Anda di halaman 1dari 11

“ANAK KAMPUNG”

A.  NASKAH DRAMA

      Senin pagi hari ini adalah awal dimulai nya semester baru bagi para siswa yang
sedang dalam jenjang pendidikan. Seperti halnya sekolah lain, para siswa SMA
PRADIPA mulai kembali memenuhi kawasan sekolah. Setelah menghabiskan libur
panjang, kini mereka kembali lagi untuk memulai pelajaran mereka di
semester  genap ini.
      Kini di dalam kelas XI IPA 1 SMA PRADIPA mulai ramai dan terdengar banyak
siswa yang menceritakan pengalaman liburan mereka masing-masing. Sama halnya
yang dilakukan kedua sahabat baik itu, Ahmad dan Jani. Namun keasikkan cerita
mereka pun terusik saat musuh bebuyutan mereka memasuki ruang kelas dan mulai
mencari gara-gara.

Tika                 : “ OMG!! Kok aura di kelas ini buruk banget yah.”


Valen               : “ yaiyalah Tik, loe gak lihat tuh ada anak-anak kampungan.”
Tika                 : “hahaha, loe benar juga Len.’’
Okta                : “eh kalau kalian ngomong tolong dijaga yah. Kayak gak punya tata
krama aja”
Jani                  : “udah Ta, orang kayak gitu mah gak usah kita ladeni. Biarin aja, ntar juga mereka
capek sendiri”
Valen               : “udah yok Tik, jangan dekat-dekat mereka terus ntar kita ketularan
kampungan juga”
Tika                 : “yoai”
(Valen dan Tika pun pergi meninggalkan Okta dan Jani menuju ketempat duduk
mereka.)

     Tak selang beberapa waktu kemudian masuklah dua orang pria kedalam kelas XI
IPA 1 yang seketika membuat kelas yang tadinya ribut menjadi tenang seketika.
Seorang pria baya itu memang tidak asing bagi mereka, dia adalah wali kelas
mereka sekaligus guru bahasa Indonesia mereka, Bapak Winsky. Namun pria yang
seumuran mereka itulah yang membuat mereka bertanya-tanya. Anak baru?

Winsky             : “selamat pagi semua...( semua siswa menjawab “selamat pagi pakkk”). Wah-wah
, semangat habis liburan nya ternyata luar biasa juga yah.”
Jani                  : “harus dong pak. Semester baru, berarti semangat baru”
Tika                 : “uuuu, caper!”
Winsky             : “benar sekali jani, memang harus begitu dong. Tapi bukan hanya semangat baru
aja, kalian juga sekarang mendapatkan teman baru. Hammad , kemari dan
perkenalkan dirimu kepada teman-teman baru mu”
Hammad         : “namo ambo hammad,ambo dari padang semoga awak bekawan
elok yo”
Valen               : “hahahaha, dasar orang kampung. Bahasa loe kolot banget tau gak”
Okta                : “valen tolong hargai hammad didepan bisa gak?!”
Valen               : “ops, maap. Ternyata disinikan juga ada anak kampung juga”
Winsky             : “tenang anak-anak. Jangan berantam. Hammad ini memang pindahan dari
daerah aslii minang, jadi wajar saja jika dia berbicara masih menggunakan bahasa
kesehariaannya. Dan hammad tolong dibiasakan menggunakan bahasa indonesia
dengan baik yah nak?”
Hammad         : “iyo,,ehh iya pakk”
Winsky             : “ok hammad kamu bisa duduk dibelakang jani dan okta. Baiklah, diawal
pertemuan kita ini bapak ingin tahu kalian menghabiskan liburan kalian kemana dan
apa saja yang kalian lakukan. Dimulai dari Tika.”
Tika                 : “ gue sama valen menghabiskan liburan kami bareng-bareng, bukan sombong
yah, kemarin kami baru pulang dari kanada dan menghabiskan liburan kami disana”
Winsky             : “wah jauh juga yah, jadi apa yang kalian dapat dari liburan kalian ke
Kanada?”
Tika                 : “kami shoping pak. So, kami dapat sepatu, tas, bahkan perhiasan baru dan limited
edition yang gak akan pernah bisa di dapatkan oleh orang kampung kayak mereka.”
Jani                  : “sombong sekali.”
Winsky             : “heeeh...(menghela nafas). Baiklah sekarang giliran okta.”
Okta                : “kalau saya pergi kekampung omak saya pak di Parapat yang dekat danau Toba
itu loh pak.”
Winsky             : “jadi apa yang kamu dapatkan dari kampung omak mu itu Okta?”
Okta                : “banyak pak. Salah satunya ini yah pak, aku belajar masak lapet sama opung ku,
bahkan aku diajari masak jagal pak”
Winsky             : “jagal? Apa itu jagal”
Okta                : “ ahk bapak ini pun ntah macam mana pun, masaknya gak tau apa itu jagal. Jagal
itu makanan favorit orang batak loh pak, daging babi”

       Semua orang didalam kelas tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Okta,


tapi tidak beberapa lama kemudian lonceng berbunyi menandakan istirahat telah
tiba. Pak winsky dan seluruh penghuni kelas XI 1 pun beranjak meninggalkan kelas
dan pergi menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.
       Didalam kantin, okta dan jani tidak lagi duduk berdua karena kini hammad telah
ikut bergabung bersama kedua sahabat itu. Mereka mulai semakin akrab dan dekat
satu sama lain.

Jani                  : “ jadi kamu memang asli orang minang ya ham?”


Hammad         : “iyo, awak kayak orang kampungan kali yah?”
Jani                  : “ ahk gak juga kok ham, tenang aja. Kita gak bakalan buli kamu kok, karena kami
juga dari kampung”
Okta               : “hmm, aku itu asli orang batak dan jani asli orang karo. Jadi bawak
tenang aja ham”
Hammad         : “wah, iyo nyo? Awak pikir kalian orang kota dan anak-anak kekinian, tapi ternyata
kalian juga sama kayak awak”
Jani                  :“tentu saja. Kami itu cinta suku asli kami, kami tidak akan pernah malu untuk
mengakuinya seperti mereka itu” (menunjuk kearah meja dimana tika dan valen
berada)
Hammad         : “loh, bukannya mereka itu orang kota yah?”
Okta                : “harus kamu tahu yah ham, mereka berdua tuh sebenarnya asli minang juga
kayak kamu. Bahkan awal masuk sekolah cara bicara mereka masih ada fasih
minangnya”
Hammad         : “oh yah, awak senang sekali ada orang sesuku awak disini. Tapi kenapa sifat
mereka seperti itu, seolah-olah mereka sangat membenci dengan orang kampung.”
Jani                  : “kami tidak tahu pastinya ham. Tapi yang kami dengar-dengar dulunya mereka itu
pernah dibuli sama senior kami dan dipanggil anak kampung. Sekarang setelah
senior kami lulus, mereka tiba-tiba berubah menjadi anak sok kota dan kekinian dan
bahkan sering membuli para anak kampung disekolah ini termasuk kami.”
Hammad         : “hmm, begitu yah. Onde mande ambo lupa kalau ambo membawa kue dari bundo
ambo ditas, ambo akan mengambilnya sebentar ke kelas”
Okta                : “ambilah ham, dan cepat kembali karena sebentar lagi jam istirahat
kita akan habis”
Hammad         : “ ok, tunggu sebentar yah”

       Hammad kembali kedalam kantin dengan membawa kotak bekal berisi kue dari
ibunya dan membagikannya kepada kedua teman barunya, okta dan jani. Setelah
memakan habis kue dari hammad, selang beberapa detik kemudian bel pertanda
masuk pun terdengar. Kini penghuni kantin mulai kosong karena para siswa mulai
masuk kedalam kelas mereka masing-masing untuk memulai kembali pelajaran
mereka. Begitu juga dengan hammad, okta dan jani.
      Suasana kelas yang mulai hening saat pak Winsky menulis materi pelajaran
didepan papan tulis tiba-tiba terdengar ricuh akibat jeritan suara tika secara tiba-tiba.

Tika                 : “whattt!!!! Bagaimana ini bisa terjadi?” (semua orang terkejut dan melihat kearah
Tika yang panik)
Winsky             : “ada apa tika kenapa kamu tiba-tiba berteriak begitu?”
Tika                 : “dompet saya hilang pak.”
Winsky             : “apa kamu sudah mencari dengan teliti? Atau kamu lupa
membawanya dari rumah”
Tika                 : “sudah pak. Dan saya ingat betul kalau tadi saya membawa dompet
saya kesekolah”
Winsky             : “Apa aja yang penting dan berapa jumlah uang yang didalam dompet kamu yang
hilang itu?”
Tika                 : “banyak yang penting pak, seperti kartu kredit, ktp dan lainnya pak. Dan kalau
jumlah uang seingat saya masih ada 5 juta di dompet saya”
Winsky             : “ok, tenang-tenang dulu. Kita akan mencarinya bersama-sama.”
Valen               : “ gak usah bingung kali pak. Kita semua juga udah tau siapa pelakunya. Siapa
lagi coba kalau gak si anak kampung”
Tika                 : “oh iya, loe pasti yang nyuri dompet gue kan anak baru. Tadi gue lihat loe pergi
dari kantin dan masuk kedalam kelas saat semua orang pada istirahat!!!”
Hammad         : “ndak ambo yang mengambil dompet kau Tika.”
Valen               : “alahh, udah lah ngaku aja anak kampung. Selama ini belum pernah ada kejadian
seperti ini. Terbuktikan  kalau anak kampung kayak loe itu memang pencuri”
Okta                : “valen kamu gak boleh asal nuduh kayak begitu sama hammad. Apa kamu lihat
sendiri kalau dia yang mencuri dompet tika?”
Jani                  : “betul tuh. Sebelum ada bukti yang real, kalian gak boleh asal memfitnah
hammad. Hammad tadi memang pergi kekelas saat jam istirahat, tapi itu karena dia
mau mengambil bekal kue yang ada didalam tasnya”
Tika                 : “ alaah, mana ada maling mau ngaku. Atau jangan-jangan kalian bertiga
sekongkol yang mencuri dompet gue. Dasar anak kampung gak tau diri!”
Winsky             : “sudah tenang-tenang semuanya. Jangan saling menuduh satu sama lain.
Sekarang mari kita bersama-sama mencari nya. Pertama-tama, keluarkan semua
barang-barang yang ada didalam tas maupun saku baju kalian diatas meja, setelah
itu kalian semua maju kedepan biar bapak yang mencarinya sendiri.”
     Pak winsky pun memeriksa semua barang-barang siswa XI IPA 1 dengan teliti.
Namun tidak ditemukan sama sekali dompet merah milik Tika yang hilang, dan
siswa yang tadinya berdiri didepan kelas pun kembali ketempat duduk mereka
masing-masing. Untuk beberapa menit suasana kelas menjadi hening tak ada
satupun yang berbicara atau pun berdebat. Pak winsky pun mencoba berfikir keras
untuk mencari jalan keluar masalah ini.

Winsky             : “Tika tadi kamu bilang kalau kamu benar-benar membawa dompet kamu dari
rumah kan?”
Tika                 : “iya pak”
Winsky             : “hmm,, apa kamu membawa mobil kamu berangkat kesekolah?”
Tika                 : “hmm,,iya pak. Emangnya kenapa pak?”
Winsky             : “baiklah sekarang kamu ikut bapak, kita pergi ke tempat parkir mobil kamu. Kita
akan mencoba mencari dompet kamu yang hilang di sana, siapa tahukan kamu lupa
membawa nya saat kekelas tadi.”

       Pak Winsky dan Tika pun keluar menuju tempat parkiran mobil Tika berada, dan
tak lama kemudian mereka kembali kedalam kelas dengan pak Winsky berwajah
lega namun berbeda dengan Tika yang bermimik malu dan takut.

Okta                : “bagaimana pak apakah dompet tika telah ditemukan?”


Winsky             : “syukur alhamdulilah. Ternyata dompet tika memang tertinggal
didalam mobilnya”
Jani                  : “alhamdullilah. Jadi, sekarang terbuktikan kalau Hammad itu bukan pencurinya.
Jadi kalian udah salah memfitnah Hammad yang sama sekali tidak bersalah”
Valen               : “yaelah, biasa aja dong ngomongnya.”
Okta                : “ kalian harus meminta maaf kepada Hammad atas tuduhan kalian
tadi”
Hammad         : “ndak apo, tak masalah bagi ambo. Yang terpenting dompet nyo si
tika bisa ditemukan”
Tika                 : “haa.. orang nya aja gak masalah. So, sekarang masalahnya beres
kan?”
Winsky             : “tidak tika. Apa yang dikatakan oleh okta dan jani benar, bahwa kamu dan valen
harus meminta maaf kepada hammad karena kalian tadi sudah menuduhnya”
Valen               : “tapi pak, masak kami harus minta maaf sama anak kampung. Gak
level dong”
Jani                  : “valen, tika kenapa sih kalian itu sangat membenci kami yang berasal dari
kampung. Emangnya apa masalahnya kami sama kalian sampai-sampai kalian terus
membuli kami seperti ini”
Tika               : “asal kalian tahu kami itu gak suka sama kalian yang berasal dari kampung yang
jorok dan kolot itu”
Okta           : “kalian gak boleh berpikir seperti itu. Bagaimana pun keadaan asal kampung kita,
sekalipun itu jorok dan kolot tapi kita harus sadar bahwa disana lah kita dibesarkan
dan kita harus mencinta budaya kita sendiri apapun itu”

     Setelah mendengar perkataan dari Okta, Tika dan Valen merasa seolah-olah
tertampar keras atas pernyataan tersebut. Tika dan Valen merenungkannya,
ternyata benar bahwa mereka selama ini telah salah dan lari kejalan yang salah
hanya karena trauma pembulian dari senior mereka kepada diri mereka dulu.
Mereka pikir jika mereka mengubah diri mereka, dan melakukan hal yang sama
seperti senior mereka kepada anak-anak yang berasal dari kampung, Valen dan
Tika akan merasa puas dan tidak akan dibuli lagi. Namun ternyata salah, karena
selama ini pun mereka menjalani kehidupan mereka seperti tidak diri mereka sendiri.
Penuh kepura-puraan. Dan sekarang saatnya lah untuk merubahnya kejalan yang
lebih baik dan menjadi diri mereka sendiri.

Winsky             : “baiklah sekarang kita selesaikan semua permasalahan yang terjadi. Tika dan
Valen apakah ada hal yang ingin kalian sampaikan”
Valen               : “yah pak. Benar apa yang dikatakan oleh Okta dan sekarang saya sadar bahwa
ternyata selama ini saya dan Tika telah salah, dan hidup dengan kepura-puraan
menjadi diri orang lain dan melupakan asli diri kami bahwa kami juga berasal dari
kampung”
Tika                 : “yah itu benar. Kami benar-benar minta maaf kepada kalian semua atas
perlakuan buruk kami kepada kalian. Terlebih kepada kamu Hammad, kami telah
menuduh kamu telah mencuri dompet saya”
Hammad         : “ndak apo Tika, ambo telah memaafkan kalian.”
Okta                : “kami juga telah memaafkan kalian kok Tika, Valen. Lagian kalau kami yang
berada diposisi kalian saat dibuli dulu, kami mungkin juga telah melakukan hal yang
sama seperti kalian”
Jani                  : “yah itu benar. Dan mungkin sekarang kita bisa mengawali semuanya dengan
hubungan yang lebih baik. Pertemanan mungkin.
Valen               : “makasih kalian sudah mau memaafkan kesalahan kami dan sekarang malah
mau menerima pertemanan bersama orang seperti kami”
Tika                 : “iya, kalian memang sangat baik hati. Jadi sekarang kita teman
kan?”
Jani                  : “tentu saja.”
Hammad         : “onde mande, senang nya ambo dapat kawan-kawan baru lagi. Sekampung ambo
dan anca-anca lagi”

       Kini semua permasalahan telah selesai. Mereka berempat memulai kembali


hari-hari mereka dengan sebuah hubungan baru. Yah sebuah Pertemanan. Mereka
sangat akrab dan dekat. Bahkan banyak siswa lain yang heran melihat pertemanan
mereka. Mengapa tidak, mereka yang berbeda suku dapat berteman dengan tanpa
membeda-bedakan adat ataupun segala hal dalam pribadi mereka masing-masing.

“TAMAT"
    
B.   UNSUR INTRINSIK DRAMA

1)      Tema
 Pertemanan Tanpa Perbedaan

2)      Plot atau Alur


 Menggunakan alur maju, yaitu dimulai dari :
         Paparan (eksposisi)
 memaparkan suasana SMA PRADIPA khususnya kelas XI IPA 1, dan sekligus
memperlihatkan hubungan yang tidak baik antara Okta, Jani dengan Tika dan Valen
yang sering membuli. 

         Puncak (klimaks)
 hilangnya dompet merah milik Tika, dan menuduh Hammad sebagai siswa baru
sebagai pencurinya.

         Leraian (antiklimaks)
telah ditemukannya dompet Tika yang ternyata tertinggal didalam mobilnya
Tika dan Valen yang mulai sadar akan kesalahan mereka setelah mendengar
nasehat dari Okta.
         Penyelesaian (resolusi)
 semua permasalahan telah diselesaikan dengan baik, dan bahkan sekarang
mereka berteman baik.

3)      Latar
         Tempat       ruang kelas, dan kantin sekolah
         Waktu         pagi hari (saat jam sekolah)
         Suasana     ramai, hening, tegang, dan bahagia.

4)      Penokohan atau perwatakan


  Tokoh sentral (antagonis)
         Tika dan Valen
  Tokoh utama (protagonis)
         Hammad, Okta dan Jani
  Tokoh pembantu (tritagonis)
         Bapak Winsky

5)      amanat
         jangan menuduh seseorang yang belum tentu salah dengan tanpa ada bukti yang
jelas.
         Berteman lah tanpa memandang suku, agama, ras, atau apapun itu.

         Dan jangan pernah lupakan dari mana asal kita berada, tempat kita dilahirkan dan
dibesarkan. Jangan pernah malu untuk mengakui nya dan hiduplah dengan menjadi diri
sendiri bukan dengan kepura-puraan saja.

Nama: santika nurjannah

Kelas: XII IPS 2


Ini adalah pagi yang cerah. Mita dan Doni, dua orang siswa kelas VII
sedang asyik membaca-baca buku Biologi di koridor sekolah. Pasalnya
nanti siang akan ada ulangan harian mata pelajaran tersebut. Kemudian
datang Anggi, sahabat mereka.
Anggi: “Mit, Don, rajin sekali kalian berdua!”
Mita: “Iya dong, tugas kita sebagai pelajar kan memang harus belajar.
Hehehe…”
Anggi: “Iya juga sih. Eh ngomong-ngomong kalian tahu tidak, ada murid
baru yang akan masuk ke kelas kita hari ini.”
Doni: “Oh ya, siapa namanya? Lelaki atau perempuan?”
Anggi: “Lelaki, tapi aku juga belum tahu siapa namanya dan seperti apa
rupanya.”
[Bel sekolah berbunyi]
Mita: “Eh ayo masuk kelas!”
[Ketiganya memasuki ruang kelas. Ibu guru masuk bersama seorang murid
baru.]
Ibu Guru: “Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan teman baru
dari Aceh, ia akan menjadi teman sekelas kalian. Silakan perkenalkan
dirimu, nak!”
Ridwan
Ridwan: “Selamat pagi, teman-teman. Nama saya Muhammad Ridwan.
Saya berasal dari Aceh.”
Mita [berbisik pada Anggi]: “Jauh sekali ya, dari Aceh pindah ke Bandung!”
[Anggi hanya mengangguk tanda setuju]
Ibu Guru: “Ridwan, kamu duduk di belakang Doni ya [menunjuk sebuah
meja kosong]. Untuk sementara kamu duduk sendiri dahulu karena jumlah
siswa di kelas ini ganjil.”
[Ridwan segera duduk di kursi yang disediakan]
Ibu Guru: “Ya baiklah, sekarang kita mulai pelajaran hari ini. Buka buku
kalian di halaman 48….”
[Pelajaran pun dimulai]
Tiba saatnya jam istirahat. Ridwan, yang belum memiliki teman, diam saja
duduk di kursinya sambil menunduk. Rupanya belum ada yang mau
mendekati Ridwan. Semua siswa di kelas itu masih sungkan dan hanya
mau tersenyum saja padanya tanpa berani mengajak ngobrol lebih lanjut.
Doni: “Psst, Mit, Nggi, coba lihat anak baru itu, sendirian saja ya!” [berbisik
pada Mita dan Anggi saat mereka baru kembali dari kantin]
Mita: “Ayo kita dekati saja.” [Ketiganya menghampiri Ridwan]
Anggi: “Hei, Ridwan. Kenalkan, aku Anggi, ini Ridwan dan Mita [menunjuk
kedua temannya].”
[Ketiganya duduk di sekeliling Ridwan]
Ridwan: “Hai, salam kenal.”
Doni: “Kamu kok tidak jajan ke kantin?”
Ridwan: “Aku… Aku bawa bekal makanan [pelan sekali, sambil tertunduk].”
Mita: “Oh begitu, rajin sekali kamu, Wan!
[Keempat siswa ini mulai terlibat obrolan ringan sehingga Ridwan merasa
ditemani]
Saat jam pulang sekolah, Ibu Guru memanggil Anggi dan Doni yang
hendak pulang ke rumah.
Ibu Guru: “Anggi, Doni! Ke sini sebentar. Ibu mau menanyakan sesuatu.”
[Anggi dan Doni menghampiri Ibu Guru]
Doni: “Ada apa, Bu?”
Ibu Guru: “Itu, bagaimana perilaku Ridwan di kelas? Apakah ia bisa
membaur?”
Doni: “Dia agak pendiam, Bu. Dan suka menunduk saat berbicara.”
Anggi: “Tadi di jam istirahat, kami berdua dan Mita berusaha
mendekatinya. Kami mengobrol cukup lama, ia anak yang baik kok, hanya
saja ia seperti agak kurang percaya diri dan muram.”
Ibu Guru: “Hmm… begitu ya. Anak-anak, Ridwan adalah salah satu korban
selamat tragedi tsunami Aceh beberapa bulan yang lalu. Kedua orang
tuanya tewas terhempas ombak. Kini hanya tinggal ia dan adik
perempuannya, Annisa. Annisa masih duduk di kelas 4 SD, di SD V kota
kita ini.”
Anggi: “Ya Tuhan, sungguh berat cobaan yang menimpanya…”
Ibu Guru: “Iya. Untungnya, seorang pamannya tinggal di Bandung
sehingga ia dan adiknya tinggal di sini. Mereka tergolong masyarakat
prasejahtera, sehingga Ridwan benar-benar harus berhemat. Pamannya
berkata pada Ibu tadi pagi, ia tak mampu memberi uang jajan yang cukup
untuk Ridwan sehingga Ridwan harus bekal nasi setiap hari agar tidak
lapar di sekolah.”
Doni: “Oh pantas saja tadi jam istirahat ia tidak ke kantin.”
Ibu Guru: “Ya sudah, Ibu cuma mau bilang begitu. Kalian berbaik-baiklah
dengannya. Temani dia agar tak merasa kesepian dan terus berduka.”
[Anggi dan Doni pamit kemudian pulang]
Di rumahnya, Doni terus menerus memikirkan teman barunya, Ridwan.
Akhirnya ia mendapatkan suatu ide. Dikabarkannya Anggi dan Mita melalui
SMS. Keesokan harinya di jam istirahat….
Doni: “Eh, kalian membawa apa yang aku bilang kemarin, kan?”
Mita: “Bawa dong. Ayo kita dekati Ridwan.”
Anggi: “Ridwan, bolehkah kami bertiga makan bersamamu?”
Ridwan: [kikuk dan kebingungan] “Eh, um.. boleh saja..”
Doni, Anggi, dan Mita mengeluarkan bekal makanan mereka. Ketiganya
juga membawa makanan camilan untuk dimakan bersama-sama, tentu
saja Ridwan juga kebagian. Dengan makan bersama setiap hari, mereka
berharap bisa membuat Ridwan lebih ceria. Setelah makan…
Ridwan: “Terima kasih, teman-teman. Kalian sangat baik kepadaku.”
Mita: “Kamu ini bicara apa, sih? Kita kan teman, wajar saja jika kita saling
bersikap baik.”
Semenjak itu Ridwan menjadi semakin kuat karena dukungan teman-
teman barunya. Siswa-siswa lain di kelas itu pun banyak yang bergabung
membawa bekal untuk dimakan bersama-sama pada jam istirahat.
Suasana menjadi semakin menyenangkan.

RAHMI NUR FADILLAH XII IPS 1

Anda mungkin juga menyukai