Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS KORUPSI TERHADAP PELANGGARAN NILAI-NILAI

PANCASILA

Oleh

Anshori Muhajir (18/428965/TK/47467)


Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika
Universitas Gadjah Mada

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sebagai Bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita yang terkenal akan
kesakralannya, yang terkenal dengan semboyannya Bhineka Tunggal Ika. Lambang dari
Pancasila merupakan lambang keagungan Bangsa Indonesia yang terpancar dalam bentuk
Burung Garuda. Simbol di dadanya merupakan pengamalan hidup yang menjadikannya Ideologi
asli dari Bangsa Indonesia. Itulah lambang negara kita, pengamalan sekaligus ideologi kita,
Pancasila. Di dalam Pancasila terkandung banyak nilai yang terkandung di dalam lima garis
besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perjuangan dalam memperebutkan
kemerdekaan tak jua lepas dari nilai Pancasila. Sejak zaman penjajahan hingga saat ini, kita
selalu menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat di dalam Pancasila.
Indonesia hidup di dalam berbagai macam keberagaman suku, bangsa, budaya, dan
agama. Dari semua hal tersebut, Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan menjadi kesatuan dan
bersatu di dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan Pancasila. Tidak jauh dari hal tersebut,
Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan bersatu di dalam keberagaman budaya dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar kebudayaan yang menyatukan budaya satu dengan yang lain.
Karena ikatan yang satu itulah, Pancasila menjadi inspirasi berbagai macam kebudayaan yang
ada di Indonesia. Konsep dasar mengenai nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia untuk mengatur
penyelenggaraan negara digali dari akar budaya bangsa yang terdapat di seluruh wilayah
nusantara dan telah dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat, berhasil diwujudkan menjadi
Pancasila dan dituangkan pada pembukaan UUD 1945.
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua kata
yang berasal dari bahasa Sanskerta yaitu, panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang
berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1
Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Dalam kehidupan sekarang, nilai-nilai Pancasila mengalami pelemahan. Hal ini
disebabkan kurangnya rasa kesadaran dan nasionalisme pada diri warga Indonesia. Dampak dari
melemahnya nilai-nilai pancasila menjadikan jatuhnya martabat bangsa Indonesia di mata dunia.
Salah satunya adalah korupsi. Korupsi sudah menjadi fenomena yang banyak ditemui dalam
permasalahan negeri ini. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Masalah korupsi ini
sangat berbahaya karena dapat mengikis moral bangsa yang telah terbentuk sejak lama dapat
dilihat dari segi kehidupan sosial yaitu terkikisnya budaya malu.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu korupsi?
2. Apakah korupsi melanggar butir sila ke-5 Pancasila?
3. Bagaimana kaitannya antara korupsi dengan bentuk penyimpangan Pancasila sebagai
ideologi bangsa?

PEMBAHASAN
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik
politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara
tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi
politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kejahatan.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan,
atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara. Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, tetapi bukan semuanya,
adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan,
pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi antara lain sebagai berikut: konsentrasi
kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat,
seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik, kurangnya transparansi di
pengambilan keputusan pemerintah, kampanye-kampanye politik yang mahal dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal, proyek yang melibatkan uang
rakyat dalam jumlah besar, lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan
“teman lama,” lemahnya ketertiban hukum, lemahnya profesi hukum, kurangnya kebebasan
berpendapat atau kebebasan media massa, dan gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil
(Hamzah, 2007).
Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan
hidup yang makin hari makin meningkat, pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh
suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-
pejabat, hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling
memengaruhi satu sama lain (Soedarsono, 1969). Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling
menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti
merata dan meluasnya korupsi di Indonesia (Parker, 1979). Di Indonesia di bagian pertama tahun
1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan
hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi
demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak di antaranya mereka
mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan (Schoorl, 1981).
Untuk mengatasi masalah ini perlu ada suatu indikator yang memandang budaya korupsi.
Sila pertama mengajarkan agar semua rakyat Indonesia taat dalam beragama sesuai dengan
agama yang dianut. Dalam ajaran beragama tidak ada agama yang mebenarkan umatnya untuk
mencuri dan serakah. Korupsi sama halnya dengan mencuri, mencuri uang rakyat dan merupakan
hal yang bertentangan dengan ajaran beragama.
Korupsi juga dikatakan melanggar sila kedua karena menyebabkan kemiskinan di
Indonesia. Uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat umum digunakan
untuk kepentingan pribadi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya
mengakibatkan stratifikasi sosial yang begitu tampak kehidupan bangsa ini sehingga
menyebabkan kesenjangan antara orang kaya dan miskin di Indonesia meningkat.
Dalam sila ketiga, sebagai manusia Indonesia kita harus mampu menempatkan persatuan,
kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Korupsi melanggar nilai-nilai persatuan yang sudah dimiliki bangsa ini
sejak zaman peradaban kerajaan. Sebagai manusia Indonesia yang memiliki amanah sudah
menjadi kewajiban untuk menjalankan tugas yang diberikan negara bukan mempermainkan
tanggung jawab demi memperkaya ataupun memperoleh kenikmatan tanpa memikirkan yang
lain. Sekecil apapun tindakan korupsi itu jika bukan mengedepankan kepentingan negara, akan
ada potensi perpecahan baik ditingkat lembaga, wilayah daerah maupun nasional. Pemberantasan
korupsi seharusnya adalah upaya tegas berbentuk persatuan lembaga-lembaga penegak hukum,
anggota masyarakat dan pemerintah.
Jika dilihat dalam kacamata sila keempat, dalam upaya pemberantasan korupsi ataupun
penegakkan hukum atas tindakannya keputusan yang diambil harus mengutamakan musyawarah
dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Dalam hal ini Pancasila mengajarkan
seluruh bangsa Indonesia untuk memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai
untuk melakukan permusyawaratan artinya tidak perlu dibutuhkan semua elemen bangsa ini
dapat mengatasi masalah apapun dalam menghadapi masalah nasional termasuk korupsi.
Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Semua perkara yang
terjadi di Indonesia harus diputuskan secara adil dan tidak memihak sesuai dengan hukum yang
berlaku sesuai dengan penerapan sila kelima. Namun realitanya penegakan hukum di Indonesia
belum seadil yang diharapkan. Sebagai perbandingan, terdapat banyak kasus ketidakadilan yang
terjadi dari segi hokum antara para pelaku korupsi dengan para penjahat kelas teri. Banyak
pelaku korupsi yang mendapatkan hukuman ringan, gratifikasi, dan fasilitas mewah sedangkan
para penjahat kelas teri yang mencuri uang demi melangsungkan hidup harus dipenjara bertahun-
tahun. Dari semua pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi tidak hanya melanggar
satu sila, namun melanggar keseluruhan nilai yang terdapat di dalam Pancasila.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-
seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan
institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat
diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi
mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak
efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian
dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul
berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan
baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari
persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih
banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktik korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi
pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

PENUTUP
1. Kesimpulan
Korupsi merupakan perbuatan menyalahgunakan jabatan untuk mendapat keuntungan
pribadi. Korupsi seringkali terjadi di kalangan pemerintahan. Korupsi sangat merugikan bagi
bangsa dan negara dengan mempersulit pembangunan, mengacaukan ekonomi, menimbulkan
distorsi ke ranah publik, dan lain sebagainya. Dalam prakteknya, korupsi tidak hanya melanggar
satu sila namun keseluruhan sila yang terdapat di dalam Pancasila. Oleh karena itu, seluruh
warga negara Indonesia harus bersatu padu dalam rangka memberantas praktik korupsi.

2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk menghilangkan praktik korupsi yang terjadi di
Indonesia antara lain ialah menegakkan keadilan dengan membuat peraturan perundang-
undangan yang memberikan sanksi dan hukuman yang jelas dan dapat memberikan efek jera
kepada pelaku tindak pindana korupsi. Selain itu, pemberian edukasi terhadap masyarakat juga
perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya tindakan yang merugikan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi. 2008. Pemberantasan Korupsi. Rajawali Pers: Depok.
Parker, Guy J. 1980. Indonesia 1979: The Record of Three Decades. Asia Survey Vol. 20. No. 2.
hal: 123.
Schoorl, J. W. 1981. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara sedang
Berkembang. Gramedia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai