Anda di halaman 1dari 10

RUMAH GADANG

Rumah Gadang merupakan rumah adat Minangkabau, Sumatra Barat. Rumah ini mempunyai
ciri-ciri yang sangat khas dan indah, yaitu bentuk atap melengkung seperti tanduk kerbau dan bagian
tengah mirip badan kapal.   Bentuk atap yang melengkung dan runcing ke atas itu disebut gonjong.
Karena atapnya membentuk tersebut maka rumah gadang juga disebut rumah bagonjong.

Hal menarik lainnya, pembangunan rumah ini aslinya tidak menggunakan paku untuk
merekatkan dan menyambungkan dua bahagian kayu. Bahan yang digunakan yaitu pasak. Jadi saat
terjadi gempa, rumah ini berayun mengikuti ritme guncangan sehingga tidak akan roboh. Asal usul
bentuk atap rumah gadang mirip tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita rakyat ‘Tambo Alam
Minangkabau’. Kisah ini bercerita tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau
melawan orang Jawa.

Bentuk-bentuk yang mirip tanduk kerbau tersebut sangat sering digunakan orang Minangkabau,
baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Di antaranya pakaian adat, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk
tanduk) untuk Bundo Kanduang. Asal-usul rumah gadang juga seringkali dihubungkan dengan kisah
perjalanan nenek moyang urang Minang. Konon ceritanya, bentuk badan rumah gadang Minangkabau
yang menyerupai tubuh kapal meniru bentuk perahu nenek moyang pada masa lampau. Perahu nenek
moyang ini dikenal dengan sebutan lancang.

Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah
sampai di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke darat. Lancang ini juga ikut ditarik ke
darat agar tidak lapuk oleh air sungai. Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan
kuat. Lalu, lancang itu diberi atap dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada tiang
lancang tersebut. Kemudian karena layar menggantung sangat berat, tali-talinya membentuk lengkungan
yang menyerupai gonjong.

Lancang ini menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu
tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah para nenek moyang
orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang bergonjong terus dijadikan sebagai ciri khas
bentuk rumah mereka. Dengan adanya ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih
mudah untuk saling mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong
adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir Batang Kampar.
Mengenai filosofi Rumah Gadang itu berasal dari suku bangsa yang menganut falsafah alam. Garis dan
bentuk rumah gadang tampak serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris
lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke
bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan
garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika
dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis.
Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga
air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya.
RUMAH LIMAS

Dijelaskan bahwa Rumah Limas terdiri dari lima tingkatan dengan arti, makna, dan fungsi yang
berbeda-beda.

Kelima tingkatan ruangan tersebut diatur dengan filosofi Kekijing, yang berarti setiap
ruangannya diatur berdasarkan anggota keluarga yang menghuni rumah tersebut.

Mulai dari usia, jenis kelamin, bakat, pangkat jabatan, dan martabat. Dinamai Rumah Limas,
karena atapnya berbentuk limas dan dibandingkan dengan berbagai macam komponen bangunan
yakni kerangka, atap , dinding, lantai, pintu, dan tiang penyangga.

Mengutip dari buku berjudul Sumatera Selatan memasuki era pembangunan jangka panjang
tahap kedua (1993) , Rumah Limas dibangun di tepi sungai dan menghadap ke barat atau yang
disebut Matoari Edop artinya matahari terbit atau kehidupan baru.

Sedangkan Rumah Limas yang menghadap ke timur disebut Matoari Mati artinya matahari
terbenam atau melambangkan akhir kehidupan.

Rumah adat Sumatera Selatan yakni Rumah Limas bergaya menyerupai rumah panggung dengan
lima tingkat di dalamnya.

Tingkatan tersebut memiliki filosofi  yang mendalam menyesuaikan aspek geografi  dan


kepercayaan masyarakat setempat.

Nah, berikut ini keunikan Rumah Limas yang tak akan dijumpai pada  rumah adat  provinsi
lainnya. Yuk, Moms, simak penjelasannya berikut ini!

1. Memiliki Ruangan Bertingkat di Dalam Rumah

Di dalam rumah adat Sumatera Selatan, terdapat ruangan bertingkat yang disebut 'bengkilas' atau
berjenjang. Ruangan ini hanya dignakan oleh tuan rumah ketika memiliki hajatan seperti kenduri
dan pertemuan keluarga .

Saat tuan rumah menerima tamu yang memiliki kedudukan sosial  biasa saja, seperti masyarakat
umum, maka ia akan menempatkan tamu di teras atau di tingkatan kedua.

Semakin tinggi kedudukan sosial tamu yang datang, maka semakin tinggi tingkatannya. Selain
itu, sistem penerimaan tamu tersebut disusun berdasarkan umur, kedudukan dalam keluarga,
maupun pekerjaan dan pemerintahan.

Pada bagian sebelah tangga rumah, sebelum masuk ke tingkatan-tingkatan tersebut, disediakan
tempayan atau gentong berisi air untuk mencuci kaki.
2. Bentuk Rumah Limas

Rumah adat Sumatera Selatan dibangun dengan gaya rumah panggung. Umumnya, ukuran
Rumah Limas minimal 15 x 30 m hingga 20 x 60 m.

Keunikan rumah adat Sumatera Selatan ini ialah bangunannya yang dihiasi dengan ukiran khas
Palembang di bagian kusen, dinding antara ruang kamar, hingga jendela yang tentunya
mempercantik tampilan Rumah Limas.

Selain itu, Rumah Limas juga dibuat di atas tiang kayu unglen yang tahan air.

Kerangka Rumah Limas terbuat dari kayu seru yang langka. Karena kelangkaannya, kayu seru
tidak dibuat sebagai alas rumah karena menurut kepercayaan masyarakat setempat, kayu seru
tidak boleh diinjak maupun dilangkahi.

Sementara itu, pada bagian dinding , jendela, pintu, dan lantai, Rumah Limas terbuat dari kayu
tembesu dengan karakterisitik yang kokoh dari segi ekologi dan murah.

3. Filosofi Rumah Limas

Melansir dari buku berjudul Rumah limas Palembang konsep tata ruang dan pengaruh Jawa
(2008) , seperti yang dijelaskan sebelumnya, rumah adat Sumatera Selatan ini memiliki tingkatan,
dan setiap tingkatannya mengandung makna filosofis yang mendalam.
RUMAH JOGLO SITUBONDO

Setiap provinsi di Indonesia memiliki bangunan tradisional atau rumah adat yang unik
dengan ciri khusus, begitupula dengan Provinsi Jawa Timur. Rumah adat milik masyarakat
Provinsi Jawa Timur bernama joglo situbondo. Sebelum mengenal lebih jauh mengenai rumah
adat joglo situbondo, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu apa itu rumah adat. Rumah adat
didefinisikan sebagai rumah tradisional atau rumah bagi penduduk asli di suatu wilayah.
Perbedaan kebudayaan, teknologi, serta kepercayaan setiap masyarakat memengaruhi bentuk
dan keunikan tiap-tiap rumah adat. Menurut e-modul Bersama Meskipun Beragam bentuk
rumah adat yang beragam justru menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Keunikan Rumah Adat Joglo Situbondo Di Indonesia, rumah joglo menjadi rumah adat
bagi berbagai provinsi, khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I. Yogyakarta. Meskipun
sama-sama disebut sebagai joglo, joglo sitobondo tentu memiliki ciri yang membedakannya
dengan joglo dari daerah lain. Intania Poerwaningtias dan Nindya K. Suwarto dalam "Rumah
Adat Nusantara" membenarkan bahwa joglo situbondo mirip seperti joglo yang ada di Jawa
Tengah dan Yogyakarta. Bedanya, atap joglo di Jawa Timur lebih sederhana dibanding atap
joglo di provinsi lainnya.
Bentuk rumah joglo situbondo dideskripsikan sebagai rumah beratap limas yang
menjulang tinggi terutama pada bagian tengah. Bangunannya biasa berbentuk melebar,
memanjang, terkadang dihiasi dengan tiang penopang atap. Bahan utama konstruksi rumah
terbuat dari kayu jati. Kayu jati sendiri merupakan salah satu jenis kayu bangunan yang paling
awet. Menurut DPUPK Kabupaten Bantul, kayu jati mampu bertahan terhadap cuaca
dibandingkan jenis kayu lain, sehingga harganya mahal. Oleh karena itu, banyak rumah joglo
yang bangunannya kokoh dan tahan lama. Keunikan paling mencolok dari joglo situbondo
adalah dekorasi ukiran yang terdapat pada pintu rumah. Menurut Kiki Ratnaning Arimbi dalam
Berselancar ke 34 Rumah Adat Indonesia, Yuk! ukiran ini diyakini masyarakat Jawa Timur
sebagai pelindung rumah dari hal-hal buruk.

Selain itu, ruang tengah pada rumah adat joglo situbondo juga harus selalu diberi
penerangan lampu, baik siang maupun malam. Hal ini karena masyarakat Jawa Timur
mempercayai bahwa ruang tengah joglo adalah ruangan sakral. Bagian-bagian Rumah Adat
Joglo Situbondo Menurut Poerwaningtias dan Suwarto, rumah adat joglo situbondo terdiri dari
dua ruang utama, yaitu pendopo dan ruangan belakang. Pendopo adalah bagian depan rumah,
yang biasanya digunakan untuk bersosialisasi dan menyambut tamu. Selain itu, pendopo juga
digunakan untuk mengadakan pertemuan seperti bermusyawarah dengan tetangga sekitar.
Ruangan lainnya adalah ruang belakang. Ruang belakang joglo situbondo banyak
dimanfaatkan oleh penghuni rumah untuk melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk tidur,
makan, memasak, mengasuh anak, dan berkumpul bersama keluarga. Menurut Arimbi ruang
belakang joglo situbondo terdiri dari: Sentong tengah : kamar tengah Sentong tangen : kamar
kanan Setong kiwo : kamar kiri Dapur.
RUMAH DALAM LOKA SAMAWA

Rumah Dalam Loka adalah kediaman raja-raja yang berasal dari Kabupaten Sumbawa, NTB.
Rumah adat tersebut merupakan peninggalan sejarah dari Kerajaan Sumbawa. Dikutip dari buku
Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat (1997), bangunan Istana Tua
Sumbawa oleh masyarakat setempat disebut Dalam Loka. Konstruksi bangunan berbentuk rumah
panggung dengan berlantai dua. Bahan dasar bangunannnya adalah kayu jati dan beratap sirap.
Tiang bangunan pada istana tersebut sebanyak 99 batang yang terbuat dari kayu bulat yang besar
dan berat. Karena besarnya, bangunan istana tersebut juga dikenal dengan sebutan Bala Rea yang
artinya rumah besar. Rea juga dapat berati raja, sehingga Bala Rea juga memiliki arti istana raja.

Ruang dalam Istana Dalam Loka Pada rumah atau istana Dalam Loka terdiri dari beberapa ruangan
dengan fungsi yang berbeda-beda. Berikut ruangan Istana Dalam Loka: Ruang depan Ruang depan
disebut juga Lunyuk Agung atau Paseban Agung. Di mana berfungsi sebagai Balairunag Sari,
tempat bermusyawarah, upacara kerajaan. Disamping ruang tersebut terdapat Lunyuk Mas, yaitu
tempat duduk permaisuri dan para istri pembesar. Ruang dalam sisi sebelah barat Ruang dalam
berada di sisi sebelah barat dengan terdapat bilik-bilik yang berderet dari selatan ke utara.
Urutannya yaitu, kamar shalat raja, repan peraduan raja, repan permaisuri, tempat permaisuri
menerima tamu.

Antar kamar satu dengan yang lain hanya dibatasi dengan kain kelambu. Kemudian dua kamar putri
beserta dayang-dayang dan inang pengasuhnya. Ruang dalam sisi sebelah timur Pada ruang
dalam sisi sebelah timur terdapat empat bilik yang diperuntukkan bagi putra putri raja yang telah
berumah tangga. Bilik yang berada di ujung utara ditempati oleh pengasuh rumah tangga. Ruang
bagian tengah Pada bagian tengah antara deretan ruangan di sebelah barat dengan ruangan di
sebalah timur digunakan sebagai tempat berkumpul pada dayang, dan tempat menata hidangan
pada setiap upacara. Ruang belakang Ruangan belakang menyambung dengan dapur. Pada
bagian barat di luar bangunan induk memanjang mulai kamar peraduan raja hingga kamar putri
bergantung jembangan tempay mandi untuk raja, permaisuri dan putri. Pada sisi barat jembangan,
berhadapan dengan ruang tamu permaisuri terdapat bala bulo berbentuk rumah dua susun.
Bagian bawah tempat putra dan kawan-kawan bermain, sedangkan bagian atas tempat para putri
menonton bila di lapangan istana ada tontonan.

Struktur bangunan Istana Dalam Loka Bangunan Istana Dalam Loka berbentuk panggung yang
terdiri di atas umpak-umpak batu yang berada di atas permukaan tanah. Dikutip dari buku
Purnapugar Istana Dalam Loka (2010) karya I Nyoman Sumartika dan kawan-kawan, tanah tempat
berdirinya bangunan tersebut termasyk tanah yang stabil dan kuat. Sehingga memungkinkan
bangunan yang berlantai dua tersebut berdiri hanya di atas umpak-umpak batu. Secara arsitektur
bangunan tersebut merupakan bangunan kayu dengan menggunakan struktur rangka berupa
rangkaian tiang dan balok yang tersusun dalam kesatuan yang utuh. Sedangkan konstruksi
bangunan utama menggunakan teknik lubang dan pen (purus) dan diperkuat dengan pasak kayu.
Komponen-komponen tersebut terdiri dari pondasi, tiang balok, lantai, dinding, pendukung atap, dan
atap.

Pondasi Pondasi bangunan berupa umpak-umpak batu alami yang berbentuk lonjong dengan tinggi
skeitar 40 centimeter (cm) dan lebar 60 cm. Umpak tersebut sebagian besar telah diganti dengan
pondasi dangkal dari batu kali dengan campuran semen, pasir, dan kapur. Tiang Ada dua tiang
dalam bangunan tersebut, yakni tiang utama dan tiang sekunder. Tiang utama ada 99 buah yang
menggunakan bahan kayu jati dengan ukuran diameter 30 cm dan tinggi bangunan utama 7,8
meter. Tiang-tiang tersebut berfungsi untuk menahan lantai, dinding, dan atap bangunan.
Sementara itu tiang sekunder berada di atas struktur lantau dua. Di mana berfungsi sebagai
penahan lantai panggung, dinding, plafon, dan atap. Ukuran tiang 8 cm x 15 cm dan 15 cm x 15 cm.

Balok Balok utama pada struktur lantai satu berupa balok pengikat arah melintang dengan ukuran 9
cm x 22 cm. Balok induk lantai berada di atas balok pengikat sebagai penumpu balok anak dan
papan-panpan lantai. Balok lantai tersebut berukuran 5 cm x 7 cm. Lantai Lantai bangunan
menggunakan papa kayu jati dengan ukuran 3 cm x 30 cm. Papan lantai disusun secara rapat di
atas balok anak dan diperkuat dengan paku. Dinding Kerangka dinding terbuat dari kayu jati dengan
ukuran 6 cm x 30 cm. Kerangka dinding berfungsi sebagai pengikat papan-papan dinding, kusen
pintu, dan jendela. Kerangka dinding tersebut dihubungkan cm x 4 cm, sedangkan bubungan atas
menggunakan seng.
RUMAH PEWARIS/WALEWANGKO

Rumah adat pewaris atau disebut juga walewangko merupakan rumah adat suku Minahasa,
Provinsi Sulawesi Utara. Rumah adat pewaris atau walewangko tergolong sebagai rumah panggung,
yakni rumah dengan tiang penopang yang terbuat dari kayu kokoh. Rumah adat sendiri merupakan rumah
asli penduduk atau masyarakat suatu daerah. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk rumah adat
yang menjadi bagian dari kekayaan budaya bangsa. Mengutip dari buku "Beda Tapi Sama: Harmoni
dalam Keberagaman", keberagaman rumah adat di Indonesia muncul akibat adanya perbedaan letak
geografis. Bentuk rumah dari suku yang mendiami daerah pegunungan berbeda dengan suku yang tinggal
di daerah pesisir atau pantai. Tidak hanya bentuk, bahan bangunan dan bagian-bagian rumah juga
memiliki perbedaan mengikuti kebudayaan masyarakat di setiap daerah. Rumah adat memiliki keunikan
dan ciri khas yang membedakannya dengan bentuk rumah pada umumnya. Misalnya Rumah Joglo dari
Jawa, Rumah Lamin dari Kalimantan Timur, Rumah Melayu Selaso dari Riau, Rumah Honai dari Papua,
Rumah Tongkonan dari Sulawesi Barat, dan lain sebagainya. Keunikan serta ciri khas tersebut tentunya
juga dimiliki oleh rumah adat pewaris atau walewangko di Sulawesi Utara.

Bagian-bagian Rumah Adat Pewaris atau Walewangko Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, rumah adat pewaris merupakan salah satu jenis rumah adat yang berbentuk panggung.
Dikutip dari buku "Berselancar ke 34 Rumah Adat Indonesia yuk!" rumah adat pewaris berdiri di atas
tiang dan balok-balok yang menopang lantai, dua di antaranya tidak disambung. Bagian dalam rumah
hanya terdiri dari tiang-tiang penyangga atap rumah. Tiang-tiang tersebut diberi rentangan tali atau
bambu untuk menggantung anyaman bambu atau tikar yang berfungsi sebagai pembatas ruangan.
Sedangkan, pada bagian kolong rumah biasanya digunakan untuk menyimpan hasil panen atau godong.
Rumah adat pewaris tiga bagian ruangan, yaitu ruang depan, serambi, dan ruang tengah. Ruang paling
depan bernama lesar, ruang serambi bernama sekey, dan ruang tengah bernama pores. 1. Ruang paling
depan atau lesar Ruang lesar merupakan bagian utama yang tidak dilengkapi dengan dinding, sehingga
terlihat seperti beranda. Area ini berfungsi sebagai tempat para ketua adat ata kepala suku ketika
memberikan maklumat kepada rakyatnya. 2. Ruang serambi atau sekey Berbeda dengan ruang lesar,
ruang sekey dilengkapi dengan dinding. Ruang serambi ini terletak setelah pintu masuk. Area ini
berfungsi sebagai tempat penerimaan tamu, untuk menyelenggarakan upacara adat, dan jamuan
undangan. 3. Ruang tengah atau pores Bagian ruang tengah atau pores berfungsi untuk menerima tamu
yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik rumah. Selain itu, ruangan ini juga
dimanfaatkan sebagai tempat anggota keluarga untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya pores
terhubung langsung dengan dapur, tempat makan, dan tempat tidur.

Keunikan Rumah Adat Pewaris atau Walewangko Setiap rumah adat memiliki keunikan
tersendiri, begitu juga dengan rumah adat pewaris atau walewangko. Keunikan tersebut terletak pada
arsitektur depan rumah, yaitu susunan tangga yang berjumlah dua yang terletak di bagian kanan dan kiri
rumah. Suku Minahasa mempercayai dua buah tangga tersebut berfungsi sebagai mengusir roh jahat. Jika
roh menaiki tangga yang satu, maka akan turun kembali melalui tangga lainnya. Keunikan yang lain
terletak pada desainnya yang simetris dari tampak depan, adanya dua tangga sebagai pintu masuk yang
arahnya saling berlawanan, dan adanya pagar berukir yang mengelilingi ruang serambi depan.

Anda mungkin juga menyukai