Anda di halaman 1dari 12

ADAT PERKAWINAN SOLO

Nama : Nadya Rahmayanti Mawardani


Nim : 2019200190
Kelas : G

PROGRAM STUDI HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan saya
kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongannya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW .

Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan
tugas dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini dan juga semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini semoga Allah SWT senantiasa membalas dengan kebaikan yang
berlipat ganda.

saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi.

Demikianlah makalah ini saya buat, semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan
karuniaNya kepada hambaNya dan semua amal perbuatan dapat bernilai ibadah di sisiNya.
Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan fase kehidupan manusia yang sangat penting dan sakral.
Dibandingkan dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa
sangat spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu
akan banyak tertuju kepadanya, mulai dan dari memikirkan proses akan pernikahan,
persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara selesai digelar. Yang
ikut memikirkan tidak saja calon pengantinnya saja, baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi yang paling utama juga termasuk orang tua dan keluarganya karena perkawinan mau
tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang dihormati.
Adat perkawinan pada budaya Solo terkesan rumit karena banyak tahapan yang
harus dilewati. Kerumitan tersebut muncul karena perkawinan dalam pandangan adat Solo
harus mendapat restu dari kedua orang tua serta harus mendapat pengakuan resmi dari
tetangga maupun masyarakat. Pada dasarnya Islam juga amengajarkan hal yang sama.
Meski tidak masuk dalam rukun perkawinan Islam, upacara-upacara yang berhubungan
dengan aspek sosial-kemasyarakatan menjadi penting karena didalamnya juga terkandung
makan bagaimana mewartakan berita perkawinan tersebut kepada masyarakat secara
umum. Dalam adat perkawinan Solo, rangkaian upacara perkawinan dilakukan secara rinci
dan tersusun rapi, yang keseluruhannya wajib dilaksanakan oleh pasangan pengantin
beserta keluarganya. Hanya saja, memang ada sejumlah tradisi atau upacara yang
dipraktekkan secara berbeda-beda disejumlah daerah.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana proses perkenalan dalam adat perkawinan Solo?
C. Tujuan
 Untuk mengetahui proses masa perkenalan dalam adat Solo.
BAB II
PEMBAHASAN

Indonesia memang memiliki banyak keanekaragaman budaya. Terutama budaya nenek moyang
yang telah di wariskan pada kita untuk selalu dijaga. Salah satu budaya yang harus dilestarikan
adalah adat perkawinan atau pernikahan daerah. Dengan berkembang nya zaman modern serta
pengaruh globalisasi, kita sedikit banyak telah melupakan warisan upacara adat tersebut.

Setiap upacara adat yang ada di Indonesia memiliki beberapa tahap, khususnya untuk
perkawinan adat Solo sebagai berikut :

1. Rangkaian Prosesi Lamaran


 Lamaran
Lamaran merupakan langkah awal dari kesungguhan sebuah hubungan. Inti dari prosesi ini, untuk menanyakan
kesediaan sang gadis untuk dipersunting sebagai istri. Pada acara ini jejaka menyerahkan pengikat
berupa paningset  berupa cincin kawin, perlengkapan sandang wanita, pisang dan sirih ayu, jeruk gulung,
cengkir gading, tebu wulung, nasi golong dan kain batik.
 Pasang Tarub dan Bleketepe
Pasang tarub mengandung arti bahwa sang tuan rumah akan mengelar hajatan atau mantu. Dimulai dengan
memasang peneduh, bleketepe untuk para tamu yang terbuat dari anyaman daun kelapa. Namun kini hal tersebut
tergantikan oleh tenda. Meski begitu hal tersebut tetap dilaksanakan secara simbolis saja. Pemasangannya
dikerjakan oleh ayah dan ibu mempelai wanita. Cermin sikap gotong-royong pasangan suami istri. Ritual ini
juga disertai acara Rasulan untuk memanjatkan doa pada Tuhan Yang Maha Esa.
 Pasang Tuwuhan dan Bucalan
Tuwuhan mengandung arti tumbuh. Tuwuhan atau tumbuh-tumbuhan yang ditaruh di sisi kanan-kiri pintu utama
yang dilalui kedua mempelai. Terdiri dari beberapa macam tumbuhan. Di antaranya dua tandan pisang raja yang
sudah matang, kelapa muda, daun randu dan sebatang padi. Makna yang tersemat di dalam tawuhan, kelak
pengantin akan memperoleh kemakmuran, kehormatan, serta keturunan yang berbakti. Bucalan atau sesajen
biasanya ditaruh di empat pojok rumah, tengah rumah, kamar pengantin, kamar mandi, pelaminan, pintu masuk,
dapur dan tempat lain yang penting. Fungsinya untuk menolak bala.
 Siraman
Upacara siraman  diambil dari kata siram  yang berarti mandi. Dilakasanakan oleh kedua mempelai di
kediamannya masing-masing. Dalam tradisi, orang yang melakukan siraman berjumlah ganjil, tujuh atau
Sembilan orang. Prosesi tersebut memiliki arti menyucikan diri dari segala sifat-sifat buruk.
Selanjutnya meratatus rambut (memberi wewangian) dan proses membuat paes yang hanya dilaksanakan oleh
calon mempelai wanita.
 Dodol Dawet
Berjualan dawet merupakan prosesi yang dilaksanakan oleh kedua orang tua calon mempelai wanita. Acara
jualan minuman manis khas Solo ini melambangkan tekad kedua orang tua untuk menikahkan putrinya. Bulir-
bulir dawet yang melimpah menjadi bentuk harapan agar tamu yang datang nanti akan melimpah pula. Tamu-
tamu yang datang saat itu wajib membeli dawet. Membayarnya bukan dengan uang asli tetapi
dengan kreweng  atau  wingka (pecahan genting).
 Pelepasan ayam
Menjadi salah satu pembeda dalam urutan pernikahan adat Jawa Jogjakarta, adalah ritual  pelepasan ayam yang
dilangsungkan di halaman rumah oleh ayah dan ibu mempelai wanita. Melepaskan ayam betina diumpamakan
melepas putri mereka untuk hidup mandiri dan semoga ke depannya selalu dipermudah mendapatkan rezeki.
 Tanam Rikmo
Prosesi ini dapat dilaksanakan setelah utusan yang membawa rambut mempelai pria datang ke rumah calon
mempelai wanita. Rambut tengkuk yang diambil ketika upacara ngerik, usai acara siraman akan disatukan
dengan rambut mempelai pria di dalam cepuk. Di tempat yang sudah ditentukan, ayah, ibu, serta saudara
kandung mempelai wanita kemudian mengubur helai-helai rambut itu. Harapannya agar keburukan yang pernah
terjadi pada kedua mempelai, terkubur bersama seluruh helaian rambut.
 Midodareni
Upacara midodareni dilakukan sehari sebelum hari-H. Mulai petang hingga tengah malam, calon mempelai
wanita dilarang tidur dan ditemani oleh pini sepuh. Konon akan ada bidadari yang bertandang untuk
menganugrahkan kecantikannya bagi calon mempelai wanita. Selama midodareni hingga hari pernikahan,
mempelai wanita tidak diperkenankan bertemu calon mempelai pria. Di lain lokasi, calon mempelai pria datang
ke rumah mempelai wanita untuk menyerahkan seserahan yang berisi perlengkapan kebutuhan mempelai
wanita. Berupa kosmetik, tas, sepatu, perhiasan, buah-buahan serta aneka kue dan makanan yang telah dikemas
cantik dihiasi pita juga bunga-bunga.
 Tantingan
Sekali lagi sang ayah dan ibu menanyakan kesungguhan putrinya untuk menikah. Namun jawaban diserahkan
sepenuhnya kepada orang tuanya dan sebagai syarat pernikahan satu permintaannya untuk dicarikan sepasang
kembar mayang.
 Jonggolan
Acara jonggolan bermaksud untuk menunjukkan di hadapan keluarga mempelai wanita bahwa mempelai pria
dalam keadaan sehat. Nyantri menjadi salah satu kegiatan dalam upacara jonggolan. Intinya mendengarkan
nasihat yang tertuang dalam ajaran Catur Wedha (Empat Petunjuk). Berupa petuah bagaimana menjadi suami
dan ayah, bagian dari masyarakat dan hamba Tuhan. Pelaksanaan jonggolan hanya diperbolehkan di sekitar
teras atau beranda.
 Turunnya Kembar Mayang
Kembar mayang yang terdiri dari dewandaru  dan  kalpandaru. Dewandaru  bermakna supaya mempelai pria
kelak mampu memberi pengayoman lahir batin kepada keluarganya. Sedangkan
kembarannya, kalpandaru menyimpan tujuan agar rumah tangga yang dibina akan tetap langgeng dan abadi.
Konon dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari Dewa. Setelah dipakai harus
dikembalikan dengan cara dihanyutkan atau dibuang di perempatan jalan.
 Angsul-Angsul
Angsul-angsul menjadi bingkisan balasan untuk pihak keluarga pria dari keluarga mempelai wanita. Jenis
barangnya tidak ditentukan. Namun yang tidak boleh ketinggalan adalah kancing gelung, berupa seperangkat
pakaian lengkap pria beserta keris pusaka untuk dikenakan dan disandang ketika upacara  panggih.
 Wilujengan Majemukan
Acara ini dilaksanankan oleh keluarga besar wanita sepeninggal keluarga mempelai pria. Pada prosesi ini
mempelai wanita merogoh isi perut opor ayam jantan guna mengambil hatinya. Ritual ini menyiratkan agar
mempelai wanita dapat selalu mengambil hati sang suami. Sajian sejenis nasi tumpeng yang disebut
tumpeng majemukan  atau tumpeng midodareni juga turut dihidangkan pada acara ini.

2. Upacara Pernikahan
 Upacara Panggih
Kata panggih jika diartikan berarti bertemu. Ya, setelah sah dan resmi sebagai suami istri, kedua mempelai
dipertemukan di kursi pelaminan. Sebelumnya mempelai wanita telah lebih dulu duduk di pelaminan bersama
kedua orang tuanya. Selama prosesi panggih  berlangsung, kedua orang tua dari pihak pria tidak diperkenankan
hadir.
 Penyerahan Sanggan dan Balangan Gantal
Sebelum melangsungkan rangkaian prosesi panggih, pihak mempelai pria menyerahkan pisang sanggan pada
ibu dari mempelai wanita. selain setangkep pisang raja, ada juga sirih ayu atau kinang, kembang telon, benang
lawe dan tunas pohon kelapa. Usai diterima, sanggan diletakkan di bawah atau dekat kursi pelaminan.
Dilanjutkan dengan upacara balangan gantal atau saling melempar lintingan sirih yang diisi dengan buah
pinang. Maknanya merupakan bentuk sambutan pihak keluarga pria di kediaman wanita.
 Ngidak Tigan
Prosesi menginjak telur ayam kampung yang dilakukan oleh mempelai pria. Memiliki makna mempelai pria
telah siap memberikan keturunan. Dilanjutkan dengan membersihkan kaki mempelai pria yang dilakukan
mempelai wanita. Hal ini merupakan bentuk bakti seorang istri kepada suami. Kemudian orang tua mempelai
wanita membasuhkan air di tengkuk kedua mempelai agar kelak mempelai senantiasa sabar dan tenang
menjalani kehidupan berumah tangga.

 Sinduran
Prosesi melingkarkan kain di pundak kedua mempelai. pria di sisi kanan sedangkan mempelai wanita di sebelah
kiri. Warna merah pada kain menjadi lambang milik wanita dan sebaliknya putih menjadi lambang milik pria.
Hal itu menyimpan makna yang menyimpan makna dapat melanjutkan keturunannya. Ritual  sinduran pun tidak
luput dari makna yang berarti sang ayah yang berada di depan selaku pembimbing putra-putrinya menuju
kebahagiaan. Ibu mempelai wanita yang berada di barisan belakang kedua mempelai memegang kedua
mempelai bermakna pemberi dorongan
 Bobot Timbang dan Tanem Jero
Pada prosesi bobot timbang, ayah mempelai wanita duduk memangku mempelai wanita di paha kiri dan
mempelai pria di paha kanan. Sang ibu kemudian bertanya, lebih berat yang mana? Jawabannya sama saja,
lantaran keduanya adalah anak sendiri, meskipun menantu. Masih dilaksanakan oleh ayah mempelai wanita, kali
ini kedua mempelai yang berdiri membelakangi kursi pelaminan. Lalu sang ayah mendudukkan kedua mempelai
dengan cara menepuk dan menekan pundak keduanya secara bersamaan. Ucapan selamat dan doa diucapkan
sang ayah selama mendudukkan kedua putra-putrinya.
 Kacar Kucur
Menjalani ritual kacar kucur atau tampa  kaya mengandung makna mempelai pria bertanggung jawab untuk
menafkahi keluarga, sementara istri yang menerima nafkah berkewajiban memakai nafkah itu dengan bijaksana.
 Dhahar Klimah
Dikenal dengan sebutan suap-suapan. Dahulu semasa Kraton Surakarta ritual ini hanya boleh disaksikan kerabat
dekat saja. Kemesraan kedua pengantin yang saling suap menjadi momen yang indah. Prosesi ditutup dengan
memakan lauk pindang hati sebagai ungkapan kemantapan hati.
 Ngunjuk Rujak Degan
Rujak degan terbuat dari serutan kelapa muda yang dicampur larutan air kelapa dan gula merah. Rujak
degan yang segar dicicipi pertama kali oleh ayah mempelai wanita yang disuapi sang istri.
 Bukak Kawah dan Tumplak Punjen
Yang berbeda pada kedua prosesi ini ialah bukak kawah diperuntukkan bagi mempelai wanita sebagai anak
sulung. Sedang tumplak punjen diperuntukan bagi anak bungsu. Bukak kawah menjadi tradisi membagi-bagikan
peralatan dapur seperti panci, piring, sendok, wajan dan sebagainya kepada para tamu. Tumplak punjen adalah
ritual membagi-bagikan kantong kain kecil berisi campuran uang serta beras kuning kepada sanak saudara yang
datang. Maknanya adalah orang tua pengantin wanita akan mengupayakan segala kemampuan bagi pesta putri
bungsunya.
 Tilik Pitik
Selama berlangsungnya prosesi kirab, orang tua mempelai pria tidak diperkenankan hadir. Pada prosesi tilik
pitik atau disebut juga mertuwi, kedua orang tua dari pihak pria baru diperkenankan hadir.

 Sungkeman
Ritual ini biasanya menjadi momen mengharukan, sembah sungkem yang dihaturkan kepada sesepuh maupun
orang tua kedua belah pihak. Sebelum sungkem, mempelai pria wajib melepas keris terlebih dulu.
 Kirab
Kirab merupakan barisan arak-arakan yang mengantarkan kedua mempelai menuju pelaminan. Susunan dalam
kirab terdiri dari di seorang cucuk lampah, dua satrio sakembaran, dua gadis kecil patah sakembaran, putri
domas yang berjumlah 4-8 gadis remaja, pasangan pengantin, ibu kedua mempelai, ayah kedua mempelai, dan
baris terakhir diisi oleh saudara kandung pengantin wanita, kemudian saudara kandung pengantin pria.
Persipan lainnya yang harus diperhatikan dalam perkawinan adat Solo adalah:
TATA RIAS DAN BUSANA PENGANTIN JAWA
A.Pengaruh Surakarta
pengantin Wanita
kecantikan wanita pengantin jaws aolo adalah suatu bentuk karya yng penuh makna dan filosofi
tinggi. Tradisi busana ini terinspirasi dari busana para bangsawan dan raja elevis kasunanan
surakarta dan istana mangkunegara, Jawa Tengah. Ada dua gaya busana pengantin Jawa Solo
Putri busana pengantin Solo Basahan

pada busana pengantin solo putri, untuk pengantin wanita terdiri dari kebaya di bgaian atas dan
kain batik di bagian bawah. Di bagian atas, pengantin menggunakan kebaya yang terbuat dari
beludru bewarna hitam ,hijau, biru, merah ungu, atau coklat. Bahan beludru menambah kesan
glamor dan elegan bagi sang pengantin. Kebaya yang digunakan adlah kebaya panjang hingga
lutut pengantin dan pada nagian depan memakai bef atau kutu bsru. Pada kutu baru dipasang
bros renteng atau susun tiga sehingga terlihat indah.
Pada bagian bawah, menggunakan kain batik dengan motif khusus yaitu Sido mukti , Sido
mulyo, Sido asih,serta diwiru (lipatan pada bagian depan kain) berkisar 9, 11 atau 13 jumlahnya.
Saat pegantin berjalan, wiru akan melambai seperti ekor burung merak. Sebagai pelengkap
busana, selop yang terbuat dari bahan beludru dengan warna senada dengan kebaya pengantin
akan membuat penampilan pengantin semakin sempurna.

Pengantin Pria
Pengantin pria menggunakan beskap langen harjan, kemeja berkerah dan bermanfaat yang
dipadu dengan batin bermotif sama dengan pengantin wanita

Perhasan yang dikenakan pengantin pria berupa bros dipakai pada kerah dada sbelah
kiri ,dan memakai kalung karset atau kalung ulur dengan bros kecil ditengah yang disebut
singetan. Ujung karset ditarik kekiri dan diselipkan pada saku beskap sebelah kiri. Di bagian
pinggang, terdapat sabuk dan boro yang terbuat dari cinde.
Sebagai pelambang kegagahan ,pengantin pria mengenakan keris berbentuk ladrang dan
diberi bunnga kolong keris. Keris ladrang diberi ukiran di tangkai yang disebut pendok dan
diberi perhiasan berbentuk lingkaran bulat seperti cincin yang disebut selut dan mendak. Keris
ini diselipkan dibagian belakang sabuk.

B.pengaruh Yogjakarta
Pengaruh Yogjakarta terhadap busana pengantin jawa memang ada , sesuai dengan
perkembngan jaman. Masyarakat biasanya mengambil budaya luar daerah yang dirasa lebih
sesuai dengan masa sekkarang, namun masih banyak juga yang memakai adat asli penganten
Jawa Tengah.

Menurut yang Saya Amati, Tata rias Yogjkartac dan solo memiliki perbedaan di sanggul
pada pengantin wanita

C.pengaruh Asing
Budaya merupakan salah satu elevi dasar dalam kehidupan manusia. Budaya mempunyai
peranan penting dalam membentuk pola pikir dan pola pergaulan dalam masyarakat dan
kepribadian. Budaya yang satu berbeda dengan budaya lainnya sesuai dengan karakter maupun
kebiasaan.
Setiap kelompok masyarakat mempunyai tradisi dan kebudayaan tersendiri, kebudayaan-
kebudayaan yang lebih sempurna dari suatu masyarakat nantinya akan menjadi sebuah
peradaban. Namun walaupun masing masing mempunyai keunikan tersendiri, kebudayaan setiap
bangsa atau masyarakat tetap terdiri dari berbagai elevi. Suatu kebudayaan asing yang berbeda
lambat laun akan mempengaruhi kebudayaan aslinya yang dinamakan dengan akulturasi budaya.
Contohnya saja penganten gaya semarangan, kesamaannnnya yang tetap mendasar adalah nuansa
bernafas islam namun kemudian mendapat pengaruh dari Arab, China, dan Melayu

Tradisi penganten terus berkembang seuai dengan perkembanganjaman. Di tengah arus


perkembangan jaman. Ditengah arus perkembngan tradisi penganten yang cenderung
dipengaruhi budayadengan martbat kebanggaan. Traduisi diwarisi sejak dari dahulu kala sampai
sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeratman, darsiti, kehiduoan dunia kraton surakartab 1930-1939, Penerbit Taman Siswa
Yogyakarta, 1989
2. Bratawijaya, Thomas Wiyasa, mengungkap dan mengenal budaya jawa, Pradnya
Pramita, Jakarta, 1997
3. Anderson, Benedict, Mitologi dan toleransi Orang jawa, yayasan bentang budaya, 2008
4. Doellah, H. Santosa, Batik, Pengaruh Zaman dan Lingkungan, Danar Hadi, 2002
5. Sayid,RM,Babad Sala, Perpustakaan Reksopustoko, Istana Mangkunegara, Surakarta,
2001
6. Widyastutieningrum, Sri Rochana, Seajrah Tati Gambyong: Seni Rakyat Menuju Istana,
Citra Etnika Surakarta, Surakarta, 2004
7. Radjiman, Sejarah Mataram Kartasura Sampai Surakarta Hadiningrat, Toko Buku Krida,
Surakarta, 2004
8. Soedibyo, Hj. B. R. A. Mooryati, The Royal Palace Costume of Keraton Surakarta
Hadiningratt, Jakarta, 2002
9. Paku Buwono XII, Keraton Surakarta, Yayasan Pariwiyatan Kebudayaan Keraton
Surakarta ,2004
10. The American Express Foundation, Kratons of java, Departmen Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi, 1991
11. Wardhani, Gray Noeroel Kamaril Koesomo, Lembar Kenangan Gusti Nurul, Himpunan
Suryasumirat, 2011
12. Rustopo, Otobiografi Go Tik Swan Hardjonagoro, Jawa Sejati, Ombak 2008
13. Hidayat, Rusmulia Tjiptadi, Museum Situs Sangiran, Koperasi Museum Sangiran, 2004
14. Nitinagoro, KRAT Hamaminata, Babad Karaton, Grafika Citra Mahota, 2006
15. Prahono, Ki Renggo, Candi Cetho Sabdo Palon Nagih Janji
16. Museum Batik Kuno Danr Hadi, Panduan dan Denah
17. Puspita Warni, Dinas Urusan Istana Mangkunegara Surakarta, 1980
18. www.keraajaannusantara.com
19. www.keratonsurakarta.com
20. https://www.weddingku.com
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tradisi masyarakat Solo setiap melaksanakan pernikahan ada beberapa tahapan seperti
persiapan, lamaran, prosesi pernikahan.Tidak banyak dari para mempelai pria yang dengan
mudahnya melamgsungkan pernikahan ini,ada sebagian dari mereka yang bekerja terlebih
dahulu untuk mengumpuulkan dana pembelian barang-barang bawaan pada saat
pernikahan,sehingga pernikahan ditunda beberapa tahun sampai dia mampu membeli barang
tersebut.
Memang pernikahan dalam islam itutidak memberatkan mempelai, akan tetapi dengan
adanya tradisi seperti ini yang melekat dan sudah turun temurun dan masih bertahan sampai
sekarang.

Anda mungkin juga menyukai