Anda di halaman 1dari 19

Nama : Dea Amanda Novita

Nim : 08.22.1379

Prodi/Sem : Ekonomi Syariah 1 A (Pagi)

Matkul : Pendidikan dan Kewarganegaraan

TUGAS MERESUME SILABUS PENDIDIKAN DAN KEWARGANEGARAAN

BAB I : IDENTITAS NASIONAL

A. Pengertian Identitas Nasional

Identitas sendiri memiliki arti sebagai ciri yang dimiliki setiap pihak yang dimaksud
sebagai suatu pembeda atau pembanding dengan pihak yang lain. Sedangkan nasional atau
Nasionalisme memiliki arti suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi
individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Identitas nasional adalah kepribadian
nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu
dengan bangsa yang lainnya.

B. Faktor Pembentuk Identitas Nasional

Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor
primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau faktor objektif adalah faktor bawaan
yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti geografi, ekologi dan
demografi. Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah
kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antara wilayah
dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis,
sosial dan kultural bangsa Indonesia.

Sedangkan faktor kondisional atau faktor subyektif adalah keadaan


yangmempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif meliputi faktor
historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Faktor historis
ini mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia, beserta
identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Hasil dari
interaksi dari berbagai faktor tersebut
BAB II : KONSEP NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

A. Pengertian Negara

Istilah negara yang menggunakan kata-kata asing yaitu “Staat” (bahasa Belanda dan
Jerman), “State” (bahasa Inggris), “Etat‟‟ (bahasa Perancis), “lo stato” (Itali) yang
kesemuanya memiliki arti adalah “status, kedudukan” yang secara etimologis tidak ada
hubungannya memiliki pengertian “Negara”. Barulah pada abad ke-16 kata itu dipertalikan
dengan kata “Negara” atau “kesatuan wilayah yang dikuasai”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Negara adalah organisasi di suatu wilayah
yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah
tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai
satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Beberapa
ahli mengemukakan, konsep Negara, sebagaimana Abyhara (2010) menuliskan bahwa
Negara adalah suatu badan atau organisasi tertinggi yang mempunyai wewenang untuk
mengatur hal-hal yang berkaitan untuk kepentingan orang banyak serta mempunyai
kewajiban-kewajiban untuk melindungi, menyejahterakan masyarakat yang dinaunginya.

B. Asal Mula Terbentuknya Negara

Asal mula negara merupakan satu masalah yang tersulit dirumuskan dalam ilmu
politik. Disebabkan karena perihal genetika negara, saat-saat negara yang dibentuk, belum
ada bukti-bukti yang meyakinkan. Karena tiadanya bukti-bukti yang meyakinkan itu, teori-
teori tentang asal mula negara bercorak spekulatif dan abstrak dan lebih banyak merupakan
renungan-renungan dan pemikiran-pemikiran teoritis-deduktif dari uraian-uraian yang
empiris- induktif.

C. Tujuan, Fungsi, dan Wewenang Negara

1. Tujuan dan Fungsi Negara

Negara mempunyai tugas sebagaimana yang diungkapkan oleh Abyhara (2010):


Pertama, mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang
bertentangan sama satu lain, supaya tidak ada aturan antagonistik yang membahayakan.
Kedua, mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan
dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi
kemasyarakatan disesuaikan dengan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantaraan pemerintah
beserta alat-alat perlengkapannya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang paling kuat
dan teratur; maka dari itu semua golongan atau asosiasi memperjuangkan kekuasaan, harus
dapat menempatkan diri dalam rangka ini. Berdasarkan tugas Negara di atas, maka tujuan
Negara adalah menciptakan ketertiban, menjaga keamanan, serta menegakkan keadilan.

2. Wewenang Negara

Untuk mencapai tujuan dan fungsi tersebut, maka Negara harus memiliki sifat dan
wewenang dalam menjalankan fungsinya. Secara umum sifat Negara adalah mempunyai sifat
memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua. Sifat memaksa. Agar peraturan undang-
undangan ditaati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya
anarki dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan
untuk memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi, tentara, dan
sebagainya.

BAB III : PANCASILA SEBAGAI PRADIGMA KEHIDUPAN BEMASYARAKAT,


BERBANGSA DAN BERNEGARA

A. Pancasila Pradigma Pembangunan

Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa
Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam
meningkatkan harkat dan martabatnya,Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai
paradigma pem bangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala
aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila Pancasila.
Oleh karena hakikat nilai sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia
sebagai subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila sekaligus sebagai pendukung pokok
negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara
adalah organisasi (persekutuan hidup) manusia. Oleh karena itu negara dalam rangka
mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh
warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia "monopluralis". Ur-unsur
hakikat manusia "monophu ralis" meliputi susunan kodrat manusia, rokhani (jiwa) dan raga,
sifat kodrat manusia makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia
sebagai makhluk pribadi berri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.

B. Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan

Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan


bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu
relevan dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan
pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga
masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan
resistensi terhadap Pancasila bisa diminimalisir. Substansi dari adanya dinamika dalam
aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan
pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup
dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan
pembaharuan yang berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (selfrenewal) dan
penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan
ideologi Pancasila. Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam
mengaktualisasikan nilai Pancasila.

C. Masyarakat Madani

Masyarakat madani (civil society) seringkali diposisikan sebagai pola kehidupan


masyarakat yang ideal. Dari aspek historis, para pemikir Islam biasanya merujuk kondisi civil
society seperti ini pada kondisi masyarakat Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah
Muhammad Sallallah 'alayh wa Sallam. Idealitas konsep masyarakat madani tidak lain
didorong oleh berbagai macam aspek yang ditonjolkan di antaranya adalah bahwa pola
kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegaranya senantiasa mengacu pada
supremasi hukum, hak-hak asasi manusia, serta menghargai perbedaan dengan segala
bentuknya (pluralisme). Tentu bukan hal yang mudah untuk mewujudkan masyarakat ideal
sebagaimana konsep masyarakat madani sedemikian rupa. Diperlukan upaya yang serius,
kontinyu dan konsisten dari beragam pihak dan aspek, salah satunya yang krusial adalah dari
aspek pendidikan sipil (civic education).
Membicarakan masyarakat madani (Madinan Society) kita tidak mungkin melupakan
sejarah Rasulullah Sallallah 'alayh wa Sallam yang melakukan keputusan jitu untuk hijrah
dari kota Mekah ke Madinah. Hijrah itu sendiri merupakan suatu peristiwa besar dan amat
penting dalam sejarah kerasulan Muhammad Sallallah 'alayh wa Sallam. Demikian
pentingnya hijrah sehingga diabadikan menjadi tahun Islam sebagai suatu tanda tahun baru
Hijriah. Selain itu hijrah itu sendiri juga mengandung makna ketulusan dan dedikasi kaum
Muhajirin waktu itu pada keimanan dan aqidahnya.

BAB IV : KONSTITUSI NEGARA

A. Pengertian Konstitutsi

Hampir semua negara di dunia, memiliki konstitusi baik tertulis maupun tidak tertulis
yang biasa discbut dengan undang-undang dasar atau konvensi.MIstilah konstitusi berasal
dari Inggris yaitu kata „Constitution‟ yang berarti membentuk, menyusun, pernyataan.
Sedangkan bahasa Prancis berasal dari kata constituer yang artinya membentuk. Dalam
bahasa Latin, merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume yang artinya “bersama-sama
dengan...” dan statuere yang berarti berdiri, membuat sesuatu berdiri atau menetapkan, jadi,
konstitusi berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama. .

Para ahli memiliki pengertian masing-masing tentang konstitusi, dimanaMpendapat


ahli saling menguatkan satu sama lain. Diantaranya yaitu:

Beberapa definisi konstitusi menurut para ahli di antaranya sebagai berikut:

1. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu:

a. Konstitusi dalam pengertian politis-sosiologis. Konstitusi mencerminkan kehidupan


politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan

b. Konstitusi dalam pengertian yuridis. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah


yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah
hukum,
c. Konstitusi pengertiannya lebih luas dari undang-undang dasar. Konstitusi adalah
yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang- undang yang tertinggi yang berlaku
dalam suatu negara.

2. K.C. Wheare, mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari


suatu negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu Negara”.

3. Prof. Prayudi Atmosudirdjo, merumuskan konstitusi yaitu:

a. Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan
bangsa yang bersangkutan,
b. Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita kehendak, dan
perjuangan bangsa Indonesia,
c. Konstitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu
bangsa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi, adalah
kumpulan kaidah sebagai pembatasan kekuasaan terhadap penguasa. Dapat pula dikatakan
sebagai dokumen tentang pembagian tugas ketatanegaraan dan sekaligus petugasnya dari
suatu sistem politik. Konstitusi juga gambaran menyangkut tentang jaminan hak asasi
manusia dan warga negara, serta gambaran tentang hak dan kewajiban warga Negara, sistem
sosial, ekonomi, dan identitas Nasional.

B. Kedudukan Konstitusi

Konstitusi yang berlaku di dunia pada umumnya merupakan dokumen atau hasil
kodifikasi (dibukukan secara sistematis), yang secara umum berisi hal-hal yang mendasar
dari suatu negara yang berupa aturan-aturan dasar atau norma-norma dasar yang digunakan
sebagai pedoman pokok negara. Meskipun demikian, untuk negara-negara tertentu masih
memiliki konstitusi yang tidak dikodifikasikan. Meskipun tidak berupa dokumen, konstitusi
tersebut efektif dijalankan oleh penyelenggara negara tidak tertulis atau disebut dengan
konvensi (convention) misalnya adalah Inggris dan Kanada, dll.
BAB V : KONSEP DEMOKRASI INDONESIA

A .Pengertian Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia” yang berarti kekuasaan Rakyat.
Demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos yang memiliki Arti rakyat dan
Kratos yang memiliki arti kekuasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang Mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua Warga negara. Berikut ini adalah
pengertian demokrasi menurut beberapa ahli :

1. Demokrasi menurut montessque negara harus dibagi dan Dilaksanakan oleh tiga
lembaga atau institusi yang berbeda dan terpisah satu Sama lainnya, yaitu pertama,
legislatif yang merupakan pemegang kekuasaaan Untuk membuat undang-undang,
kedua, eksekutif yang memiliki kekuasaan Dalam melaksanakan undang-undang, dan
ketiga adalah yudikatif, yang Memegang kekuasaan untuk mengadili pelaksanaan
undang-undang. Dan Masing-masing institusi tersebut berdiri secara independen
tanpdipengaruhi Oleh institusi lainnya.
2. Menurut Abraham Lincoln yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh Rakyat, dan untuk
rakyat.
3. Menurut Aristoteles mengemukakan ialah suatu kebebasan atau Prinsip demokrasi
ialah kebebasan, karena hanya melalui kebebasanWarga negara bisa saling berbagi
kekuasaan didalam negaranya. Aristoteles Pun mengatakan apabila seseorang hidup
tanpa kebebasan dalam memilih cara Hidupnya, maka sama saja seperti budak.

B .Prinsip-Prinsip Dasar Demokrasi

Terdapat banyak pendapat ahli berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi, yang


kesemuanya mengarah kepada suatu usaha untuk dapat mensejahterakan dan memakmurkan
serta mengangkat harkat martabat rakyat sebagai manusia yang memiliki hak asasi.

Menurut Abdillah (1999) prinsip-prinsip demokrasi terdiri dari persamaan, kebebasan


dan pluralisme. Prinsip persamaan memberikan penegasan bahwa setiap warga negara baik
rakyat biasa atau pejabat mempunyai persamaan kesempatan dan kesamaan kedudukan di
muka hukum dan pemerintahan. Begitu pula dengan prinsip kebebasan yang menegaskan
bahwa setiap individu, Warga negara atau rakyat memiliki kebebasan menyampaikan
pendapat dalam membentuk perserikatan. Sedangkan prinsip pluralisme memberikan
penegasan dan pengakuan bahwa keragaman budaya, bahasa, etnis, agama, pemikiran dan
sebagainya merupakan conditio sain quo non (sesuatu yang tidak bisa terelakkan).

Sedangkan menurut Robert A. Dahl terdapat tujuh prinsip yang harus ada dalam
sistem demokrasi yaitu: kontrol atas keputusan pemerintah, pemilihan yang teliti dan jujur,
hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman,
kebebasan,mengakses informasi, kebebasan berserikat (Masykuri Abdillah, 1999 : 74).

BAB VI : HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian hak asasi manusia

Istilah hak memiliki banyak arti, hak dapat diartikan sebagai sesuatu yang benar,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau kekuasaan yang benar atas sesuatu atau
untuk menuntut sesuatu. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Hak-hak ini dimiliki manusia tanpa perbedaan bangsa, ras, agama atau kelamin,
karenanya bersifat asasi dan universal. Sejalan dengan pendapat Jan Materson dari komisi
HAM PBB, hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa
hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.

HAM pada dasarnya adalah kebebasan manusia yang tidak diberikan oleh Negara.
Kebebasan ini berasal dari Tuhan yang melekat pada eksistensi manusia individu. Pemerintah
diciptakan untuk melindungi pelaksanaaan hak asasi manusia.

B. Nilai dasar dan penggolongan HAM

terdapat tiga nilai dasar yang terkandung di dalam HAM yaitu:

a. Kesamaan.

Nilai kesamaan dalam etika politik disebut “keadilan”. Keadilan adalah keadaan antar
manusia di mana manusia diperlakukan sama dalam situasi yang sama. Nilai pertama yang
harus dijamin oleh hukum adalah keadilan. Pembukaan UUD 1945 menjamin bahwa dala
mencapai tujuan negara haruslah antara lain berdasarkan keadilan social. Keadilan sosial
merupakan keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari struktur ekonomis, sosial, politik,
budaya dan bahkan ideologis. Strukur-struktur tersebut

b. Kebebasan.

Inti kebabasan adalah setiap orang atau kelompok berhak mengurus dirinya sendiri
lepas dari dominasi pihak lain. Kebebasan bukan berarti orang berhak hidup atas dasar
kemauannya sendiri. Secara hakiki manusia adalah individu yang bersifat sosial di mana ia
hidup dalam jejering sosial yang mengitarinya. Dengan demikian, kebebasannya dibatasi oleh
orang lain. Kebebasan yang dimaksud sebetulnya tindakan bebas tanpa tekanan dari pihak
lain yang menguasinya.

c. Kebersamaan.

Pengakuan terhadap solidaritas atau kesetiakawanan ini mengharuskan tatanan hukum


untuk menunjang sikap sesama anggota masyarakat sebagai senasib dan sepenanggungan.
Oleh karena itu tatanan hukum mengharuskan kita untuk bertanggung jawab atas kita semua,
tidak boleh ada pembiaran, apalagi dikorbankan untuk kepentingan penguasa.

C. Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang RI

Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia terdiri dan berikut ini.

1. Hak untuk hidup


2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak memperoleh keadilan
5. Hak atas kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman
7. Hak atas kesejahteraan
8. Hak turut serta dalam pemerintahan
9. Hak wanita
10. Hak anak
D. Kajian Islam tentang HAM

Nilai-nilai dalam Islam dan HAM mempunyai beberapa kesamaan, antara lain: dalam hal
nilai persamaan (equality), kebebasan (freedom), keadilan (justice) dan nilai-nilai lain yang
bersifat fundamental. Namun demikian, karena nilai-nilai yang terdapat dalam keduanya
masih bersifat universal, maka terdapat perbedaan persepsi dan interpretasi terhadap nilai-
nilai tersebut. Misalnya, makna kebebasan beragama mempunyai pengertian yang berbeda
antara Islam dengan HAM. Demikian juga dengan beberapa implementasi nilai universal
tersebut.

BAB VII : AGAMA DAN NEGARA

A. KONSEP RELASI AGAMA DAN NEGARA

Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan


(discourse) yang berkelanjutan di kalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh Perbedaan
pandangan dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari negara Atau negara merupakan
bagian dari dogma agama. Pada hakikatnya, negara secara Umum diartikan sebagai suatu
persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan Sifat kodrati manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Oleh karena Itu, sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan
sifat dasar negara pula sehingga Negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal
dalam hubungan Manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan
demikian, Negara memiliki sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah
pendiri negara itu sendiri

B. HUBUNGANAGAMADANNEGARADALAMISLAM

Dalam Islam, hubungan agama dengan negara menjadi perdebatan yang cukup
Panjang di antara para pakar Islam hingga kini. Bahkan, menurut Azra39, perdebatan Itu
telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan masih berlangsung hingga dewasa Ini. Lebih
lanjut, Azra mengatakan ketegangan perdebatan tentang hubungan Agama dan negara ini
diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara Islam Sebagai agama (din) dan negara
(dawlah). Berbagai eksperimen dilakukan dalam Menyelaraskan antara din dengan konsep
dan kultur politik masyarakat muslim, Dan eksperimen tersebut dalam banyak hal sangat
beragam.

C. HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA DI INDONESIA

Masalah hubungan Islam dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang Menarik
untuk dibahas, karena tidak saja, Indonesia merupakan negara yang Mayoritas warga
negaranya beragama Islam, tetapi kompleksnya persoalan yang Muncul. Mengkaji hubungan
agama dan negara di Indonesia, secara umum dapat Digolongkan ke dalam dua bagian, yakni
hubungan yang bersifat antagonistik dan Hubungan yang bersifat akomodatif.

Hubungan antagonistik merupakan sifat hubungan yang mencirikan adanya


Ketegangan antara negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Adapun paham Akomodatif,
lebih dipahami sebagai sifat hubungan di mana negara dan agama satu Sama lain saling
mengisi, bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk Mengurangi konflik.5Abdul
Aziz Thaba menambahkan bahwa setelah hubungan Antagonistik, terjadi hubungan agama
dan negara yang bersifat respirokal-kritis, Yakni awal dimulainya penurunan tensi
ketegangan antara agama dan negara

BAB VIII : WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK DAN


GEOSTRATEGI

A. pengertian Wawasan Nusantara

Secara etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari kata wawasan dan


Nusantara.Wawasan berasal dari kata wawas (bahasa jawa) yang berarti pandangan, tinjauan
dan penglihatan indrawi.Jadi wawasan adalah pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap
indrawi. Wawasan berarti pula cara pandang dan cara melihat. Nusantara berasal dari kata
nusa dan antara.Nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan.Antara artinya menunjukkan
letak antara dua unsur.Jadi Nusantara adalah kesatuan kepulauan yang terletak antara dua
benua, yaitu benua Asia dan Australia, dan dua samudra, yaitu samudra Hindia dan Pasifik.
B. Wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia

 Wawasan nusantara berasal dari kata wawas berarti memandang, meninjau, melihat,
cara melihat. Nusantara berasal dari nusa dan antara. Artinya kesatuan wilayah
perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara Samudera Pasifik
dan Samudera Indonesia, serta diantara benua Asia dan benua Australia.
 Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai geografi wilayah
nusantara yg menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita
nasionalnya.

C. Geopolitik dan Geostrategi

1. Geopolitik

• Asal Istilah Geopolitik Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel
(1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geogrephy). Istilah ini kemudian
dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik Swedia, Rudolph Kjellen (1864-1922)
dan Karl Haushofer (1869-1964)dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat
Geopolitik. Perbedaan dari dau istilah di atas terletak pada titik perhatian dan tekanannya,
apakah pada bidang geografi ataukah politik.Ilmu bumi politik (Political Geography)
mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari
fenomena politik dari aspek geography.

• Geopolitik bangsa Indonesia

Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang luhur dengan jelas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.bangsa
Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdeklaan. Bangsa Indonesia
menolak segala bentuk penjajahan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan. Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu
kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme,
karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan
kewajiban yang sama berdasarkan nilainilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.
2. Geostrategi

Strategi adalah politik dalam pelaksaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau
sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik.Karena strategi merupakan upaya
pelaksaan, maka strategi pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya
didasari oleh intuisi, perasaan dan hasil pengalaman.Strategi juga dapat merupakan ilmu yang
langkahlanglkahnya selalu berkaitan dengan data atau fakta yang ada.Seni dan ilmu
digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu
rencana dan tindakan.

BAB IX : PERAN PKN BAGI GENERASI MILENIAL DALAM


MEWUJUDKAN GOOD CITIZENSHIP

Penanaman nilai nilai pancasila untuk generasi penerus sebagai pegangan untuk
menghindari problema problema bangsa yang telah ada di indonesia tersebut, salah satunya
adalah pendidikan kewarganegaraan bagi Generasi Milenial Indonesia.

Generasi milenial memiliki kemudahan dalam mengakses informasi misalnya saat ini
para generasi milenial terkadang lupa dengan jati diri mereka sebagai warga negara
Indonesia. Sebagian dari mereka cenderung mengikuti trend dan budaya dari luar dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa memilih terlebih dahulu apakah hal tersebut
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia atau tidak. Dengan pemikiran yang luas,
terkadang mereka juga jarang mau menerima pendapat dari generasi yang lebih tua karena
terkesan merasa paling benar. Maka dari itu, Pancasila berperan besar dalam menumbuhkan
rasa nasionalisme dan patriotisme di kalangan generasi milenial.

Pendidikan kewarganegaraan bertujuan menjadikan warga negara agar memiliki


wawasan kenegaraan, rasa cinta tanah air, dan bangga menjadi bagian dari warga negara
Indonesia dalam diri para generasi milenial penerus bangsa. Pendidikan ini tentunya harus
dipadukan dengan penguasaan ilmu dan teknologi, sehingga terciptalah generasi masa depan
yang nantinya bisa memberikan acuan dalam pembangunan bangsa. Pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan bisa dicapai dengan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang
baik berdasarkan tujuan pendidikan dan pemantauan pembelajaran melalui evaluasi.
Sehingga tujuannya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat membentuk generasi
milenial yang sadar terhadap hak dan kewajibannya srbagai bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dengan begitu, kualitas akan pelaksanaan pendidikan
kewarganegaraan akan semakin baik dalam meningkatkan kesadaran generasi milenial yang
merupakan bagian dari warga Indonesia sebagai penerus bangsa.

Peran pendidikan kewarganegaraan ini sangat penting bagi para generasi milenial dan
para generasi milenial ini diharapkan memiliki kesadaran penuh akan demokrasi dan HAM.
Dengan bekal kesadaran ini, mereka akan berkontribusi dalam mengatasi berbagai masalah
yang akan dihadapi bangsa, seperti konflik dan kekerasan yang terjadi pada masyarakat
Indonesia, dengan cara-cara yang damai dan cerdas.

Para generasi milenial dicetak untuk memiliki rasa tanggung jawab atas keselamatan
dan kejayaan tanah air yang merupakan tujan berikutnya. Rasa tanggung jawab ini akan
tercermin dalam partisipasi aktif generasi milenial dalam pembangunan. Generasi milenial
yang bertanggung jawab akan memberikan pengaruh-pengaruh dari luar, mengambil sisi
positifnya dan menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai luhur dan moral bangsa. Pada
akhirnya, pendidikan kewarganegaraan diharapkan dapat menumbuhkan sikap setia kepada
tanah air dan bersedia dengan tulus iklhas untuk menyumbangkan setiap potensinya demi
kemajuan tanah air walaupun mendapat iming-iming popularitas atau harta dari pihak lain.

Terdapat 3 komponen utama dalam pendidikan kewarganegaraan, yaitu pengetahuan


kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), serta sikap
kewarganegaraan (civic disposition). Pada era milenial ini, 3 komponen tersebut lebih mudah
dicerna dan diserapi dengan nyata dan realis. Generasi milenial yang lebih banyak memiliki
pengetahuan dan sikap kewarganegaraan bisa menjadi warga negara yang percaya diri (civic
competence). Lalu warga negara yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
kewarganegaraan bisa menjadi warga negaramilenial ( generasi milenial )yang berkomitmen
(civic commitment). Nanti, pada akhirnya warga negara milenial ( generasi milenial ) akan
memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan bisa menjadi warga negara
milenial ( generasi milenal ) yang cerdas dan baik (smart and good citizenship).
BAB X : PANCASILA SEBAGAI FILASAFAT

A. Pengertian Pancasila dan Filasafat

Pancasila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Panca yang artinya lima dan Sila yang
artinya asas atau dasar. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang mempunyai lima
sila, ibarat suatu bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan diatas suatu
pondasi atau dasar yang dinamakan Pancasila yang terdiri dari lima dasar atau lima asas.
Adapun pengertian Pancasila menurut para ahli, menurut Notonegoro Pancasila merupakan
dasar falsafah Negara Indonesia, dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar
falsafah dan ideologi negara yang diharapkan dapat menjadi pandangan hidup Bangsa
Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta pertahanan Bangsa
dan Negara Indonesia. Selain menjadi dasar negara, sebagai etika, dan sebagai pandangan
hidup, Pancasila juga sebagai sistemfilsafat. Sebelumnya, Filsafat berasal dari bahasa Yunani
“philein” yang berarti cinta dan “Sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut
asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran / pengetahuan.
Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk
mencari kebenaran yang sejati.

B. Objek Dari Filsafat Pancasila

Objek yang demikian ini dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu Tuhan, manusia,
dan alam semesta. Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar negara rumusannya jelas
yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB XI : Pancasila Sebagai Sistem Etika

A. Esensi Pancasila Sebagai Sistem Etika

Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:

Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara harus
didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral
yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip tersebut memiliki kekuatan (force) untuk
dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.

Kedua, hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia
yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini,
yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi
moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga menjamin tata
pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang
tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.

Ketiga, hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai
warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau
kelompok. Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosial
akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah
bangsa. Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lai

B. Sumber Pancasila Sebagai Sistem Etika

1. Sumber Historis

Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai
Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum
ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup
masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian
bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki
sendiri).
2. Sumber Sosiologis

Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan
masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau dalam hal
bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih
banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga
memerlukan penelitian yang mendalam.

3. Sumber Politis

Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar
(Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di
Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang berbentuk
piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih
tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin
rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487). Pancasila
sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak,
sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.

C. Dinamika DanTantangan Pancasila Sebagai Sistem Etika

Problem impelementasi etika dewasa ini menurut Mahfud MD (2012: 5-9) karena
adanya pengabaian moral dan etika berlangsung secara massif di hampir semua segi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Etika mengalami proses marginalisasi secara serius
sedemikian rupa. Pergeseran nilai akibat transaksi informasi global dan pola pikir pragmatis-
materialisme telah berimbas pada peminggiran etika. Di pentas politik, etika politik sudah
lama tiarap. Di bidang pemerintahan, etika aparat pemerintahan semakin merosot. Di bidang
sosial, etika dalam pergaulan antarsesama warga semakin tergerus oleh berbagai hal, mulai
dari pergeseran nilai sebagai imbas modernitas, derasnya arus informasi yang tak terbendung,
sampai menyeruaknya kembali politik identitas. Di bidang hukum, yang terjadi sekarang
adalah hukum dibuat dan ditegakkan tanpa bertumpu pada etika, moral, dan hati nurani
sehingga menjauhi rasa keadilan.
D. Pancasila Membuat Remaja Sadar Akan Bahaya Narkoba

1. Sebab-sebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkoba

 Faktor Subversi

Dengan Jalan “memasyarakatkan” narkoba di negara yang jadi Sasaran, maka praktis
penduduknya atau bangsa di negara yang bersangkutan akan berangsur- angsur untuk
melupakan kewajibannya Sebagai warga negara, subversi seperti ini biasanya tidak berdiri
Sendiri dan biasanya diikuti dengan subversi dalam bidang kebudayaan, moral dan sosial.

 Faktor Ekonomi

Setiap pecandu narkoba setiap saat membutuhkan narkotika Sebagai bagian dari kebutuhan
hidupnya yang cenderung dosisnya Akan selalu bertambah, dibandingkan dengan dengan
beberapa Barang dagangan lainnya, narkotika adalah komoditi yang menguntungkan,
meskipun ancaman dan resikonya cukup berat.

Adapun upaya dari kita sebagai warga negara dan pemerintah

a. Pencegahan

 Kita sebagai manusia yang memiliki rumah, jadikanlah rumah dan keluarga sebagai
tempat berteduh dan berkeluh kesah dalam arti yang seluas-luasnya.
 Bekerja sama dengan pemerintah agar setiap usaha yang di lakukan pengedar dalam
mengedarkan narkoba bisa cepat teratasi

b. Pengobatan

 Merupakan upaya yang harus segera dilakukan bila Individu secara positif sudah
memberikan tanda-tanda kecanduan Narkotika/obat keras. Disadari bahwa
“penyakit” yang ditimbulkan Karena kecanduan narkotika ini mempunyai
permasalahan sendiri Dan berbeda dengan penyakit lainnya. Karena rumit dan
Kompleksnya masalah ini, yang menyangkut aspek organobiologi, Sosial cultural,
pengibatan terhadap ketergantungan narkotika dan Obat keras ini sangat sulit.
Meskipun demikian upaya kea rah Pengobatan korban ketergantungan
narkotika/psikotropika harus Dengan cepat dilaksanakan. Dalam pengobatan tidak
hanya Persoalan deteksifikasi serta pengawasan saja, perlu pula disertai Evaluasi
serta bimbingan psikiatrik yang kontinyu, walaupun Penderita sudah kembali ke
masyarakat, serta diperlukan juga Partisipasi serta pengertian maupun penerimaan
masyarakat Untuk membantu penderita menjalani kehidupan yang wajar. Untuk
penderita yang akut perlu diadakan di tempat-tempat Pengobatan yang mempunyai
sarana- sarana perawatan (intensive Unit cart). Dalam keadaan kritis tindakan-
tindakan harus segera Diberikan sebelum penderita mendapat perawatan dokter yang
Intensif. (Weresniwiro, 2004 : 75)

c. Rehabilitasi

Walaupun termasuk suatu upaya penanggulangan, akan tetapi langkah ini cukup rumit
dilakukan. Hal ini dikarenakan.

 Adanya “post addiction syndrome” keadaan sudah mengalami pengobatan penderita


masih menunjukkan gejala- gejala anxietas, depresi, keinginan untuk memakai obat,
keadaan emosional yang masih sangat labil.

Anda mungkin juga menyukai