Anda di halaman 1dari 5

Kampus Lidah Wetan

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Telepon: +6231.8190000


UPT MATA KULIAH WAJIB UMUM Gedung PPPG

PERAN SERTA UMAT KATOLIK DALAM KEHIDUPAN POLITIK NEGARA

Brigitta Pusporeno
Brigitta.20083@mhs.unesa.ac.id
Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni
20020084083

Pendahuluan.
Sebagai masyarakat alam kehidupan berpolitik, semua warga negara
memiliki hak dan kewajiban yang sama. Terlepas dari apa sukunya, apa
agamanya, dan apa rasnya memiliki kedudukan yang setara di mata hukum.
Sebagai masyarakat dan warga negara, hendaknya kita berpartisipasi dengan
baik dalam dunia politik. Kita hendaknya menggunakan hak kita dalam berpolitik
sebaik mungkin, contohnya dalam pemilu, pilkada, dan lain-lain. Khususnya bagi
umat Katolik, Yesus sendiri mengajarkan kepada kita untuk melaksanakan apa
yang menjadi kewajiban kita kepada negara, dan melaksanakan pula apa yang
menjadi kewajiban kita pada Bapa. Oleh karena itu, sebagai umat yang beriman
hendaknya kita melakukan apa yang sudah menjadi hak dan kewajiban kita.
Untuk mendukung makalah yang ditulis, penulis sudah menyiapkan
beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1. Bagaimana aku (akan/telah) memertanggungjawabkan hak suara dan
kewajiban memilih yang ada padaku?
2. Kajilah secara TEORETIS tentang partisipasi politik warga negara dalam
kaitan hak dipilih dan memilih!
3. Dasar BIBLIS mana yang menguatkan partisipasi umat Katolik dalam
politik?
4. Konfrontasikan empiris, teoretis, dan biblis dengan argumentasi untuk
menjawab pertanyaan: Menurut Anda, bagaimana idealnya mewujudkan
partisipasi itu? Misal, perlukah partai Katolik? Jika ada partai Katolik
apakah orang Katolik wajib secara moral mendukungnya? Alasan? Atau
ada jalan lain?
Makalah ini dibuat dengan harapan agar masyarakat atau umat Katolik
memahami apa kewajibannya sebagai warga negara, dan diharapkan dapat
menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara disamping hak dan
kewajibannya sebagai umat beragama dengan baik sebagaimana mestinya.

1. Pertanggungjawaban hak suara dan kewajiban memilih sebagai siswa


Indonesia.
Sebagai siswa yang menuntut ilmu di Indonesia, tentunya saya adalah
bagian dari warga negara juga. Setiap warga negara memiliki hak bersuara, hak
berpendapat dan hak memilih pemimpin mereka. Yang tentunya dimiliki juga
oleh saya. Sebagai mahasiswa baru, saya belum lama mendapatkan hak memilih
saya secara resmi, yaitu untuk pemilihan umum dan lain-lain. Meskipun baru,
saya telah menggunakan hak pilih saya dengan baik.
Hak pemilihan suara saya sudah saya dapatkan ketika pemilihan presiden
Indonesia yang terbaru. Saya senang sekaligus merasa bingung, saya harus
memilih siapa? Karena selama ini saya tidak begitu memperhatikan tentang
kehidupan berpolitik di negara saya sendiri. Namun karena ada hak sekaligus
kewajiban sebagai warga negara yang baru saya dapatkan, saya mencoba untuk
mencari tau lebih dalam dan mencoba menentukan siapa yang harus saya pilih.
Keluarga besar saya terbagi menjadi 2 kubu yang memilih pasangan calon
presiden dan wakilnya yang berbeda. Keadaan saya yang baru bisa memilih ini
tentunya dimanfaatkan oleh mereka. Mereka berusaha membujuk saya untuk
memilih presiden sesuai yang mereka ingini. Saya bingung, namun saya ingat
bahwa hak ini adalah milik saya jadi saya yang berhak menentukan pilihan saya,
bukan orang lain.
Akhirnya setelah mencari informasi, pada hari pemilihan saya dapat
memilih sesuai dengan keinginan hati dan nurani saya, saya berhasil lepas dari
pengaruh keluarga saya yang mencoba membuat saya mengikuti keinginan
mereka. Saya tidak bermaksud untuk melawan, namun menurut saya itu adalah
hak saya, dan saya harus belajar menjadi warga negara yang bijak dalam
keturutsertaan hidup berpolitik.
Menurut saya, sebagai orang Katolik pun kita harus seperti itu, kita
diajarkan untuk berpegang teguh pada keyakinan kita, kita mempercayai apa
yang tidak kita lihat, yang biasa kita sebut dengan iman. Maka dari itu kita harus
belajar mempercayai diri sendiri, Tuhan memberi kita akal dan budi untuk
membantu kehidupan kita, dan hendaknya kita pergunakan sebaik mungkin.

2. Hukum tentang kehidupan politik bagi warga negara.


AS Hikam dalam pemaparannya menyebutkan adanya beberapa hak-hak
dasar politik yang inti bagi warga negara diantaranya; hak mengemukakan
pendapat, hak berkumpul, dan hak berserikat. Dalam UUD 1945, tercantum
adanya keberadaan hak politik sipil dalam beberapa pasal. Pada pasal 27 ayat 1
mengenai persamaan kedudukan semua warga negara terhadap hukum dan
pemerintahan; pasal 28 tentang kebebasan, berkumpul dan menyatakan
pendapat; dan pasal 31 ayat 1 tentang hak setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan.
Kemudian pada Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kemudian, Pasal 28D ayat (3)
menentukan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang
sama dalam pemerintahan. Masyarakat yang mengaku sebagai warga negara
bebas dan berhak atas kegiatan pemerintahan/politik di luar dari apa rasnya,
agamanya maupun sukunya.
Selain itu, warga negara juga berhak terlibat aktif dalam kehidupan
berpolitik. Hal ini terkandung dalam berbagai ketentuan hukum baik yang
bersifat internasional maupun nasional sesuai dalam Pasal 21 Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, Pasal 25 Kovenan HakSipol, Pasal 28D ayat(3), Pasal 28H Ayat
2 dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 setelah amandemen dan Pasal 43 Ayat (1) dan
(2) UU No. 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan setiap warga negara
berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalampemerintahan, baik untuk
dipilih maupun memilih tanpa diskriminasi.
Pada Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia pada tahun 2017
dikatakan, “Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia tahun 2017
mempertegas kembali bahwa pendiri bangsa (founding fathers) dengan sangat
tepat dan benar telah mewariskan Pancasila kepada bangsa Indonesia. Hanya
Pancasila yang dapat menjadi dasar negara dan menjadi falsafah kehidupan
bangsa Indonesia yang sangat multikultur, karena digali dari nilai-nilai luhur
nusantara.” Dari kutipan tersebut dapat kita lihat, bahwa gereja melalui
komunitas masyarakatnya mengakui, menghargai, dan menghormati keberadaan
Pancasila sebagai dasar negara. Seperti yang kita ketahui Pancasila itu adalah
dasar dalam kehidupan berpolitik contohnya bermusyawarah, dapat dilihat salah
satunya dalam sila keempat.
Konsili Vatikan II menegaskan, bahwa partisipasi kaum awam dalam
bidang politik bukan sekedar pemenuhan hak dan kewajiban sebagai warga
negara. Melainkan sebagai salah satu bentuk pemenuhan panggilan untuk
merasul. Partisipasi politik kaum awam harus senantiasa ditujukan kepada
tercapainya kesejahteraan semua warga dengan menolong pemerintah untuk
bersikap adil dan menjalankan hokum-hukum sesuai dengan kaidah moral. (AA
14)
Dan menurut pandangan gereja, istilah politik juga menunjuk pada
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kekuasaan, untuk mendapatkan
atau mempertahankannya. Bernard Häring memahami politik sebagai sebuah
tindakan yang terarah bagi kesejahteraan negara atau sekelompok masyarakat
dalam kerangka kepentingan bersama (common good). Kesejahteraan bersama
itu terwujud dalam aneka rupa kebaikan dan nilai.
Kesimpulannya adalah, hak warga negara dalam keikutsertaan dalam
berpolitik sudah tertulis dalam hokum negara dan juga gereja. Jadi sudah
sepantasnya kita berpartisipasi untuk mrmbngun negara dengan menggunakan
hak kita dalam berpolitik.

3. Pandangan Alkitab terhadap kewajiban warga negara.


Lukas 20:25. Lalu kata Yesus kepada mereka: "Kalau begitu berikanlah
kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa
yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Pada ayat ini, Yesus mengajarkan
kepada kita agar menjadi warga negara yang baik. Warga negara yang baik
menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Apa kewajiban warga
negara? Salah satunya dapat dicontohkan dalam kegiatan politik, seperti
membayar pajak. Contoh lainnya adalah dengan menggunakan hak pilih kita.
Hendaknya kita menghindari tindakan golput atau golongan putih.
Ulangan 16:19. Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah
memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta
mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang
benar. Pada kegiatan politik di negara saat ini, banyak sekali tindakan yang
sangat tidak terpuji yaitu suap. Kita sebagai warga negara khususnya umat
Katolik sebaiknya menghindari kegiatan suap tersebut. Seperti pada contoh,
ketika musim pemilu tiba, banyak oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang
memberikan suap kepada orang banyak agar suaranya dapat terkumpul banyak.
Hendaknya kita tetap memiloh sesuai hati dan keinginan kita sendiri tanpa
dipengaruhi orang lain.
1 Petrus 2:13-14. Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga
manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun
kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat
jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik. Ayat ini mengajarkan
kepada kita sebagai warga negara untuk selalu patuh kepada pemerintah dan
menghormatinya sebagai penguasa tertinggi di sebuah negara.

4. Implementasi perwujudan hak dan kewajiban sebagai warga negara.


Sebagai warga negara, khususnya umat Katolik. Kita diharapkan mampu
turut serta aktif dalam kehidupan pemerintahan atau politik. Hal ini dapat kita
lakukan dengan memakai hak suara yang kita punya sebagai rakyat dengan
sebaik-baiknya, yaitu salah satunya dengan menolak untuk disogok hanya untuk
memilih partai tertentu. Sedangkan jika kita terlibat langsung dalam
pemerintahan, hendaknya kita menjadi pemimpin yang jujur dan amanah bagi
kehidupan masyarakat banyak. Kita patut ingat oleh apa yang tertulis dalam kitab
suci yaitu, “semua pemimpin datang dari Allah” itu artinya Allah sendiri yang
memilih kita dan mempercayakan kita untuk memimpin masyarakat-Nya.
Adanya partai Katolik menurut penulis adalah perlu, mengingat juga ada
beberapa partai yang mengatasnamakan agama lain yang berdiri. Dengan adanya
partai Katolik juga dapat membuktikan bahwa partisipasi umat Katolik dalam
kehidupan pemerintahan atau politik nyata adanya. Dengan partai Katolik, umat
Katolik dapat lebih leluasa berpartisipasi dalam kehidupan berpolitik dan
menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Namun adanya parta
Katolik hendaknya tetap berpegang teguh pada kebenaran dan ajaran Tuhan.
Dan masyarakat yang tidak berpartisipasi langsung dalam partai Katolik tersebut
hendaknya mendukung berdirinya partai tersebut sebagai sesama umat
beragama, dan hendaknya memberi penerangan serta kritikan jika dirasa mulai
ada penyelewengan dalam operasinya.

Simpulan
Konsep negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, negara
yang demokratis atau berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dengan melihat rumusan yang dipakai oleh pembentuk UUD 1945,
yaitu “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum”. Bahwa negara
kita bedasarkan atas negara hukum yang dilandasi pancasila dan UUD 1945
dengan pengertian adanya system demokratis yang bertanggugjawab dari
individu masing-masing. Negara kita menjamin kebebasan tiap-tiap individu
untuk mengeluarkan pendapat dan aspirasinya.

Pustaka Acuan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Artikel Hukum
Tata Negara dan Peraturan Perundang-undangan, “Hak Politik Warga Negara.”
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/2941-hak-politik-warga-
negara-sebuah-perbandingan-konstitusi.html
Hilmi Ardani Nasution; Marwandianto. Jurnal HAM Volume 10 Nomor 2
Desember 2019 Akreditasi: Kep. Dirjen Penguatan Risbang Kemenristekdikti: No.
3/E/KPT/2019

Bawaslu. 2018. Serial Buku Pengawasan Partisipatif: Peran Serta Umat Katolik
dalam Mewujudkan Pemilu yang Berkualitas. Jakarta.
Ola Rongan Wilhelmus dan Yuvinus Sujiman. Peran Kaum Dewasa Dalam
Meningkatkan Kerasulan di Bidang Politik Bagi Kaum Muda Dalam Terang
Dekrit Apostolicam Actuositatem 12. JPAK Vol. 13. 2015.

Prasetya Handaya Wicaksana. 2014. Keterlibatan Kaum Awam Katolik Dalam


Bidang Politik. Vol. 03, No. 01, Mei 2014, hlm. 37-49.

Anda mungkin juga menyukai