Anda di halaman 1dari 16

Pakaian Adat Minang Kabau dan Penjelasannya

Pakaian Adat Minangkabau dan


Penjelasannya

Pakaian Adat Minangkabau


Pakaian Adat Minangkabau dan Penjelasannya-Pakaiaan adat khas Minangkabau Sumatra
Barat sangatlah feminim bila dilihat dari sudut busananya. Pakaian Khas Sumatra Barat di bagi
menjadi dua yaitu : Pakaian Tradisional dari Minangkabau dan Pakaian Bundo Kanduang.
Produk yang kami iklankan ini merupakan bagian dari Pakaian Bundo Kanduang. Seorang bundo
kandung mengenakan tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek sebagai penutup kepala. Bahannya
berasal dari kain balapak tenunan Pandai Sikat Padang Panjang . Bentuknya seperti tanduk
kerbau dengan kedua ujung runcing berumbai dari emas atau loyang sepuhan. Pemakaian
tengkuluk ini melambangkan bahwa perempuan sebagai pemilik rumah
gadang.Seorang wanita yang telah diangkat menjadi bundo kanduang (bunda kandung)
memegang peranan penting dalam kaumnya. Tidak semua wanita dapat menjadi bundo
kandungan. Ia haruslah orang yang arif bijaksana, kata-katanya didengar, pergi tempat bertanya
dan pulang tempat berita. Ia juga merupakan peti ambon puruak , artinya tempat atau pemegang
harta pusaka kaumnya. Oleh karena itu memiliki pakaian adat yang berbeda dengan wanita
lainnya. Seperti juga pada pakaian penghulu, masing-masing daerah adat di Minangkabau
memiliki variasinya masing-masing. Tetapi umumnya kelengkapan pakaian bundo kanduang
terdiri dari tengkuluk, baju kurung, kain selempang, kain sarung, dan berhiaskan anting-anting
serta kalung.
Pakaian Adat Minangkabau sebagai Pakaian Pengantin
Pakaian adat merupakan pelengkap bagi sebuah pernikahan adat, beberapa tradisi di Indonesia
tetap memegang teguh pakain adat ini untuk nantinya diwariskan kepada anak cucunya. Kita
ketahui bersama bahwa suku di Indonesia sangat beragam, oleh karena itu
pernikahanadat.blogspot.com akan berusaha mencari dan membantu para calon pengantin yang
ingin mengetahui tentang busana pernikahan adat di daerahnya.
Pakaian Minangkabau sebagai Pakaian Pengantin
Dalam alek di minangkabau pada umumnya pengantin wanita menggunakan suntiang. Suntiang
adalah hiasan kepala pengantin perempuan di Minangkabau atau Sumatra Barat. Hiasan yang
besar warna keemasan atau keperakan yang khas itu, membuat pesta pernikahan budaya
Minangkabau berbeda dari budaya lain di Indonesia. Perempuan minangkabau mesti bangga
dengan budaya minangkabau, terutama soal pakaian pengantin. secara turun temurun, busana
pengantin Minangkabau sangat khas, terutama untuk perempuannya, yaitu selain baju adat-nya
baju kurung panjang dan sarung balapak, tak ketinggalan sunting.
Sedangkan untuk hiasan kepala sebenarnya beragam bentuknya. Saat ini, hiasan kepala
"Suntiang Kambang” asal Padang Pariaman lah yang di lazim digunakan di Sumatera Barat.
Padahal ada banyak bentuk hiasan kepala, ada yang berupa sunting Pisang Saparak (Asal Solok
Salayo), Sunting Pinang Bararak(Dari Koto nan Godang Payakumbuh), Sunting Mangkuto (dari
Sungayang), Sunting Kipeh (Kurai Limo Jorong), Suntiang Sariantan (Padang Panjang),
Suntiang Matua Palambaian, dll.
Tidak hanya sunting, di beberapa daerah juga mengenakan Tikiluak Tanduak dengan beragam
bentuk, seperti tikuluak tanduak batipua, tanduak lilik (payakumbuh), Tanduak Balenggek dari
Sungayang, Tanduang dari Lintau Buo, termasuak Tikuluak Kecubung dari Magek. Dan ada
yang hanya berupa kain yang di lekapkan ke kepala, yaitu tengkuluk khusus yang disebut
talakuang serta baju kurung yang disebut Batabue atau Bertabur, seperti di Koto Gadang.
Sayangnya, beragam hiasan tersebut sudah jarang digunakan. Disamping karena ketidak laziman
juga karena ketidak tahuan kita. Sehingga, hanya Suntiang Gadang lah yang dianggap betul-betul
baju Anak Daro di Minangkabau.
Suntiang sendiri dirangkai menggunakan kawat ukuran satu perempat yang dipasang pada
kerangka seng aluminium seukuran kepala. Pada kawat itu dipasang sedikitnya lima jenis hiasan.
Kelima hiasan itu dinamakan suntiang pilin, suntiang gadang, mansi-mansi, bungo, dan jurai-
jurai. Besarnya sebuah suntiang diukur dengan jumlah mansi atau kawat. Suntiang paling besar
ukurannya 25 mansi, kemudian 23 mansi, dan 21 mansi yang paling umum dipakai saat ini.
Suntiang yang dibuat juga dibagi tiga jenis berdasarkan bahan. Yang lebih berat dan mahal yang
masih dibuat saat ini terbuat dari mansi padang (sejenis seng aluminium kuningan). Kemudian
mansi kantau atau biasa, dan yang sekarang mulai banyak dipakai, terutama untuk pelajar,
suntiang dari plastik yang jauh lebih ringan. Tapi yang paling bagus sebaiknya nanti dibuat dari
titanium, sayangnya masih mahal.
Suntiang tidak terlepas dari perangkatan pakaian limpapeh Rumah nan Gadang di Minangkabau.
Suntiang ini dipakai oleh anak gadis yang berpakaian adat maupun oleh pengantin wanita.
Mengenai jenis dan nama suntiang ini berbagai ragam. Secara garis besar jenis suntiang ini
adalah sbb :
1. Suntiang bungo pudieng (suntiang berbunga puding)
2. Suntiang pisang saparak (suntiang pisang sekebun)
3. Suntiang pisang saikek (suntiang pisang sesisir)
4. Suntiang kambang loyang (suntiang pisang sesisir)
Dari segi ikat (dandanan) dengan segala variasinya suntiang ini dapat pula dibedakan, suntiang
ikat pesisir, suntiang ikat Kurai, suntiang ikat Solok Selayo, suntiang ikat Banuhampu Sungai
Puar, suntiang ikat Lima Puluh Kota, suntiang ikat Sijunjung Koto Tujuh, suntiang ikat Batipuh
X Koto, suntiang ikat Sungayang, dan Lintau Buo.
Suntiang ikat bungo pudieng banyak dipakai didaerah Batipuh Tanah Datar. Suntiang pisang
separak banyak dipakai didaerah Luhak Lima Puluh Kota, Solok, Sijunjung Koto Tujuh, dan
Sungai pagu. Suntiang pisang sasikek banyak dipakai di daerah Pesisir. Suntiang kambang
loyang banyak dipakai di daerah lain.
Untuk baju, Minangkabau hanya mengenal dua jenis baju, yaitu baju kurung basiba dan baju
kurung melayu (kebaya panjang). Baju ke dua ini lazim digunakan di daerah psisir barat, parang
dan pariaman. Demikian juga halnya dengan warna, baju adat MinangKabau punya warna-warna
pakem yang menjadi ciri khasnya. baju kurung warna merah dan gold sebagai ciri daerah Padang
dan warna hitam sebagai ciri daerah Solok.
Baju-baju adat MinangKabau yang biasanya adalah semacam baju kurung yang longgar (tidak
ketat), tebal (tidak transparan, tidak menerawang, tidak tembus pandang), sopan, tertutup mulai
dari leher sampai ke mata kaki dan dihiasi dengan tutup kepala yang bentuknya beraneka ragam
sesuai dengan daerah asal yang lebih spesifik. Oleh karena baju adat minangkabau yang
cenderung tertutup, longgar dan tidak transparan ini, maka sangat mudah memadukannya dengan
jilbab tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya.
Perlengkapan pakaian adat Limpapeh Rumah Nan Gadang dibuat oleh orang Minangkabau
sendiri. Ada daerah yang cukup terkenal dengan pandai sulam ini di Minangkabau seperti
Padang, Pariaman, Tanjung Sungayang, Batipuh Bunga Tanjung, Koto Gadang, Payakumbuh.
Sedangkan Pandai Sikat terkenal dengan tenunan kain upieh (kain balapak). Bukittinggi terkenal
sebagai tempat penjual suntiang dalam berbagai bentuk dan ukuran. Umumnya biro tata rias anak
daro di seluruh Sumatera Barat, bahkan di luar provinsi itu, termasuk Jakarta membeli suntiang
ke toko-toko di Bukittinggi. Tapi, suntiang sendiri sebenarnya dibuat sekelompok perajin di
Kampung Pisang, Kecamatan Empat Koto, Kabupaten Agam. Sayang, hal ini tak banyak
diketahui orang.
Makna Simbolik yang Terkandung dalam Busana Adat Minangkabau
1. Busana Bagian Atas
Tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek adalah penutup kepala yang terbuat dari kain balapak.
Perlengkapan ini bentuknya seperti tanduk (runcing) yang berumai emas atau loyang sepuhan.
Makna simbolik dari perlengkapan ini adalah kepemilikan rumah gadang. Artinya, orang yang
mengenakannya adalah bundo kanduang (pemilik suatu rumah gadang).
2. Busana Bagian Tengah
Baju kurung dengan warna hitam, merah, biru, atau lembayung yang dihiasi dengan benang emas
dan tepinya diberi minsai bermakna simbolik, terutama minsai-nya, bahwa seorang bundo
kanduang dan kaumnya harus mematuhi batas-batas adat dan tidak boleh melanggarnya.
Sementara, balapak yang diselempangkan dari bahu kanan ke rusuk kiri bermakna simbolik
bahwa seorang bundo kanduang bertanggung jawab melanjutkan keturunan.
3. Busana Bagian Bawah
Kain sarung (kodek) balapak bersulam emas bermakna simbolik kebijaksanaan. Artinya, seorang
bundo kanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, sebagaimana yang
diibaratkan oleh pepatah “memakan habis-habis, menyuruk (bersembunyi) hilang-hilang”.
4. Perhiasan
Selain pakaian ada pula beberapa perhiasan atau aksesoris yang digunakan oleh bundo kanduang.
Perhiasan tersebut terdiri dari seperangkat kaluang (kalung) yang terdiri dari sembilan macam
bentuk, seperangkat gelang dan cincin yang juga terdiri dari bermacam bentuk. Perhiasan-
perhiasan tersebut pada umumnya terbuat dari bahan emas dan batu alam. Perhiasan seperti
seperangkat kaluang dan galang serta cincin memiliki perbedaan yang khusus jika dibandingkan
dengan perhiasan wanita pada umumnya, sebab merupakan simbol-simbol yang mengandung
norma-norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kehidupan
bermasyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa perhiasan yang dikenakan oleh bundo kanduang
tidak hanya berfungsi untuk memperindah penampilan, melainkan juga memiliki makna tertentu
yang terkait dengan adat istiadat Minangkabau. Kalung dan gelang tersebut hanya dipakai pada
saat dilaksanakan upacara adat dimana bundo kanduang hadir dengan segala kebesarannya
sebagai seorang pemimpin adat. Berikut ini adalah beberapa macam perhiasan (kalung, gelang
dan cincin) yang biasa digunakan oleh bundo kanduang di dalam melaksanakan upacara adat.
Nilai Luhur yang terkandung dalam Pakaian Adat Minangkabau
Fungsi busana bagi seseorang tidak hanya sekedar sebagai pelindung tubuh dari cuaca dingin dan
teriknya sinar matahari, tetapi juga mempunyai fungsi lain dalam struktur sosial suatu
masyarakat. Dari busana yang dikenakan oleh seseorang dapat diketahui status sosial orang yang
bersangkutan dalam masyarakatnya. Pada masyarakat Minangkabau misalnya, busana adat yang
dikenakan oleh para pemangku adat (datuk dan sutan) berbeda dengan orang kebanyakan,
sehingga orang mengetahui secara persis status sosial si pemakainya. Demikian juga busana
yang dikenakan oleh bundo kanduang berbeda dengan perempuan kebanyakan. Busana yang
dikenakan oleh bundo kanduang juga tidak hanya sekedar busana, tetapi di baliknya ada makna
simbolik yang sarat dengan nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam
kehidupan. Nilai-nilai itu adalah: kepimpinan, keteguhan dan kebertanggung-jawaban,
kebijaksanaan, kehematan, kerja keras, ketauladan, ketaqwaan, pengayoman, dan ketaatan.
Nilai kepemimpinan tercermin dalam makna simbolik penutup kepala disebut tengkuluk tanduk
atau tengkuluk ikek. Penutup kepala ini adalah sebagai simbol seorang pemimpin dalam rumah
gadang.
Nilai keteguhan dan kebertanggung-jawaban tercermin dalam makna simbolik minsai dan
balapak. Minsai adalah simbol bahwa seorang bundo kandung dan kaumnya tahu persis tentang
adat dan tidak boleh melanggarnya. Sedangkan, balapak adalah simbol penerus keturunan.
Artinya, seorang bundo kandung bertanggung jawab melanjutkan keturunan.
Nilai kebijaksanaan tercermin dalam makna simbolik kain sarung (kodek) balapak bersulam
emas, yaitu seorang bundo kanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Sedangkan, nilai kehematan tercermin dalam makna simbolik dukuah nasura, yaitu orang hidup
mesti dapat menerapkan sikap mental hemat.
Nilai kerja keras tercermin dalam makna simbolik dukuah palam, yaitu hidup tidak boleh
menyerah (pasrah) tetapi harus berpikir, berbuat dan berjuang untuk memperoleh sesuatu demi
kesejahteraan manusia.
Nilai ketauladanan tercermin dalam makna simbolik dukuah uang dukat, yaitu bundo kandung
merupakan cermin seorang perempuan Minangkabau yang dapat menjadi pengayom bagi
kaumnya dalam menjalani kehidupan.
Nilai ketaqwaan tercermin dalam makna simbolik: dukuah rago-rago, dukuah pinyaram, kaban
ketek, kaban manangah dan Kaban gadang, Rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh setiap
orang Minangkabau, khususnya yang menganut agama Islam.
Nilai pengayoman tercermin dalam makna simbolik galang ula tigo balik, yaitu paga diri yang
berguna untuk melindungi seluruh anak kemenakan (kaum) bundo kanduang. Artinya, seorang
bundo kanduang diharapkan dapat melindungi nagarinya dari kerusakan atau kekacauan.
Nilai Ketaatan tercermin dalam makna simbolik galang gadang, yaitu sebagai pamagar (pagar).
Artinya, semua tindakan atau tugas yang dilaksanakan oleh bundo kanduang harus sesuai dengan
aturan adat dan disetujui oleh mamak atau panghulu. (gufron)
Rumah Adat Minangkabau | Gambar yang
Dilengkapi dengan Penjelasannya
RUMAH ADAT MINANGKABAU – Sumatera Barat ini ialah merupakan salah satu provinsi
di Negara Indonesia yang lokasinya terletak di tengah-tengah Pulau Sumatera dengan
menjadikan kota Padang sebagai Ibu kotanya. Sesuai dengan namanya, Sumatera Barat ini
memang lokasinya terletak di tepi barat Pulau Sumatera.

Kepulauan Mentawai dan pulau-pulau lainnya yang berada di Samudera Hindia ini masih
termasuk kedalam wilayah atau daerahnya. Provinsi ini dihuni oleh penduduk yang berasal dari
suku Minangkabau sebagai suku asli dan juga sekaligus suku mayoritasnya.

Suku Minangkabau atau juga sering disebut oleh orang-orang dengan sebutan orang minang
merupakan suku Melayu yang mempunyai kehidupan atau budaya dan karakteristik yang sangat
unik. Mereka semua selain dari pintar berniaga, pintar memasak, dan suka merantau, orang-
orang minang juga memiliki sebuah simbol budaya yang mana simbol budaya tersebut sangat
dikenal di seluruh dunia.

Simbol budaya tersebut ialah rumah gadang, yang mana pada saat ini rumah gadang sudah resmi
dan juga ditetapkan emnjadi rumah adat minangkabau di Provinsi Sumatera Barat.

Yuk, langsung saja kita simak pembahasan tentang rumah adat minangkabau, selamat membaca
dan semoga bermanfaat.

o s8.2 Terkait

Fungsi Rumah Adat Minangkabau

Walaupun sebagai tempat tinggal bersama seperti halnya pada rumah umumnya, Rumah Gadang
ini mempunyai peraturan tersendiri. Ketentuan-ketentuan tersebut ialah seperti jumlah pada
kamar yang bergantung kepada jumlah perempuan yang menetap atau tinggal di dalamnya.
Kemudian, setiap wanita yang sudah memilki suami didalam kaum tersebut akan mendapatkan
sebuah kamar.

Sedangkan perempuan-perempuan yang sudah memiliki umur atau bisa dibilang sudah tua dan
anak-anak akan mendapatkan sebuah kamar yang letaknya di dekat dapur. Sementara untuk
wanita yang masih gadis atau perawan akan mendapatkan atau diberi kamar yang letaknya di
ujung.

Semua atau seluruh bagian-bagian dari Rumah Gadang ini merupakan ruangan yang sangat
lepas, terkecuali untuk kamar tidur. Pada bagian dalam Rumah Gadang ini terbagi menjadi 2
bagian, yakni ruangan yang ditandai dengan tiang dan lanjar.

Tiang-tiang tersebut berjajar dari belakang kedepang, dari depan ke belakang, dari kiri ke kanan,
dari kanan ke kiri. Untuk tiang-tiang yang berjajaran dari depan ke belakang ialah menunjukkan
lanjar, sementara untuk tiang dari kiri ke kanan itu menunjukkan ruang. Untuk jumlah lanjar ini
tergantung dari besar ukurang rumah, bisa empat, tiga atau dua.

Ruangannya pun terdiri dari jumlah-jumlah yang ganjil, yakni antara tiga hingga sebelas.
Biasanya Rumah Gadang ini dibentuk atau dibangun diatas tanah milik keluarga induk didalam
kaum secara turun menurun dari leluhurnya dan hanya dimiliki dan diwarisi kepada perempuan-
perempuan di suku tersebut.

Biasanya di depan Rumah Gadang ini terdapat sebuah halaman yang selalu ada dua bangunan
yang dipakai untuk menyimpan padi. Di bagian bangunan sebelah kiri dan sebelah kanannya
Rumah Gadang ternyata terdapat raung anjung yang mana ruang anjung tersebut dipakai untuk
pengantin bersanding atau penobatan kepala adat.

Maka dari itu Rumah Gadang ini diberi nama atau julukan sebagai Rumah Bannjuang.

Anjung yang ada di ada di kelarasan Koto Piliang ini memakai tongkat penahan, sementara di
kelarasan Bodi Chaniago tidak memakai tongkat penahasan sama sekali di bagian bawahnya.
Peristiwa ini sama dengan teori atau filosofi yang memang dipercaya oleh masing-masing
kelompoknya.

Di kelompok pertama mempercayai sebuah prinsip dari pemerintahan hirarki bahwa memakai
anjung yang memakai tongkat penahan, sementara dengan kelompok yang kedua anjuang
tersebut seakan-akan melayang-layang di udara.
Desain Rumah Gadang Minangkabau

Rumah Gadang atau rumah adat Minangkabau ini memiliki keunikan-keunikan tersendiri, yakni
keunikan tersebtu terletak di bentuk desain rumahnya. Bentuk atau wujud puncak dari atapnya
yang begitu runcing, menyerupai seperti wujud atau bentuk tanduk kerbau.

Ketika zaman dahulu kala atap runcing ini dibikin dari bahan-bahan utama ijuk yang bisa
berkukuh sampai puluhan tahun lamanya. Akan tetapi, belakangan-belakangan ini atap dari
Rumah adat Minangkabau atau Rumah Gadang banyak sekali perubahan-perubahan ketika
membuatnya,.

Yakni perubahan yang terjadi ialah bisa dilihat dari cara pembuatan atap runcingnya, yang mana
pada zaman dulu atap runcing tersebut dibuat dari bahan-bahan ijuk, namun pada era sekarang
ini atap runcing tersebut kebanyakan dibuat dari bahan-bahan seng.

Rumah Gadang atau Rumah Adat Minangkabau ini dibangun dalam bentuk empat persegi
panjang dan dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian depan dan pada bagian belakang. Di bagian
depan Rumah Gadang ini biasanya dipenuhi dengan hiasan-hiasan bunga.

Sementara di bagian belakang Rumah Gadang atau bagian luarnya dilapisi oleh belahan bambu.

Rumah Adat Minangkabau ini dibentuk dari tiang-tiang yang panjang, bangunan rumah yang
dibentuk naik ke atas, akan tetapi tidak mudah roboh apabila terkena goncangan-goncangan
seperti gempa bumi. Selain dari itu, di setiap komponen dari Rumah Gadang ini mempunyai arti
tersendiri yang dibelakangin dengan yang ada di kehidupan penduduk Minangkabau.

BIasanya Rumah Adat Minangkabau atau Rumah Gadang ini mempunyai sebuah tangga yang
letaknya di bagian depan rumah. Sedangkan di dapur itu dibangun dengan terpisah di bagian
belakang rumah yang dihempit oleh dinding.

Mengapa rumah adat minangkabu ini dibangun dengan desain seperti itu? Karena Rumah
Gadang ini letaknya berada di daerah pegunungan dan bukit-bukit, yang mana dari dulu daerah
pegunungan dan bukit itu termasuk salah satu barisa rawan gempa. maka dari itu arsitektur
Rumah Gadang ini memperhitungkan terlebih dahulu untuk desain-desain yang kuat dan tahan
dari goncangan gempa.

Ukiran Rumah Gadang

Di bagian dinding-dinding Rumah Gadang ini terbentuk dari bahan utama papan, sementara di
bagian belakang Rumah Gadang ini terbentuk dari bahan-bahan bambu. Papan dinding ini
dipasang secara vertikal, dan seluruh papan yang menjadi dinding atau bingkai maka akan
diberikan sebuah ukiran, sehingga semua dinding-dinding yang terbuat dari papan akan terlihat
bagus karena terdapat ukiran di bagian papan tersebut.

Untuk penempatan corak atau ornamen sesuai dengan susunan-susunan dan letaknya papan di
dinding Rumah Gadang. Pada dasarnya, ukiran-ukiran yang ada di dalam Rumah Gadang ini
merupakan jenis hiasan yang mengisi penuh dinding tersebut dalam bentuk garis persegi ataupun
garis melingkar.

Biasanya motif-motif yang sering dipakai ialah motif tumbuh-tumbuhan merambat, berbunga
dan berbuah, dan akar yang berdaun. Biasanya bentuk pola akar ini berbentuk akar berjajaran,
berbentuk lingkaran, berhimpitan, berjalinan dan yang terakhir ialah sambung menyambung.

Selain dari itu, ada juga ranting-ranting akar yang menongol ke luar, ke atas, ke dalam, ke
samping, ke bawah. Selain dari corak akar, corak-corak lainnya bisa dijumpai yakni corak
geometri bersegi tiga, empat, dan jajar genjang. Corak-corak daun atau buah-buahan juga dapat
diukir sendiri meskipun berjajaran.

Proses Pembangunan Rumah Gadang


Menurut dari budaya yang ada, tiang utama yang terdapat di Rumah Gadang yang mana tiang
tersebut biasa disebut dengan sebutan tonggak tuo, nah jumlah dari tunggak tua ini memiliki
jumlah empat batang yang diambil dari dalam hutan dengan cara gotong royong bersama anak
nagari, oleh para kaum kerabat, dan juga melibatkan puluhan orang-orang lainnya.

Biasanya batang pohon yang sering ditebang ini ialah pohon juha yang sudah tua dan memiliki
bentuk pohon uyang lurus, Mengapa lurus? Karena batang pohon tersebut akan digunakan
sebagai tiang dengan ukurang antara 40 CM sampai 60 CM.

Pohon jua ini memang dipilih untuk dijadikan sebagai bahan tiang-tiang, karena pohon juha ini
sangat terkenal sekali dengan kekuatan dan kerasnya kayu tersebut. Sesudah dapat dan bisa
ditebang , lalu batang pohon juha ini dibawa ke dalam negeri Nigari.

Akan tetapi batang pohon juha ini tidak langsung dipakai tetapi harus direndam didalam sebuah
kolam yang dimiliki oleh keluarga besar terdahulu selama bertahun-tahun sebelum akhirnya
dipakai dan dimanfaatkan.

Bangunan Rumah Gadang

Ternyata Rumah Gadang ini memiliki keunikan pada bentuk atapnya yang bentuknya itu lancip
seperti ujung pensil dan melengkung ini sudah memberikan sebuah inspirasi ke beberapa arsitek
yang berada di penjuru dunia, misalnya seperti Ton Van De Ven yang berada di Negara Belanda
yang sudah mengangkat desain Rumah Gadang untuk sebuah bangunan yang namanya The
House Of The Five Senses.

Bangunan yang sudah mulai dikerjakan dari tahun 1996 ini dipakai sebagai gerbang utama di
sebuah Taman Hiburan di Negara Belandea yang mana taman tersebut bernama
Efteling. Bangunan yang memiliki ketinggian hingga 52m dan memiliki luas atap 4500M ini
ialah salah satu bangunan dengan desain kayu dan atap jerami yang mana bangunan ini paling
besar di dunia berlandaskan Guinnes Book Of Records.
Selain dariitu, desain Rumah Gadang yang bnyak di jumpai di Negeri Sembilan juga ialah
merupakan salah satu adopsi dari bangunan-bangunan paviliun Malaysia di World Shanghai
Expo 2010 yang telah diadakan di Shanghai, Cihina pada tahun 2010.

Simbol Simbol Rumah Adat Minangkabau

Simbol dari Rumah Adat Minangkabau ini ialah terdiri dari atap rumahnya yang melengkung
dan lancip atau juga yang biasa dikatakan sebagai Gonjong ini ialah menjadi salah satu simbol-
simbol untuk seluruh masyarakat Minangkabau.

Selain dari simbol itu ternyata masih ad simbol-simbol lainnya yakni seperti warna emas, merah,
kuning, hitam. rendang dan warna-warna lainnya

Hampir di seluruh bangunan kantor pemerintahan di daerah Sumatera Barat ini memakai desai
Rumah Gadang dengan menggunakan atap gonjoingnya, walaupun dibangun dan dibentuk secara
permanen dengan bahan semen dan batu.

Simbol-simbol gonjong ini juga bisa dipakai di bagian depan rumah makan Padang yang selalu
kita jumpai di tempat kita masing-masing. Lambang-lambang lembaga ataupun lambang
perkumpulan masyarakat Minangkabau juga banyak sekali yang memakai simbol-simbol
gonjong dengan berbagai macam variasinya.
Sejarah Rumah Gadang

Rumah Gadang atau juga biasa disebut dengan sebutan Rumah Godang ialah sebuah nama untuk
Rumah Adat Minangkabau yang mana rumah adat tersebut ialah rumah tradisional dan banyak
juga didapati di daerah Provinsi Sumatera Barat.

Rumah adat ini juga selain disebut dengan sebutang Rumah Godang ternyata masih ada sebutan
lain yang mana sering sekali disebut-sebut oleh masyarakat setempat, yakni Rumah Bagonjong
namanya atau ada juga yang menyebut rumah adat itu dengan sebutan Baanjuang.

Rumah dengan model seperti ini banyak juga kita dapati di Negeri Sembilan, Malaysia. Akan
tetapi tidak seluruh daerah di Minangkabau yang boleh mendirikan dan membangun Rumah
Adat ini, yang boleh membangun dan mendirikan rumah ini hanya daerah yang memang sudah
mempunyai status sebagai nagari saja baru Rumah Gadang ini boleh dibangun.

Begitu juga di daerah yang disebut dengan sebutan rantau, dulunya rumah adat ini juga tidak ada
yang dibangun atau didirikan oleh orang-orang perantau Minangkabau.

Filosofi Rumah Adat Minangkabau

Kenyataan dari Rumah Gadang, mau itu dari gaya seni bina, gaya hiasan di bagian luar dan
dalam, pembinaan-pembinaan dan fungsi dari rumah ialah berupa bentuk aktualisasi falsafah
hidup penduduk Minangkabau atau juga dalam pepatah alam takambang jadi guru.
Rumah Gadang bisa dibilang agak sedikit tergilas dengan rumah-rumah yang memiliki gaya
arsitektur modern atau kekinian baik itu dari apapun bentuk fungsinya.

Walaupun seperti itu tidak bisa memungkiri di beberapa wilayah yang mana wilayah tersebut
masih sangat kental dengan budaya dan adat yang masih menghidupkan dan juga memakai
Rumah Gadang didalam kehidupannya dengan baik.

Ada juga yang masih di urus atau di rawat dengan baik dan beridir kuat bersama-sama dengan
megahnya. Deretan Rumah Gadang tersebut bisa kita lihat di daerah Kabupaten Solok Selatan
atau juga yang di beri julukan dengan julukan “Seribu Rumah Gadang”.

Sementara untuk deretan Rumah Gadang lainnya ini berada di daerah Kota Solok, Kabupaten
Solok, dan Kabupaten Dharmasraya dan beberapa di wilayah lainnya yang berada di daerah
Provinsi Sumatera Barat.

Jikalau kita lihat dari filosofinya, Rumah Gadang disebut besar atau gadang ini bukan hanya
dilihat dari bentuk wujudnya yang besar saja. AKan tetapi apabila kita amati dari fungsi-fungsi
rumah tersebut sangat besar sekali. Persoalan ini terungkap dalam ungkapan yang kerap kita
dengarkan dari sesepuh-sesepuh adat ketika sedang membicarakan tentang Rumah Gadang
tersebut.

Kurang lebih seperti inilah ungkapan-ungkapan sesepuh adat minang “Rumah Gadang basa
batuah, Tiang banamo kato hakikat, Pintuno banamo dalil kiasan, Banduanyo sambah-
manyambah, bajanjang naik batanggo turun, dindingnyo panutuik malu, Biliaknyo aluang
bunian”.

Dari ucapan-ucapan tersebut bisa kita pahami bahwa fungsi dari Rumah Gadang ini ialah
mencakup pada bagian keseluruhan atau semua aspek kehidupan ataupun keseharian penduduk
Minangkabau. Baik itu dijadikan sebagai tempat tinggal keluarga dan juga dijadikan sebagai
tempat perawatan keluarga.

Selain itu, termasuk juga sebagai pusat yang melaksanakan berbagai macam upacara adat.
Bahkan diatur juga untuk kamar perempuan yang sudah memiliki keluarga dan perempuan yang
memang belum memiliki keluarga.

Yang perlu kita ketahui ialah Rumah Gadang ini memiliki fungsi yang mana fungsi tersebut ialah
sebagai tempat bermufakat. Rumah Gadang juga merupakan sebuah bangunan pusat dari seluruh
anggota keluarga yang sedang membicarakan berbagai persoalan dalam sebuah suku, kaum
ataupun nagari.

1. Balimau
ilustrasi

Balimau adalah tradisi mandi membersihkan diri menjelang bulan ramadhan. Kegiatan ini
biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau di lubuak atau sungai. Selain itu Balimau
juga memiliki makna lainnya yaitu mensucikan bathin dengan bermaaf-maafan satu sama lain
sebelum menyambut bulan suci ramadhan.

2. Makan Bajamba

Pembalap TdS Makan Bajamba

Makan bajamba sering juga disebut Makan Barapak, tradisi ini sampai sekarang masih jamak
dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Makan Bajamba adalah tradisi makan dengan cara
makan bersama di sebuah tempat, biasanya dilakukan pada hari besar islam, upacara adat atau
acara-acara penting lainnya.

Tradisi makan bajamba diperkirakan masuk ke Sumatera Barat seiring dengan masuknya islam
ke Ranah Minang pada abad ke-7. Maka tidak heran banyak adab dalam makan bajamba yang
sesuai dengan syariat islam.

3. Turun Mandi
Upacara Turun Mandi | Foto: gadangdirantau.com

Upacara Turun Mandi adalah salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh
masyarakat Minangkabau. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya
seorang anak ke dunia sekaligus memperkenalkan kepada lingkungan sekitar bahwa telah lahir
seorang anak dari sebuah keluarga atau suku.

Upacara Turun Mandi dimulai dengan persiapan berbagai perlengkapan, kemudian arak-arakan
menuju sungai (batang aia) tempat dilaksanakannya upacara Turun Mandi tersebut. Upacara ini
sendiri hanya bisa dilaksanakan di Batang Aia atau Sunga

4. Batagak Pangulu

Masyarakat etnis Minangkabau hidup dalam budaya bersuku dan berkaum. Setiap suku biasanya
memiliki seorang penghulu suku atau Datuak. Ketika sebuah suku atau kaum mengangkat
pimpinan kaumnya yang baru maka diadakanlah upacara Batagak Pangulu.

Upacara Batagak Pangulu merupakan salah satu upacara besar yang menjadi tradisi masyarakat
Minangkabau. Acara ini biasanya diadakan dengan menyembelih kerbau dan mengadakan acara
pesta selama 3 hari bahkan sampai seminggu lamanya.
5. Batagak Kudo-kudo

Upacara Batagak Kudo-Kudo merupkan salah satu rangkaian panjang dari Tradisi masyarakat
Minangkabau dalam membangun rumah. Upacara Batagak Kudo-Kudo sendiri dilakukan saat
sebuah rumah baru akan baru dipasan kuda-kuda. Biasanya upacara ini mirip dengan ‘baralek’
dengan mengundang orang kampung dan sanak famili. Kado yang biasanya dibawakan oleh
tamu undangan adalah seng atau atap untuk rumah.

6. Tabuik

Salah satu tradisi unik yang ada di Sumatera Barat adalah Pesta Tabuik. Perayaan Tabuik
merupakan tradisi masyarakat Pariaman, Sumatera Barat untuk memperingati meninggalnya
cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Husein. Prosesi ini biasanya berlangsung selama satu minggu
dengan perayaan puncak yang dinamakan “Hoyak Tabuik” yang dilaksanakan pada tanggal 10
Muharram setiap tahunnya. Salah satu kalimat tentang Pariaman dan Tabuik adalah sebuah
Pantun yang berbunyi: “Pariaman tadanga langang, batabuik mangkonyo rami.”

Pada puncak perayaan Tabuik ini biasanya masyarakat dari seluruh penjuru Sumatera Barat akan
memenuhi Kota Pariaman untuk menyaksikan “Hoyak Tabuik”. Tidak hanya dari Sumatera
Barat, mereka yang menyaksikan prosesi Pesta Tabuik bahkan juga datang dari luar negeri.
Event tahunan Kota Pariaman ini memang selalu dinanti setiap tahunnya.

7. Pacu Jawi
Salah satu tradisi unik yang menjadi favorit dari Sumatera Barat adalah Pacu Jawi. Pacu Jawi
merupakan tradisi unik yang dilakukan masyarakat Tanah Datar khususnya masyarakat di
kecamatan Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan. Selain itu Pacu Jawi juga
dilaksanakan di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota dan Payakumbuh.

Sekilas, Pacu Jawi mirip dengan Karapan Sapi di Madura. Namun yang membedakan keduanya
adalah lahan yang digunakan. Jika Karapan Sapi menggunakan sawah yang kering, maka Pacu
Jawi menggunakan sawah yang basah dan berlumpur. Selain itu untuk mempercepat lari sapi,
joki Pacu Jawi tidak menggunakan tongkat seperti Karapan Sapi, mereka biasanya menggigit
ekor sapi.

8. Pacu Itiak

Pacu Itiak (Balapan Itik) adalah salah satu tradisi unik dari Sumatera Barat khususnya di daerah
Payakumbuh dan Limapuluh Kota. Event Pacu Itiak biasanya dilaksanakan di 11 tempat berbeda
di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Tata cara perlombaan Pacu Itiak ini adalah dengan melemparkan Itiak sehingga Itiak pun terbang
menuju garis finish. Itiak yang paling cepat mencapai garis finish akan dinyatakan sebagai
pemenang. Jarak tempuh satu lintasan Pacu Itiak ini biasanya sepanjang 800 meter.

Anda mungkin juga menyukai