Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Sosial Budaya pada Pra Perkawinan dan
Perkawinan.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu dosen
pada bidang studi Sosial dan Budaya Dasar. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Sosial Budaya pada Pra Perkawinan dan Perkawinan bagi kami
semua.

Kita mengucapkan terima kasih kepada ibu Sri Winarsih, S.Pd, S.SiT, M.Kes, selaku dosen
bidang studi Sosial dan Budaya Dasar yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami pelajari sekarang.

Dan tak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Magelang, 4 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

LATAR BELAKANG

aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era globalisasi
sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut semua manusia harus
memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di kalangan
masyarakat adalah kematian ataupun kematian pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak
terlepas dari faktor-faktor sosial dan lingkungan di masyarakat dimana mereka berada. Disadari
atau, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai
berbagai pantangan, hubungan sebab akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan
dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan
ibu dan anak. Menjadi seorang …

RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian masa pra perkawinan dan perkawinan ?
2. Bagaimana aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan
Perkawinan?
3. Apa saja aspek sosial budaya pada masa pra perkawinan dan perkawinan yang
berkembang di masyarakat sekitar?
4. Bagaimana proses aspek budaya pada masa pra perkawinan dan perkawinan yang
berkembang di masyarakat sekitar?
5. Apa saja aspek sosial budaya pendukung dan penghambat seorang bidan dalam
pelayanan di masa pra perkawinan dan perkawinan ?

TUJUAN PENULIS

1. Untuk mengetahui pengertian masa pra perkawinan dan perkawinan.


2. Untuk mengetahui aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan
Perkawinan.
3. Untuk mengetahui aspek sosial budaya pada masa pra perkawinan dan perkawinan yang
berkembang di masyarakat sekitar.
4. Untuk mengetahui proses aspek budaya pada masa pra perkawinan dan perkawinan yang
berkembang di masyarakat sekitar.
5. Untuk mengetahui aspek sosial budaya pendukung dan penghambat seorang bidan dalam
pelayanan di masa pra perkawinan dan perkawinan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. PRA PERKAWINAN

Pengertian Pra Perkawinan

Pra Perkawinan atau Pra Nikah adalah sebuah kontrak tertulis yang dibuat oleh pasangan yang
menikah, dengan tujuan agar mereka memilih dan mendapatkan hak legalitas yang mereka
dapatkan ketika menikah dan apa yang akan terjadi ketika pernikahan mereka berakhir dengan
kematian atau perceraian. Beberapa pasangan membuat perjanjian pra nikah untuk menggantikan
peran dari beberapa hukum pernikahan yang berlaku ketika terjadi perceraian, seperti hukum
yang mengatur pembagian properti, tunjangan pensiun, tabungan dan hak finansial bagi istri
dengan perjanjian yang jelas dan pasti.

Perjanjian Pra Perkawinan

Perjanjian Pra Perkawinan atau Pra Nikah adalah sebuah perjanjian yang dibuat oleh calon
mempelai sebelum mereka menikah secara sah. Perjanjian ini akan mengikat kedua mempelai,
yang biasanya berisi tentang pembagian harta benda masing – masing jika suatu saat terjadi
perceraian atau kematian. Terdapat pro dan kontra mengenai perjanjian pra nikah di kalangan
masyarakat Indonesia.

Acara yang dilakukan sebelum Pra Perkawinan di berbagai daerah antara lain :

1. Adat Jawa

Nglamar.

Ritual nglamar dikenal juga dengan istilah pinangan. Acara dimulai dengan kedatangan calon


pengantin pria kepada keluarga calon pengantin wanita. Tujuannya adalah untuk melihat calon
pengantin wanita dan keluarganya untuk melangsungkan acara pernikahan. Pada acara ini, kedua
keluarga akan terikat pada acara selanjutnya. 

Seserahan.

Seserahan dalam adat Jawa tidak hanya dilangsungkan pada acara pernikahan. Seserahan juga
biasa dilakukan jauh hari sebelum prosesi pernikahan. Pada ritual ini, calon pengantin pria dan
keluarga wanita mengantarkan barang-barang kepada calon pengantin. Barang-barang tersebut
meliputi cincin, kue-kue, dan sejumlah uang. Seserahan yang diberikan berupa bantuan untuk
resepsi. Biasanya dilengkapi juga dengan bahan-bahan pokok makanan.

Gpsg Tarub & Bleketepe.

Calon pengantin wanita biasanya akan memasang tarub dan blekepete . Pemasangan dilakukan


sebelum prosesi pernikahan. Tarub dan Blekepete ini memiliki makna bagi masyarakat
Jawa. Makna yang terkandung dalam perlindungan dari Tuhan untuk menolak godaan pada saat
upacara pernikahan. 

Tarub yaitu gapura yang terbuat dari anyaman daun kelapa. Kemudian, dipasangkan kerangka
yang terbuat dari bambu, atau dikenal dengan sebutan blekepete. Pada bagian kiri dan kanan
biasanya dipasang pohon pisang yang sedang berbuah. Pohon pisang tersebut disebut
sebagai tuwuhan yang dipasang di pintu masuk rumah.

Siraman Menjelang Acara Besar.

Siraman diambil dari kata siram yang berarti mandi. Acara ini dilakukan sebelum memulai
pernikahan. Tujuan prosesi ini untuk membersihkan calon pengantin sebelum upacara. Calon
pengantin akan disiram oleh 7 orang berbeda. Tujuh yang dimaksud di sini adalah “ pitu ”,
yaitu pitulungan atau pertolongan . Siraman dilakukan di kamar mandi atau halaman
rumah. Alat-alat yang perlu disiapkan seperti tempat air, kembang setaman, gayung, handuk, dan
kendi

Prosesi Paes/Ngerik.

Setelah acara siraman dilanjutkan dengan proses paes/ngerik . Tujuan acara ini yaitu mengerik
atau menghilangkan rambut halus di wajah calon pengantin wanita. Prosesi paes dilakukan
oleh pamaes , atau Mengajukan Calon mempelai wanita. 

Dodol Dawet.

Dodol dawet adalah acara selanjutnya setelah prosesi paes . Acara dimulai dengan ibu calon
pengantin wanita menjual dawet cendol di halaman rumah. Sementara bapak mempelai calon
pengantin wanita memayungi istri yang sedang berjualan. Sementara pihak pembeli adalah
keluarga yang hadir. Pembayaran biasanya dilakukan dengan kreweng atau genting. 

Acara Midodareni.

Midodareni adalah acara silaturahmi kedua keluarga besar. Keluarga calon pengantin pria akan
berkunjung ke rumah calon pengantin perempuan. Prosesi Malam Midodareni biasanya
diadakan sebelum pernikahan dimulai. Atau tepatnya satu hari sebelum acara pernikahan
berlangsung. Malam Midodareni dianggap baik oleh masyarakat Jawa. Malam ini bahkan
dimaknai sebagai turunnya bidadari dari langit.

 2. Adat Bali

Menentukan Hari Baik.

Prosesi pernikahan adat Bali dimulai dengan penentuan hari baik yang dilakukan setelah calon
mempelai pria meminang calon mempelai wanita yang dalam bahasa Bali disebut memadik atau
ngindih. Masyarakat Bali masih sangat percaya akan hari baik untuk menggelar pernikahan. Pada
hari baik yang telah dipilih tersebut lah nantinya calon mempelai wanita akan dijemput lalu
dibawa ke rumah calon mempelai pria. 

Upacara Ngekeb.

Jika kamu sudah sering mendengar prosesi siraman pada pernikahan adat Jawa, Upacara Ngekeb
merupakan prosesi serupa khas adat Bali. Namun terletak perbedaan diantara dua prosesi adat
ini, kalau pada adat Bali, mempelai wanita akan terlebih dahulu dilulur dengan ramuan yang
terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga dan beras yang telah ditumbuk halus, serta air
merang untuk keramas. Pada saat menjalankan ritual Ngekeb, calon mempelai wanita tidak
diperbolehkan keluar dari kamar sejak sore hari sampai rombongan keluarga calon mempelai
pria menjemputnya keesokan harinya. Selain persiapan secara lahiriah, mempelai juga
memperbanyak doa kepada Sang Hyang Widhi untuk dianugerahkan kebahagiaan dan anugerah-
Nya.

Penjemputan Calon Mempelai Wanita.

Kalau kebanyakan pernikahan adat melakukan sebagian besar prosesinya di kediaman calon
mempelai wanita, berbeda dengan adat Bali. Pernikahan adat Bali memiliki prosesi menjemput
calon mempelai wanita untuk melaksanakan rangkaian prosesi di rumah calon mempelai pria.
Sebelum meninggalkan rumah, calon mempelai wanita dibalut kain kuning tipis dari atas kepala
sampai ujung kaki. Kain kuning ini melambangkan bahwa calon mempelai wanita menguburkan
kehidupannya sebagai wanita lajang dan memasuki kehidupan baru berumah tangga. 

Upacara Mungkah Lawang (Buka Pintu).

Prosesi dilanjutkan dengan acara mengetuk pintu sebanyak tiga kali oleh seorang utusan, bukan
oleh calon mempelai pria. Kedatangan mempelai ini akan diiringi tembang yang dinyanyikan
oleh seorang malat atau utusan mempelai pria. Syairnya berisikan kehadiran mempelai pria ingin
menjemput mempelai wanitanya. 

Lalu malat dari mempelai wanita akan membalas dengan tembang bersyairkan sang mempelai
wanita siap dijemput. Setelah mendapat persetujuan, mempelai pria pun membuka pintu dan
menggendong mempelai wanita menuju tandu untuk dibawa ke rumah keluarga pria tanpa
didampingi orang tua. 

Upacara Mesegehagung.

Prosesi pernikahan adat Bali selanjutnya adalah upacara Mesegehagung yang merupakan ritual
penyambutan mempelai wanita setibanya di kediaman mempelai pria. Kedua mempelai
diturunkan dari tandu dan bersiap melangsungkan upacara Mesegehagung. Lalu mempelai
wanita dan ibu dari mempelai pria pun bersama menuju kamar pengantin. Di dalam kamar, ibu
dari mempelai pria membuka kain kuning yang dikenakan mempelai wanita lalu menukarnya
dengan uang kepeng satakan (mata uang pada masa lampau) senilai dua ratus kepeng.

Upacara Mekala-kalaan (Madengen-dengen).

Berikutnya acara dilanjutkan dengan ritual mekala-kalaan atau madengen-dengen. Tujuan


dilakukannya upacara ini ialah menyucikan kedua mempelai dari hal negatif. Prosesi ini akan
dimulai tepat saat genta berbunyi dan dipimpin oleh seorang pemimpin agama atau pemangku
adat, tergantung dari adat dan budaya masing-masing daerah. 

Menyentuhkan Kaki pada Kala Sepetan.

Upacara mekala-kalaan pada pernikahan adat Bali akan dimulai dengan kedua mempelai
berputar sebanyak tiga kali mengelilingi sanggar pesaksi, kemulan, dan penegteg. Mempelai
wanita membawa bakul perdagangan sementara mempelai pria memikul tegen-tegenan.
Keduanya harus menyentuhkan kaki pada kala sepetan. 

Jual Beli.

Ritual selanjutnya sangat sederhana, mempelai pria membeli bakul yang dibawa mempelai
wanita. Ritual jual beli ini memiliki makna agar saat berumah tangga nanti kedua pasangan bisa
saling melengkapi, mengisi, dan memberi hingga mencapai tujuan bersama.

Menusuk Tikeh Dadakan.


Tikeh dadakan adalah anyaman tikar yang terbuat dari daun pandan. Tikeh dadakan akan
dipegang oleh mempelai wanita, sementara itu mempelai pria menyiapkan keris. Menurut
kepercayaan Hindu, tikeh dadakan melambangkan kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan
yoni), sedangkan keris pria menyimbolkan kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga).

Memutuskan Benang.

Terakhir, prosesi memutuskan benang ini akan menjadi penutup upacara Mekala-kalaan. Pada
ritual ini, kedua mempelai akan menanamkan kunyit, talas dan andong tepat di belakang merajan
atau sanggah (tempat sembahyang keluarga), yang bertujuan untuk melanggengkan keturunan
keluarga. Setelah itu baru keduanya memutuskan benang pada cabang dadap (papegatan) sebagai
analogi bahwa kedua pasangan ini siap menanggalkan masa remaja. 

Upacara Mewidhi Widana (Natab Banten Beduur).

Seusai melaksanakan upacara Mekala-kalaan, ritual pernikahan adat Bali dilanjutkan dengan
upacara Mewidhi Widana yang dilaksanakan di pura keluarga pihak mempelai pria, dipimpin
oleh pemangku sanggah serta diantar pinisepuh. Pada prosesi yang penuh dengan suasana syahdu
ini, kedua mempelai menyampaikan doa akan kehadiran keluarga baru kepada leluhur untuk
melanjutkan keturunannya. 

Upacara Mejauman (Ma Pejati).

Pada tahap ini, kedua pasangan telah resmi menjadi suami istri. Mengikuti adat Bali, istri akan
menjadi bagian dari keluarga besar sang suami. Maka dari itu, beberapa hari setelah pernikahan,
kedua pihak keluarga menentukan hari di mana seluruh keluarga berkunjung ke kediaman orang
tua mempelai wanita untuk melangsungkan prosesi upacara Mejauman. 

Acara ini bertujuan untuk memohon pamit kepada keluarga besar mempelai wanita, terutama
kepada para leluhur mempelai wanita. Kedatangan keluarga mempelai pria disertai dengan
membawa panganan kue khas Bali seperti kue bantal, alem, kuskus, apem, cerorot, nagasari,
kekupa, beras, kopi, teh, gula, sirih pinang, serta buah-buahan dan lauk pauk khas Bali

Prosesi pernikahan adat Bali bisa dibilang tidak sepanjang pernikahan adat lainnya yang biasa
memakan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu sebelum hari pernikahan. Namun, makna
dalam setiap prosesi tak kalah berarti dan mendalam.Itulah keindahan yang bisa didapatkan dari
melaksanakan pernikahan adat, doa dan harapan serta kebersamaan bersama keluarga selama
prosesi pernikahan berlangsung. Berbeda dengan pernikahan modern masa kini yang lebih
singkat. 
3. Adat Palembang

Madik.

Tahap awal yang dilakukan saat memulai rangkaian prosesi pernikahan Palembang adalah
acara madik, yang berarti mendekati atau pendekatan. Ini semacam proses penyelidikan
keberadaan sang gadis oleh utusan keluarga pihak laki-laki. Tujuannya untuk mengetahui asal-
usul, silsilah keluarga, sekaligus mencari tahu apakah gadis itu sudah ada yang punya atau
belum.

Menyengguk.

Tahap menyengguk dilakukan bila proses madik telah terlaksana, yang artinya memasang


“pagar”. Tujuannya agar gadis itu nggak dapat diganggu oleh senggung (sejenis hewan musang)
atau arti sesungguhnya nggak diganggu oleh laki-laki lain. Acara ini untuk menunjukkan
keseriusan calon pengantin laki-laki. Keluarga laki-laki datang mengirimkan utusan ke rumah
sang gadis sambil membawa tenong/sangkek yaitu anyaman bambu berbentuk bulat atau persegi
empat yang dibungkus dengan kain batik bersulam benang emas. Tenong diisi dengan aneka
bahan makanan seperti telur, terigu, mentega, yang disesuaikan dengan keadaan keluarga sang
gadis.

Berasan.

Adalah musyawarah kedua belah pihak keluarga besar calon mempelai. Pada pertemuan ini akan
diputuskan persyaratan pernikahan baik secara adat maupun secara agama, serta tahap prosesi
adat selanjutnya. Syarat pernikahan secara agama adalah penentuan mahar atau mas kawin.
Sementara persyaratan pernikahan secara adat dilaksanakan sesuai kesepakatan. Apakah Adat
Berangkat Tigo Turun, Adat Berangkat Duo Penyeneng, Adat Berangkat Adat Mudo, Adat
Tebas, atau Adat Buntel Kadut. Masing-masing memiliki persyaratan yang berbeda.

 Adat Berangkat Tigo Turun, misalnya, pada seturun pertama berisi selendang
songket lepus, baju kurung songket tabor, kain songket pulir, lalu pada seturun kedua harus
ada kain songket cukitan juga baju kurung angkinan, dan lain lain.
 Adat Tebas semua persyaratan dikompensasikan dalam bentuk uang.
 Adat Buntel Kadut,pihak laki-laki harus memberikan sejumlah uang yang telah
dimufakatkan

Mutuske Kato.
Sesuai dengan namanya, pada acara ini kedua keluarga membuat keputusan mengenai:
hari Nganterke Belanjo,haripernikahan,Hari Munggah,hari Nyemputi dan Nganter Pengantin, Ng
alie Turon, Pengantin Becacap atau Mandi Simburan, serta Beratib. Pada acara ini pihak
keluarga laki-laki membawa tujuh tenong berisi gula pasir, tepung terigu, telur itik, emping,
pisang, dan buah-buahan. Perlengkapan lain yang perlu dibawa adalah sebagian dari beberapa
perlengkapan yang harus dipenuhi secara adat. Dan menjelang pulang, tenong akan
dikembalikan dan diisi dengan aneka jajanan khas Palembang.

Nganterke Belanjo.

Prosesi nganterke belanjo biasanya dilakukan sebulan atau setengah bulan bahkan beberapa hari


sebelum acara munggah. Prosesi ini lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan, sedangkan
kaum laki-laki hanya mengiringi saja. Uang belanja (duit belanjo) dimasukan
dalam ponjen warna kuning dengan atribut pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran dari pihak
calon mempelai laki-laki ini juga dilengkapi dengan nampan-nampan paling sedikit dua belas
buah berisi aneka keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan kaleng, hingga
kue-kue dan jajanan. Lebih dari itu diantar pula “enjukan” atau permintaan yang telah ditetapkan
saat mutuske kato, yakni berupa salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan sesuai
kesepakatan. Bentuk gegawaan yang juga disebut masyarakat Palembang “adat ngelamar” dari
pihak laki-laki (sesuai dengan kesepakatan) kepada pihak perempuan berupa
sebuah ponjen warna kuning berisi duit belanjo yang diletakan dalam nampan,
sebuah ponjen warna kuning berukuran lebih kecil berisi uang pengiring duit belanjo, empat
belas ponjen warna kuning kecil diisi koin-koin logam sebagai pengiring duit belanjo, selembar
selendang songket, baju kurung songket, sebuah ponjen warna kuning berisi uang “timbang
pengantin” dua belas nampan berisi aneka macam barang keperluan pesta, serta kembang
setandan yang ditutup kain sulam berenda.

Persiapan Menjelang Akad Nikah.

Ada beberapa ritual yang biasanya dilakukan terhadap calon pengantin perempuan yang biasanya
dipercaya berkhasiat untuk kesehatan kecantikan, yaitu betangas. Betangas adalah mandi uap,
kemudian bebedak setelah betangas, dan berpacar (berinai) yang diberikan pada seluruh kuku
kaki dan tangan dan juga telapak tangan dan kaki yang disebut pelipit.
Pernikahan atau Perkawinan

Perkawinan

Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri. Perkawinan merupakan
sesuatu yang sakral dalam adat timur. Hal ini karena suatu pernikahan yang dibangun
dilaksanakan dengan nilai nilai atau norma yang sakral pula. Nilai nilai itu bisa berasal dari
keyakinan, agama, atau adat istiadat yang diturunkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Masing masing suku bangsa atau agama memiliki cara dan tatacara melaksanakan sebuah
pernikahan.

Perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang dilahirkan juga adalah
bayi yangsehat dan direncanakan. Kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh bidan sendiri antara
lainmempromosikan kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan
keluargameningkat. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibunifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan
anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini
memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya kemudian melakukan
pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaa
yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.

Misalnya pola makan, pactadasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran
kebudayaan cukup besar.Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu,
termasuk pola makan ibuhamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu,
dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan
bahwa ibu hamil pantangmakan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan
daging karena akanmenyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di
Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya
agar bayi yangdikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Sikap seperti ini akan berakibat buruk
bagi ibu hamilkarena akan membuat ibu dan anak kurang gizi.

Pendekatan melalui budaya dan kegiatan kebudayaan kaitannya dengan peran seorang bidan.
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan terdekat dengan masyarakat memiliki peran
yang sangat menentukan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya kesehatan
ibu dan anak di wilayah kerjanya. Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta
masyarakat khususnya berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru
lahir, anak remaja, dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi memadai
dengan tugas,peran, serta tanggung jawab.

Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan pendekatan pendekatan
khususnya sosial budaya, untuk tenaga kesehatan khususnya agar mengetahui dan mampu
melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar
kesehatan. Menurut Depkes RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut

1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dirumah-rumah mengenai persalinan,


pelayanan KB dan pengayoman medis kontrasepsi.
2. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan dengan
melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4. Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
6. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya
7. Mendeteksi dini adanya efek samping dan pemakaian pemakaian kontrasepsi serta adanya
penyakit penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai kemampuannya. Melihat dari luasnya
fungsi bidan tersebut, aspek sosial budaya perlu diperhatikan oleh bidan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.plaminan.com/blog/ritual-sebelum-akad-nikah-menurut-adat-jawa

https://www.tokopedia.com/blog/susunan-acara-ritual-dan-prosesi-pernikahan-adat-bali/

https://www.popbela.com/relationship/married/hyrasti-kayana/prosesi-pernikahan-adat-
palembang/11

https://pdfcoffee.com/isbd-aspek-sosial-budaya-perkawinan-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai