Anda di halaman 1dari 20

TUGAS AGAMA

MALUKU UTARA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH KELOMPOK MALUT


1. MARSEL .C. BANARI
2. AISWA DJIEN PANDEY
3. MORIA BAKANUKU
4. GEAVRIL DEBETURU

KELAS XII-MIPA-3
SMA N 5 HALMAHERA UTARA
2023/2024
1.Pakaian Adat

Maluku Utara merupakan salah satu provinsi dengan beragam warisan budaya
yang unik. Salah satu kebudayaan yang cukup menonjol dari provinsi ini adalah baju
adat daerahnya yang khas dan beragam. Berikut adalah 5 pakaian adat khas
Maluku utara :
1. Manteren Lamo

Manteren Lamo merupakan baju adat yang dulunya digunakan oleh sultan
kerajaan Maluku. Pakaian ini sering dipadukan dengan celana panjang kain
berwarna hitam dan penutup kepala atau destar (ikat kepala) khusus.

Manteren Lamo terdiri dari pakaian berupa jas tertutup berwarna merah yang
memiliki makna keperkasaan dan kekuasaan sang Sultan. Jas ini juga dilengkapi
dengan 9 kancing besar yang terbuat dari perak.

Pada bagian ujung tangan, leher, saku, dan di bagian luar, terdapat bordiran
yang terlihat seperti payet. Pernak pernik yang menghiasi baju adat ini berwarna
keemasan.
2. Kimun Gia

Selain pakaian adat untuk Sultan, istri Sultan atau Permaisuri juga mengenakan
pakaian adat yang dinamakan Kimun Gia. Kimun Gia ini berupa kebaya yang
terbuat dari bahan kain satin berwarna putih. Sementara itu, bawahannya berupa
kain songket yang dililit lalu dilekatkan ikat pinggang berwarna emas.

Baju adat ini juga disertai dengan selendang merah sebagai aksesoris
tambahan. Selendang ini dibordir dengan ukiran berwarna keemasan.

Selain itu, permaisuri juga mengenakan perhiasan seperti intan, berlian, atau
emas. Lalu untuk penataan rambut, permaisuri menggunakan sanggul.

3. Baju Bangsawan
Baju adat ini digunakan oleh para bangsawan Maluku dalam kesehariannya di
zamannya. Berbeda dengan baju adat Sultan, baju bangsawan untuk pria ini
menyerupai jubah putih yang panjangnya sampai lutut.

Pada bajunya terdapat bordiran emas memberikan kesan elegan meskipun tidak
mencolok. Sementara itu, bagian bawahnya dipadukan dengan celana panjang
kain berwarna putih.

Terdapat juga aksesoris yang dapat digunakan bagi para pria bangsawan yaitu
penutup kepala yang menyerupai peci berwarna keemasan.

Bagi wanita bangsawan, hampir mirip dengan baju adat permaisuri yaitu baju
adatnya berupa kebaya warna putih. Lalu bawahannya dipadukan dengan kain
songket panjang berwarna putih.

Di zaman sekarang, baju bangsawan ini dikhususkan bagi tamu-tamu penting


seperti kalangan pejabat negara.

4. Baju Koja

Jenis baju adat Maluku Utara selanjutnya adalah Baju Koja. Baju Koja
merupakan baju adat bagi pemuda-pemudi bangsawan.

Selain untuk membedakan kedudukan pemakainya, keunikan dari baju adat


Maluku juga memberikan pesan khusus pada usia pemakainya.

Pemuda-pemudi dari kalangan bangsawan ini wajib mengenakan Baju Koja yang
didominasi oleh warna hijau dan kuning.

Baju Koja khusus pemuda bangsawan terdiri dari baju berjubah panjang warna
hijau yang panjangnya harus melebihi lutut. Di bagian dalam baju koja,
dikenakan baju lapisan lagi yang berbahan kain songket warna kuning.

Kemudian, di bagian bawahnya dapat dipadukan dengan celana panjang tekstur


kain berwarna hitam maupun putih.

Adapun aksesoris yang melekat di baju pemuda bangsawan yaitu penutup


kepala yang disebut Toala Pololu. Pada bagian luar Baju Koja disampirkan
selendang merah panjang yang dapat memberi kesan mewah dan gagah.

Sedangkan, bagi bangsawan putri, pakaian adat ini terdiri dari kebaya dan kain
songket. Warna harus senada dengan baju koja pria, yakni warna hijau dan
kuning.

Di bagian luar baju adat pemudi bangsawan juga disampirkan selendang merah
seperti pemuda bangsawan. Namun, selendang khusus putri memberi kesan
anggun dan elegan.

Aksesoris yang dipakai remaja putri bangsawan cenderung lebih banyak. Mulai
dari kalung rantai emas (taksuma), anting susun dua, dan alas kaki (Tarupa).

Begitu juga dalam penataan rambut putri bangsawan, ia tetap bersanggul dan di
atasnya ditambahkan mahkota kecil berwarna keemasan.

Warna hijau dan kuning yang dipilih sebagai warna mutlak Baju Koja merupakan
simbol jiwa muda. Selain itu, warna hijau dan kuning membedakan baju
bangsawan dari kalangan pemuda.

5. Baju Rakyat Biasa

Baju adat pria untuk rakyat biasa Maluku Utara berupa baju menyerupai blazer
yang dipadukan dengan dalaman warna kuning tanpa kerah.
Di bagian bawahnya dikenakan celana panjang tekstur kain warna senada. Baju
ada ini juga dilengkapi aksesoris berupa ikat pinggang kain mirip korset warna
merah.

Sementara itu, pakaian adat wanita dari kalangan rakyat biasa berupa kebaya
bersuji dan berkanji. Pada bagian bawahnya mengenakan kain songket warna
senada.

Aksesoris yang dikenakan oleh wanita dari kalangan rakyat biasa tak
segemerlap kaum bangsawan maupun permaisuri. Selain sanggul, ada juga
anting-anting yang menghiasi kepala wanita kalangan rakyat biasa agar terlihat
lebih cantik.

2. Rumah Adat

1.Rumah Adat Sasadu (Halmahera Barat)

Rumah adat Sasadu merupakan rumah milik suku Sahu yang merupakan suku asli
sekaligus suku tertua di wilayah Halmahera Barat, Maluku Utara. Sama seperti rumah
Baileo, rumah Sasadu juga mengusung konsep keterbukaan dimana rumah adat
Maluku ini tidak memiliki dinding dan jendela.

Berbeda dengan rumah Baileo, rumah Sasadu ini tidak menggunakan konsep rumah
panggung dan memiliki bentuk limas persegi dengan bagian bawah yang melingkar.

 Keunikan
Keunikan rumah Sasadu terletak pada bagian atapnya yang lebih besar dibandingkan
bagian bawah. Selain itu terdapat pula tempat duduk melingkar di sekeliling bagian
dalam rumah tersebut.

Sedikit lebih modern, selain menggunakan bahan-bahan alam seperti batang pohon
dan daun sagu, rumah Sasadu menggunakan semen untuk bagian lantainya.

 Fungsi

Secara tampilan rumah Sasadu cukup terbuka dan tidak nampak seperti rumah
tinggal pada umumnya melainkan lebih seperti balai pertemuan. Menilik fungsinya,
ternyata memang rumah Sasadu memang tidak digunakan sebagai tempat tinggal
melainkan berfungsi sebagai tempat pertemuan, tempat berdiskusi dan
bermusyawarah, serta tempat melangsungkan berbagai upacara adat seperti Sa’ai
mango’a (pesta adat setelah menabur benih padi) dan Sa’ai lamo (pesta syukuran
adat).

 Gaya Arsitektur Bangunan

Sama seperti rumah Baileo, gaya arsitektur rumah Sasadu juga mengusung konsep
alam. Rumah Sasadu dibuat menggunakan bahan utama batang sagu yang dijadikan
sebagai pilar dan tiang-tiang penyangga bangunan. Sedangkan untuk bagian atap,
rumah adat Maluku ini menggunakan anyaman daun sagu yang dikeringkan.

Untuk pembangunannya sendiri, rumah Sasadu tidak menggunakan paku sama


sekali melainkan menggunakan pasak kayu. Pasak kayu digunakan untuk
memperkuat sambungan sedangkan untuk bagian rangka atap menggunakan tali ijuk
sebagai bahan pengikatnya.

 Filosofi

Menjadi tempat pertemuan dan berlangsungnya upacara adat, rumah adat Sasadu
mengandung beragam makna filosofis yang berkaitan dengan kehidupan, budaya,
dan adat istiadat dari suku Sahu.

1. Konsep bangunan rumah Sasadu yang terbuka tanpa adanya pintu, dinding
ataupun jendela melambangkan keterbukaan, kestabilan, dan kearifan dari
masyarakat Maluku.
2. Rumah Sasadu yang berbentuk persegi delapan melambangkan 8 arah mata
angin. Hal ini memiliki makna bahwa setiap orang boleh mengunjungi rumah
Sasadu dari segala penjuru dan akan dilayani dengan sebaik mungkin.
3. Dari struktur bangunan, rumah Sasadu dibuat pendek sehingga orang yang
hendak masuk ke rumah ini harus menundukkan kepala terlebih dahulu. Hal ini
pun memiliki makna tersendiri yaitu bahwa siapa pun yang mengunjungi rumah
Sasadu harus patuh dan menaati adat setempat.
4. Terdapat juga kain berwarna merah dan putih yang dipasang pada bagian
sambungan rangka rumah yang melambangkan pemeluk agama Islam dan
Kristen. Hal ini memiliki filosofi bagaimana dua agama ini hidup berdampingan
secara harmonis di Halmahera Barat.

2.Rumah Adat Hibualamo (Halmahera Utara)

Secara tampilan dan struktur bangunan, rumah Hibualamo lebih modern karena
menggunakan batu bata untuk bahan pembuatan dinding dan bangunannya.

Pun demikian rumah adat yang berasal dari Maluku Utara ini ternyata merupakan
rumah adat tertua di Maluku karena diperkirakan telah ada sejak ratusan tahun lalu
atau lebih tepatnya sekitar abad ke 14.

Penamaan rumah Hibualamo diambil dari kata

Hibua yang artinya rumah dan lamo yang artinya besar. Persamaan rumah Hibualamo
dengan rumah adat Maluku lainnya adalah desain atapnya yang tetap terlihat
sederhana dan menggunakan bahan alam serta berbentuk seperti perahu yang
mencerminkan kehidupan masyarakat suku Tobelo dan Galela yang sebagian besar
bermata pencaharian sebagai pelaut dan nelayan.

 Keunikan

Selain menjadi satu-satunya rumah adat Maluku yang memiliki dinding, pintu, dan
jendela, rumah Hibualamo juga memiliki keunikan lain yaitu pewarnaan dinding
bangunan yang harus menggunakan pakem 4 warna yaitu merah, kuning, hitam, dan
juga putih. Di mana setiap warna tersebut mempunyai makna yang berbeda. Merah
melambangkan kegigihan, kuning melambangkan kemegahan, hitam melambangkan
solidaritas, sedangkan putih melambangkan kesucian.

 Fungsi

Bagi masyarakat Maluku, bangunan adat ini kerap difungsikan sebagai rumah tinggal
dihuni oleh keluarga besar. Namun selain dijadikan sebagai tempat tinggal, rumah
Hibualamo juga memiliki fungsi penting lainnya seperti untuk mengadakan
pertemuan, musyawarah, upacara adat, hingga acara pernikahan.

 Gaya Arsitektur Bangunan

Dari segi arsitektur, rumah Hibualamo memiliki bentuk segi delapan yang mana
bentuknya menyerupai perahu. Arsitektur ini menunjukkan kehidupan suku Tobelo
dan Galela yang tak dapat dilepaskan dari kemaritiman.

Selain memiliki delapan sudut, rumah Hibualamo juga memiliki 4 pintu yang
merupakan simbol dari 4 arah mata angin.

Telah mengalami beberapa perubahan, rumah Hibualamo yang asli berada di Pulau
Kakara, Halmahera Utara yang tergolong ke dalam jenis rumah panggung.
Sedangkan pada April 2007, rumah Hibualamo di bangun kembali sebagai simbol
perdamaian atas terjadinya konflik SARA yang terjadi pada tahun 1999-2001 yang
mana rumah Hibualamo dibangun dengan gaya arsitektur yang lebih modern dengan
tanpa menghilangkan corak tradisionalnya seperti pada bagian atap dan ornamen
ukiran yang khas.

 Filosofi
Selain mencerminkan kehidupan masyarakatnya yang lekat dengan dunia
kemaritiman dengan bentuk atap yang menyerupai perahu, terkandung juga makna
filosofis lainnya dari rumah Hibualamo, yaitu di dalam rumah, para tamu atau
penghuninya diatur untuk duduk berhadapan yang memiliki makna kesetaraan dan
kesatuan yang diharapkan selalu hadir dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan perkembangan di dunia arsitektur bangunan yang tak terbendung lagi,


semoga sebagai masyarakat bumi pertiwi, kita senantiasa mencintai budaya negeri
sendiri dan dapat menjadikan keunikannya sebagai inspirasi dalam konstruksi
bangunan agar warisan budaya tak benda ini tetap hidup dan tak tergerus oleh
zaman.

3.Alat Perang
1.Parang Salawaku

Dilansir dari situs Dinas Pariwisata Maluku utara, parang salawaku terdiri atas dua bagian,
yakni parang (pisau panjang) serta salawaku (perisai). Bagi masyarakat Maluku utara, parang
dan salawaku menjadi simbol kemerdekaan rakyat. Parang ini berukuran panjang 90 hingga
100 sentimeter dan terbuat dari bahan besi khusus. Untuk bagian kepalanya terbuat dari kayu
besi atau kayu gapusa. Untuk salawaku atau perisainya terbuat dari kayu keras yang kemudian
dihasi dengan berbagai motif khas Maluku utara untuk melambangkan keberanian. Parang
salawaku digunakan untuk berperang dan berburu hewan. Senjata tersebut juga lumrah dipakai
dalam pertunjukan Tari Cakalele. Para penari pria akan menari sambil membawa parang di
tangan kanan, sebagai simbol harga diri rakyat Maluku utara yang harus dipertahankan.
Sedangkan tangan kirinya menggenggam salawaku.

2.Tombak

memiliki tombak sebagai salah satu senjata tradisionalnya. Namun, penggunaan tombak di
Maluku utara agak sedikit berbeda, karena dipakai untuk menangkap ikan di laut. Mengutip dari
situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tombak khas Maluku utara ini disebut kalawai.
Sekilas, tombak ini tidak berbeda dengan jenis lainnya. Hanya saja perbedaannya terletak pada
ukuran kalawai yang jauh lebih panjang dibanding tombak pada umumnya. Pegangan kalawai
terbuat dari bulu atau kayu yang kemudian pada ujungnya diberi besi tajam. Besi tersebut
jumlahnya tiga dan kemudian diikat melingkari pegangan tombak tersebut. Sebelum digunakan,
besi itu harus diasah setajam mungkin. Cara penggunaan kalawai ialah dengan menikam ikan
atau hewan laut lainnya.

4.Bahasa Daerah
Bahasa Di Provinsi Maluku Utara Terdiri Dri 19 Bahasa Sebangai Berikut :

1.Buli

Bahasa dituturkan oleh masyarakat didesa Buli asal, kecamatan Maba, Kabupaten
Halmahera Timur, Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

2.Galela

Bahasa Galela dituturkan oleh masyarakat didesa Wangeotek, Kecamatan Malifut,


Kabupaten Halmahera Utara; Desa Kao, Kecamatan Kao, Kabupaten Halmahera Utara;
Desa Kira, Kecamatan Galela Barat, Kabupaten Halmahera Utara; Desa Kedi,
Kecamatan Loloda, Kabupaten Halmahera Barat; Desa Laba Besar, Kecamatan
Loloda, Kabupaten Halmahera Barat; Dan Desa Goal, Kecamatan Sahu Timur,
Kabupaten Halmahera Barat, Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

3.Gane

Bahasa Gane dituturkan oleh Masyarakat di Desa Gane luar, Kecamatan Gane Timur
Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

4.Gorap
Bahasa Gorap dituturkan oleh masyarakat di Desa Bobaneigo, Kecamatan Kao Teluk,
Kabupaten Halmahera Utara Dan Desa Bobaneigo, Kecamatan Jailolo Timur,
Kabupaten Halmahera Barat.

5.Ibu

Bahasa Ibu (IBO) dituturkan oleh masyarakat di Desa Gamlamo, Kecamatan Ibu,
Kabupaten Halmahera Barat, Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

6.Kadai

Bahasa Kadai dituturkan oleh masyarakat di Desa Kawadang, Kecamatan Tali Abu
Timur Selatan, Kabupaten Pulau Tali Abu, Provinsi Maluku Utara.

7.Makiam Dalam

Bahasa Makiam Dalam dituturkan oleh masyarakat di Desa Matengin, Kecamatan


Pulau Makian, Kabupaten Halmahera Selatan, Pulau Makian, Provinsi Maluku Utara.

8.Makian Luar

Bahasa Makian Luar dituturkan oleh masyarakat di Desa Sebelei, Kecamatan Makian
Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Pulau Makian, Provinsi Maluku Utara.

9.Melayu

Bahasa Melayu dituturkan oleh mayarakat di Kelurahan Togafo, Kecamatan Pulau


Ternate, Kabupaten Kota Ternate dan Desa Bobaneigo, Kecamatan Kao Teluk,
Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara.

10.Modole

Bahasa Modole dituturkan oleh masyarakat di Desa Pitago, Kecamatan Kao Barat,
Kabupaten Halmahera Utara, Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

11.Patani
Bahasa Patani dituturkan oleh masyarakat di Desa Tepeleo, Kecamtan Patani Utara,
Kabupaten Halmahera Tengah dan Desa Soa Sangaji, Kecamatan Kota Maba,
Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.

12.Sahu

Bhasa Sahu dituturkan oleh masyarakat di Desa Tosoa, Kecamatan Ibu Selatan,
Kabupaten Halmahera Barat dan Desa Taraudu, Kecamatan Sahu, Kabupaten
Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.

13.Sawai

Bahasa Sawai dituturkan oleh masyarakat di Desa Lililef Sawai, Kabupaten Weda
Tengah, Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

14.Sula

Bahasa Sula dituturkan oleh masyarakat di Desa Fatcei, Kecamatan Sanana dan
Malbufa, Kecamatan Sanana Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara.

15.Taliabu

Bahasa Taliabu dituturkan oleh masyarakat di Desa Kawadang, Kecamatan Taliabu


Timur Selatan, Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara.

16.Ternate

Bahasa Ternate dituturkan oleh masyarakat di Desa Togafo, Kecamatan Pulau Ternate,
Kabupaten Kota Ternate; Kelurahan Ome, Kecamatan Tidore Utara, Kabupatan Kota
Tidore Kepulauan, Dan Desa Gamkonora, Kecamatan IBU Selatan, Kabupaten
Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.

17.Tobelo
Bahasa Tobelo dituturkan oleh masyarakat di Desa Pale, Kecamatan Tobelo Selatan,
Kabupaten Halmahera Utara dan Desa Tayawi, Kecamatan Oba Utara, Kabupaten Kota
Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara.

18.Bacan

Bahasa Bacan dituturkan oleh masyarakat di Desa Amasing Kota, Kecamatan Bacan,
Kabupaten Halmahera Selatan, Pulau Bacan, Provinsi Maluku Utara.

19.Bajo

Bahasa Bajo dituturkan oleh masyarakat di Desa Bajo, Kecamatan Sanana Utara,
Kabupaten Kepulauan Sula,Provinsi Maluku Utara. Desa Bajo disebelah Timur
berbatasan dengan Wilayah Tutur Bahasa Sula di Desa Manggega dan di sebelah
Selatan juga berbatasan dengan Wilayah Tutur Bahasa Sula di Desa Kohea.
Berdasarkan Hasil Penghitungan dialegtometrik, Isolek Bajo dikatakan sebagai sebuah
bahasa yang berbeda, karena memiliki persentase perbedaan yang tinggi dengan
bahasa lainnya di Maluku Utara berkisar 81%-100%, misalnya dengan bahasa Galela,
Sula, Buli dan Tobelo.

5.Lagu Daerah
14 Lagu Daerah Khas Maluku Utara
1.Borero
2.Ngofa Sedano
3.Moluku Kie Raha
4.Una Kapita
5.Momina Jiko
6.Dana-Dana
7.Sapu Tangan Merah
8.Kenangan Bobane
9.Kangela
10.Sogoliha Laha
11.So Tara Sama Dulu
12.Jio Sahu
13.Maku Gasa Ira Afa
14.Bukang Torang Pe Jodoh

6.Tarian Daerah
1. Tari Cakalele
Cakalele merupakan tarian tradisional Maluku Utara yang menggambarkan ekspresi
perang masyarakat Hulaliu, Maluku, pada masa lampau. Umumnya, Tari Cakalele ini
dipertunjukkan saat penyambutan tamu ataupun perayaan adat.
Dilansir dari jurnal Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang berjudul Perubahan Makna
Tarian Cakalele pada Masyarakat Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, Tari Cakalele
merupakan sebuah simbol bagi masyarakat Maluku tentang cara manusia menjaga
martabat dan harga dirinya. Tarian ini menyiratkan tiga pesan tentang bagaimana
manusia mengatur hubungan yang baik antara dirinya dengan tuhan, alam, dan
sesama manusia.

Saat pementasan, penari akan bergerak dengan bersemangat, mata melotot,


melompat, dan berteriak-teriak seperti kesurupan. Penampilan yang tampak
menyeramkan itu sebenarnya merupakan bentuk ekspresi untuk memunculkan aura
perang, karena itulah tarian ini juga dikenal sebagai tarian perang.

Gerakan yang dilakukan dalam Tari Cakalele berkaitan dengan memainkan properti
berupa parang, tombak, dan salawaku atau senjata perisai tradisional Maluku.
Para penari bergerak dengan diiringi musik yang ritmis guna melengkapi keharmonisan
alunan musik. Beberapa alat musik yang digunakan dalam tarian ini adalah gong, tifa,
dan suling bambu.

Seluruh alat musik tersebut dimainkan dalam tempo dan ritme yang cepat sehingga
penari akan bergerak dengan semangat mengikuti alunan musik yang dimainkan.
Dalam Tari Cakalele, penari pria umumnya menggunakan kostum dengan warna yang
kontras yaitu merah dan kuning. Kain berwarna merah diikatkan pada bagian kepala,
kemudian mereka bertelanjang dada dan hanya menggunakan kain berwarna kuning
yang digunakan sebagai selempang .
Namun, seiring berjalannya waktu, kostum dari tarian ini mengalami perubahan pada
kelengkapan kostum.
Saat ini, ada penari pria yang menggunakan kain seperti baju biasa saat tampil. Untuk
penari wanita, mereka mengenakan pakaian berwarna putih yang dipadukan dengan
kain panjang sebagai bawahan.
Hal ini bisa dilihat dari gerakan dan juga ekspresi para penari pada saat menampilkan
tarian Cakalele. Tarian Cakalele menggambarkan perjuangan masyarakat Maluku
dalam membela kebenaran.
Gerakan dan Pola Lantai Tari Cakalele
Tarian cakalele adalah tarian perang yang dilakukan secara berkelompok oleh 30 orang
untuk menggambarkan semangat juang. Karena menggambarkan semangat juang,
maka gerakan dari tarian ini dibuat lincah dan meriah.
Tari Cakalele merupakan tarian tradisional yang disakralkan dan memiliki nilai magis.
Meskipun begitu, sama seperti tari tradisional lainnya, Tari Cakalele juga memiliki pola
lantai agar tidak membuat para penari kebingungan.

Pola lantai yang digunakan adalah pola garis lurus dengan bentuk horizontal. Akan
tetapi, tidak jarang pula digunakan pola lantai kombinasi untuk memeriahkan
penampilan Tari Cakalele.

Asal Usul Tari Cakalele


Tari Cakalele merupakan tarian adat peninggalan leluhur (datuk-datuk atau nenek
moyang) yang kemudian ditampilkan dalam upacara-upacara adat tertentu. Tarian
Cakalele dahulu dijadikan sebagai bagian upacara adat oleh masyarakat Hulaliu.

Leluhur masyarakat Halaliu menarikan Tari Cakalele sebagai bentuk rasa cinta, hormat,
dan bakti pada leluhur yang telah mendirikan negeri Halaliu dengan perjuangan dan
pengorbanan seluruh hidup mereka demi menjaga keutuhan dan martabat masyarakat.
Mereka percaya ritual yang dilakukan dengan melibatkan tarian Cakalele akan
mendapatkan restu dari arwah leluhur.

Keunikan Tari Cakalele


Dikutip dari Jurnal Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) yang berjudul
'Peran Pemerintah Daerah dalam Melestarikan Tarian Tradisional Cakalele di
Kabupaten Maluku Tengah', Tari Cakalele mempunyai keunikan sehingga masih
dipentaskan hingga kini. Harmonisasi gerakan dalam tarian ini cukup unik, membuat
siapapun yang menyaksikannya akan terkesima oleh keunikannya.
1. Penari Didominasi oleh Laki-Laki
Tari Cakalele dalam pementasannya didominasi oleh laki laki, sedangkan perempuan
bertugas untuk mengiringi gerakan dengan hentakan kaki yang disesuaikan dengan
alunan musik.

2. Teriakan yang Unik


Agar terlihat lebih menarik, para penari akan berteriak mengucapkan kata 'uale' yang
akan diteriakkan beberapa kali. Kata 'uale' memiliki arti darah yang banjir. Teriakan ini
dapat menambah semangat para penari.

3. Meminum darah
Dahulu, para penari akan meminum darah dari musuhnya sebagai wujud persembahan
pada roh. Namun seiring berjalannya waktu, darah manusia tersebut diganti dengan
darah ayam.
Namun, konsep meminum darah ini kadang juga tidak ditampilkan karena dianggap
bukan bagian inti dari Tari Cakalele.

2.Tari Tide-Tide
Tari Tide-Tide adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari suku Togela,
Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Tarian ini biasanya ditarikan secara
berpasangan oleh para penari pria dan wanita pada acara-acara tertentu seperti pesta
adat, penyambutan, pernikahan dan lainnya.

Penari laki-laki mengenakan pakaian adat warna merah. Warna merah melambangkan
keberanian dan sifat laki-laki Maluku yang pantang menyerah.
Pakaian itu terdiri dari penutup kepala atau tualipa, selempang atau salebutu, dan ikat
pinggang atau goronamabiliku.
Sedangkan penari perempuan mengenakan pakaian adat sederhana, dilengkapi sapu
tangan atau lenso.
Tari Tide Tide menjadi salah satu tarian pergaulan tradisional yang cukup terkenal di
Maluku Utara, terutama di daerah Halmahera Utara. Tarian ini biasanya ditampilkan di
berbagai acara yang bersifat adat. Selain itu, tarian ini juga dipersembahkan sebagai
hiburan dalam acara pernikahan adat, sunatan, pesta adat, dan lain-lain. Tarian Tide-
tide ini biasanya dilakukan 4 sampai 6 penari yang terdiri dari pria dan wanita dengan
gerakan tangan dan kaki yang khas yaitu tangan berayun dan kaki melangkah sesuai
dengan gerakan tangan.
7.Makan Khas Daerah
6 Makanan Khas Maluku Utara :
1. Gohu Ikan
Gohu ikan terbuat dari ikan segar yang dberikan aneka bumbu. Yang unik, hidangan ini
tidak dimasak alias mentah. Meskipun begitu, rasanya sangat lezat. Gohu ikan ini bisa
disantap dengan papeda, pisang, atau singkong rebus.
2. Papeda
Papeda termasuk salah satu makanan pokok masyarakat Maluku. Bahan dasar papeda
adalah tepung sagu yang diolah sehingga menjadi kental dan lengket. Karena rasanya
tawar, papeda cocok dikombinasikan dengan aneka lauk.
Papeda memiliki kandungan serat yang tinggi, tetapi rendah kalori. Hal ini membuat
papeda menjadi makanan pokok yang mengenyangkan dan menyehatkan.
3. Ikan Asar
Ikan asar atau ikan asap juga merupakan makanan khas Maluku yang sedap. Jenis
ikan yang umum digunakan adalah tuna dan cakalang. Aroma ikan asap yang khas
membuat hidangan ini digemari oleh masyarakat.
4. Lapis Tidore
Bagi yang suka dengan makanan manis, wajib mencoba lapis Tidore. Kue tradisional ini
biasanya mudah ditemukan saat bulan Ramadan. Lapisan gula merah dan kenari
membuat rasa kue ini sangat nikmat, apalagi jika dipadukan dengan kopi atau the.
5. Bagea
Selanjutnya ada bagea yang merupakan kue kering tradisional. Kue ini terbuat dari
sagu, kenari, gula, dan bahan-bahan lain. Karena kering, bagea tahan lama sehingga
cocok untuk dijadikan oleh-oleh.
6. Sambal Colo-Colo
Bagi penggemar sambal, wajib mencoba sambal colo-colo khas Maluku. Sambal ini
tidak diulek, melainkan diiris dan disajikan mentah. Sambal yang pedas dan segar ini
sangat cocok untuk aneka hidangan laut khas Maluku.

Anda mungkin juga menyukai