Nama Kelompok :
Devanta Trisatya Surya Kusuma 19.D1.0081
Edo Kurniawan 17.G1.0189
Eko Julanda Sidabutar 19.D1.0213
Muhammad ade rachman 19.D1.0088
Reynold yudantama 19.d1.0098
Andrew Giovanni 19.D1.0094
Dion Ade Afantino 19.D1.0106
Paska elang dewanta 19.d1.0076
Yesica Cecilia 19.D1.0078
1. Anda dipersilahkan untuk mendiskusikan dan menelusuri bukti – bukti dalam kehidupan
politik tentang perilaku politik mengenai politisi yang telah dijiwai nilai-nilai Pancasila?
Politik yang saat ini terjadi di Indonesia kian jauh dari nilai-nilai Pancasila. Perilaku elite
politik banyak yang menyimpang dan mencari celah dari hukum, dikarenakan lemahnya hukum di
Indonesia. dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Faktanya, banyak terjadi kekuasaan
koruptif oleh elite politik. Partai politik yang harusnya digunakan sebagai sarana untuk
mensejahterakan rakyat, justru digunakan untuk membuka akses mencari uang.
Dalam setiap pemilihan pemimpin atau presiden dan calon legislatif, sudah dapat
dipastikan bahwa pertarungan untuk mencitrakan partai dan pemimpinya dalam upaya meraih
simpatisan dari rakyat akan dilakukan. Tetapi perlu diwaspadi oleh masyarakat karena banyak
sekali calon legislative melakukan kebohongan Politik uang masih terjadi.
Sudah menjadi rahasia umum bila politik uang masih digunakan dalam sistem perpolitikan
di Indonesia walau dengan trik dan cara-cara yang berbeda. Karena itu, politik uang sejatinya telah
melanggar nilai-nilai Pancasila. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah mengajarkan manusia
dalam berpolitik untuk selalu jujur dan amanah, tidak melanggar nilai-nilai agama dalam
berpolitik.
Para elite politik parpol yang duduk dalam kekuasaan negara dapat mengakses uang negara
untuk kepentingan parpol. Lihat saja fakta di lapangan, banyak elite politik yang melakukan
praktik korupsi dari uang negara. Hal itu tak lain untuk memenuhi kebutuhan parpol. Fenomena
itu menegaskan bahwa berdirinya partai politik telah jauh dari nilai-nilai Pancasila dan telah
melukai nilai kemanusiaan dan kerakyatan bangsa Indonesia.
Dalam sila pertama, telah dijelaskan Ketuhanan Yang Maha Esa telah memberikan
landasan kuat bagi kehidupan umat beragama di Indonesia. Keimanan harus dijadikan petunjuk
dalam berpolitik sehingga sebagai bentuk praksis adalah tegaknya keadilan yang merata untuk
semua rakyat.
Dalam sila kedua, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, tidak dapat ditafsirkan lain,
selain bahwa partai politik dan elite politik ini wajib menegakkan keadilan dan keadaban
dalam berperilaku, baik secara individual maupun dalam kehidupan kolektif di ranah politik.
Penyimpangan dari sikap adil dan beradab adalah bentuk pengkhianatan terbuka pada sila kedua.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, sikap perbedaan dalam kesatuan, kesatuan dalam
perbedaan. Perubahan itu juga berdampak pada parpol di Indonesia. Parpol berperilaku sebagai
individu yang bebas dan kuasa penuh tanpa konsiderasi terhadap kesatuan, yaitu kepentingan
masyarakat dan bangsa. Parpol secara terus terang mengejar pencapaian kekuasaan untuk
mewujudkan ke- pentingan yang tidak peduli pada kepentingan umum. Anggota parpol yang
duduk dalam pemerintahan dan legislatif bukan berfungsi sebagai wakil rakyat, melainkan sebagai
wakil parpol. Sikap dan perilaku parpol yang sudah amat menyeleweng dari kaidah yang berlaku
dalam Pancasila diperparah lagi dengan sikap dan perilaku banyak anggotanya, yakni terkait
dengan perilaku yang korupsi. Anggota parpol menunjukkan sikap dan perilaku sesuai dasar
kebebasan penuh mutlak seperti dalam pandangan Barat dan tidak menghiraukan harmoni dan
keselarasan sebagaimana ditetapkan Pancasila.
Sila keempat berupa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, tegas sekali memerintahkan bahwa demokrasi harus
ditegakkan secara bijak melalui sistem musyawarah yang bertanggung jawab dan dengan lapang
dada. Di luar cara-cara ini, sila kerakyatan yang mengandung prinsip demokrasi itu hanyalah akan
membuahkan malapetaka berkepanjangan yang telah menjadikan bangsa ini kelinci percobaan
politik yang tunamoral. Dalam perpolitikan di Indonesia, demokrasi bukan lagi dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat, tetapi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk parpol. Hal itulah yang
menimbulkan kekacauan dalam berpolitik. Suara-suara rakyat hanyalah untuk kepentingan parpol.
Setelah partai politik menang, rakyat yang memilihnya nasibnya tidak diperhatikan. Hal itu jelas
melanggar nilai-nilai luhur Pancasila. Sila kelima adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Keadilan yang ditegakkan oleh elite politik dan partai politik hanyalah isapan jempol.
Aspirasi rakyat Indonesia dalam menuntut keadilan pada wakil rakyatnya di DPR hanya lips
service belaka. Elite politik dan parpol yang dipilih rakyat telah lupa akan nasib keadilan ekonomi
dan kesejahteraan bagi konstituennya. Angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia yang
semakin tinggi adalah bukti bahwa elite politik dan partai politik tidak memahami sila keadilan
ini dan tidak pernah perduli secara sungguh-sungguh melalui program pemerintah yang berpihak
pada masyarakat Indonesia yang termarjinalkan dalam sosial-ekonomi. Hal ini menunjukkan
partai politik belum memenuhi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang terdapat dalam
nilai-nilai Pancasila.
Karena itu, kita sebagai rakyat harus cerdas dalam memilih kriteria calon pemimpin serta
para elite politik. Dalam hal ini yang perlu ditekankan serta menjadi indikator bagi setiap elite
politik ialah “ahlaknya”, karena ahlak itulah yang akan menghantarkan kita menuju kesejahteraan
atau sebaliknya. Semakin baik ahlaknya, maka semakin baik pemerintahan ini, apabila buruk ahlak
pemimpin kita, maka semakin buruklah bangsa ini kedalam jurang kehancuran.
Sumber referensi :
https://terkininews.com/2015/02/23/Politik-Politisi-dan-Pancasila.html
http://e-widiyanto.blogspot.com/2016/12/makalah-pancasila-kebijakan-pemerintah.html?m=1