Kepulauan Mentawai dan pulau-pulau lainnya yang berada di Samudera Hindia ini masih
termasuk kedalam wilayah atau daerahnya. Provinsi ini dihuni oleh penduduk yang berasal dari
suku Minangkabau sebagai suku asli dan juga sekaligus suku mayoritasnya.
Suku Minangkabau atau juga sering disebut oleh orang-orang dengan sebutan orang minang
merupakan suku Melayu yang mempunyai kehidupan atau budaya dan karakteristik yang sangat
unik. Mereka semua selain dari pintar berniaga, pintar memasak, dan suka merantau, orang-
orang minang juga memiliki sebuah simbol budaya yang mana simbol budaya tersebut sangat
dikenal di seluruh dunia.
Simbol budaya tersebut ialah rumah gadang, yang mana pada saat ini rumah gadang sudah resmi
dan juga ditetapkan emnjadi rumah adat minangkabau di Provinsi Sumatera Barat.
Yuk, langsung saja kita simak pembahasan tentang rumah adat minangkabau, selamat membaca
dan semoga bermanfaat.
o s8.2 Terkait
Walaupun sebagai tempat tinggal bersama seperti halnya pada rumah umumnya, Rumah Gadang
ini mempunyai peraturan tersendiri. Ketentuan-ketentuan tersebut ialah seperti jumlah pada
kamar yang bergantung kepada jumlah perempuan yang menetap atau tinggal di dalamnya.
Kemudian, setiap wanita yang sudah memilki suami didalam kaum tersebut akan mendapatkan
sebuah kamar.
Sedangkan perempuan-perempuan yang sudah memiliki umur atau bisa dibilang sudah tua dan
anak-anak akan mendapatkan sebuah kamar yang letaknya di dekat dapur. Sementara untuk
wanita yang masih gadis atau perawan akan mendapatkan atau diberi kamar yang letaknya di
ujung.
Semua atau seluruh bagian-bagian dari Rumah Gadang ini merupakan ruangan yang sangat
lepas, terkecuali untuk kamar tidur. Pada bagian dalam Rumah Gadang ini terbagi menjadi 2
bagian, yakni ruangan yang ditandai dengan tiang dan lanjar.
Tiang-tiang tersebut berjajar dari belakang kedepang, dari depan ke belakang, dari kiri ke kanan,
dari kanan ke kiri. Untuk tiang-tiang yang berjajaran dari depan ke belakang ialah menunjukkan
lanjar, sementara untuk tiang dari kiri ke kanan itu menunjukkan ruang. Untuk jumlah lanjar ini
tergantung dari besar ukurang rumah, bisa empat, tiga atau dua.
Ruangannya pun terdiri dari jumlah-jumlah yang ganjil, yakni antara tiga hingga sebelas.
Biasanya Rumah Gadang ini dibentuk atau dibangun diatas tanah milik keluarga induk didalam
kaum secara turun menurun dari leluhurnya dan hanya dimiliki dan diwarisi kepada perempuan-
perempuan di suku tersebut.
Biasanya di depan Rumah Gadang ini terdapat sebuah halaman yang selalu ada dua bangunan
yang dipakai untuk menyimpan padi. Di bagian bangunan sebelah kiri dan sebelah kanannya
Rumah Gadang ternyata terdapat raung anjung yang mana ruang anjung tersebut dipakai untuk
pengantin bersanding atau penobatan kepala adat.
Maka dari itu Rumah Gadang ini diberi nama atau julukan sebagai Rumah Bannjuang.
Anjung yang ada di ada di kelarasan Koto Piliang ini memakai tongkat penahan, sementara di
kelarasan Bodi Chaniago tidak memakai tongkat penahasan sama sekali di bagian bawahnya.
Peristiwa ini sama dengan teori atau filosofi yang memang dipercaya oleh masing-masing
kelompoknya.
Di kelompok pertama mempercayai sebuah prinsip dari pemerintahan hirarki bahwa memakai
anjung yang memakai tongkat penahan, sementara dengan kelompok yang kedua anjuang
tersebut seakan-akan melayang-layang di udara.
Desain Rumah Gadang Minangkabau
Rumah Gadang atau rumah adat Minangkabau ini memiliki keunikan-keunikan tersendiri, yakni
keunikan tersebtu terletak di bentuk desain rumahnya. Bentuk atau wujud puncak dari atapnya
yang begitu runcing, menyerupai seperti wujud atau bentuk tanduk kerbau.
Ketika zaman dahulu kala atap runcing ini dibikin dari bahan-bahan utama ijuk yang bisa
berkukuh sampai puluhan tahun lamanya. Akan tetapi, belakangan-belakangan ini atap dari
Rumah adat Minangkabau atau Rumah Gadang banyak sekali perubahan-perubahan ketika
membuatnya,.
Yakni perubahan yang terjadi ialah bisa dilihat dari cara pembuatan atap runcingnya, yang mana
pada zaman dulu atap runcing tersebut dibuat dari bahan-bahan ijuk, namun pada era sekarang
ini atap runcing tersebut kebanyakan dibuat dari bahan-bahan seng.
Rumah Gadang atau Rumah Adat Minangkabau ini dibangun dalam bentuk empat persegi
panjang dan dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian depan dan pada bagian belakang. Di bagian
depan Rumah Gadang ini biasanya dipenuhi dengan hiasan-hiasan bunga.
Sementara di bagian belakang Rumah Gadang atau bagian luarnya dilapisi oleh belahan bambu.
Rumah Adat Minangkabau ini dibentuk dari tiang-tiang yang panjang, bangunan rumah yang
dibentuk naik ke atas, akan tetapi tidak mudah roboh apabila terkena goncangan-goncangan
seperti gempa bumi. Selain dari itu, di setiap komponen dari Rumah Gadang ini mempunyai arti
tersendiri yang dibelakangin dengan yang ada di kehidupan penduduk Minangkabau.
BIasanya Rumah Adat Minangkabau atau Rumah Gadang ini mempunyai sebuah tangga yang
letaknya di bagian depan rumah. Sedangkan di dapur itu dibangun dengan terpisah di bagian
belakang rumah yang dihempit oleh dinding.
Mengapa rumah adat minangkabu ini dibangun dengan desain seperti itu? Karena Rumah
Gadang ini letaknya berada di daerah pegunungan dan bukit-bukit, yang mana dari dulu daerah
pegunungan dan bukit itu termasuk salah satu barisa rawan gempa. maka dari itu arsitektur
Rumah Gadang ini memperhitungkan terlebih dahulu untuk desain-desain yang kuat dan tahan
dari goncangan gempa.
Di bagian dinding-dinding Rumah Gadang ini terbentuk dari bahan utama papan, sementara di
bagian belakang Rumah Gadang ini terbentuk dari bahan-bahan bambu. Papan dinding ini
dipasang secara vertikal, dan seluruh papan yang menjadi dinding atau bingkai maka akan
diberikan sebuah ukiran, sehingga semua dinding-dinding yang terbuat dari papan akan terlihat
bagus karena terdapat ukiran di bagian papan tersebut.
Untuk penempatan corak atau ornamen sesuai dengan susunan-susunan dan letaknya papan di
dinding Rumah Gadang. Pada dasarnya, ukiran-ukiran yang ada di dalam Rumah Gadang ini
merupakan jenis hiasan yang mengisi penuh dinding tersebut dalam bentuk garis persegi ataupun
garis melingkar.
Biasanya motif-motif yang sering dipakai ialah motif tumbuh-tumbuhan merambat, berbunga
dan berbuah, dan akar yang berdaun. Biasanya bentuk pola akar ini berbentuk akar berjajaran,
berbentuk lingkaran, berhimpitan, berjalinan dan yang terakhir ialah sambung menyambung.
Selain dari itu, ada juga ranting-ranting akar yang menongol ke luar, ke atas, ke dalam, ke
samping, ke bawah. Selain dari corak akar, corak-corak lainnya bisa dijumpai yakni corak
geometri bersegi tiga, empat, dan jajar genjang. Corak-corak daun atau buah-buahan juga dapat
diukir sendiri meskipun berjajaran.
Biasanya batang pohon yang sering ditebang ini ialah pohon juha yang sudah tua dan memiliki
bentuk pohon uyang lurus, Mengapa lurus? Karena batang pohon tersebut akan digunakan
sebagai tiang dengan ukurang antara 40 CM sampai 60 CM.
Pohon jua ini memang dipilih untuk dijadikan sebagai bahan tiang-tiang, karena pohon juha ini
sangat terkenal sekali dengan kekuatan dan kerasnya kayu tersebut. Sesudah dapat dan bisa
ditebang , lalu batang pohon juha ini dibawa ke dalam negeri Nigari.
Akan tetapi batang pohon juha ini tidak langsung dipakai tetapi harus direndam didalam sebuah
kolam yang dimiliki oleh keluarga besar terdahulu selama bertahun-tahun sebelum akhirnya
dipakai dan dimanfaatkan.
Ternyata Rumah Gadang ini memiliki keunikan pada bentuk atapnya yang bentuknya itu lancip
seperti ujung pensil dan melengkung ini sudah memberikan sebuah inspirasi ke beberapa arsitek
yang berada di penjuru dunia, misalnya seperti Ton Van De Ven yang berada di Negara Belanda
yang sudah mengangkat desain Rumah Gadang untuk sebuah bangunan yang namanya The
House Of The Five Senses.
Bangunan yang sudah mulai dikerjakan dari tahun 1996 ini dipakai sebagai gerbang utama di
sebuah Taman Hiburan di Negara Belandea yang mana taman tersebut bernama
Efteling. Bangunan yang memiliki ketinggian hingga 52m dan memiliki luas atap 4500M ini
ialah salah satu bangunan dengan desain kayu dan atap jerami yang mana bangunan ini paling
besar di dunia berlandaskan Guinnes Book Of Records.
Selain dariitu, desain Rumah Gadang yang bnyak di jumpai di Negeri Sembilan juga ialah
merupakan salah satu adopsi dari bangunan-bangunan paviliun Malaysia di World Shanghai
Expo 2010 yang telah diadakan di Shanghai, Cihina pada tahun 2010.
Simbol dari Rumah Adat Minangkabau ini ialah terdiri dari atap rumahnya yang melengkung
dan lancip atau juga yang biasa dikatakan sebagai Gonjong ini ialah menjadi salah satu simbol-
simbol untuk seluruh masyarakat Minangkabau.
Selain dari simbol itu ternyata masih ad simbol-simbol lainnya yakni seperti warna emas, merah,
kuning, hitam. rendang dan warna-warna lainnya
Hampir di seluruh bangunan kantor pemerintahan di daerah Sumatera Barat ini memakai desai
Rumah Gadang dengan menggunakan atap gonjoingnya, walaupun dibangun dan dibentuk secara
permanen dengan bahan semen dan batu.
Simbol-simbol gonjong ini juga bisa dipakai di bagian depan rumah makan Padang yang selalu
kita jumpai di tempat kita masing-masing. Lambang-lambang lembaga ataupun lambang
perkumpulan masyarakat Minangkabau juga banyak sekali yang memakai simbol-simbol
gonjong dengan berbagai macam variasinya.
Sejarah Rumah Gadang
Rumah Gadang atau juga biasa disebut dengan sebutan Rumah Godang ialah sebuah nama untuk
Rumah Adat Minangkabau yang mana rumah adat tersebut ialah rumah tradisional dan banyak
juga didapati di daerah Provinsi Sumatera Barat.
Rumah adat ini juga selain disebut dengan sebutang Rumah Godang ternyata masih ada sebutan
lain yang mana sering sekali disebut-sebut oleh masyarakat setempat, yakni Rumah Bagonjong
namanya atau ada juga yang menyebut rumah adat itu dengan sebutan Baanjuang.
Rumah dengan model seperti ini banyak juga kita dapati di Negeri Sembilan, Malaysia. Akan
tetapi tidak seluruh daerah di Minangkabau yang boleh mendirikan dan membangun Rumah
Adat ini, yang boleh membangun dan mendirikan rumah ini hanya daerah yang memang sudah
mempunyai status sebagai nagari saja baru Rumah Gadang ini boleh dibangun.
Begitu juga di daerah yang disebut dengan sebutan rantau, dulunya rumah adat ini juga tidak ada
yang dibangun atau didirikan oleh orang-orang perantau Minangkabau.
Kenyataan dari Rumah Gadang, mau itu dari gaya seni bina, gaya hiasan di bagian luar dan
dalam, pembinaan-pembinaan dan fungsi dari rumah ialah berupa bentuk aktualisasi falsafah
hidup penduduk Minangkabau atau juga dalam pepatah alam takambang jadi guru.
Rumah Gadang bisa dibilang agak sedikit tergilas dengan rumah-rumah yang memiliki gaya
arsitektur modern atau kekinian baik itu dari apapun bentuk fungsinya.
Walaupun seperti itu tidak bisa memungkiri di beberapa wilayah yang mana wilayah tersebut
masih sangat kental dengan budaya dan adat yang masih menghidupkan dan juga memakai
Rumah Gadang didalam kehidupannya dengan baik.
Ada juga yang masih di urus atau di rawat dengan baik dan beridir kuat bersama-sama dengan
megahnya. Deretan Rumah Gadang tersebut bisa kita lihat di daerah Kabupaten Solok Selatan
atau juga yang di beri julukan dengan julukan “Seribu Rumah Gadang”.
Sementara untuk deretan Rumah Gadang lainnya ini berada di daerah Kota Solok, Kabupaten
Solok, dan Kabupaten Dharmasraya dan beberapa di wilayah lainnya yang berada di daerah
Provinsi Sumatera Barat.
Jikalau kita lihat dari filosofinya, Rumah Gadang disebut besar atau gadang ini bukan hanya
dilihat dari bentuk wujudnya yang besar saja. AKan tetapi apabila kita amati dari fungsi-fungsi
rumah tersebut sangat besar sekali. Persoalan ini terungkap dalam ungkapan yang kerap kita
dengarkan dari sesepuh-sesepuh adat ketika sedang membicarakan tentang Rumah Gadang
tersebut.
Kurang lebih seperti inilah ungkapan-ungkapan sesepuh adat minang “Rumah Gadang basa
batuah, Tiang banamo kato hakikat, Pintuno banamo dalil kiasan, Banduanyo sambah-
manyambah, bajanjang naik batanggo turun, dindingnyo panutuik malu, Biliaknyo aluang
bunian”.
Dari ucapan-ucapan tersebut bisa kita pahami bahwa fungsi dari Rumah Gadang ini ialah
mencakup pada bagian keseluruhan atau semua aspek kehidupan ataupun keseharian penduduk
Minangkabau. Baik itu dijadikan sebagai tempat tinggal keluarga dan juga dijadikan sebagai
tempat perawatan keluarga.
Selain itu, termasuk juga sebagai pusat yang melaksanakan berbagai macam upacara adat.
Bahkan diatur juga untuk kamar perempuan yang sudah memiliki keluarga dan perempuan yang
memang belum memiliki keluarga.
Yang perlu kita ketahui ialah Rumah Gadang ini memiliki fungsi yang mana fungsi tersebut ialah
sebagai tempat bermufakat. Rumah Gadang juga merupakan sebuah bangunan pusat dari seluruh
anggota keluarga yang sedang membicarakan berbagai persoalan dalam sebuah suku, kaum
ataupun nagari.
1. Balimau
ilustrasi
Balimau adalah tradisi mandi membersihkan diri menjelang bulan ramadhan. Kegiatan ini
biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau di lubuak atau sungai. Selain itu Balimau
juga memiliki makna lainnya yaitu mensucikan bathin dengan bermaaf-maafan satu sama lain
sebelum menyambut bulan suci ramadhan.
2. Makan Bajamba
Makan bajamba sering juga disebut Makan Barapak, tradisi ini sampai sekarang masih jamak
dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Makan Bajamba adalah tradisi makan dengan cara
makan bersama di sebuah tempat, biasanya dilakukan pada hari besar islam, upacara adat atau
acara-acara penting lainnya.
Tradisi makan bajamba diperkirakan masuk ke Sumatera Barat seiring dengan masuknya islam
ke Ranah Minang pada abad ke-7. Maka tidak heran banyak adab dalam makan bajamba yang
sesuai dengan syariat islam.
3. Turun Mandi
Upacara Turun Mandi | Foto: gadangdirantau.com
Upacara Turun Mandi adalah salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh
masyarakat Minangkabau. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya
seorang anak ke dunia sekaligus memperkenalkan kepada lingkungan sekitar bahwa telah lahir
seorang anak dari sebuah keluarga atau suku.
Upacara Turun Mandi dimulai dengan persiapan berbagai perlengkapan, kemudian arak-arakan
menuju sungai (batang aia) tempat dilaksanakannya upacara Turun Mandi tersebut. Upacara ini
sendiri hanya bisa dilaksanakan di Batang Aia atau Sunga
4. Batagak Pangulu
Masyarakat etnis Minangkabau hidup dalam budaya bersuku dan berkaum. Setiap suku biasanya
memiliki seorang penghulu suku atau Datuak. Ketika sebuah suku atau kaum mengangkat
pimpinan kaumnya yang baru maka diadakanlah upacara Batagak Pangulu.
Upacara Batagak Pangulu merupakan salah satu upacara besar yang menjadi tradisi masyarakat
Minangkabau. Acara ini biasanya diadakan dengan menyembelih kerbau dan mengadakan acara
pesta selama 3 hari bahkan sampai seminggu lamanya.
5. Batagak Kudo-kudo
Upacara Batagak Kudo-Kudo merupkan salah satu rangkaian panjang dari Tradisi masyarakat
Minangkabau dalam membangun rumah. Upacara Batagak Kudo-Kudo sendiri dilakukan saat
sebuah rumah baru akan baru dipasan kuda-kuda. Biasanya upacara ini mirip dengan ‘baralek’
dengan mengundang orang kampung dan sanak famili. Kado yang biasanya dibawakan oleh
tamu undangan adalah seng atau atap untuk rumah.
6. Tabuik
Salah satu tradisi unik yang ada di Sumatera Barat adalah Pesta Tabuik. Perayaan Tabuik
merupakan tradisi masyarakat Pariaman, Sumatera Barat untuk memperingati meninggalnya
cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Husein. Prosesi ini biasanya berlangsung selama satu minggu
dengan perayaan puncak yang dinamakan “Hoyak Tabuik” yang dilaksanakan pada tanggal 10
Muharram setiap tahunnya. Salah satu kalimat tentang Pariaman dan Tabuik adalah sebuah
Pantun yang berbunyi: “Pariaman tadanga langang, batabuik mangkonyo rami.”
Pada puncak perayaan Tabuik ini biasanya masyarakat dari seluruh penjuru Sumatera Barat akan
memenuhi Kota Pariaman untuk menyaksikan “Hoyak Tabuik”. Tidak hanya dari Sumatera
Barat, mereka yang menyaksikan prosesi Pesta Tabuik bahkan juga datang dari luar negeri.
Event tahunan Kota Pariaman ini memang selalu dinanti setiap tahunnya.
7. Pacu Jawi
Salah satu tradisi unik yang menjadi favorit dari Sumatera Barat adalah Pacu Jawi. Pacu Jawi
merupakan tradisi unik yang dilakukan masyarakat Tanah Datar khususnya masyarakat di
kecamatan Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan. Selain itu Pacu Jawi juga
dilaksanakan di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota dan Payakumbuh.
Sekilas, Pacu Jawi mirip dengan Karapan Sapi di Madura. Namun yang membedakan keduanya
adalah lahan yang digunakan. Jika Karapan Sapi menggunakan sawah yang kering, maka Pacu
Jawi menggunakan sawah yang basah dan berlumpur. Selain itu untuk mempercepat lari sapi,
joki Pacu Jawi tidak menggunakan tongkat seperti Karapan Sapi, mereka biasanya menggigit
ekor sapi.
8. Pacu Itiak
Pacu Itiak (Balapan Itik) adalah salah satu tradisi unik dari Sumatera Barat khususnya di daerah
Payakumbuh dan Limapuluh Kota. Event Pacu Itiak biasanya dilaksanakan di 11 tempat berbeda
di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota.
Tata cara perlombaan Pacu Itiak ini adalah dengan melemparkan Itiak sehingga Itiak pun terbang
menuju garis finish. Itiak yang paling cepat mencapai garis finish akan dinyatakan sebagai
pemenang. Jarak tempuh satu lintasan Pacu Itiak ini biasanya sepanjang 800 meter.