juga disebut Ambang Birang Bintang Pono Ajun
Kajau atau memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi pemiliknya dari
bahaya. Sehingga ada cara khusus untuk merawatnya.
Bentuk Mandau sendiri hampir mirip dengan pedang. Karena bentuknya yang
panjang. Namun, Mandau memiliki keunikan yang mungkin tidak ada di senjata lain,
yaitu ada ukiran di setiap bilah yang tidak tajam dan juga bentuk gagangnya yang
khas.
Selain menjadi barang keramat untuk suku Dayak, senjata tradisional ini juga
menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan, baik lokal maupun luar negeri
yang datang ke Kalimantan. Kebanyakan mereka membeli Mandau untuk pajangan
di rumah.
2. RENCONG
Rencong merupakan senjata khas dari Nangroe Aceh Darussalam. Bentuknya
menyerupai huruf L dan termasuk dalam kategori belati. Panjang mata pisau
rencong bervariasi dari 10 cm sampai 50 cm. Mata pisau tersebut dapat
berlengkung layaknya keris, namun ada juga yang lurus seperti pedang.
Selain untuk mempertahankan diri dan melawan penjajah, rencong juga sebagai
wujud kelas sesorang yang memilikinya.
3. CELURIT
Bagi masyarakat Madura, Celurit tak dapat dipisahkan dari tradisi budaya dan
kehidupan sehari-hari hingga saat ini. Senjata tradisional Indonesia ini mempunyai
ciri khas dengan bilahnya yang melengkung.
4. PARANG SALAWAKU
Apakah kamu pernah melihat Tari Cakalele dari Maluku? Kalau kita perhatikan setiap
penari pasti membawa pisau dan perisai. Nah, sepasang senjata itu di Maluku
disebut Parang dan Salawaku.
Parang yang dipegang di tangan menjadi perlambang keberanian, sedangkan
salawaku yang dipegang di tangan kiri melambangkan perjuangan untuk
mendapatkan keadilan. Dengan kata lain, Parang Salawaku adalah simbol
kemerdekaan rakyat.
Dahulu, Parang Salawaku digunakan untuk berperang melawan musuh. Kapitan
Pattimura, seorang Pahlawan Nasional kebanggaan masyarakat Maluku
menggunakan senjata ini untuk melawan Belanda.
Kini, Parang Salawaku ialah salah satu senjata tradisional Indonesia yang dijadikan
kerajinan khas dan daya tarik bagi para wisatawan yang datang ke Maluku untuk
dijadikan cinderamata.