Anda di halaman 1dari 3

Sumatera Barat dikenal dengan Ranah Minang Kabau ,

memiliki kekayaan budaya yang sangat menarik.


Kebudayaan yang terpupuk subur sejak masa silam
tersebut hingga kini bahkan tetap terjaga dengan baik.
Masyarakat suku Minangkabau dari Provinsi yang
beribukota di kota Padang ini memang diketahui
sangat kuat dalam mempertahankan adat dan
budayanya. Salah satu adat dan budaya tersebut
misalnya dalam hal berpakaian. Pakaian adat Minang
sangat dikenal di kancah nasional sebetulnya sebuah
pakaian yang sangat sederhana. Pakaian yang bernama
pakaian Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan
Gadang ini memiliki keunikan terutama pada bagian
penutup kepalanya yang berbentuk menyerupai tanduk
kerbau atau atap rumah gadang.
Pakaian Bundo kanduang sendiri merupakan pakaian adat Minangkabau yang
dikenakan umumnya oleh perempuan yang telah menikah. Pakaian tersebut
merupakan simbol dari pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga.
Limpapeh sendiri artinya adalah tiang tengah dari bangunan rumah adat Sumatera
Barat. Peran limpapeh dalam memperkokoh bangunan rumah gadang adalah
analogi dari peran ibu dalam sebuah keluarga. Jika limpapeh rubuh, maka rumah
atau suatu bangunan juga akan rubuh, begitupun jika seorang ibu atau
perempuan tidak pandai mengatur rumah tangga, maka keluarganya juga tak akan
bertahan lama.

Secara umum, pakaian adat Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang
memiliki desain yang berbeda-beda dari setiap nagari atau sub suku. Akan tetapi,
beberapa kelengkapan khusus yang pasti ada dalam jenis-jenis pakaian tersebut.
Perlengkapan ini antara lain tingkuluak (tengkuluk), baju batabue, minsie, lambak
atau sarung, salempang, dukuah (kalung), galang (gelang), dan beberapa aksesoris
lainnya.
Tingkuluak (Tengkuluk) adalah sebuah penutup kepala yang bentuknya menyerupai
kepala kerbau atau atap rumah gadang. Penutup kepala yang terbuat dari kain
selendang ini dikenakan sehari-hari maupun saat dalam upacara adat. Baju
batabue atau baju bertabur adalah baju kurung (naju) yang dihiasi dengan taburan
pernik benang emas. Pernik-pernik sulaman benang emas tersebut melambangkan
tentang kekayaan alam Ranah Minang Sumatera Barat yang sangat berlimpah.

Corak dari sulaman inipun sangat beragam. Baju batabue dapat kita temukan
dalam 4 varian warna, yaitu warna merah, hitam, biru, dan lembayung. Pada bagian
tepi lengan dan leher terdapat hiasan yang disebut minsie. Minsie adalah sulaman
yang menyimbolkan bahwa seorang wanita Minang harus taat pada batas-batas
huku adat. Lambak Lambak atau sarung merupakan bawahan pelengkap pakaian
adat Bundo Kanduang. Sarung ini ada yang berupa songket dan ada pula yang
berikat. Sarung dikenakan menutupi bagian bawah tubuh wanita dengan cara
diikat pada pinggang. Belahannya bisa disusun di depan, samping, maupun
belakang tergantung adat Nagari (Desa) mana yang memakainya.

Salempang adalah selendang biasa yang terbuat dari kain songket. Salempang di
letakan di pundak wanita pemakainya. Salempang menyimbolkan bahwa seorang
wanita harus memiliki welas asih pada anak dan cucu, serta harus waspada akan
segala kondisi. Perhiasan lazimnya pakaian adat perempuan dari daerah lain,
penggunaan pakaian adat Sumatera Barat untuk perempuan juga dilengkapi
dengan beragam aksesoris.

Aksesoris tersebut misalnya dukuah (kalung), galang (gelang), dan cincin. Dukuah
ada beberapa motif, yaitu kalung perada, daraham, kaban, manik pualam, cekik
leher, dan dukuh panyiaram. Secara filosofis, dukuah melambangkan bahwa
seorang perempuan harus selalu mengerjakan segala sesuatu dalam azas lingkaran
kebenaran. Sementara motif galang antara lain galang bapahek, kunci maiek,
galang rago-rago, galang ula, dan galang basa. Pemakaian gelang memiliki filosofi
bahwa seorang perempuan memiliki batasan-batasan tertentu dalam melakukan
aktivitasnya.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kebudayaan


telah mengidentifikasi pakaian adat perempuan Minangkabau mencapai 800 jenis
dan sedang didokumentasikan agar tetap terjaga sebagai kekayaan budaya.

Ketua Dekranasda Provinsi Sumatera Barat,Hj.Nevi Irwan Prayitno, menyambut


positif hal tersebut, dan mengajak serta seluruh Ketua Dekranasda Kabupaten/Kota
se-Sumatera Barat, untuk dapat memprogramkan kelestarian pakaian adat masing-
masing daerah di Ranah Minang. Menurutnya jumlah yang cukup fantastis itu
karena pada masing-masing nagari di Sumbar, terdapat perbedaan jenis pakaian
adat perempuan. Bahkan dalam satu nagari, namun berbeda suku juga terdapat
perbedaan.

Perbedaan itu diantaranya terletak pada ornamen dan pernik yang digunakan serta
perlengkapan lain seperti suntiang (hiasan kepala).Hal itu, harus didokumentasikan
secepatnya karena jika tidak bisa terancam punah dan tidak diketahui lagi oleh
generasi penerusnya.

Saat ini telah dilakukan pendokumentasian terhadap 234 jenis dan terus
dilanjutkan sesuai anggaran yang tersedia. Diharapkan dalam dua atau tiga tahun
ke depan, seluruh jenis pakaian itu bisa didokumentasikan dengan baik.

Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno sangat mendukung upaya yang dilakukan Dinas
Kebudayaan itu karena kekayaan budaya Minang Kabau juga berkaitan erat dengan
pariwisata di Sumatera Barat yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Beliau menilai pernak-pernik pakaian adat perempuan Minang yang
rumit itu akan sangat menarik bagi wisatawan terutama untuk kaum hawa dalam
mencobanya. Disamping kita juga perlu menjaga kelestarian pakaian
adat Minang dalam event nasional dan internasional karena ini adalah kekayaan
masyarakat Minangkabau," ujarnya. Beliau berharap semua pihak yang terkait
dengan kebudayaan bisa saling membantu dalam melestarikan kekayaan itu.

Anda mungkin juga menyukai